Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
321.2K
3.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.6KAnggota
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#650
Dirumah Bapak part.2








Bapak lalu memalingkan mukanya dan menatap kearah genderuwo yang masih terduduk menyender di tembok rumah.


Kemudian keluarlah kata-kata yang membuatku terkejut.


"Sudah, sudah cukup tugas kamu. Sekarang kembalilah ke alammu, terima kasih ya sebelumnya.


"Hah...," Aku tercengang mendengar perkataan yang keluar dari mulut bapak.


"Apa maksudnya?" Tanyaku dalam hati.


Dan anehnya, setelah bapak mengatakan hal itu, genderuwo itu memalingkan wajahnya yang sedari tadi menunduk dan menatap kearah bapak.


Disitu aku bisa melihat dengan jelas bahwa mata genderuwo itu berwarna putih sedikit gelap, tapi kalau di kegelapan malam memang warnanya seperti warna putih, mungkin karena efek cahaya.


kulihat genderuwo itu seperti sedang berkomunikasi dengan bapak. bukan dengan kata-kata ataupun gerakan. tapi entah kenapa aku seperti mengerti, bahwa bapak dan genderuwo itu saat ini tengah berbincang-bincang. Aku tak tahu apa yang mereka berdua katakan, tapi aku tahu kalau mereka berdua tengah berkomunikasi.


Tak selang berapa lama, bapak menganggukkan kepalanya lalu mengarahkan tangannya ke arah genderuwo itu dan...


"Wusss...,"


Makhluk itu menghilang.


Suasana hening seketika. Bapak masih Berdiri mematung menghadap ke arah tembok, sedangkan aku sendiri hanya bisa terdiam tanpa tahu harus berbuat apa.


Kemudian bapak berbalik menghadapku. 


Sembari tersenyum, bapak meniupkan sesuatu kearahku. Sebuah angin lembut menerpa tubuhku, akibatnya tubuhku yang tadinya menegang tiba-tiba saja menjadi lemas.


Saking lemasnya, aku sampai harus berpegangan di sofa agar tubuhku tidak ambruk.


Bapak yang paham dengan kondisiku segera membantuku untuk duduk di sofa. 


"Bruk,"


Aku duduk di sofa dan segera menyandarkan tubuhku.


Meskipun kondisiku sudah tidak tegang lagi, tapi jantungku masih seperti dipompa dengan kencang. Masih berdegup keras. Nafasku juga agak sedikit tersengal.


"Edan," pikirku.


Dalam satu hari aku harus menghadapi dua kejadian yang sangat hebat. Sesuatu yang seumur hidup baru kurasakan kali ini. Menyaksikan pertempuran gaib, memiliki kekuatan gaib seperti di cerita cerita silat jaman dulu, hingga menghajar makhluk gaib. Dan aku masih belum tahu apalagi yang akan selanjutnya terjadi di kehidupanku kedepannya. Rasanya semua ini hanyalah mimpi.


Aku terus berusaha untuk mengatur pernafasan ku.


Bapak juga ikut duduk di sampingku.


Setelah bapak melihat ku mulai mendingan, beliau lalu bertanya.


"Bagaimana pengalamanmu hari ini?"


Aku menoleh.


"Takut tapi luar biasa," jawabku.


"Hahaha..., nanti kamu juga terbiasa,"


"Wah, enggak deh, pap. Rasanya jasmani saya nggak akan sanggup bertahan kalau terus-terusan begini," 


Bapakku dengar sedikit mendesah. Kemudian beliau berkata.


"Yah...mau bagaimana lagi. Persoalan yang sekarang sedang mengikutimu adalah persoalan gaib. Dan ingat, yang gaib itu hanya bisa dilawan dengan sesuatu yang gaib pula. Ibaratnya, api dibalas dengan api. Tanah dilawan dengan tanah. Kulit dilawan dengan kulit. Itu baru adil."


"Maksudnya gimana, pap?"


Sebelum menjawab pertanyaanku, bapak terlebih dahulu menaikkan kedua kakinya di atas meja. Sambil menggeliat bapak meluruskan kakinya. Setelah dirasanya nyaman bapak lalu berkata.


"Kamu tahu apa yang bisa mengalahkan api?" Tanya bapak.


"Air," jawabku cepat sambil mengikuti kelakuan bapak, menaikan kaki diatas meja dan meluruskannya. Memang enak setelah ketegangan barusan.


Bapak mengangguk.


"Tapi itu tidak seru. Karena kita bisa tahu jawabannya."


Aku menata bapak dengan heran.


Bapak juga melirikku lalu beliau tersenyum dan berkata lagi.


