- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
...
TS
rendyprasetyyo
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
Quote:
TENANG, CERITA KITA, APAPUN UJUNGNYA, AKAN DIKENANG SELAMANYA.
SELAMAT DATANG DI CERITA KITA UNTUK SELAMANYA SERIES.
Quote:
Sinopsis:
Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sampai akhirnya pemerintah menetapkan status darurat nasional untuk menghentikan semua aktifitas yang dapat membahayakan warga. Ditengah kekacauan ini, Rendy dan Bianca bertemu dengan Mr.Klaus yang akan merubah hidup mereka dan membawa mereka pada petualangan baru di Desa Praijing, Sumba. Siapakah yang akan memperbaiki keadaan tersebut? Apakah kekacauan tersebut bisa diselesaikan? Siapakah sebenernya Mr.Klaus?
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Pembukanya gak usah panjang-panjang. sebelum baca series ketiga ini gue rekomendasikan untuk baca dulu dua series sebelumnya ya biar gak bingung dan gak banyak nanya lagi. Tapi kalau mau lanjut kesini aja juga boleh. langsung aja, enjoy the story hehe.
When i was young i listen to the radio
Waiting for my favorite song
When they played i sing along
Its make me smile
The Carpenters - Yesterday Once More
Official Soundtrack
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Sapardi Djoko Darmono - Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
--------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita Kita Untuk Selamanya versi FULL SERIES :
When i was young i listen to the radio
Waiting for my favorite song
When they played i sing along
Its make me smile
The Carpenters - Yesterday Once More
Official Soundtrack
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Sapardi Djoko Darmono - Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Quote:
--------------------------------------------------------------------------------------------
CERITA KITA UNTUK SELAMANYA 3 : CATAPHILES
PROLOG
Tahun 2026
Disebuah negeri entah berantah.
“Bi..? ini beneran kamu?”
Gue buka mata gue perlahan sambil menegakkan tubuh gue yang serasa rontok disemua bagian. Tangan kiri gue berasa perih dan samar-samar terlihat aliran darah beku menghitam diarea pergelangannya. Bibir atas dan lutut kaki sebelah kanan gue juga menimbulkan sensasi sakit luar biasa tiap kali gue mencoba untuk menggerakkan tubuh. Samar-samar terlihat bayangan bibi ketika pertama kali gue membuka mata tadi. Sekarang setelah sepenuhnya sadar, gue makin bingung dengan keadaan yang tejadi karena gak cuma ada Bibi disini. Ada seorang wanita lain terlihat sedang membalut luka ditungkai kaki seorang pria yang terlihat mengeluarkan darah cukup banyak.
“Iya, Rendy. Ini aku” Bibi menjawab sambil mengulurkan beberapa obat penghilang rasa sakit dan penambah darah untuk gue minum. “Minum nih kalau masih kerasa sakit, untung aja gak apa-apa kan.”
“Gak apa-apa apanya sih bi?” gue mengambil obat dari tangan bibi dan segera meminum obat tersebut dengan beberapa teguk air yang ada digelas di sisi lain tubuh gue. “Emang kita dimana? Kenapa ada mereka juga?”
Gue dan Bibi sekarang ada disebuah pondok kayu kecil berukuran 3x4 m dengan satu jendela persegi kecil bertirai kain hitam lusuh jadi tempat lewat mentari pagi berada disisi belakang tubuh bibi. Sang wanita asing yang tadi sedang sibuk memperban seorang laki-laki sekarang terlihat menatap Bibi dari kejauhan. Luka yang sedang diperban dari tungkai cowok tersebut pun terlihat sudah berhenti mengalirkan darah. Ruangan kumuh ini lembab dengan hanya satu alas tidur jadi tempat beristirahat lelaki dengan perban didaerah tungkai. Samar gue lihat kalau laki-laki ini terlihat familiar dengan rambut ikal panjangnya.
“hufft” bibi menjawab sambil menghela nafas panjang dan membereskan beberapa peralatan yang sebelumnya dipakai untuk mengobati gue. “dugaan aku bener kan, kamu bakal lupa semuanya setelah semalam kepala kamu kebentur. Untung ada mereka yang nolongin”
Terlihat sang wanita tersenyum tipis sambil melambaikan tangan kearah gue.
“Mereka siapa be?” gue bertanya pelan kearah bibi sambil meringis.
