Re:Union

Seneng banget akhirnya bisa jalan ketempat yang udah lama banget gak aku datengin, kota tempat tinggalnya si Nemo, ehh Leo haha kebiasaan sekarang manggilnya Nemo gara-gara ide reader nih mbalik nama asli nya dia. Pukul 13.00 waktu setempat, aku berangkat dari bandara bagian timur kalimantan menuju selatan. Sebelumnya udah janjian dulu kalo Leo bakal jemput disana. Walau aku gak sendiri, kedatanganku kali ini membawa suami aku, Heri, dan anak aku satu-satunya yang tersayang si Cemho. 40 menit perjalanan diudara, akhirnya pesawat kami sampai juga, keliatan juga tuh bandara yang udah berubah total sejak terakhir kali aku kesini.

"Mana si Leo?" Tanya suami ku.

"Engga tau, katanya udah berangkat dari sejam lalu waktu kita mau take off,"

"Ba.. ba baa," ga ada yang ngerti? Iya, bahasa bayi, haha.

Oh ya, sorry buat kalian yang nunggu lanjutan cerita aku ya, tapi aku malah nulis cerita tentang Leo, hehe, dan ini nulisnya pas malem minggu bareng Leo. Iyaa ni aku mau ceritain, sabar.

"Woe!" Sapa Leo dari kejauhan. Dia berhasil ngenalin aku dari penampilanku mungkin, gak banyak berubah walau udah jadi ibu-ibu. Dan padahal aku pake masker lo.

"Bawain tas kita dong," kataku.

"Enak aja, emang gw supir lu?!"

"Hahaha, lah kan emang, ayok mamang, langsung berangkat,"

Suami aku awalnya sih cemburu sama Leo, tapi setelah aku jelasin semua tentangnya, akhirnya dia mau paham dan mengerti kalo hidupku ini ga bisa lepas dari jasa sahabat-sahabat aku, Miza dan Leo.
Kami menempuh perjalanan naik mobilnya Leo, ah enak banget nih mobil, baru kayanya. Sekitar setengah jam, menuju tempat keluarga aku yang berjarak gak begitu jauh dari rumah Leo, cuman, jalan searah yang bikin harus mutar lumayan jauh kalo mau balik ke rumah Leo.
Nah, pas diperjalanan ini aku fotoin tuh yang kemaren sempat ku posting hahaha. Oh ya satu lagi, sosok Leo udah berubah total sejak 3 tahun terakhir. Dia udah gak sekurus dan seproporsional dulu lagi, mungkin berat badannya udah lebih dari 80 ni orang.

"Bang Heri, gimana bisnisnya setelah covid ini?" Leo buka obrolan saat kami udah dalam perjalanan sambil nyetirin xpandernya.

"Ya gitu Yo, agak lesu tapi alhamdulillah masih bisa lah buat bertahan hidup dan gaji beberapa karyawan"

"Kamu gimana kerjaan?" Suami ku nanya balik.

"Masih aja kaya dulu bang, tetep aja jadi suruh-suruhan orang berdasi"

"Hahaha ya gitu, namanya juga kerja ikut orang, kenapa ga mulai bisnis aja Yo?"

"Takut bang, enakan gini udah," jawab Leo.

Aku duduk kursi belakang selagi mereka yang duduk di dua kursi depan saling ngobrol. Sambil nyuapin si Cemho makan biskuit.

Sesampainya dirumah yang kami tuju selama berada disini. Aku lakuin aktifitas kaya biasanya, memperkenalkan suami ku ke keluarga yang ada disini, memperkenalkan Cemho ke saudara-saudaranya, dan para Om-Tante yang lagi ngumpul di momen lebaran ini. Kalo Leo sih gausah pake dikenalin lagi, udah tau semua sama bocah badung satu ini.

"Ley, malam minggu jalan yuk, berdua doang tapi, mau?" Ucap Leo sebelum dia balik kerumah abis nganterin kami.

"Kemana?"

"Ada lah, pokoknya ikut aja"

"Yaudah, jemput ya, tar wa aja"

Malam minggu yang kami rencanakan akhirnya tiba juga, meski minta izin ke suami aku tuh ga segampang yang dikira, tapi dia akhirnya bolehin juga aku buat pergi bareng Leo, berduaan doang lagi. Duh deg-deg an deh mau dibawa kemana.
Aku pake baju kaya biasa, baju jaman masih muda, celana pendek, kaos warna gelap, cuman sepatu doang sih udah bukan all star, sekarang lebih girly dikit. Tepok jidat deh Leo liat tampilan ku yang agak beda ini.

