- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
...
TS
rendyprasetyyo
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
Quote:
TENANG, CERITA KITA, APAPUN UJUNGNYA, AKAN DIKENANG SELAMANYA.
SELAMAT DATANG DI CERITA KITA UNTUK SELAMANYA SERIES.
Quote:
Sinopsis:
Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sampai akhirnya pemerintah menetapkan status darurat nasional untuk menghentikan semua aktifitas yang dapat membahayakan warga. Ditengah kekacauan ini, Rendy dan Bianca bertemu dengan Mr.Klaus yang akan merubah hidup mereka dan membawa mereka pada petualangan baru di Desa Praijing, Sumba. Siapakah yang akan memperbaiki keadaan tersebut? Apakah kekacauan tersebut bisa diselesaikan? Siapakah sebenernya Mr.Klaus?
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Pembukanya gak usah panjang-panjang. sebelum baca series ketiga ini gue rekomendasikan untuk baca dulu dua series sebelumnya ya biar gak bingung dan gak banyak nanya lagi. Tapi kalau mau lanjut kesini aja juga boleh. langsung aja, enjoy the story hehe.
When i was young i listen to the radio
Waiting for my favorite song
When they played i sing along
Its make me smile
The Carpenters - Yesterday Once More
Official Soundtrack
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Sapardi Djoko Darmono - Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
--------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita Kita Untuk Selamanya versi FULL SERIES :
When i was young i listen to the radio
Waiting for my favorite song
When they played i sing along
Its make me smile
The Carpenters - Yesterday Once More
Official Soundtrack
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Sapardi Djoko Darmono - Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Quote:
--------------------------------------------------------------------------------------------
CERITA KITA UNTUK SELAMANYA 3 : CATAPHILES
PROLOG
Tahun 2026
Disebuah negeri entah berantah.
“Bi..? ini beneran kamu?”
Gue buka mata gue perlahan sambil menegakkan tubuh gue yang serasa rontok disemua bagian. Tangan kiri gue berasa perih dan samar-samar terlihat aliran darah beku menghitam diarea pergelangannya. Bibir atas dan lutut kaki sebelah kanan gue juga menimbulkan sensasi sakit luar biasa tiap kali gue mencoba untuk menggerakkan tubuh. Samar-samar terlihat bayangan bibi ketika pertama kali gue membuka mata tadi. Sekarang setelah sepenuhnya sadar, gue makin bingung dengan keadaan yang tejadi karena gak cuma ada Bibi disini. Ada seorang wanita lain terlihat sedang membalut luka ditungkai kaki seorang pria yang terlihat mengeluarkan darah cukup banyak.
“Iya, Rendy. Ini aku” Bibi menjawab sambil mengulurkan beberapa obat penghilang rasa sakit dan penambah darah untuk gue minum. “Minum nih kalau masih kerasa sakit, untung aja gak apa-apa kan.”
“Gak apa-apa apanya sih bi?” gue mengambil obat dari tangan bibi dan segera meminum obat tersebut dengan beberapa teguk air yang ada digelas di sisi lain tubuh gue. “Emang kita dimana? Kenapa ada mereka juga?”
Gue dan Bibi sekarang ada disebuah pondok kayu kecil berukuran 3x4 m dengan satu jendela persegi kecil bertirai kain hitam lusuh jadi tempat lewat mentari pagi berada disisi belakang tubuh bibi. Sang wanita asing yang tadi sedang sibuk memperban seorang laki-laki sekarang terlihat menatap Bibi dari kejauhan. Luka yang sedang diperban dari tungkai cowok tersebut pun terlihat sudah berhenti mengalirkan darah. Ruangan kumuh ini lembab dengan hanya satu alas tidur jadi tempat beristirahat lelaki dengan perban didaerah tungkai. Samar gue lihat kalau laki-laki ini terlihat familiar dengan rambut ikal panjangnya.
“hufft” bibi menjawab sambil menghela nafas panjang dan membereskan beberapa peralatan yang sebelumnya dipakai untuk mengobati gue. “dugaan aku bener kan, kamu bakal lupa semuanya setelah semalam kepala kamu kebentur. Untung ada mereka yang nolongin”
Terlihat sang wanita tersenyum tipis sambil melambaikan tangan kearah gue.
“Mereka siapa be?” gue bertanya pelan kearah bibi sambil meringis.
