Kaskus

Story

inginmenghilangAvatar border
TS
inginmenghilang
Girl, I'm Your Future
Girl, I'm Your Future

Girl, I'm Your Future

Girl, I'm Your Future


Girl, I'm Your Future



Girl, I'm Your Future

Girl, I'm Your Future


Quote:




Girl, I'm Your Future

Girl, I'm Your Future




Girl, I'm Your Future




Quote:

Girl, I'm Your Future



Polling
Poll ini sudah ditutup. - 231 suara
Siapakah Wanita Yang Akhirnya Menjadi Pendamping Hidup Prima?
CItra
61%
Veren
20%
Cindy
5%
Noura
4%
Syamira
10%
Diubah oleh inginmenghilang 28-07-2020 18:04
sargopipAvatar border
xue.shanAvatar border
kedubesAvatar border
kedubes dan 197 lainnya memberi reputasi
182
1.5M
7.1K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
inginmenghilangAvatar border
TS
inginmenghilang
#5978
PART 62 : Pasrah



Tubuh Citra mulai bergeming. Dia mulai menatap gw dengan tatapan matanya yang sendu. Rambutnya terlihat sedikit acak-acakan karena belaian tangan gw saat menenangkannya tadi.

"Kak, kamu tu ga pernah butuh aku dan apa pernah kamu peduli sama keadaan aku?" ucap Citra sambil terus mencoba melepaskan dirinya dari dekapan gw.

"Kaka peduli sama kamu, kok.. kalo ga peduli, ga mungkin kita berdua ada di sini. Semua maunya kamu kaka ikutin, tapi sekarang, ini yang kaka dapet."

"Engga, kamu ngga pernah peduli," ucap Citra sambil menggelengkan kepalanya.

"Yaudah, kaka harus buktikan apa ke kamu?" tanya gw sambil memegangi kedua pundak Citra.

"Udah ga perlu, kak.. aku udah tau kamu itu cowo seperti apa." Citra menatap dalam-dalam mata gw.

"Jadi... gimana sekarang?"

Sesaat Citra terdiam dan seperti memikirkan sesuatu.

"Selama ini aku ngerasa ketakutan.." ucap Citra lirih.

"Apa yang kamu takutin?"

"Aku takut kita ga berjodoh.. dan akhirnya itu menjadi kenyataan sekarang. Aku ga bisa menerima kamu sebagai suami, kak. Aku jaga kesucian ini untuk kupersembahkan ke pasangan hidupku yang aku harapkan itu kamu. Tapi sayang, kamu ga pantes mendapatkannya.. karena kamu lebih memilih melakukannya dengan orang lain dibanding aku.."

Gw yang mendengarnya seketika terperanjat. Citra lalu mendorong tubuh gw pelan. Entah kenapa gw sama sekali ga punya kekuatan lagi untuk mencegahnya berpaling. Gw benci ketika pintu lift terbuka lebar seolah mempersilahkan Citra untuk masuk ke dalamnya. Tubuh gw terpaku dan hanya mampu menatap kepergian Citra. Pintu lift tertutup rapat dan hanya suasana hening yang menemani.

Veren berdiri di ujung koridor persis depan pintu kamar. Gw melangkah ke belakang lalu duduk sambil bersandar pada dinding. Masih dalam keadaan ga percaya, gw terus memandangi pintu lift di depan gw. Derap langkah kaki terdengar semakin mendekat. Veren berlutut di depan gw. Tatapannya tampak dipenuhi perasaan bersalah.

Cukup lama kami saling bertatapan mata. Kami berdua seperti kebingungan siapa yang harus memulai obrolan terlebih dahulu.

Veren membelai rambut gw dengan perlahan.

"Maafin aku juga mba Cindy ya, Prim. Aku ga mau diantara kita ada dendam dan aku ga menginginkan hal ini terjadi ke kamu." Ucap Veren dengan suara lembut yang khas.

Gw terus memandangi raut wajahnya yang sedih. Airmata lagi-lagi mengalir di pipinya.

"Hei, aku ga marah ke kalian berdua. Ini semua salah aku." Ucap gw.

"Berhenti nyalahin diri kamu sendiri, ga baik buat kamu kedepannya. Anggap aja ini semua pelajaran untuk kita." Sergah Veren.

Gw hanya mengangguk sambil terus menatap wajah Veren tanpa dapat mengucapkan sepatah katapun.

Veren berdiri dan menjadi orang kedua yang beranjak pergi meninggalkan gw. Semua orang pergi dan enggan untuk tinggal sekedar menemani. Gw hanya bisa menghela nafas meratapi semua ini.