“Astaga Rendy kamu beneran gak inget apa-apa ya. Yang cewek namanya Sydney dan yang cowok namanya Will” Bibi menjawab. “Kita disini bareng-bareng karena harus ngumpulin informasi tentang apapun yang berhubungan sama organisasi Cataphiles, seenggaknya itu perintah yang dikasih atasan kemaren. Tapi karena kecerobohan kamu rencana kita gagal semalem dan harus sembunyi ditempat ini sekarang.”
Will? Sydney? Organisasi Cataphiles? Perintah atasan? Semua hal yang bibi bicarakan terdengar imajinatif karena seinget gue semalem sebelum tidur gue masih ada dikosan, ngobrol sama mas kosan tentang kemungkinan gue untuk pindah kerja. Gue dan bibipun udah lama gak ketemu dan sekarang tiba-tiba kita berdua sedang berada di tempat antah berantah sama dua orang asing dan katanya sedang menjalani sebuah misi.
“Bentar-bentar” gue mencoba menelaah perkataan bibi. “kamu bisa ceritain dari awal? Dari awal banget?”
“Dari awal kita ketemu?” bibi menjawab. “apa dari awal kita ada ditempat ini? by the way, kita sekarang lagi di perbatasan sisi timur kota Paris”
“Dari awal terbentuk galaksi bimasakti juga boleh aku dengerin” gue menjawab perkataan bibi sambil membenarkan posisi lutut kanan gue yang telihat lebam membiru dengan ukuran cukup besar. “semalem aku tidur masih dikosan kok tiba-tiba ada disini ya wajar dong bingung. Bentar, kamu bilang PARIS?”
“hah? Tidur dikosan?” bibi menjawab sambil mengernyitkan dahi.”bener-bener makin bodoh setelah kepalanya terbentur nih orang. ya udah sini diceritain dari awal...”
Dan bibi mulai bercerita tentang kejadian awal kenapa semua jadi seperti ini. Di kejauhan gue liat sydney terlihat tersenyum karena obrolan gue dan bibi barusan.
Index:
PART 1 :Tragedi
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
PART 2 : Preparasi
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
PART 3 : Akurasi
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27 - Special Chapter
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
PART 4 : Memori
Soon
PART 1 :Tragedi
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
PART 2 : Preparasi
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
PART 3 : Akurasi
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27 - Special Chapter
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
PART 4 : Memori
Soon
Cerita Kita Untuk Selamanya versi FULL SERIES :
BUDAYAKAN MENINGGALKAN JEJAK SUPAYA KITA BISA SALING KENAL
Quote:
Quote:
Polling
0 suara
lebih enak baca di kaskus atau wattpad?
Diubah oleh rendyprasetyyo 11-06-2023 20:12
nomorelies dan 39 lainnya memberi reputasi
38
20.9K
524
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.4KAnggota
Tampilkan semua post
TS
rendyprasetyyo
#120
Chapter 34
“Be, hati-hati” Gue sedikit berteriak untuk mengingatkan Bibi agar berhati-hati melewati jembatan yang sedang sedikit bergoyang akibat hembusan angin malam di Lembah Baliem. Karin yang sedang berjalan dibelakangnya tampak memegang tali di sisi jembatan sebagai pegangan sembari berjalan menuju sisi lain dari sungai. “Aku senterin dari belakang, ya”
Bibi terlihat tidak mendengar ucapan gue barusan. Malam semakin larut. Aliran sungai sedikit lebih deras sekarang ketika gue berjalan diatas jembatan dan langsung melihat bagaimana sungai mengalir dibawah. Bibi dikejauhan terlihat sudah hampir mencapai sisi lain sungai ketika tiba-tiba jembatan bergoyang cukup keras akibat hembusan angin membuat Bibi dan Karin berhenti dan berteriak kaget sambil memegang tali yang membentang disisi-sisi jembatan.
“Pelan-pelan aja, gak usah buru-buru” Gue kembali berteriak ketika guncangan mereda. Dan lagi-lagi Bibi dan Karin terlihat tidak mendengar ucapan gue.
Beberapa menit berjalan dalam kehati-hatian, akhirnya gue, Bibi, dan Karin berhasil melewati jembatan kayu dengan penyangga tali disisi-sisinya ini dengan selamat.
“Perasaan kalau siang gak se-serem ini ngelewatin jembatannya” Karin berkata sambil mengatur nafasnya yang berat setelah mencapai sisi lain sungai. “Kemana rusa tadi perginya?”