“Astaga Rendy kamu beneran gak inget apa-apa ya. Yang cewek namanya Sydney dan yang cowok namanya Will” Bibi menjawab. “Kita disini bareng-bareng karena harus ngumpulin informasi tentang apapun yang berhubungan sama organisasi Cataphiles, seenggaknya itu perintah yang dikasih atasan kemaren. Tapi karena kecerobohan kamu rencana kita gagal semalem dan harus sembunyi ditempat ini sekarang.”
Will? Sydney? Organisasi Cataphiles? Perintah atasan? Semua hal yang bibi bicarakan terdengar imajinatif karena seinget gue semalem sebelum tidur gue masih ada dikosan, ngobrol sama mas kosan tentang kemungkinan gue untuk pindah kerja. Gue dan bibipun udah lama gak ketemu dan sekarang tiba-tiba kita berdua sedang berada di tempat antah berantah sama dua orang asing dan katanya sedang menjalani sebuah misi.
“Bentar-bentar” gue mencoba menelaah perkataan bibi. “kamu bisa ceritain dari awal? Dari awal banget?”
“Dari awal kita ketemu?” bibi menjawab. “apa dari awal kita ada ditempat ini? by the way, kita sekarang lagi di perbatasan sisi timur kota Paris”
“Dari awal terbentuk galaksi bimasakti juga boleh aku dengerin” gue menjawab perkataan bibi sambil membenarkan posisi lutut kanan gue yang telihat lebam membiru dengan ukuran cukup besar. “semalem aku tidur masih dikosan kok tiba-tiba ada disini ya wajar dong bingung. Bentar, kamu bilang PARIS?”
“hah? Tidur dikosan?” bibi menjawab sambil mengernyitkan dahi.”bener-bener makin bodoh setelah kepalanya terbentur nih orang. ya udah sini diceritain dari awal...”
Dan bibi mulai bercerita tentang kejadian awal kenapa semua jadi seperti ini. Di kejauhan gue liat sydney terlihat tersenyum karena obrolan gue dan bibi barusan.
Index:
PART 1 :Tragedi
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
PART 2 : Preparasi
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
PART 3 : Akurasi
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27 - Special Chapter
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
PART 4 : Memori
Soon
PART 1 :Tragedi
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
PART 2 : Preparasi
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
PART 3 : Akurasi
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27 - Special Chapter
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
PART 4 : Memori
Soon
Cerita Kita Untuk Selamanya versi FULL SERIES :
BUDAYAKAN MENINGGALKAN JEJAK SUPAYA KITA BISA SALING KENAL
Quote:
Quote:
Polling
0 suara
lebih enak baca di kaskus atau wattpad?
Diubah oleh rendyprasetyyo 11-06-2023 20:12
nomorelies dan 39 lainnya memberi reputasi
38
20.9K
524
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.4KAnggota
Tampilkan semua post
TS
rendyprasetyyo
#124
Chapter 35
Gue bukan tipe cowok yang sering main kekerasan
Gue juga bukan tipe cowok yang punya fisik yang masuk sebagai kategori atlet
Gue cuma manusia biasa, yang mencoba memberikan yang terbaik untuk orang-orang disekitar gue.
Gue dan Bibi yang sedang bersembunyi dibalik semak terkejut melihat sebuah anak panah yang tiba-tiba menancap dipaha kanan pria berkumis yang berumur sekitar 50 tahunan yang baru saja mendekati posisi gue. Dalam hitungan detik berikutnya, pria ini tumbang diikuti dengan beberapa suara teriakan dibelakangnya.
“Panggil tuan leo, bodoh ini orang-orang kampung emang”
Leo? Mungkin ada banyak nama Leo yang hidup di tanah Papua. Tapi entah kenapa pikiran gue ketika mendengar nama Leo tertuju pada pria yang menyerang gue dirumah beberapa hari yang lalu. Sementara beberapa orang sibuk mencari tempat dimana tembakan panah berasal, panah kedua tiba-tiba menancap ke seorang pemburu liar lain dan berhasil menumbangkannya. Sekarang hanya bersisa sekitar 4 orang pemburu liar dengan pakaian-pakaian khas berburu yang beberapa diantaranya memegang pisau dan pistol ditangan. Kalaupun panah-panah yang ditembak barusan berasal dari Karin, gue bakal salut banget sama akurasi dan skill memanahnya malem ini.
“Kita masih aman, Be” Gue berbisik kearah Bibi sepelan mungkin. Bibi masih tampak ketakutan. Gue bisa merasakan ketakutan Bibi lewat genggaman tangannya yang semakin erat ditangan kiri gue. “Tapi kita harus nemuin Karin secepat mungkin, setelahnya kamu lari sama Karin, ya.”
