- Beranda
- Stories from the Heart
You Are Scored On My Heart (18+)
...
TS
juztbowen
You Are Scored On My Heart (18+)
YOU ARE SCORED ON MY HEART


Cerita ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya

Part 1 : Membuka Lembaran Baru
Part 2 : Masalah Pangkat Kuadrat
Part 3 : Pengacara, Pengangguran Banyak Acara
Part 4 : Ternyata Sahabat Gw Jual Barang Ini
Part 5 : Putus
Side Story : Sisi Pandang Vania
Part 6 : Selamat Tinggal Perjaka
Part 7 : Kamu Tidak Benar Benar Kehilangan Aku (Bag.1)
Part 8 : Kamu Tidak Benar Benar Kehilangan Aku (Bag.2)
Part 9 : Kamu Tidak Benar Benar Kehilangan Aku (Bag.3)
Part 10 : Wisuda
Part 11 : Melisa Emilia
Part 12 : Ku Sadar, Beruntungnya Aku
Part 13 : Culik Anak Orang Lagi (Bag. 1)
Part 14 : Culik Anak Orang Lagi (Bag. 2)
Part 15 : Moment Indah Bersama
Part 16 : Take Me To The Sky
Part 17 : Hargailah Waktumu Bersamanya
Part 18 : Kamu Sudah Terukir di Hatiku
Part 19 : Selamat Tinggal Tanah Kelahiran
Part 20 : Halo Tanah Rantau
Part 21 : Ini Siapa Ya?
Part 22 : Lho??? Elu Kan...
Part 23 : Kita Memang Ditakdirkan Untuk Bertemu Lagi
Part 24 : Ga Nyangka Ya, Kita Ketemu Lagi Disini
Part 25 : Titip Dulu Ya
Part 26 : Tinggal Serumah?
Part 27 : I'm Your Guardian Devil
Part 28 : Darahku Dan Darahmu
Ending #1 : Terima Kasih Untuk Semuanya
Ending #2 : You Will Always Be My Endless Love UPDATE!!!
Bagian Terakhir : Kamu Adalah Cinta Abadiku UPDATE!!!
Polling
0 suara
Siapa yang cocok bersama Wendy?
Diubah oleh juztbowen 25-08-2020 11:42
fa.achryy dan 25 lainnya memberi reputasi
22
27.9K
358
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
juztbowen
#12
Side Story
SIDE STORY
SISI PANDANG VANIA
*Di part ini akan menceritakan kejadian beberapa waktu belakangan dari sisi pandang Vania.
Tidak berasa, sudah beberapa bulan sejak gue dan Wendy menjalani hubungan jarak jauh. Awalnya gue berpikir semuanya akan gampang, tapi ternyata salah. Hubungan jarak jauh itu berat dan butuh pengorbanan. Dimulai dari menahan rasa rindu, komunikasi yang terbatas, dan jarak waktu antar kota gue dan Wendy.
Tapi gue tetap bersyukur, karena sampai saat ini hubungan gue dan Wendy masih berjalan dengan sangat baik. Komunikasi kami hanya via video call atau telepon, tapi kami selalu berbagi cerita yang sudah kami lewati sehari - hari. Walaupun beda kota, gue yakin, kalau gue dan Wendy sedang berjuang untuk mencapai impian kita masing masing. Gue selalu berdoa sama Tuhan, agar gue dapat menjaga hati dan perasaan gue buat Wendy dan begitupun sebaliknya. Gue berharap LDR ini cepat berlalu, sehingga gue dan Wendy bisa berada di 1 kota lagi.
Sebelum gue dan Wendy menjalani LDR ini, dia tidak memiliki sifat yang aneh atau macam – macam, ya bisa dibilang dia tipe orang yang setia. Karena kalau memang dia tidak setia, tidak perlu menunggu kami LDR, berada 1 kota pun bisa membuat gue atau dia berselingkuh. Jadi itulah yang membuat gue percaya kalau kami berdua bisa melewati hubungan jarak jauh ini dengan aman.