Karin benar, malam ini angin berhembus lebih kencang di Lembah Baliem dibandingkan siang hari. Angin ini membuat jembatan sederhana yang membentang melintasi sungai terus bergoyang-goyang kecil setelah gue lewati barusan.
“Kesana” Bibi yang terlebih dahulu sampai tampak menjelajah salah satu sisi hutan menggunakan senternya seolah-olah mencari penampakan rusa yang baru saja kelompok ini ihat. “Aku yakin banget rusanya ke arah sana”
Di gelapnya kondisi hutan malam ini, gue dan Karin tidak punya banyak pilihan selain mengikuti arah langkah Bibi untuk masuk kedalam hutan yang telah dia tunjuk. Gue dan Karin berjalan menyusul Bibi dengan bantuan cahaya senter untuk melewati bebatuan kecil yang ada disisi sungai. Setelah berhasil menyusul Bibi, gue lihat kalau area hutan disisi lain sungai ini tampak berbeda dengan area hutan yang ada disisi tempat gue berada sebelumnya. Disisi hutan ini, kehidupan liar lebih terasa karena gue melihat banyak cahaya kunang-kunang berkelap kelip dikejauhan diantara pepohonan. Landscape tanah tampak mulai tidak rata dengan adanya beberapa permukaan yang lebih tinggi dibanding permukaan yang lain.
“Bentar, kita tempel sticker disini dulu” Karin berkata sambil mengeluarkan satu buah sticker glow in the dark dari dalam tas hitam kecilnya dan menempelkannya disalah satu pohon. “Ini jadi jejak pertama kita.”
“Yakin mau masuk kesana?” Gue mempertanyakan kembali niatan Bibi dan Karin untuk masuk kedalam wilayah hutan yang belum dikenali ini. Diremang-remang cahaya senter dari Bibi dan Karin gue merasakan hawa tidak menyenangkan yang berasal dari hutan yang hendak gue masuki sekarang. “Udahlah mending kita duduk disini aja. Besok bilang ke Mr.K kalau hewan buruannya gak dapet biar urusannya gak ribet”
“Udah diem” Karin menepis perkataan Gue sambil mulai melangkah menembus ilalang setinggi kaki untuk mulai masuk kedalam wilayah hutan diikuti oleh Bibi dibelakangnya membuat beberapa kelap-kelip cahaya kunang-kunang berterbangan dari ilalang. “Masuk sekarang atau gak sama sekali?”
“Ayo rendoy” Bibi melirik kearah belakang dan berjalan kembali menghampiri gue untuk menarik lengan gue agar ikut berjalan memasuki area hutan. “Aku gak mau masuk kalau gak ada kamu. Tapi kamu harus masuk karena kau pengen masuk.”
Pilihan macem apa itu coba? Bibi gak mau masuk ke hutan kalau gue gak masuk tapi dia juga pengen masuk jadi gue harus ikut masuk. Gue bener-bener gak punya pilihan sekarang. Hutan yang sedang dilewati sekarang jelas bukan hutan-hutan biasa yang sering dilewati penduduk lembah baliem. Pepohonan yang rapat, ilalang yang bisa menutupi dengan tinggi se-lutut, lumut-lumut yang menempel dibebatuan disepanjang sisi sungai menunjukkan kalau jarang sekali ada kehidupan manusia masuk ke tempat ini.
Masuk ke wilayah hutan yang belum dikenali tanpa panduan penduduk suku Dani ini ibarat masuk kedalam Hutan Terlarangnya versi Harry Potter. Lama berjalan diantara gelapnya hutan membuat gue dan yang lain kehilangan orientasi terhadap waktu dan tempat. Gue udah gak tau lagi sekarang jam berapa dan berapa jauh jarak tempat yang sedang gue tapaki ini dari Danau Hebbema.
“Yakin rusanya kesini?” Karin bertanya setelah selesai menempel salah satu sticker glow in the dark bertuliskan dengan gambar sebuah kata “Here” berwarna putih didalam sebuah kotak merah persegi di salah satu pohon. Sticker-sticker ini tampak terang benderang diantara gelapnya malam seolah-olah menjadi jejak untuk menuntun ketempat awal kelompok ini sebelum masuk ke hutan. “Kita udah jalan cukup jauh tapi boro-boro ketemu rusa, suara-suara binatang disini lebih mirip suara binatang buas, gak lazim.”