“Gak, rendoy” Sambil terbata-bata Bibi menjawab perkataan gue. “Kita harus tetep bareng, aku takut kamu kenapa-napa nanti.”
Belum sempat gue membalas perkataan Bibi terdengar suara teriakan dari salah satu pemburu yang berucap “Coba cek disana” sambil menyenter salah satu semak yang letaknya tidak jauh dari sisi kanan gue berdiri. Bisa jadi Karin disana sekarang.
“Bi ditas kamu ada sesuatu yang bisa aku pake?” Sambil terus berbisik pelan gue terus memantau pergerakan para pemburu dalam gelap. “Kita harus tolong Karin, kalau sampai dia ketangkep semua bakal lebih repot.”
“Gak ada Rendoy” Bibi menjawab perkataan gue dengan gelisah. “Aku gak bawa apa-apa lagi ditas yang bisa dipake buat membela diri”
Bibi bener. Gak banyak hal yang bisa dipakai untuk membela diri selain pisau yang ada disaku kiri celana hitam panjang yang gue pakai. Gue seenggaknya harus coba melempar pisau ini kearah orang yang sedang mendekati Karin untuk mengalihkan perhatiannya. Dengan semakin dekatnya posisi pemburu yang mengincar Karin dengan semak tempat dimana Karin bersembunyi, insting gue berkerja dengan semakin cepat juga dengan mengeluarkan pisau, membidik salah satu pemburu, melempar pisaunya, sampai akhirnya pisau tersebut mengenai punggung pemburu yang gue bidik dan menancap disana.
“Anjing” ucap salah satu pemburu diikuti dengan tancapan panah untuk ketiga kalinya dipaha kirinya yang membuatnya tidak sadarkan diri. Sekarang hanya tinggal 1 orang pemburu yang terlihat sementara 1 orang lain gue perkirakan sibuk menghubungi Leo.
Gue gak pernah berhubungan dengan dunia kekerasan kayak gini sebelumnya. Gue gak pernah terlibat dalam kasus premanisme manapun karena gue percaya kalau setiap manusia punya sisi baik yang sama. Tapi sekarang, di hutan diwilayah Lembah Baliem ini, gue merasa kalau kejahatan bakal selalu ada dan yang gue lakukan sekarang cuma sekedar membela diri dan melindungi orang yang ada disekitar gue, yaitu Bibi dan Karin.
“Ren, Bi” tiba-tiba Karin mengagetkan gue. “Kalian gak apa-apa?”
“Gue gak apa-apa, Bibi juga” Gue menjawab pelan. “Tumbenan banget lo manah kena sasaran semua malem ini”
“Semua karena lo bego” Karin memarahi gue sambil memukul kepala gue pelan. “Ngapain lo pake lempar batu segala ke rusa itu. Kalau seandainya lo biarin dan mereka dapet rusa, mereka gak bakal tahu keberadaan kita. Bego lo dasar.”
“Yeee, mereka salah, mereka pemburu liar” Gue menjawab sebagai pembelaan, sementara Bibi masih diam duduk disebelah gue dibalik semak-semak yang cukup tinggi yang tumbuh diantara pepohonan. “Kalau dibiarin kejadian kayak gini bakal kejadian terus pasti”
“Udahlah. Sekarang ayo kita pergi” Karin berkata membalas perkataan gue cepat. “Untung aja skill memanah gue lagi bag….”
Belum selesai karin berkata, tiba-tiba terdengar suara tembakan berasal dari seorang pemburu yang mengenai lengan kiri atas Karin. Karin langsung terjatuh disambut dengan suara teriakan dari Bibi yang membuat sang pemburu terus menembakkan pistolnya kearah semak tempat gue bersembunyi.
“Lo gak apa-apa?” Gue mencoba membantu karin berharap semak cukup untuk melindungi gue dari tembakan tanpa arah yang dilakukan para pemburu. Karin langsung meringis kesakitan sambil menekan lengan kiri atasnya yang sekarang mengeluarkan darah cukup banyak. “Lo sama Bibi harus pergi sekarang”
“Gue gak a-apa a-apa” Karin menjawab terbata-bata. “A-ayo Bi- Kita Pe-ergi”
“Kamu gimana rendoy?” Suara Bibi terdengar sepeti menangis diantara suara tembakan. Didalam remang hutan gue lihat kalau air mata bibi mulai berjatuhan. “Aku gak mau kamu kenapa-napa”
“Aku gak apa-apa Bibku” Gue menjawab perkataan Bibi cepat. “Kamu bantu Karin buat balik kepondok sekarang, ya. Besok pagi kita ketemu lagi ya sayang.”