Hidup tidak selamanya berada di jalan yang lurus, pasti ada belokan entah ke kiri atau ke kanan. Tiba – tiba gue mendapat kabar jika Wendy harus kehilangan pekerjaan karena kondisi perusahaannya yang sedang terguncang. Walaupun yang mengalami hal itu adalah Wendy, tapi gue bisa merasakan kesedihan yang dia alami saat itu. Menyesal, itulah yang gue rasain selain perasaan sedih tadi, menyesal karena tidak bisa menghiburnya secara langsung, hanya bisa via video call atau telepon. Gue yakin, papanya mungkin lebih bisa menghiburnya secara langsung menggantikan gue, agar dia tidak merasa sendiri.
“Maafin aku, Wen. Fisik aku engga disitu tapi percayalah, aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu dari sini. Semoga kamu bisa bangkit lagi secepatnya. Please, jangan ngedown terlalu lama.” Pesan ini gue kirim sekitar jam 12 malam, dimana gue yakin kalau dia sudah tertidur pulas.
1 minggu kemudian …..
2 minggu kemudian …..
3 minggu kemudian …..
Selama itu Wendy masih belum mendapatkan panggilan interview, padahal ia sudah melamar ke semua perusahaan yang sedang membuka lowongan pekerjaan. Gue juga sempat menghubungi beberapa teman gue, barangkali aja ada lowongan yang bisa di lamar oleh Wendy. Tapi rata – rata pekerjaannya tidak sesuai dengan bidang yang Wendy kuasai. Wendy juga pernah bilang, kalau dia tetap selektif dalam memilih pekerjaan agar sesuai dengan bidang yang dia kuasai dan hasil kerjanya pun bisa maksimal.
Suatu hari Wendy menghubungin gue, dia bercerita, kalau dia mendapatkan tawaran pekerjaan sama temen SMAnya yang sekarang bekerja di H*nda. Kerjaannya ini memang tidak sesuai sama pengalaman kerja Wendy, bisa dibilang ini hal baru bagi Wendy. Tapi gue bisa merasakan bahwa dia yakin bisa melakukan pekerjaan ini. Akhirnya gue pun setuju asalkan dia bekerja dengan hatinya, bukan karena paksaan.
Jadi temennya ini meminta agar Wendy menggantikan posisinya di perusahaan tersebut, sampai disini gue tidak masalah jika Wendy mengambil pekerjaan tersebut. Lalu Wendy lanjut bercerita bahwa temannya ini mau resign karena lagi terkena kasus. Temannya telah menjual obat – obatan, sekarang pun temannya sedang diburu sama polisi, dan sekarang sudah kabur ke Kalimantan. Ketika mendengar cerita tersebut, gue jadi berpikir, ingin menahan Wendy untuk tidak mengambil pekerjaan tersebut. Gue takut nanti Wendy kena imbasnya, emang sih dia tidak tau apa - apa soal kasus temennya itu. Tapi jika harus berurusan dengan polisi mengenai temannya ini, bakalan repot banget.
Akhirnya gue meyakinkan diri bahwa bisa aja ini jalan hidupnya. Wendy pun melamar di perusahaan tersebut, semua tahap seleksi udah selesai dan akhirnya Wendy terdaftar sebagai karyawan di PT. HPM walaupun masih sebagai karyawan kontrak, Wendy harus bekerja selama setahun terlebih dahulu supaya bisa menjadi karyawan tetap.
Setelah bekerja di PT. HPM, Wendy semakin giat bekerja. Gue merasa akhirnya dia menemukan ke-suka-annya di bidang otomotif. Di sisi lain mungkin dia juga kerja segiat itu supaya tidak mengulangi kejadian di perusahaan sebelumnya.
Seiring berjalannya waktu, gue merasa Wendy sedikit berubah. Biasanya dia sering menelpon gue, tapi sekarang dia seolah - olah jadi asyik sama dunianya. Gue berharap semoga ini cuman perasaan gue aja. Mungkin saja dia berpikir, jika dia bekerja sekeras itu, bisa mempercepat penjemputan gue. Sebisa mungkin gue menghilangkan pikiran buruk ini, gue akan sabar dengan keadaan ini, gue yakin perjuangan kami akan berbuah manis.