“Iya sih” Bibi menjawab sambil menggenggam tangan gue erat. Sejak masuk kehutan ini, gue selalu berjalan dengan memegang tangan bibi dari belakang sementara Karin berada dibarisan terdepan untuk terus menempel sticker dibeberapa pohon yang dilewati. “Aku gak berani ah kalau harus nyenter ketempat macem-macem, coba kamu aja rendoy senterin”
“Iya Bibku” Gue menjawab perkataan Bibi sambil sesekali menyenter kearah sekitar hutan untuk mencari rusa yang sebelumnya terlihat. “Aku udah nyenter beberapa kali tapi tetep gak keliatan sih rusanya. Kita salah jalan kali, ya”
“Itu-itu” Bibi tiba-tiba berkata setelah beberapa menit berjalan dalam diam, senternya berhasil menyorot seekor rusa dewasa dengan tanduk yang sepanjang 30 cm masing-masing dikedua kepalanya berjalan pelan sambil sesekali memakan rumputan yang dilewatinya. “Itu rusanya”
Gue dan Karin mendadak berhenti untuk mengamati rusa yang Bibi maksud. Bener itu rusa, cuma gue agak sangsi kalau rusa ini merupakan rusa yang sama dengan yang gue liat sebelumnya karena ukuran rusa ini sedikit lebih besar.
“Oke kita berpencar disini” Gue berkata pelan sambil terus mengamati rusa dengan bantuan cahaya senter Bibi. “Karin lo cari spot sedekat mungkin sama rusanya, gue sama Bibi bakal jalan terus sambil menyenter mata si rusa supaya dia gak gerak. Jalannya ngendap-ngendap biar rusa gak kaget”
Terlihat dengan samar Karin memberi tanda “oke” dengan kedua jempolnya dan berjalan ke sisi lain rusa berdiri sambil mempersiapkan anak panah yang sudah dibawa dari pondok. Sementara gue dan Bibi terus berjalan perlahan mendekati rusa tersebut sambil Bibi terus menyenter kearah kepala si rusa.
Beberapa detik kemudian situasi berubah. Sinaran senter lain terlihat dari sisi sebrang tempat gue, Bibi, dan Karin sedang mengintai rusa ini. Sinaran senter ini samar terlihat berasal dari beberapa orang lelaki dewasa berpakaian preman yang kemungkinan sedang mengintai rusa yang sama. Secara otomatis gue mengambil senter yang ada ditangan Bibi dan mematikannya agar keberadaan kelompok gue tidak diketahui.
Siluet seorang pria berkumis dengan tutup kepala hitam tampak mengendap mendekati rusa tersebut sekarang diremang cahaya senter dari anggota kelompok yang lain. Pria yang sedang mengendap ini jelas bukan salah satu penduduk suku manapun didaerah Lembah Baliem karena tidak memakai pakaian tradisional dan tampak tidak membawa busur atau anak panah sebagai senjara berburu. Tidak jauh dari tempat pria ini sedang mengendap, tampak 4-5 orang sileut lelaki dewasa lain sedang menunggu sang pria berkumis mengeksekusi rusa yang sedang mereka incar.
“Rendoy” Bibi berbisik pelan kearah gue. Genggaman tangan Bibi terasa semakin erat sekarang dan gue merasakan tangan Bibi mulai mengeluarkan keringat dingin. “Aku takut, Karin gimana sendirian disana, kita pergi aja dari sini yuk”
“Iya kita pergi Be” Gue menjawab perkataan Bibi sambil terus mengintai pergerakan pria berkumis dikejauhan. Pria ini terlihat semakin dekat dengan jarak tembak untuk menembak sang rusa dan mulai mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sementara Karin, yang gue gak bisa pastikan posisinya dimana, kemungkinan besar juga melihat kondisi ini dan gue berharap kalau Karin membatalkan tembakan panahnya agar keberadaan kelompok ini tetap tidak diketahui. “Kayaknya kita gak bakal ketahuan sekarang karena kondisi hutannya gelap. Aku takut Karin yang ketahuan sih. Kita pergi setelah mereka pergi, ya. Sekarang mending kita diem disini dulu.”