Gue kecup pipi Bibi cepat sambil mengusap air matanya agar dia bisa sedikit tenang. Suara tembakan masih terus terdengar dan nyaris mengenai tubuh Karin untuk kedua kalinya. Setelah suara tembakan terdengar berhenti gue bantu Karin berdiri dan mengalungkan lengan kanan Karin yang belum terluka ke tubuh Bibi agar mereka bisa lari bersamaan. Darah semakin banyak mengucur dari lengan kiri Karin yang terluka.
“Pergi sekarang ya, Be” Sambil mengambil busur dan anak panah yang digunakan Karin sebelumnya gue memberikan tas kecil Bibi yang sebelumnya gue bawa. “Bawa tas kamu, ya. Ikutin aja tanda sticker yang udah ditempel Karin dipohon”
Bibi mengangguk pelan dan berusaha menguatkan diri sebelum akhirnya dia meninggalkan semak bersama Karin yang terluka. Suara-suara tembakan kembali terdengar dan tampak mengenai beberapa pohon yang ada disekeliling gue. Dengan harapan untuk melindungi Bibi dan Karin yang sedang berusaha keluar dari wilayah hutan ini, gue bidik anak panah ke pemburu yang menembak Karin untuk mengacaukan konsentrasinya dan menembakkan beberapa anak panah. Tapi semua sia-sia. Sang pemburu berhasil menghindari semua bidikan gue.
Dan sekarang terlihat dua orang pemburu lain datang setelah berlari dari kegelapan hutan. Dari semak terlihat jelas kalau salah satunya adalah Leo, orang yang sama yang menyerang gue beberapa hari lalu. Keadaan berubah setelah kedatangan leo. Tembakan-tembakan berhenti dan gue bisa memikirkan rencana untuk melarikan diri.
“Kalian berdua bawa mereka yang gak sadar balik ke mobil” Leo berkata setelah melihat keadaan dimana 4 orang anggota pemburunya tidak sadarkan diri. “Jangan cari masalah dengan suku manapun, kita kalah jumlah.”
“Ada satu orang lagi bersembunyi disana” Pemburu yang menembak karin melaporkan keberadaan gue ke Leo yang baru saja tiba. “Mereka jelas bukan penduduk lokal.”
Leo terlihat melirik kesemak dimana gue bersembunyi dan berjalan perlahan mendekat. Anak panah yang ditinggal kan oleh Karin telah habis tidak bersisa. Satu-satunya senjata yang bisa gue gunakan cuma pisau dan dengan keadaan 3 lawan 1 seperti sekarang jelas gue bisa kalah. Gue harus pergi dari tempat ini, memisahkan Leo dengan kelompoknya lalu berharap bisa menghajar leo di sisi lain hutan untuk mengakhiri ini semua.
Sambil menghirup nafas panjang, gue siapkan kudakuda untuk berlari secepat yang gue bisa. Tepat sepersekian detik berikutnya, wajah gue dan wajah Leo bertatapan.
“Sini lo bodoh” Leo akhirnya menyadari keberadaan gue. “Lo semua tunggu disini, urusan ini biar gue langsung yang urus”
Yang gue tahu berikutnya adalah berlari membawa Leo sejauh mungkin dari kelompoknya dan berharap bisa selamat setelah kejadian ini berakhir.
Gue bukan tipe cowok yang sering main kekerasan
Gue juga bukan tipe cowok yang punya fisik yang masuk sebagai kategori atlet
Gue cuma manusia biasa, yang mencoba memberikan yang terbaik untuk orang-orang disekitar gue.
Gue dan Bibi yang sedang bersembunyi dibalik semak terkejut melihat sebuah anak panah yang tiba-tiba menancap dipaha kanan pria berkumis yang berumur sekitar 50 tahunan yang baru saja mendekati posisi gue. Dalam hitungan detik berikutnya, pria ini tumbang diikuti dengan beberapa suara teriakan dibelakangnya.
