Chapter 3
Quote:
Sebuah unit apartemen terlihat sangat berkilau dari luar, lampu-lampu menyala bergantian. Seorang pria tua setengah telanjang duduk di sofa panjang, didepannya ada dua wanita yang bertelanjang dada. Menari meliuk-liukan tubuhnya, lalu salah satunya turun dari panggung kecil berbentuk lingkaran. Mendekati pria tua yang tidak malu dengan bulu putih yang menghiasi dadanya.
“Sayang….,” rayu wanita itu seraya menjilati kepala pria tua yang rambutnya jarang-jarang.
Sementara pria tua menikmati surga dunianya, dua orang berpakaian hitam-hitam menunggu di luar pintu.
“Hei cantik, turunlah, ayo kemari….,” nafsunya sudah dipuncak, wanita muda yang dipanggilnya segera turun.
Bokongnya yang terekspos sebagian naik turun, mengikuti langkah wanita muda itu, “Ah?!” ia tersungkur kebelakang karena hak tingginya, tangannya menunjuk ke arah jendela. “itu…,” ada sesuatu yang mendatangi mereka dengan kecepatan tinggi.
“Hei…cepat, dramanya nanti saja,” ucap pria tua itu.
Djohan yang melompat dari gedung lain siap menerjang ke tempat pria tua itu, dimatanya hanya ada warna merah menyala yang besar dihadapannya.
“YIASSS!”
Djohan berhasil masuk, memporak-porandakan kaca di apartemen ini, serpihannya menyebar disekelilingnya. Membuat pria tua dan wanita dipangkuannya diam dan bersamaan menoleh ke sumber suara.
“Kyaaaaaa!” teriak salah satu wanita muda ketika melihat sosok Djohan yang tidak bisa dikenali sebagai manusia lagi.
“Pengawal! Pengawal!” mendengar perkataan itu dua orang pengawal di luar masuk.
“Apa itu?” dengan pose siap menembak.
“Makananku…makananku!” tanpa komando Djohan melompat ke arah pria tua, dengan itu juga dua pengawal menembakan pelurunya bergantian.
Suasana di unit apartemen besar itu menjadi sangat berisik dan mencekam, membuat dua wanita muda mengambil pakaiannya dan berlari menyelamatkan diri. Tembakan-tembakan itu mengenai tubuh Djohan, dan membuatnya tergeletak di lantai.
“Anda tidak apa-apa pak?” tanya seorang pegawainya.
“Ya…, apa-apaan orang ini, bagaimana bisa dia melakukannya?!” wajahnya menjadi sedikit panik dan ngeri, melihat Djohan yang menyeringai.
“Semua sudah terkendali pak, pakai pakaian anda dan kami akan lakukan evakuasi segera,” dua pengawalnya membentuk benteng sambil menunggu pria tua itu memakai pakaiannya yang layak.
Djohan bangkit, satu-persatu peluru yang bersarang ditubuhnya keluar dengan sendirinya. Begitupun dengan luka yang ia terima, perlahan mulai pulih.
“Ah…,” membunyikan kedua lehernya dengan sangat keras ke kiri dan kanan. “MINGGIR!” satu gerakan, lalu kedua kepala terbang ke atap. Dua pengawal jatuh tanpa kepala yang menempel dibadannya.
“Argh!!!” pria tua itu tidak bisa menjaga keseimbangannya, lalu mundur perlahan dengan menyeret bokongnya sendiri. “hei…saya tidak tahu siapa anda, tapi tolong…jangan bunuh saya! saya akan berikan kamu uang yang banyak….rumah? posisi dipemerintahan? Sebutkan saja?” pria tua itu terus merengek.
“Hm…,” Djohan melihat bola besar berwarna merah bergerak dengan manja. “slurrrpppp…,” memutar lidahnya untuk menyerok semua air liur yang tidak tertahankan lagi.
Seorang wanita muda memakai setelan jas dengan kemeja berwarna biru berlari di lorong, nampaknya akan menuju ke unit apartemen yang pintunya terbuka itu.
“Tolong…semoga aku masih sempat…,” rambutnya yang diikat kebelakang melompat-lompat.
“WAAAAA!!!!!” terdengar teriakan dari dalam.
Wanita muda itu mengeluarkan senjatanya, lalu mengarahkannya ke dalam unit apartemen.
“Eh?” ia melihat Djohan yang sedang mengigit leher pak tua itu, tubuh pak tua itu kejang-kejang dibuatnya. “sial!” ia tidak kuat dengan situasi didepannya, ketika ingin menembaknya. Ada sebuah tangan yang menurunkan senjatanya itu.
“Jangan…,” pria bermantel yang ada di apartemen Djohan mendadak datang disamping wanita muda itu.
“Apa?!” ia menoleh, dari ekspresinya ia menunjukan bahwa orang disampingnya ini bukan orang asing.
“Haha! Dia makan dengan lahap,” muncul lagi remaja yang memberikan tabung darah kepada Djohan.
“Apa kalian tidak tahu, siapa orang itu hah?!” wanita muda ini sedikit merengek.
“Kami tahu…maka dari itu, dia layak dikorbankan. Kita sudah setuju bukan?” jawab Stam dengan tenang.
“Cih!” wanita muda itu mempalingkan wajahnya.
Djohan telah selesai mengisap seluruh darah pria tua itu, tiba-tiba matanya kembali normal dan kesadarannya pun datang lagi.
“Eh? Ada apa ini?...,” dirinya mundur perlahan, melihat dua kepala yang tidak bisa menemukan badannya. Pria tua yang melotot dengan leher terkoyak.
“Alfred William, 58 tahun, salah satu orang terkorup di Surban City. Selamat! Kamu sudah jadi pahlawan!” ucap Lio.
“Pahlawan? Bicara apa kau?!” sosok Lio menghilang, lalu muncul dengan menepuk leher Djohan, ia tak sadarkan diri.
“Nona Leah…kuserahkan sisanya padamu…,” Stam berjalan keluar, diikuti dengan Lio yang mengangkat badan DJohan.
“Aku benci mereka!” sahut Leah.