Pria berkumis ini sekarang terlihat mengeluarkan pistol dari sakunya dan bersiap menembak rusa tersebut. Gak, gue gak bisa tinggal diam. Mereka ini pemburu liar. Mereka gak seharusnya berburu sesuatu yang merupakan aset dari penduduk Lembah Baliem. Gue harus melakukan sesuatu. Secara tiba-tiba gue melemparkan sebuah batu berukuran cukup besar, yang baru saja gue ambil disekitar tempat gue mengendap, untuk mengagetkan rusa sampai akhirnya rusa tersebut lari menuju gelapnya hutan.
Sang pria berkumis terlihat kaget. Pandangan matanya tertuju ketempat dimana gue dan Bibi bersembunyi. Gue dalam masalah sekarang. Genggaman tangan Bibi terasa semakin erat dengan semakin dekatnya posisi sang pria mendekati posisi gue sampai akhirnya terdengar suara teriakannya setelah salah satu anak panah menancap dipaha kanan pria tersebut.
“AAAAKH” pria berkumis berteriak sampai akhirnya dia jatuh tak sadarkan diri beberapa detik setelahnya. Kelompok pemburu liar ini mulai menyadari keberadaan gue, Bibi. dan Karin. Dan sekarang kondisi diperparah dengan gue yang masih belum tahu dimana lokasi persis Karin berada.
“Panggil tuan leo” Suara pria lain terdengar berteriak dengan menyebut nama Leo. Malam ini suasana mendadak benar-benar menjadi mencekam. Gimana mungkin pemburu liar ini berhubungan dengan Leo?
“Be, hati-hati” Gue sedikit berteriak untuk mengingatkan Bibi agar berhati-hati melewati jembatan yang sedang sedikit bergoyang akibat hembusan angin malam di Lembah Baliem. Karin yang sedang berjalan dibelakangnya tampak memegang tali di sisi jembatan sebagai pegangan sembari berjalan menuju sisi lain dari sungai. “Aku senterin dari belakang, ya”
Bibi terlihat tidak mendengar ucapan gue barusan. Malam semakin larut. Aliran sungai sedikit lebih deras sekarang ketika gue berjalan diatas jembatan dan langsung melihat bagaimana sungai mengalir dibawah. Bibi dikejauhan terlihat sudah hampir mencapai sisi lain sungai ketika tiba-tiba jembatan bergoyang cukup keras akibat hembusan angin membuat Bibi dan Karin berhenti dan berteriak kaget sambil memegang tali yang membentang disisi-sisi jembatan.
“Pelan-pelan aja, gak usah buru-buru” Gue kembali berteriak ketika guncangan mereda. Dan lagi-lagi Bibi dan Karin terlihat tidak mendengar ucapan gue.
Beberapa menit berjalan dalam kehati-hatian, akhirnya gue, Bibi, dan Karin berhasil melewati jembatan kayu dengan penyangga tali disisi-sisinya ini dengan selamat.
“Perasaan kalau siang gak se-serem ini ngelewatin jembatannya” Karin berkata sambil mengatur nafasnya yang berat setelah mencapai sisi lain sungai. “Kemana rusa tadi perginya?”
Karin benar, malam ini angin berhembus lebih kencang di Lembah Baliem dibandingkan siang hari. Angin ini membuat jembatan sederhana yang membentang melintasi sungai terus bergoyang-goyang kecil setelah gue lewati barusan.
“Kesana” Bibi yang terlebih dahulu sampai tampak menjelajah salah satu sisi hutan menggunakan senternya seolah-olah mencari penampakan rusa yang baru saja kelompok ini ihat. “Aku yakin banget rusanya ke arah sana”
Di gelapnya kondisi hutan malam ini, gue dan Karin tidak punya banyak pilihan selain mengikuti arah langkah Bibi untuk masuk kedalam hutan yang telah dia tunjuk. Gue dan Karin berjalan menyusul Bibi dengan bantuan cahaya senter untuk melewati bebatuan kecil yang ada disisi sungai. Setelah berhasil menyusul Bibi, gue lihat kalau area hutan disisi lain sungai ini tampak berbeda dengan area hutan yang ada disisi tempat gue berada sebelumnya. Disisi hutan ini, kehidupan liar lebih terasa karena gue melihat banyak cahaya kunang-kunang berkelap kelip dikejauhan diantara pepohonan. Landscape tanah tampak mulai tidak rata dengan adanya beberapa permukaan yang lebih tinggi dibanding permukaan yang lain.