"Sebuah pertempuran, kalau kita tahu siapa pemenangnya itu enggak akan seru, Nang."


"Terus maksud bapak gimana?" Tanyaku.


"Api harus dilawan dengan api. Nanti kita bisa lihat api mana yang akan menang. Itu baru greget," jawab bapak sambil tersenyum.


"Tapi apa bapak yakin, kalau bapak bisa menang. Ini soal keluargaku loh, pap," kataku.


"Bapak yakin menang sih nggak. Tapi ingat, kita adalah pihak yang benar dan Allah akan selalu menolong hambanya yang benar," ucap bapak.


Aku hanya bisa mendesah. Karena percuma saja untuk berdebat dengan bapak. Karena aku pasti akan kalah terus.


Aku menghembuskan nafas panjang sambil menatap langit-langit rumah.


"Ya udah, aa sepenuhnya memasrahkan diri kepada Allah Dan percaya sama bapak,"


"Nah gitu dong. Anak bapak harus punya keyakinan seperti itu. Jangan pesimis Kita harus optimis,"


Aku menganggukan kepala.


Untuk beberapa saat kami berdua terdiam. 


Tapi aku kemudian teringat sesuatu.


"Oh ya, pap. Aa tadi lihat kayaknya genderuwo itu nurut sama bapak. Terus nggak tahu kenapa apa saya juga bisa melakukan kan hal keren kayak tadi. Apakah bapak tahu kenapa?"


Sebelum menjawab pertanyaanku bapak mendesah terlebih dahulu. kemudian setelah menarik nafas dan menghembuskannya, bapak kemudian menjawab.


"Iya Nang. Genderuwo tadi adalah peliharaan bapak, yang sudah lama ikut bapak semenjak bapak masih muda dulu. Dan mungkin kamu juga bertanya-tanya kenapa kamu bisa mengeluarkan kekuatan seperti tadi."


Aku mengangguk.


"Jadi, sewaktu bapak masuk ke kamar bapak tidak langsung tidur. Tapi bapak bersemedi untuk membangunkan kekuatan bapak meskipun baru sebagian kecil. dan karena sudah lama tidak papa lakukan itu memerlukan waktu yang lebih lama daripada yang bapak biasa lakukan dulu,"


Aku terdiam sambil menyimak semua perkataan bapak.


"Nah setelah kekuatan bapak mulai terkumpul kembali, bapak lalu mencoba memanggil peliharaan bapak. Dan alhamdulillah berhasil. bapak bisa memanggil peliharaan bapak yaitu genderuwo itu usianya masih muda, karena itu bentuk tubuhnya masih kecil. Bapak lalu meminta tolong kepadanya untuk mengetes atau menguji kamu. Karena selama kamu pingsan di klinik tadi, bapak sudah memasukkan kekuatan keris kecil bapak ke tubuh kamu."


Mendengar itu aku lalu memotong ucapan bapak.


"Maksud bapak, keris kecil itu dimasukkan ke tubuh saya?"


Bapak menggeleng.


"Maksud bapak, bapak hanya memindahkan kekuatan keris itu ke tubuh kamu. Tentu saja dengan persetujuannya,"


(Maksud persetujuannya adalah persetujuan dari khodam keris kecil itu)


"Jadi sekarang saya punya kekuatan?"


"Iya Nang. Tapi kekuatan itu hanya sementara sampai nanti pada saatnya bapak akan tarik lagi dan bapak kasihkan ke Kodam ke situ lagi,"


Aku terdiam mendengar jawaban bapak.


"Jadi sekarang aku punya kekuatan dari khodam itu," kataku dalam hati antara senang dan sedikit takut.


"Kamu nggak usah takut, Nang," kata bapak seperti mengerti ucapanku dalam hati, "insyaallah Nang kamu akan baik-baik saja dengan kekuatan itu, asalkan kamu tidak menggunakannya untuk kejahatan. Karena si pemilik kekuatan itu merupakan jin yang baik."


"Iya, pap. Insya Allah saya bisa menjaga amanah bapak,"


"Bagus kalau gitu. Sekarang kamu lanjut tidur bapak juga mau tidur. Besok pagi-pagi kita akan pulang yang ke rumahmu. Semoga saja di sana baik-baik saja," kata bapak sambil beranjak pergi meninggalkanku.


Aku memandangi langkah kaki bapak sampai dia menutup kembali pintu kamarnya.


Aku kemudian berbaring di sofa.


Pikiranku menerawang jauh ke depan. Memikirkan istriku, kekuatan titipan ini, dan tentu saja memikirkan cara yang bagus untuk membalaskan dendamku kepada Sukirman.