Beberapa hari kemudian..

Nyokap gw yang akhirnya mengetahui hubungan gw dan Citra kandas marah besar. Semua hancur berantakan. Nyokap gw kehilangan muka di hadapan keluarga besar Citra. Gw sangat merasa bersalah

Tapi entah kenapa gw seperti udah kebal sama rasa sakit hati. Entah karena gw terlalu letih atau memang udah terlalu putus asa, dan terkadang gw pun mulai ga peduli dengan hidup gw sendiri.

Di pekerjaan, gw mulai merasa produktifitas gw makin menurun. ada. Hidup enggan, mati tak mau.. asli gw udah bingung mau ngapain lagi. Gw merasa ada yang ga beres dalam diri ini dan gw berusaha menguasai pikiran gw agar dapat tetap fokus di pekerjaan.

Semakin gw berusaha keras menunjukkan ke semua orang bahwa gw baik-baik aja, semakin gw terlihat seperti aktor amatiran.

"Prim, gw perhatiin dari tadi lu ga fokus nyetir, sini kalo mau gantian?" Ucap Yonathan mengingatkan.

"Udah tanggung, nanti aja di pondok dispatch." Saut gw menoleh sekilas ke arahnya.

"Aroma-aromanya lu kek lagi frustrasi, Prim?" Yonathan kembali berucap.

"Hah? Engga, biasa aja gw, Yo.." jawab berbohong.

"Keliatan dari raut muka lu yang semrawut itu." Lanjut Yonathan.

Gw hanya diam mendengar ucapan Yonathan.


Pukul 14.00 WITA.

Setelah memarkirkan LV di samping pondok dispatch, kami berdua pun turun. Tubuh Yonathan yang tinggi besar membuatnya lebih cocok menjadi seorang bodyguard pikir gw. Sangat jarang gw melihat sebatang rokok absen di sela-sela jari tangannya.

Sebelum membuka pintu pondok, gw meletakkan puntung rokok yang baru gw sulut di atas rak sepatu bersusun tiga. Rak sepatu bercat merah terbuat dari kayu tersebut sama seperti rak-rak ditempat lain.

"Eh, bapak-bapak Safety baru dateng.." Sapa Rhea dengan suaranya yang khas. Dia terlihat sedang duduk sambil ngemil di pojok ruangan.

Gw hanya tersenyum tipis membalas sapaannya. Sebenernya gw males mampir andai aja ga ada tugas dari office untuk mengantarkan beberapa radio HT ke pondok dispatch. Yup, karena gw denger selentingan kabar bahwa ada orang dispatch yang merasa risih dengan kedatangan tim Safety ke pondok mereka. Karena hal itu, gw ga pernah lagi minta minuman di pondok ga jelas ini.

Setelah menyelesaikan tugas, gw langsung keluar tanpa pamit. Sebelum pergi, gw menyempatkan diri memantau aktifitas di dalam tambang melalui tanggul seperti biasanya.

Setelah dirasa cukup, gw dan Yonathan memutuskan untuk pergi. Yonathan mengambil alih kemudi. Baru aja suara mesin mobil menyala tiba-tiba pintu pondok terbuka dan Rhea berlari kecil menghampiri LV. Kedua tangannya membawa masing-masing satu botol minuman bersoda.

"Pak, ini buat kalian?" Rhea menjulurkan kedua minuman tersebut kearah gw.

"Oh, ga usah.. di office banyak, kok." Tolak gw.

Rhea langsung meletakkan kedua botol minuman tersebut ke dashboard dan langsung bergegas kembali ke dalam pondok tanpa mengatakan sesuatu.

Gw dan Yonathan hanya terpaku melihat tingkah anak itu.

"Tumben.. katanya anak dispatch ada masalah sama kita, Prim?" Ucap Yonathan sambil menjalankan LV perlahan.

"Ga semuanya kali, mungkin cuma oknum." Jawab gw santai.

"Oknum, kata-kata peninggalan zaman Orba, haha.." ucap Yonathan.

Gw hanya diam. Pada dasarnya gw ga terlalu peduli sama hal receh begituan selama ga mengganggu kerjaan gw.



Pukul 20.00 WITA

Di kontrakan..

Gw rebahan di depan televisi masih mengenakan seragam kerja. Rasanya gw males ngelakuin apapun. Gw terus memikirkan tentang Citra dan masih belum rela dia pergi begitu aja. Beberapa kali terbesit dipikiran gw untuk meminta maaf dan membujuknya untuk melanjutkan hubungan kami. Tapi semua itu percuma. Baik dari keluarga gw dan keluarga Citra telah resmi membatalkan pernikahan kami.