“Bentar, kita tempel sticker disini dulu” Karin berkata sambil mengeluarkan satu buah sticker glow in the dark dari dalam tas hitam kecilnya dan menempelkannya disalah satu pohon. “Ini jadi jejak pertama kita.”
“Yakin mau masuk kesana?” Gue mempertanyakan kembali niatan Bibi dan Karin untuk masuk kedalam wilayah hutan yang belum dikenali ini. Diremang-remang cahaya senter dari Bibi dan Karin gue merasakan hawa tidak menyenangkan yang berasal dari hutan yang hendak gue masuki sekarang. “Udahlah mending kita duduk disini aja. Besok bilang ke Mr.K kalau hewan buruannya gak dapet biar urusannya gak ribet”
“Udah diem” Karin menepis perkataan Gue sambil mulai melangkah menembus ilalang setinggi kaki untuk mulai masuk kedalam wilayah hutan diikuti oleh Bibi dibelakangnya membuat beberapa kelap-kelip cahaya kunang-kunang berterbangan dari ilalang. “Masuk sekarang atau gak sama sekali?”
“Ayo rendoy” Bibi melirik kearah belakang dan berjalan kembali menghampiri gue untuk menarik lengan gue agar ikut berjalan memasuki area hutan. “Aku gak mau masuk kalau gak ada kamu. Tapi kamu harus masuk karena kau pengen masuk.”
Pilihan macem apa itu coba? Bibi gak mau masuk ke hutan kalau gue gak masuk tapi dia juga pengen masuk jadi gue harus ikut masuk. Gue bener-bener gak punya pilihan sekarang. Hutan yang sedang dilewati sekarang jelas bukan hutan-hutan biasa yang sering dilewati penduduk lembah baliem. Pepohonan yang rapat, ilalang yang bisa menutupi dengan tinggi se-lutut, lumut-lumut yang menempel dibebatuan disepanjang sisi sungai menunjukkan kalau jarang sekali ada kehidupan manusia masuk ke tempat ini.
Masuk ke wilayah hutan yang belum dikenali tanpa panduan penduduk suku Dani ini ibarat masuk kedalam Hutan Terlarangnya versi Harry Potter. Lama berjalan diantara gelapnya hutan membuat gue dan yang lain kehilangan orientasi terhadap waktu dan tempat. Gue udah gak tau lagi sekarang jam berapa dan berapa jauh jarak tempat yang sedang gue tapaki ini dari Danau Hebbema.
“Yakin rusanya kesini?” Karin bertanya setelah selesai menempel salah satu sticker glow in the dark bertuliskan dengan gambar sebuah kata “Here” berwarna putih didalam sebuah kotak merah persegi di salah satu pohon. Sticker-sticker ini tampak terang benderang diantara gelapnya malam seolah-olah menjadi jejak untuk menuntun ketempat awal kelompok ini sebelum masuk ke hutan. “Kita udah jalan cukup jauh tapi boro-boro ketemu rusa, suara-suara binatang disini lebih mirip suara binatang buas, gak lazim.”
“Iya sih” Bibi menjawab sambil menggenggam tangan gue erat. Sejak masuk kehutan ini, gue selalu berjalan dengan memegang tangan bibi dari belakang sementara Karin berada dibarisan terdepan untuk terus menempel sticker dibeberapa pohon yang dilewati. “Aku gak berani ah kalau harus nyenter ketempat macem-macem, coba kamu aja rendoy senterin”
“Iya Bibku” Gue menjawab perkataan Bibi sambil sesekali menyenter kearah sekitar hutan untuk mencari rusa yang sebelumnya terlihat. “Aku udah nyenter beberapa kali tapi tetep gak keliatan sih rusanya. Kita salah jalan kali, ya”
“Itu-itu” Bibi tiba-tiba berkata setelah beberapa menit berjalan dalam diam, senternya berhasil menyorot seekor rusa dewasa dengan tanduk yang sepanjang 30 cm masing-masing dikedua kepalanya berjalan pelan sambil sesekali memakan rumputan yang dilewatinya. “Itu rusanya”
Gue dan Karin mendadak berhenti untuk mengamati rusa yang Bibi maksud. Bener itu rusa, cuma gue agak sangsi kalau rusa ini merupakan rusa yang sama dengan yang gue liat sebelumnya karena ukuran rusa ini sedikit lebih besar.