Tak terasa mataku mulai tertutup dan akupun tertidur.





*






Pagi hari sekitar jam 5.30 wib, aku dan bapak sudah bersiap untuk pergi ke rumahku.



Sekitar pukul 6.30 wib, aku dan bapak sampai di kontrakan ku. 


Istriku sudah menyambutku dengan raut wajah yang khawatir. Begitu aku sampai ke kontrakan bertubi-tubi pertanyaan yang istriku ajukan. Sepertinya penjelasan ku lewat handphone masih belum cukup baginya.


"Iya Bun maaf, maaf ya bun. Ayah dan bapak masuk ke rumah dulu ya, nggak enak dilihat sama orang nanti mereka berpikiran ada apa-apa lagi," kataku menenangkan istriku.


Istriku pun mengalah. Aku lalu menggandeng istriku masuk ke dalam kontrakan.


Saat aku menengok ke belakang, ternyata bapak malam masih duduk di atas motornya. Sambil memandangi batas teras rumahku.


Kebetulan di teras rumahku, istriku yang hobi dan suka akan bunga-bungaan, ada beberapa pot bunga. Dan bapak kulihat memandangi pot-pot bunga itu satu-persatu.


Aku yang sedikit heran akhirnya keluar lagi dan menghampiri bapak.


"Ada apa, pap?" Tanyaku sambil ikut memandangi pot-pot bunga itu.


"Coba kamu perhatikan pot bunga itu lebih seksama lagi, nang," kata bapak tanpa menjawab pertanyaanku.


Aku yang sedikit paham dengan maksud bapak tanpa banyak bertanya langsung mengikuti arahannya.


Disitu ada 5 pot bunga mawar.


dan sesuai arahan bapak aku lalu memperhatikan dengan baik-baik 5 pot bunga itu.


Part 1 sampai part 4 aku tidak merasakan apa-apa. tapi begitu aku memandang foto terakhir yang berada paling ujung kontrakanku, entah kenapa aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres.


"Gimana, nang. Apakah kamu bisa merasakan apa yang bapak rasakan?"


Aku mengangguk.


Aku juga merasa heran, setelah dari rumah bapak aku seperti mempunyai indra ke-6 atau apalah namanya. Yang pasti, sekarang ini, aku bisa merasakan meskipun sedikit hal-hal yang ganjil.


"Yang mana?" Tanya bapak untuk memastikan.


Aku menunjuk pot bunga paling ujung.


Dan saat aku hendak menghampiri pot bunga itu. Bapak mencegahku.


Istriku sendiri hanya diam terpaku di di depan pintu kontrakan.


"Jangan langsung kamu ambil. Biar bapak aja," kata bapak.


Akupun kembali melangkah mundur.


Bapak dengan tenang berjalan ke arah pot itu. Bapak lalu berjongkok. Bapak menengok ke arah istriku.


"Neng, ambilin bapak pisau yang agak gede. Bapak mau ambil sesuatu," ucap bapak.


Tanpa banyak bertanya, istriku segera ke dalam kontrakan, ke arah dapur dan mengambil pisau yang agak besar sesuai dengan pesanan bapak.


Saat istriku hendak menyerahkan pisau itu, bapak pak berkata.


"Nanti kita buka di dalam aja, ini potonya mau bapak bawa masuk ke dalam. Kita buka di dalam aja biar nggak timbul fitnah,"


Istriku yang masih belum mengerti hanya bisa mengangguk. Kami bertiga lalu masuk ke dalam kontrakan.


"Tutup pintunya Nang," kata bapak.


Aku pun segera menutup pintu.


Kene kami bertiga mengelilingi pot bunga yang bapak bawa tadi.


Bapak lalu meminta pisau yang dipegang oleh istriku. 


Dengan membaca basmalah bapak lalu mengorek tanah di dalam pot itu. Dan beberapa detik kemudian bapak tampak menemukan apa yang tersembunyi di dalam pot bunga itu.


Begitu bapak mencongkel keluar pisau itu, aku dan istriku terkejut.

mulustrasi breee...


Ada sebuah bungkusan kecil kain berwarna putih yang diikat dengan sebuah tali. Dari kainnya yang masih berwarna putih, aku menduga bahwa kain itu belum lama ini ditaruh.


"Pak, itu apa?" Tanya istriku.


Bapak memandang istriku sebentar, setelah menarik nafas bapak lalu menjawab.


"santet."







***
redrices
sulkhan1981
ferist123
ferist123 dan 60 lainnya memberi reputasi
61
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.