Suatu hari gue mendapat kabar baik sekaligus kabar buruk, bokap gue dapat promosi dari kantornya untuk menjadi kepala cabang, tapi harus pindah ke luar kota. Emang sih masih 1 pulau tapi tetep aja gue merasa ada yang hilang dan tidak bisa ketemu setiap hari sama bokap. Bertambah sudah pemikiran gue, pertama, komunikasi gue dan Wendy tidak selancar awal kita LDR. Kedua, gue sudah tidak tinggal serumah dengan bokap.
Hp gue berbunyi, ternyata Wendy video call, langsung gue angkat.
Quote:
Ya Tuhan, cobaan lagi deh. Pertama, bokap bakalan pindah, kedua, komunikasi sama Wendy juga berkurang. Tapi gue mencoba untuk mengerti apalagi ini sudah tuntutan pekerjaan soalnya. Gw juga dari awal sudah support dia untuk kerjaan ini, mungkin ini konsekuensi yang harus gue terima. Tadinya gue mau cerita ke Wendy, soal bokap gue yang akan pindah ke luar kota. Tapi gue ga mau fokus dia mendadak hilang karena mengkhawatirkan gue. Akhirnya, gue putuskan untuk tidak menceritakan hal tersebut.
Quote:
“Semoga kamu tidak menyadari kebohongan aku ya.”Ucap gue dalam hati.
Quote:
Keesokan harinya, gue mulai mengalihkan kesepian ini dengan mulai bergaul di kantor. Gue tipe orang yang agak introvert, gue tidak suka di tempat yang ramai atau banyak orang. Tapi gue juga mulai merasa kesepian akhirnya gw mulai mengakrabkan diri dengan temen – temen kantor. Ternyata mereka welcome banget sama gue dan enaknya diluar kantor, jabatan udah ga berlaku. Banyak juga manager - manager yang nongkrong dan seru seruan bareng timnya diluar jam kantor, kita udah kaya teman sebaya aja.
Sedikit demi sedikit rasa kesepian itu mulai terobati dengan gue bisa sering tertawa atau menggosip bareng temen - temen kantor gue. Tapi perasaan itu tidak berlangsung lama. Ketika sampai di rumah, rasa sendiri itu muncul lagi, ditambah ketika gue melihat layar hp dan tidak ada notifikasi dari Wendy sama sekali, yang ada hanya sms spam dari operator.
Pikiran gue menerawang jauh ke kota lain. Jakarta, mungkin sekarang Wendy lagi sibuk ngurus project kerjaannya. Tapi gue salut, dia tetap bekerja keras walaupun harus merelakan masa mudanya. Faktor bahwa dia bukan dari keluarga yang berada juga termasuk, tapi tetap saja gue salut karena bekerja sama kuliah itu tidak segampang dibayangkan. Gw kangen sama Wendy, beberapa hari ini kita sudah tidak pernah ngobrol lagi.
Gw ambil hp dan mengklik nama Wendy yang tertera di kontak hp gue. Semoga dia tidak sibuk, doa gue dalam hati.
Quote:
“Ya ampun, kamu kenapa Wen? Kenapa kamu jadi berubah begini? Kamu bukan kaya Wendy yang aku kenal, yang selalu seneng kalo bisa ngobrol lagi sama aku.” Ucap gue dalam hati.
Quote:
Tiba – tiba telepon ditutup, tanpa ada ucapan pamit atau apapun itu. Sakit rasanya, seolah gue merasakan penolakan dari orang yang gue kagumi. Gue cuman bisa berharap semuanya bisa kembali seperti semula setelah semua ini selesai. Tiba tiba ada notifikasi whatsapp masuk di hp gue, dari Wendy ternyata.
“Maaf tadi aku kasar ke kamu, aku cuman lagi pusing aja karena masalah kantor. Nanti aku hubungi lagi, love u.”Gue hanya terdiam ketika membaca pesan tersebut.