“Oke kita berpencar disini” Gue berkata pelan sambil terus mengamati rusa dengan bantuan cahaya senter Bibi. “Karin lo cari spot sedekat mungkin sama rusanya, gue sama Bibi bakal jalan terus sambil menyenter mata si rusa supaya dia gak gerak. Jalannya ngendap-ngendap biar rusa gak kaget”
Terlihat dengan samar Karin memberi tanda “oke” dengan kedua jempolnya dan berjalan ke sisi lain rusa berdiri sambil mempersiapkan anak panah yang sudah dibawa dari pondok. Sementara gue dan Bibi terus berjalan perlahan mendekati rusa tersebut sambil Bibi terus menyenter kearah kepala si rusa.
Beberapa detik kemudian situasi berubah. Sinaran senter lain terlihat dari sisi sebrang tempat gue, Bibi, dan Karin sedang mengintai rusa ini. Sinaran senter ini samar terlihat berasal dari beberapa orang lelaki dewasa berpakaian preman yang kemungkinan sedang mengintai rusa yang sama. Secara otomatis gue mengambil senter yang ada ditangan Bibi dan mematikannya agar keberadaan kelompok gue tidak diketahui.
Siluet seorang pria berkumis dengan tutup kepala hitam tampak mengendap mendekati rusa tersebut sekarang diremang cahaya senter dari anggota kelompok yang lain. Pria yang sedang mengendap ini jelas bukan salah satu penduduk suku manapun didaerah Lembah Baliem karena tidak memakai pakaian tradisional dan tampak tidak membawa busur atau anak panah sebagai senjara berburu. Tidak jauh dari tempat pria ini sedang mengendap, tampak 4-5 orang sileut lelaki dewasa lain sedang menunggu sang pria berkumis mengeksekusi rusa yang sedang mereka incar.
“Rendoy” Bibi berbisik pelan kearah gue. Genggaman tangan Bibi terasa semakin erat sekarang dan gue merasakan tangan Bibi mulai mengeluarkan keringat dingin. “Aku takut, Karin gimana sendirian disana, kita pergi aja dari sini yuk”
“Iya kita pergi Be” Gue menjawab perkataan Bibi sambil terus mengintai pergerakan pria berkumis dikejauhan. Pria ini terlihat semakin dekat dengan jarak tembak untuk menembak sang rusa dan mulai mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sementara Karin, yang gue gak bisa pastikan posisinya dimana, kemungkinan besar juga melihat kondisi ini dan gue berharap kalau Karin membatalkan tembakan panahnya agar keberadaan kelompok ini tetap tidak diketahui. “Kayaknya kita gak bakal ketahuan sekarang karena kondisi hutannya gelap. Aku takut Karin yang ketahuan sih. Kita pergi setelah mereka pergi, ya. Sekarang mending kita diem disini dulu.”
Pria berkumis ini sekarang terlihat mengeluarkan pistol dari sakunya dan bersiap menembak rusa tersebut. Gak, gue gak bisa tinggal diam. Mereka ini pemburu liar. Mereka gak seharusnya berburu sesuatu yang merupakan aset dari penduduk Lembah Baliem. Gue harus melakukan sesuatu. Secara tiba-tiba gue melemparkan sebuah batu berukuran cukup besar, yang baru saja gue ambil disekitar tempat gue mengendap, untuk mengagetkan rusa sampai akhirnya rusa tersebut lari menuju gelapnya hutan.
Sang pria berkumis terlihat kaget. Pandangan matanya tertuju ketempat dimana gue dan Bibi bersembunyi. Gue dalam masalah sekarang. Genggaman tangan Bibi terasa semakin erat dengan semakin dekatnya posisi sang pria mendekati posisi gue sampai akhirnya terdengar suara teriakannya setelah salah satu anak panah menancap dipaha kanan pria tersebut.
“AAAAKH” pria berkumis berteriak sampai akhirnya dia jatuh tak sadarkan diri beberapa detik setelahnya. Kelompok pemburu liar ini mulai menyadari keberadaan gue, Bibi. dan Karin. Dan sekarang kondisi diperparah dengan gue yang masih belum tahu dimana lokasi persis Karin berada.
“Panggil tuan leo” Suara pria lain terdengar berteriak dengan menyebut nama Leo. Malam ini suasana mendadak benar-benar menjadi mencekam. Gimana mungkin pemburu liar ini berhubungan dengan Leo?
regmekujo dan maresad memberi reputasi
2


