Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

djrahayuAvatar border
TS
djrahayu
Pernikahan Sementara

"Aku ingin batas pernikahan ini tiga bulan." Freya Elvina.

PROLOG


Ketika harus menikah dengan mantan yang meninggalkanmu beberapa tahun lalu. Apa yang harus dilakukan?

Seorang Adelio Owen yang telah lama menyibukkan diri demi melupakan sang mantan. Namun, kini ia tak bisa mengelak takdir. Sang mantan yang pergi tiba-tiba, kini menjadi istrinya. 

"Ini kontrak pernikahan kita." Owen menyerahkan berkas yang sudah ditanda tangani.

"Setahun?" Freya bertanya lirih. Ditatapnya pria yang tengah menghidu aroma secangkir kopi.

"Kenapa? Kamu ingin berlama-lama denganku?"

"Aku ingin batas pernikahan ini tiga bulan."

"Apa?! Secepat itu?! Kalau orang tua kita tahu ...."

"Aku akan bicara dengan mereka saat itu. Selama itu, tolong bantuannya." Freya beranjak dari kursi di ruang makan.

"Oh, iya! Tolong direvisi lagi kontraknya. Aku ingin, kewajibanku sebagai istri tidak dihalangi. Namun, bukan berarti kita akan sekamar."

"Kenapa?"

"Cuma ingin belajar menjadi istri yang baik."

"Jangan-jangan, setelah bercerai, kamu akan menikah lagi?"

"Mungkin. Anggap saja, saat ini kita latihan selama tiga bulan. Sebagai pasangan yang baik." Owen terdiam.

"Atau jangan-jangan kamu takut akan jatuh cinta lagi padaku? Setelah bersusah payah melupakanku."

Owen menetralkan emosinya. Ia mencoba bersikap dingin. "Kata siapa sulit? Kenangan kita cuma debu. Sekali hembus langsung pergi."

Freya menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti. Kemudian ia tersenyum.

"Kalau begitu, tolong kerja samanya." Freya mengulurkan tangannya. Owen pun menjabatnya dengan tatapan yang aneh.

Setelah itu, Freya berjalan memasuki kamar. Menutup pelan pintu kamar pelan, berjalan kembali menuju nakas dan membuka laci. Di mana ada banyak obat-obatan di dalamnya.

Sedangkan Owen, sibuk menatap cangkirnya. "Gadis jahat." Ia mengatakannya dengan pelan. 

"Mau kemana?" Owen bertanya pada Freya yang sudah mengganti baju dengan gamis.

"Ke rumah sakit. Menjenguk seseorang."

"Menjenguk atau menemui dia? Bukannya kamu yang bilang tadi ingin menjadi istri yang baik."

"Lalu?"

"Lepas lipstik tebalmu dan aku melarangmu ke sana." Owen berdiri dan membawa cangkir dengan tatakannya ke sink.

"Aku tak akan pergi." Freya mendekati Owen.

"Apa yang ingin kamu lakukan?"

"Mencuci cangkirnya."

"Tidak usah! Biar aku saja."

"Kalau gitu, ini termasuk pelanggaran kontrak."

"Kata siapa?" Owen menaikkan satu alisnya.

"Tak ada salahnya suami membantu pekerjaan istri."

"Okeh, baiklah. Tapi, sepertinya kamu ... mas harus bersiap. Karena aku lupa, kalau, kita belum belanja untuk kebutuhan dapur. Jadi, gimana malam ini setelah belanja, kita makan diluar?"

"Iya juga, ya. Ya sudah."

Owen segera ke kamarnya dan bersiap. Sedangkan Freya mengirim pesan ke Gibran. "Aku nggak bisa ke sana."

"Lo mau mati?!" Gibran membalasnya sepersekian detik, setelah pesan dibaca.

"Siapa? Gibran?" Owen yang baru keluar dari kamar bertanya.

"Iya. Dia nanya, aku mau mati." 

"Ya sudah, ayo!" Owen mengambil kunci mobil yang tergantung dan jaket.

"Sebentar, aku balas ini."

"Pak, tolong ambil obatku ke dr. Gibran." Freya yang selesai mengetik itu, segera menyusul dengan senyum gembira.

"Kamu menyukai Gibran?" Owen bertanya, saat Freya baru memasuki mobil.

"Lalu, kenapa setuju dengan pernikahan ini?" Owen bertanya lagi. Namun, Freya masih tidak menanggapi.

"Jangan-jangan, pacaran waktu itu  juga latihan? Supaya hubunganmu dengan Gibran lancar?"

"Kamu sendiri kenapa setuju?" Freya bertanya balik.

"Keluarlah! Aku ingin pergi sendiri." Owen menatap lurus ke depan.

Freya keluar dari mobil dan menutup pintu. Kemudian, mobil mulai memutar arah dan pergi begitu saja. Dengan langkah gontai, ia masuk ke dalam rumah.

"Otak lo taruh di mana?! Papa bilang lo harus check-up!" Freya tersenyum getir melihat pesan dari Gibran.

"Suami lo datang dan kenapa lo nggak, bego!"

"Jangan katakan apa pun padanya!" Freya mengirim pesan itu, lalu segera membanting tubuh di atas sofa. Ia ingin tidur sejenak. Hari ini, terlalu banyak energinya yang terkuras.