Riki membuka pintu secara tiba-tiba dan hal itu udah biasa. Dirinya berjalan ke dapur sambil menenteng beberapa kantung plastik hitam. Ga berselang lama anak itu kembali ke ruang tengah sambil membawa berbagai hidangan di atas piring lalu meletakkannya di atas karpet.

"Buruan, Prim, keburu dingin," ajak Riki.

"Sok aja, gw kenyang," tolak gw halus.

"Ah elah, mana abis gw sendirian. Pan gw beli 2 porsi buat lu juga."

"Asli, gw lagi ga nafsu makan, Rik."

"Bro, saran gw mending lu makan dulu... biar kuat menghadapi kenyataan," Riki terus memaksa sambil bercanda.

Karena gw males dipaksa terus, akhirnya gw turutin ucapannya daripada ngoceh terus. Tapi gw berterima kasih atas rasa kepeduliannya.

Setelah makan malam, seperti biasa kami berdua duduk-duduk sambil menghisap rokok bersama di ruang tengah. Gw menyelipkan sebungkus rokok mild ke dalam tas Riki yang biasa digunakannya bekerja. Hal itu sebagai wujud terima kasih gw karena dia udah traktir gw makan. Hal sebaliknya juga akan dia lakukan saat gw yang traktir dia makan. Kami seperti sudah saling memahami satu sama lain sebagai teman.

"Alah, gw masih ada, Prim," Riki berusaha mengembalikan rokok tersebut tapi gw tolak.

Setelah acara basa basi tadi selesai, kami melanjutkan menikmati suasana malam bersama kepulan asap rokok yang memenuhi ruangan.

"Besok gw libur, bingung mau kemana, Prim," lanjut Riki.

"Ke pantai aja," saut gw.

"Bosen, ah... pengen cari suasana baru gw," keluh Riki.

"Ya mau kemana lagi, tempat kita jauh dari peradaban."

Riki terdiam sambil kembali menghisap kuat-kuat rokok di tangannya.

"Lu lagi ruwet ya, Prim?" tanya Riki.

"Menurut lu?"

"Kayanya lagi banyak beban idup lu."

Akhirnya gw pun menceritakan masalah yang menimpa gw. Jujur, gw pun butuh temen ngobrol dan Riki adalah salah satu orang yang paling enak diajak berbagi selama ini.

Riki terus menyimak tiap kata yang gw ucapkan. Dirinya tampak bersimpati dengan apa yang baru aja gw lalui. Semua gw beberkan tanpa ada yng gw tutupi. Ya, karena gw juga ngerasa ga perlu lagi ada yg harus gw tutupi. Gw perlu mengeluarkan semua kegelisahan dan biasanya dengan berbagi cerita sedikitnya bisa membantu.

Setelah menuntaskan cerita, gw mematikan puntung rokok ke dalam asbak. Riki hanya mengangguk sambil menatap gw. Sesekali Riki melemparkan pertanyaan seputar cerita dan gw menjawabnya.

"Oke, gw tau kita harus ngapain malam ini," celetuk Riki. Dia tampak menghubungi beberapa orang via telepon. Gw ga terlalu memperhatikan tapi sepertinya dia lagi menyusun suatu rencana.

"Gw mau mandi dulu," ucap gw sambil beranjak.

"Yaudah, gw ada perlu bentar. Abis mandi lu dandan yang rapih, kita jalan."

"Mau kemana? Gw pengen tidur," saut gw penasaran.

"Ga bisa, lu musti ikut." Paksa Riki sambil cengengesan.

Dia langsung bergegas keluar dan pergi begitu aja. Gw ga tau dia mau ngajak kemana tapi terserah lah pikir gw.

Sekira 20 menitan kemudian terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Gw berdandan seadanya hanya mengenakan kemeja lengan panjang putih dan celana jeans biru donker. Sambil memasang jam tangan, gw melirik kearah luar melalui jendela rumah dan cukup terkejut melihat seorang cewe yang sangat gw kenal keluar dari dalam mobil. Riki mempersilahkannya untuk masuk. Dengan sigap gw berlari masuk ke dalam kamar.
Diubah oleh inginmenghilang 07-02-2021 11:29
khodzimzz
JabLai cOY
sormin180
sormin180 dan 43 lainnya memberi reputasi
44
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.