“Panggil tuan leo, bodoh ini orang-orang kampung emang”
Leo? Mungkin ada banyak nama Leo yang hidup di tanah Papua. Tapi entah kenapa pikiran gue ketika mendengar nama Leo tertuju pada pria yang menyerang gue dirumah beberapa hari yang lalu. Sementara beberapa orang sibuk mencari tempat dimana tembakan panah berasal, panah kedua tiba-tiba menancap ke seorang pemburu liar lain dan berhasil menumbangkannya. Sekarang hanya bersisa sekitar 4 orang pemburu liar dengan pakaian-pakaian khas berburu yang beberapa diantaranya memegang pisau dan pistol ditangan. Kalaupun panah-panah yang ditembak barusan berasal dari Karin, gue bakal salut banget sama akurasi dan skill memanahnya malem ini.
“Kita masih aman, Be” Gue berbisik kearah Bibi sepelan mungkin. Bibi masih tampak ketakutan. Gue bisa merasakan ketakutan Bibi lewat genggaman tangannya yang semakin erat ditangan kiri gue. “Tapi kita harus nemuin Karin secepat mungkin, setelahnya kamu lari sama Karin, ya.”
“Gak, rendoy” Sambil terbata-bata Bibi menjawab perkataan gue. “Kita harus tetep bareng, aku takut kamu kenapa-napa nanti.”
Belum sempat gue membalas perkataan Bibi terdengar suara teriakan dari salah satu pemburu yang berucap “Coba cek disana” sambil menyenter salah satu semak yang letaknya tidak jauh dari sisi kanan gue berdiri. Bisa jadi Karin disana sekarang.
“Bi ditas kamu ada sesuatu yang bisa aku pake?” Sambil terus berbisik pelan gue terus memantau pergerakan para pemburu dalam gelap. “Kita harus tolong Karin, kalau sampai dia ketangkep semua bakal lebih repot.”
“Gak ada Rendoy” Bibi menjawab perkataan gue dengan gelisah. “Aku gak bawa apa-apa lagi ditas yang bisa dipake buat membela diri”
Bibi bener. Gak banyak hal yang bisa dipakai untuk membela diri selain pisau yang ada disaku kiri celana hitam panjang yang gue pakai. Gue seenggaknya harus coba melempar pisau ini kearah orang yang sedang mendekati Karin untuk mengalihkan perhatiannya. Dengan semakin dekatnya posisi pemburu yang mengincar Karin dengan semak tempat dimana Karin bersembunyi, insting gue berkerja dengan semakin cepat juga dengan mengeluarkan pisau, membidik salah satu pemburu, melempar pisaunya, sampai akhirnya pisau tersebut mengenai punggung pemburu yang gue bidik dan menancap disana.
“Anjing” ucap salah satu pemburu diikuti dengan tancapan panah untuk ketiga kalinya dipaha kirinya yang membuatnya tidak sadarkan diri. Sekarang hanya tinggal 1 orang pemburu yang terlihat sementara 1 orang lain gue perkirakan sibuk menghubungi Leo.
Gue gak pernah berhubungan dengan dunia kekerasan kayak gini sebelumnya. Gue gak pernah terlibat dalam kasus premanisme manapun karena gue percaya kalau setiap manusia punya sisi baik yang sama. Tapi sekarang, di hutan diwilayah Lembah Baliem ini, gue merasa kalau kejahatan bakal selalu ada dan yang gue lakukan sekarang cuma sekedar membela diri dan melindungi orang yang ada disekitar gue, yaitu Bibi dan Karin.
“Ren, Bi” tiba-tiba Karin mengagetkan gue. “Kalian gak apa-apa?”
“Gue gak apa-apa, Bibi juga” Gue menjawab pelan. “Tumbenan banget lo manah kena sasaran semua malem ini”
“Semua karena lo bego” Karin memarahi gue sambil memukul kepala gue pelan. “Ngapain lo pake lempar batu segala ke rusa itu. Kalau seandainya lo biarin dan mereka dapet rusa, mereka gak bakal tahu keberadaan kita. Bego lo dasar.”
“Yeee, mereka salah, mereka pemburu liar” Gue menjawab sebagai pembelaan, sementara Bibi masih diam duduk disebelah gue dibalik semak-semak yang cukup tinggi yang tumbuh diantara pepohonan. “Kalau dibiarin kejadian kayak gini bakal kejadian terus pasti”
“Udahlah. Sekarang ayo kita pergi” Karin berkata membalas perkataan gue cepat. “Untung aja skill memanah gue lagi bag….”
Belum selesai karin berkata, tiba-tiba terdengar suara tembakan berasal dari seorang pemburu yang mengenai lengan kiri atas Karin. Karin langsung terjatuh disambut dengan suara teriakan dari Bibi yang membuat sang pemburu terus menembakkan pistolnya kearah semak tempat gue bersembunyi.