Gw masih sering kumpul bareng anak - anak kantor kaya biasa. Suatu kali gue nongkrong bareng anak kantor sampai malam hari. Gue biasanya pulang - pergi kantor naik ojek online, karena kedua orang tua gue tidak mengijinkan untuk nyetir kendaraan sendiri. Jadi terpaksa malam ini gue harus mencari ojol untuk pulang ke rumah. Jam 10 malam, ya Tuhan lindungilah gue.
Gue segera buka aplikasi ojek online untuk memesan ojol, sampai tiba – tiba ada motor yang berhenti tepat didepan gue. Ternyata itu Pak Rico, manager finance di kantor gue, secara tidak langsung beliau adalah atasan gue. Kebetulan Pak Rico ini memang lumayan sering ikut nongkrong bareng anak – anak kantor.
Quote:
Malam itu gue pulang ke rumah bareng Rico. Setelah kejadian malam itu, gue dan Rico sering pulang pergi kantor bareng, karena rumah kita beneran sejalan dan lumayan dekat. Semenjak itu juga, terkadang ada perasaan aneh dalam diri gue ketika melihat Rico, entah dari jauh atau dari dekat. Beberapa kali juga gue kepergok ngeliatin Rico. Iya, mata gue dan mata dia bertemu, dan dia hanya balas dengan senyuman. DEG! Muka gue terasa panas, gue yakin kalau muka gue sekarang berwarna merah.
Senyumannya Rico itu, bener - bener kaya ngebius gue. Jujur aja gw belom pernah merasa seperti ini, walaupun dulu Wendy lebih sering memberikan senyumannya buat gue. Senyuman dia sama Rico itu beda. Senyuman Wendy itu emang lebih enak dipandang dan ada rasa damai. Tapi kalau melihat senyuman Rico, entah kenapa kaya jantung ini berdetak lebih cepat, seperti telah berlari jauh.
Singkat cerita semua berjalan seperti biasa, hubungan gue dan Rico semakin dekat. Kita jadi sering saling curhat, tapi sepertinya lebih banyak gue yang curhat ke dia dan ya, isi curhat itu semua tentang hubungan gue dengan Wendy. Mungkin karena dia jauh lebih tua dari gue, jadi dia sering kasih saran - saran yang bagus buat gue disaat gw menghadapi suatu persoalan. Beda dengan Wendy yang lebih memperlihatkan tindakan dibanding saran untuk membantu gue menghadapi suatu persoalan.
Saat ini di hati gue masih ada Wendy tapi entah kenapa gue mulai sering memikirkan Rico. Apalagi gue sama Rico sering pulang pergi kantor bareng, awalnya gue berpikir lumayan bisa menghemat ongkos, tapi lama kelamaan perasaan gue jadi aneh. Wendy masih sibuk urus projectnya, komunikasi kita juga ala kadarnya aja dan sebentar lagi project dia udah mau mulai.
Suatu hari Wendy hubungin gue.
Quote:
Gue jadi tidak terbiasa manggil Wendy dengan sebutan sayang lagi, malah rasanya lebih enak kalau langsung panggil nama saja. Tapi Wendy yang gue kenal, dia adalah orang yang lumayan peka banget terhadap perubahan situasi.
Quote:
“Maaf aku kasar ke kamu Wen, jujur waktu itu karena aku lagi kesel banget sama kamu. Kamu terlalu gila sama kerja, padahal sebenarnya kamu tidak perlu lembur setiap hari karena dari kantor aja ga mewajibkan sampai begitu kan? Tapi kamu lebih memilih untuk lembur, kamu beda 180 derajat dari yang dulu selalu mengikutsertakan aku, tapi sekarang kamu seolah olah sudah tidak menganggap aku lagi dan lebih memilih untuk mengandalkan kekuatan kamu sendiri.”
Sejenak gue kembali memikirkan tentang hubungan ini, memang kita berdua sama sama berjuang dari sisi materi. Tapi ada 1 hal lagi yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Agama. Keyakinan gw dan Wendy itu berbeda. Wendy juga tidak pernah mengajak gue untuk ngomong serius tentang masalah ini dan jujur saja itu semakin membuat gw ragu akan keseriusan Wendy.