"Dibolehin emang?" Kata Leo saat aku ninggalin rumah, dan masuk ke mobilnya.

"Iyalah, masa engga, kan jalannya sama kamu"

"Iya sih, yaudah kita berangkat"

"Kamu ko boleh jalan sendiri? Tumben," aku agak kepo. Bini Leo kan galak.

"Lah kan jalan sama eluh, boleh lah, masa iya jalan sama Aleya ga boleh," sahutnya bikin aku nyengir.

Satu jam dijalan muterin kota, kami menuju sebuah tempat yang kata Leo, bakal bisa bangkitin memori lama tentang masa muda kita yang udah beranjak kami tinggalkan. Sepanjang jalan, kami seru aja ngobrol soal masa lalu, sebelum alm. Rian pergi buat selamanya, saat masa SMP sampai kenangan saat kita ngumpul lagi di tahun, 2016. Aduh, kangen deh sama Miza, coba aja dia bisa ikut kesini juga sekarang.

"Ko kesini Yo?" Aku heran.

"Emang kenapa?"

"Gapapa sih, yaudah, turun yuk"

Mobil yang kami berdua tumpangi berhenti disebuah, bukan, empat buah kontainer yang disulap jadi cafe, ditumpuk-tumpuk dan jadilah sebuah cafe semi outdoor dengan pemandangan pohon dan air danau disampingnya.

"Yuk," ajak Leo menawarkan buat aku gandeng tangannya.

"Hahaha sialan, kaya orang pacaran aja!"

"Mau ga?"

Aku gandenglah akhirnya tangan kiri Leo, jalan bersampingan bareng sahabat yang udah aku anggap abang sendiri. Walau aku lebih tua beberapa bulan dari dia, tapi kadang pikiran Leo lebih dewasa daripada aku.

"Eh Leo, siapa nih? Wahh udah mulai selingkuh yaa?" Ucap kasir yang nangkring dibalik mejanya di dalam kontainer ber ac itu.

"Engga lah bang, masa lupa? Ini si Aleya!"

"Hah? Aleya? Aleya yang tomboy itu? Astaga sorry Ley, gw gak ngenalin kalo itu elu, abis sekarang gendutan," disambut gelak tawa dari Leo dan dia. Oh aku inget, ini bang Tomo. Wah, pindah toh cafe nya, udah ga ditempat dulu lagi.

"Bang, yaa ampun, aku juga gak ngenalin kalo itu abang haha, sial aku dibilang gendutan, engga lah bang, maklum sih kan udah sekali turun mesin hahaha, menu masih sama bang?"

"Iya sama, tampilan doang yang beda, oh ya? Wah udah pada punya anak aja"

"Yaudah aku pesen yang biasa," ucapku.

"Emang lu biasa pesen apa Ley? Kok gw lupa?" Kata Leo.

"Sialan"

"Hahahaha, oreo milkshake bang, 2 ya," ujar Leo, halah, ternyata ingat dia, sok-sok an lupa segala!

Duduk di atas, kontainernya dibikin bertingkat, dan diatas itu ga ada temboknya, cuma atap doang jadi bikin kita bisa mandangin pemandangan disekitar yang dihias lampu-lampu remang.

"Mau ngomong apa sih? Sampe aku dibawa ketempat romantis gini? Kalo mau nembak, aku gak terima ya," goda ku.

"Anj*ng, ngapain gw nembak lu, belum juga gw ngomong udah ditolak aja," sahutnya.

"Hahaha, lagian, ngaku aja deh lu Yo, lu pernah suka sama aku kan dulu?!"

"Engga lah, sempak lu Ley"

"Ngaku!" Kutarik perut nya yang udah mulai menggelambir, nampak jelas dari balik kaosnya, kaos plesetan warna item, tulisannya Megizeth, tapi gaya tulisannya kaya Megadeth. Sialan Leo, baju nya masi aja keren-keren, udah tua gitu juga.

"Hahaha setan, iya iya, iya Ley, bangke," karena kesakitan, Leo akhirnya jujur juga.

"Ngakuin gitu doang susah banget, aku juga pernah suka kok sama kamu"

"Eh sialan, napa jadi ngomong ginian? Gw tu mau cerita sesuatu tau!"

"Nahh iya, eh, aku kesel deh waktu kamu bilang kamu kasih Isna ATM, ngaku gak! Berapa isi tu ATM!" Kembali aku tarik perutnya.