Prolog 12 3 4 5
Diubah oleh djrahayu 23-07-2020 12:50
kkaze22
bachtiar.78
lumut66
lumut66 dan 31 lainnya memberi reputasi
32
4.9K
30
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.5KAnggota
Tampilkan semua post
djrahayuAvatar border
TS
djrahayu
#4
BAB 3 Perbudakan
Semenjak itu, dari kelas 3 SD hingga memakai baju putih abu-abu sebagai anak SMA, Freya menjadi budak yang menurut perintah tuannya. Bahkan, hal yang menyebalkan baginya pun dilakukan.

"Bawa sendiri!" Freya protes di depan gerbang SMA.

"Gimana, ya. Pundak penyelamat hidupmu ini terlalu berat untuk membawa tas." Owen berjalan duluan meninggalkan Freya yang melangkah dengan terpaksa.

"Freya!" Seseorang berteriak dari belakang. Anak laki-laki bernama Gibran itu berlari mendekati gadis yang membawa dua tas. Membuat Owen segera berbalik arah.

"Sini, aku bantu." Gibran hendak menyentuh tas itu. Namun, ditepis oleh Owen.

"Aku tidak suka barangku disentuh orang lain dan jangan pernah dekat-dekat dengan budakku!"

"Heh ... hahahaha!" Freya tertawa.

"Sayang!" Seseorang berteriak dari belakang Owen. Ia berlari mendekat dan memeluk tangan kekasihnnya.

"Aku nungguin kamu di kantin dari tadi."

"Kantin?!" Gibran kaget tak percaya. Kelas Owen di ujung bersebelahan dengan kantin. Sedangkan kelas Freya dan dirinya sudah tampak dari gerbang.

"Kelasmu melewati kantin, tapi kenapa kamu suruh Freya membawa tas mu?!"

"Gibran, sudahlah! Aku akan bawa tas ini dan segera ke kelas." Freya segera mendorong Gibran ke kelas. Ia tak mau telat masuk, karena lama mengantar tas ke kelas Owen.

"Wah! Sekarang kamu punya kesatria yang membelamu terus. Namun, bukan berarti kamu lupa janji mu 'kan?"

"Akan kuingat selalu tuanku." Freya kembali mendorong Gibran sebelum ada adu tinju di sana.

"Yuk, Sayang!" Owen menarik tangan kekasihnya yang bernama Jessica dan pergi dari sana.

Selesai menaruh tas Owen, Freya bergegas ke kelasnya. Ia tak ingin terlambat. Karena ibu Anna akan tiba 5 menit lebih awal untuk mengajar..

Saat sudah sampai di kelasnya. Hp miliknya tiba-tiba bergetar di saku rok.

"Istirahat nanti, belikan aku Cola dan Roti!" Pesan dari Owen membuatnya meremas kuat smartphone keluaran terbaru itu.

"Owen! Kamu!" Freya berteriak, kemudian merebahkan kepalanya di atas meja.

"Freya, kamu nggak apa-apa?" Aisyah yang duduk di sebelahnya bertanya dengan hati-hati.

"Jika membunuh itu diperbolehkan. Aku ingin menghancurkan orang yang bernama Owen itu." Freya duduk tegak dan matanya berapi-api.

"Sabar Freya. Maaf, aku nggak bisa bantu apa-apa."

"Nggak. Kamu udah bantu banyak. Makasih temanku." Freya memeluk erat temannya.

000

Freya segera ke kantin bersama Gibran, Aisyah, Rara dan Toni. Namun, gadis itu tidak bisa langsung duduk dengan mereka. Ia harus mengantar pesanan Owen ke kelas.

"Oi!" Owen memanggil dari bangku di samping tempat duduk sahabat-sahabatnya bersama anak-anak kelas 12 lainnya. Bahkan, pacarnya yang bernama Jessy ada di sana. Freya segera menaruh pesanan dan duduk bersama sahabat-sahabatnya yang sejak SD selalu sekelas.

"Yang aku sudah dipesan 'kan?" Freya bertanya sambil meletakkan kepala di atas meja.

"Sudah." Gibran menjawab sambil mengulurkan tangannya di depan wajah gadis itu. Bukan, sekedar tangan kosong. Melainkan ada buku yang dipegang.

"Apa ini?" Freya langsung duduk dan mengambil buku bersampul merah muda itu. Ia segera membuka isi dan membacanya. Novel keluaran terbaru dari Habibburahman.

"Ya ampun! Ada tanda tangannya juga?! Makasih!" Ia langsung mencium buku itu dengan muka senang.

"Wah! Gibran memang pengertian!" Freya mengatakannya dengan sungguh-sungguh.

"Pengertiannya, cuma sama kamu aja." Aisyah, Rara dan Toni serentak berkata.

"Apaan sih, kalian!" Gibran protes.

"Jadian! Jadian! Jadian!" Rara dan Toni berteriak dengan penuh semangat. Sedangkan Aisyah tidak. Karena, prinsip anti pacaran dan anti zina.

Owen menggebrak meja, Matanya melotot ke arah teman-teman Freya itu.

"Ini tempat umum! Jaga sikap kalian itu! Terus, kamu budak! Belikan aku roti lagi!"

Gibran yang tak sabar dengan hal itu, segera melayangkan tinju ke arah Owen. Emosinya sudah ia tahan sejak SD hingga sekarang. Bahkan, sekali pukulan saja belum memuaskan.


Previous Next
Diubah oleh djrahayu 23-07-2020 12:57
TaraAnggara
kudo.vicious
actandprove
actandprove dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.