Jangan – jangan dia pacaran sama gue karena butuh teman ngobrol?
Jangan – jangan dari awal, dia memang tidak berniat untuk serius?
Jangan – jangan kerja kerasnya selama ini untuk membangun pribadinya?
Semua pertanyaan itu berkeliaran di pikiran gue. Gue juga tau dia menganut agamanya dengan sangat taat, seluruh keluarganya mayoritas seagama dengan dia. Gue pun juga menganut agama gue dengan taat, walaupun gue bukan berasal dari keluarga yang seagama, tapi perpindahan keyakinan gue itu karena panggilan hati dan gue ga jika harus berpindah keyakinan lagi.
Gue butuh kepastian, gue juga butuh pasangan yang seiman. Mendadak gue kepikiran Rico, belakangan ini perhatian dia ke gue, bisa dibilang bukan cuman sekedar perhatian teman ke teman aja. Dari tatapannya juga gue menangkap ada sebuah harapan untuk gue. Dia juga laki – laki yang pekerja keras, buktinya dia bisa sampai mendapat kedudukan seperti sekarang. Di sisi lain dia juga seiman dengan gue. Secara materi dia mungkin lebih mapan dari Wendy tapi gue anggep itu cuman sebatas jackpot aja.
“Apa mungkin gw harus bangun dari mimpi gue dan menghadapi kenyataan walaupun rasanya pahit?”
Wendy sekarang lagi sibuk ngurusin project GIIASnya, acaranya udah berjalan dan akan selesai kurang lebih 10 hari dari hari ini. Gue pun juga sudah memikirkan banyak pertimbangan soal hubungan ini. Sepertinya tidak baik kalau dibiarkan berlarut – larut seperti ini, baik untuk gue maupun untuk Wendy butuh kepastian yang jelas. Gimanapun gue punya hak untuk bahagia, begitupun Wendy.
Mungkin Wendy juga berat untuk menjalani hubungan LDR yang double jarak jauhnya, jarak kami yang terpisah antar pulau dan zona waktu, juga kami yang terpisah antar keyakinan beragama yang berbeda. Setelah GIIAS selesai, Wendy bilang bakal ngobrol lagi sama gw seperti biasa. Gue akan tunggu hari itu tiba, sekaligus gue juga harus ngomong serius sama dia soal ini. Tidak baik jika kita punya masalah tapi ga diselesaikan.
Gue buka Instagram dan menuju ke profil Wendy, ada beberapa foto baru yang dia post, yang kebanyakan isinya adalah kebersamaan dia dan temen teman kantornya. Tiba – tiba gue mengenali satu cewe yang ada di foto tersebut, tapi ini siapa ya? Kok kayanya kenal? Ah iya.. Inikan Leny, kakak kelas gue waktu SMA dulu. Jadi sekarang mereka kerja di 1 kantor dan kelihatannya juga mereka akrab. Apa jangan - jangan? Ah daripada gue menerka – nerka sendiri mending gue langsung tanya ke Wendy saja. Sekilas gue pandangi lagi foto kebersamaan Wendy dan teman – temannya kantornya.
“Wen, mungkin disanalah tempat kamu sekarang, kamu udah menemukan zona yang kamu cari selama ini. Aku sadar mungkin aku ga layak untuk jadi bagian dari kamu di tempat sekarang. Semoga ini adalah keputusan terbaik untuk kita berdua.”
Ke-esok-kan harinya, Wendy menghubungi gue via video call. Sudah lama wajah ini ga gue liat secara langsung, jujur gue kangen masa – masa gue masih bisa ketemu sama Wendy secara langsung. Tiba – tiba gue keingat hal yang harus gue omongin dengan Wendy. Ya, gue harus ngomong hal ini sama dia, harus ngomong. Ini demi kebaikan kita berdua.
Quote:
Lama ga ada jawaban, kita saling terdiam dan saling memandang satu sama lain.
Quote:
Diubah oleh juztbowen 20-07-2020 09:18
g.gowang memberi reputasi
1