"Adudu aduh Aleya bangke, sakit, iya ngaku, isinya 2 digit"

"Berapa!"

"12"

"Bngsat, banyak amat! Kamu kasih gitu doang Yo? Inget bini, inget anak, iya aku tau gaji mu gede dan cukup kalo punya 2 istri, tapi jangan gitu juga!"

Aku coba lurusin jalan pikiran Leo nih, gak mau aku kalo sampe sahabatku terjerumus dalam sebuah perselingkuhan yang bisa bikin rumah tangga nya terancam.
Setidaknya, kalo pun mau selingkuh, jangan sama Isna!

Malam minggu yang indah, aku lalui bersama Leo, berdua saja. Mungkin kalo orang gak tau dan gak kenal sama kami, dikira kami pacaran kali ya. Udah ga ada sekat pembatas diantara kami, dalam hal becanda, ngobrol bahkan sampe pegang-pegang tangan juga biasa aja. Ga muncul perasaan apa-apa saat dia genggam tangan aku.

"Gw butuh saran Ley," ucapnya dengan wajah serius, serius banget. Genggaman tangan nya makin erat ke kedua tanganku.

"Apa? Kamu mau aku kasih saran apa?"

"Gw gak tega sama kondisi Isna sekarang, dan gw juga ga tega kalo harus bikin bini gw sakit hati Ley"

"Kalo emang kamu ga tega sama bini mu, tinggalin Isna, sekarang juga!"

"Gampang, tapi, kira-kira wajar ga sih kalo gw belakangan malah suka mikirin mantan?"

"Wajar Yo, seperti yang pernah kamu bilang, kita terobsesi dengan sesuatu yang ga kita miliki, ya ga?"

"Iya sih"

"Tapi tolong, tolong banget, jangan sakiti hati Istri mu, dia sayang kamu sepenuh hati, aku tau itu, karena aku juga cewe Yo"

"Tapi Melz, belakangan kan sering kontek lagi ke gw"

"Udah! Anggap aja kamu cuma temenan, sahabatan, anggap aja Melz itu sama kaya aku posisinya"

"Ga bisa Ley"

"Kenapa?"

"Gw masih sayang sama Melz"

Aku terdiam sebentar, natap wajah Leo yang serius. Ada yang salah sama ni orang.

"Hah! Gabisa gitu!"

"Kenapa ga bisa?"

"Dia udah punya keluarga, dan kamu juga kan?"

"Tapi"

"Perasaan mu itu salah, titik!"

"Eh tapi btw, lu punya nomer wa nya kan?" Kata Leo mendadak.

"Ada, kenapa?"

"Emang kemaren pm-pm an sama dia ngobrolin apa?"

"Hahahaha"

Aku ceritain lah semua apa yang kami obrolin di pm kaskus, sampai akhirnya berlanjut di wa, bahkan pernah sekali telponan. Mbak Melz beneran sosok yang seperti reader bayangkan, baik, gak neko-neko, dan sifatnya yang lemah lembut itu bikin aku kagum. Dia ga sedikitpun nyimpan dendam ke Leo walau udah di khianatin dengan sadisnya.
Oh ya, mungkin isi pembicaraan diatas saat aku ngobrol dengan mbak Melz akan ditulis Leo ke cerita beda timeline nya, entahlah, ga ngurus haha.

"Coba videocall Melz dong Ley," ucapnya. Kaget aku.

"Tapi janji ya, gausah kebawa perasaan, gausah bilang sayang-sayang lagi, kasian suaminya, kasian anaknya"

"Iya janji"

Kucoba hubungi nomer wa nya mbak melz, sebuah panggilan suara untuk memulai obrolan.

"Halooo?"

"Hai mbak, lagi sibuk?"

"Leya, engga kok, kenapa?"

"Hmmm mbak lagi dimana?"

"Dirumah dong, emang dimana lagi jam segini"

"Sendirian? aku mau curhat, takut ganggu?"

"Hehe bedua doang sih sama baby, yaudah ngobrol aja Leya"

"Ganti videocall boleh mbak?"

"Yaudah, nih udah aku request videocall, terima Leya"

Telepon berganti jadi videocall, muncullah penampakan mbak melz yang mengenakan daster, tapi dia tetep cantik loh.

"Hai mbak, hehe"

"Gimana? Mau cerita apa Leya? Lho kamu dimana? Bagus banget backgroundnya?"

"Mbak lupa ya aku lagi dimana?"