“Lo gak apa-apa?” Gue mencoba membantu karin berharap semak cukup untuk melindungi gue dari tembakan tanpa arah yang dilakukan para pemburu. Karin langsung meringis kesakitan sambil menekan lengan kiri atasnya yang sekarang mengeluarkan darah cukup banyak. “Lo sama Bibi harus pergi sekarang”
“Gue gak a-apa a-apa” Karin menjawab terbata-bata. “A-ayo Bi- Kita Pe-ergi”
“Kamu gimana rendoy?” Suara Bibi terdengar sepeti menangis diantara suara tembakan. Didalam remang hutan gue lihat kalau air mata bibi mulai berjatuhan. “Aku gak mau kamu kenapa-napa”
“Aku gak apa-apa Bibku” Gue menjawab perkataan Bibi cepat. “Kamu bantu Karin buat balik kepondok sekarang, ya. Besok pagi kita ketemu lagi ya sayang.”
Gue kecup pipi Bibi cepat sambil mengusap air matanya agar dia bisa sedikit tenang. Suara tembakan masih terus terdengar dan nyaris mengenai tubuh Karin untuk kedua kalinya. Setelah suara tembakan terdengar berhenti gue bantu Karin berdiri dan mengalungkan lengan kanan Karin yang belum terluka ke tubuh Bibi agar mereka bisa lari bersamaan. Darah semakin banyak mengucur dari lengan kiri Karin yang terluka.
“Pergi sekarang ya, Be” Sambil mengambil busur dan anak panah yang digunakan Karin sebelumnya gue memberikan tas kecil Bibi yang sebelumnya gue bawa. “Bawa tas kamu, ya. Ikutin aja tanda sticker yang udah ditempel Karin dipohon”
Bibi mengangguk pelan dan berusaha menguatkan diri sebelum akhirnya dia meninggalkan semak bersama Karin yang terluka. Suara-suara tembakan kembali terdengar dan tampak mengenai beberapa pohon yang ada disekeliling gue. Dengan harapan untuk melindungi Bibi dan Karin yang sedang berusaha keluar dari wilayah hutan ini, gue bidik anak panah ke pemburu yang menembak Karin untuk mengacaukan konsentrasinya dan menembakkan beberapa anak panah. Tapi semua sia-sia. Sang pemburu berhasil menghindari semua bidikan gue.
Dan sekarang terlihat dua orang pemburu lain datang setelah berlari dari kegelapan hutan. Dari semak terlihat jelas kalau salah satunya adalah Leo, orang yang sama yang menyerang gue beberapa hari lalu. Keadaan berubah setelah kedatangan leo. Tembakan-tembakan berhenti dan gue bisa memikirkan rencana untuk melarikan diri.
“Kalian berdua bawa mereka yang gak sadar balik ke mobil” Leo berkata setelah melihat keadaan dimana 4 orang anggota pemburunya tidak sadarkan diri. “Jangan cari masalah dengan suku manapun, kita kalah jumlah.”
“Ada satu orang lagi bersembunyi disana” Pemburu yang menembak karin melaporkan keberadaan gue ke Leo yang baru saja tiba. “Mereka jelas bukan penduduk lokal.”
Leo terlihat melirik kesemak dimana gue bersembunyi dan berjalan perlahan mendekat. Anak panah yang ditinggal kan oleh Karin telah habis tidak bersisa. Satu-satunya senjata yang bisa gue gunakan cuma pisau dan dengan keadaan 3 lawan 1 seperti sekarang jelas gue bisa kalah. Gue harus pergi dari tempat ini, memisahkan Leo dengan kelompoknya lalu berharap bisa menghajar leo di sisi lain hutan untuk mengakhiri ini semua.
Sambil menghirup nafas panjang, gue siapkan kudakuda untuk berlari secepat yang gue bisa. Tepat sepersekian detik berikutnya, wajah gue dan wajah Leo bertatapan.
“Sini lo bodoh” Leo akhirnya menyadari keberadaan gue. “Lo semua tunggu disini, urusan ini biar gue langsung yang urus”
Yang gue tahu berikutnya adalah berlari membawa Leo sejauh mungkin dari kelompoknya dan berharap bisa selamat setelah kejadian ini berakhir.
Diubah oleh rendyprasetyyo 23-07-2020 00:40
regmekujo dan 3 lainnya memberi reputasi
4