"Dimana emang?"

"Hehehe, ada yang mau ngobrol nih mbak," ku balikkan kamera hp kearah Leo yang duduk disamping aku.

"Hai Melz," sapa Leo.

"Hah? Mmmm… Le… Leo?" Mbak melz terbata-bata, mungkin kaget.

"Hehe, iya ini gw"

"Kamu gendut banget hahaha," tawanya. Iyalah, setelah sekian lama, baru sekarang mbak Melz liat kondisi body Leo yang udah gak langsing lagi.

"How's your day?" Tanya Leo.

"Ahhh kamu, jangan gitu tah, ntar aku terjebak nostalgia," sahut mbak Melz.

"Yo, kalo mau ngobrol, ambil nih hp nya, capek tau megangin," ku serahkan hp ku ke Leo, enak aja, dia yang ngobrol, aku yang megangin.

Mereka ngobrol panjang lebar, tentang segala hal, mulai dari keluarga, tanya-tanya soal keadaan sekarang, dan becanda yang mungkin gak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari mereka dulu, aku agak kaget waktu mereka masih panggil-panggil pake kata panggilan sayang itu. Bukan cemburu, cuman kaget aja.

"Gw kangen deh sama kamu," ujar Leo, bikin aku keselek saat minum oreo milkshake yang udag tinggal setengah gelas.

"Ehheeemmm, janji nya tadi apa!"

"Tuh tuhh Aleya marah, wes tah ndel, hahaha, gaberani jawab aku"

"Gw cuma bilang kangen doang," Leo berusaha membela diri.

"Gak! Kamu udah ngelanggar janji, sini balikin hp aku!"

"Hihihi, wes tah, balikin hp nya, kenapa juga ga nelpon pake hp mu ae Yo?" Tanya mbak Melz.

"Takut, gaberani"

"Takut apa?"

"Takut, kalo gw punya nomermu di hp gw, nanti bakal telpon terus, wa terus," jawabnya enteng.

"Wooo sembarangan, cukup! Siniin hp ku, mbak mbak, udah dulu yaa, mau jitakin Leo dulu," ku coba rebut hp dari tangan Leo, akhirnya berhasil juga walau harus bergelut dulu dan adu mulut.

"Yawees, bye kalian semua, have a nice day hihihi," mbak Melz melambaikan tangannya kehadapan kamera. Dibalas dengan Leo yang sok kasih kiss bye, dan aku juga ikut lambaikan tangan.

Jujur, aku merasa kasihan sama dua orang ini. Mereka kan putus tanpa… ah udahlah, nanti spoiler buat reader Leo hahaha. Intinya, aku ngerasa kalo sebelumnya hubungan mereka baik-baik aja, walau Leo udah sering banget selingkuhin mbak Melz, tapi yang ada dihati Leo ya cuma mbak Melz, yang lain cuma sekedar pengisi hari doang kata Leo.
Oh ya, kenapa aku panggil mbak? Karena usia mbak Melz itu setahun lebih tua daripada kami. Gak enak aja kalo aku cuma manggil nama dia aja tanpa embel-embel.
Jadi, malam ini kita habiskan sisa waktu yang tersisa dengan ngobrolin kejadian saat mereka harus pisah. Aku ikut terharu sih, cuman, mau dikata apa?

Malam makin larut, waktu menunjukkan jam 23.10 waktu setempat. Saatnya buat Leo anterin aku pulang kerumah, ketemu lagi sama anak dan suami aku. Nah, saat nganter aku balik ke rumah, Leo milih jalan buat ngelewatin rumah Isna, maksudnya apa coba.
Oh ya, besok hari minggu Leo janji mau ajak keluarga ku dan keluarga dia ke mall, jalan bareng katanya. Asiik, bisa ditraktir nih ama pegawai nganu hahaha. Ku tagih janjinya besok hari minggu, katanya mau traktir KFC, Pizza Hut juga buat aku dan Cemho.

Sekedar info, aku tulis ini tanpa sepengetahuan Leo, dan post diem-diem, masukin cerita beda timeline ya Nemo, hahaha ni cerita aku ketik tadi malam abis nemo anterin aku pulang, sumpek gabisa tidur, rumah om ga ada ac wkwk.

Tambahan: aku udah sampe dengan selamat di kota asalku see you again mas sopir yang udah setia antar jemput 3 hari terakhir

Lupa ngasih gambar cafe yang kami datengin, haha
Here you go, tenang, ga ada penampakan leo kok 🤭