Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

terangindonesiaAvatar border
TS
terangindonesia
Kenapa Prabowo Layak Untuk 2024 ? (Opini)
Kenapa Prabowo Layak Untuk 2024 ? (Opini)
Perpolitikan Indonesia memang sudah sangat teduh saat ini. Media sosial tidak sepanas dahulu lagi. Tiada perang opini antara Cebong dan Kampret yang membuat media sosial seperti neraka.
Presiden Jokowi dan Prabowo pun saat ini sedang sama-sama berjuang untuk memutus mata rantai virus corona yang menyengsarakan jutaan rakyat Indonesia. Kerjasama yang indah ini terasa sangat meneduhkan kita ditengah ancaman pandemi Covid-19.
Tahun politik 2024 akan segera berakir, Indonesia tentu harus bisa memilih tokoh yang layak menggantikan presiden Jokowi untuk memimpin Indonesia. Salah satu tokoh yang paling layak Adalah Prabowo Subianto, kawan-kawan kaskuser tentu banyak yang kurang setuju, Akan tetapi ada beberapa alasan yang membuat Prabowo layak untuk 2024 :
1. Prabowo Memahami Alur Kerja Presiden Jokowi
Memilih bergabung dengan koalisi adalah sebuah pilihan yang sangat cerdas. Prabowo tentu dapat mempelajari pola kerja presiden jokowi untuk kemudian dapat dilanjutkan kedepannya.

2. Prabowo masih memiliki simpatian yang Loyal.
Hingga saat ini kita melihat bagaimana loyalis Prabowo subianto tetap ada dan mereka masih sangat mengelu-elukan prabowo walau telah bergabung dengan koalisi  Presiden Jokowi.

3. Prabowo Seorang nasionalis Sejati
Sebagai seorang prajurit TNI jiwa nasionalis tentu sudah tertanam didalam lubuk hatinya. Tiada yang perlu diragukan dari sosok prabowo karena Pancasila dan UUD 1945 adalah pegangannya sebagai seorang prajurit TNI.
4.Prabowo Mampu  Meningkatkan Sistem Pertahanan Dan Keamanan Negara.

Bukan hal yang baru lagi jika Kopashus adalah salah satu pasukan terbaik yang ada didunia, Pasukan ini terkenal bukan karena peralatannya yang canggih melainkan kemampuan skill Individual dari tiap-tiap prajuritnya di medan perang.

 Sebagai prajurit dan jenderal yang cukup berpengalaman di medan perang Prabowo diharapkan akan mampu melakukan perbaikan di bidang pertahanan Indonesia. 
Tidak hanya pengadaan Alutsista saja akan tetapi juga pada peningkatan kemampuan individual dari prajurit TNI, dan itu hanya bisa dilakukan oleh jenderal yang pernah terjun langsung kemedan perang.


Ini adalah opini pribadi Saya, Kawan-kawan tentu memiliki pandangan yang berbeda dan itu adalah hal yang wajar.
jokolowo702
adadeh803
naniku432
naniku432 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
3.3K
78
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Citizen Journalism
Citizen JournalismKASKUS Official
12.9KThread5.3KAnggota
Tampilkan semua post
54m5u4d183Avatar border
54m5u4d183
#18
Menarik buat dianalisa jalan panjang menuju pemilu 2024. Sejarah politik di Indonesia ngak terlepas dari dua kekuatan besar, kubu nasionalis vs kubu agamis, dimulai sejak era tahun 50 dan 60 sampai 2019 kemarin. 

Kaum agamis sejauh ini belum pernah benar² merasakan tampuk kekuasaan sejak di era Presiden Soekarno sampai di era Jokowi, tapi kaum agamis hampir meraih tampuk kekuasaan di era Gus Dur yang disetir Amien Rais ( Sebagai Ketua MPR kala itu ), tapi kubu Nasionalis berhasil melawan dan kembali merebut kekuasaan lewat Megawati. Kekuasan Gus Dur terlalu singkat sehingga aktivis islam tidak mampu meletakkan, mengubah sekuralisme di tubuh pemerintah.

Soekarno simbol kaum nasionalis, sementara Soeharto menggunakan kekuatan militer untuk menopang ideologi pembangunan dan paham sekular pragmatism untuk melawan ideologi agama. Di era Megawati, dia masih belum mampu menjadi lokomotif perubahan sesuai nafas kaum nasionalis. Dari segi ekonomi, Megawati justru lebih liberal dibanding Soeharto dengan melakukan privatisasi terhadap sejumlah BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak, ngikutin IMF.

10 tahun era SBY semakin jauh dari warna nasionalis maupun agama. Dengan mengusung slogan nasional demokrat, tapi kebijakan-kebijakan mengikuti pasar kala itu dan pondasi ekonominya jauh dari kemandirian yang menjadi roh ideologi Pancasila.

Terpilihannya Jokowi sebagai Presiden ke-7, baik dari kubu nasionalis maupun agama sama² pesimis. Jokowi dianggap tidak memiliki modal politik yang kuat karena hanya petugas partai, Sebagian menilai nasionalisme Jokowi kalah dibanding Prabowo Subianto, bahkan di kasus BG, jelas Megawati ngak percaya sama Jokowi. Sementara kubu agama dibawah komando Amien Rais pesimis Jokowi bisa mengatasi munculnya paham-paham yang menjadi musuh mereka, terutama komunis dan munculnya pengusaha² baru dari kalangan Tionghoa mengancam para saudagar² Muhammadiyah.

Tidak mengherankan jika di awal kekuasaannya Jokowi mendapat rongrongan dari kedua kubu. Terlebih ketika Jokowi menampakkan diri sebagai sosok liberal yang menjunjung tinggi kapitalisme di mana pasar dibuka sebebas-bebasnya tanpa ada lagi proteksi dari pemerintah disertai penghapusan subsidi di segala sektor. Jokowi sangat gandrung pada pelibatan swasta sebagai pengendali ekonomi dan menimbun hutang untuk membangun infrastruktur yang- salah satunya, bertujuan memanjakan para pemilik modal. Alhasil Jokowi ngak berdaya melawan mafia migas dan pangan.

Amien Rais berhasil mempolitisir kebijakan Jokowi sebagai ancaman terhadap Islam sehingga ulama-ulama nonpartisan ikut bergerak. Kelompok Rizieq Syihab dan ulama-ulama puritan yang mengedepankan massa sebagai alat tekan, yang semula dimusuhi kelompok Islam tradisional maupun moderat, mendadak mendapat panggung.

Jika sebelumnya gerakan seperti ormas FPI hanya terbatas pada perjuangan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, kini memiliki akses untuk berbicara di pentas nasional dengan mengusung isu-isu politik strategis. Tema perjuangannya bergeser dratis. 

Jangan remehkan Anies Baswedan yang mana saat ini menjadi simbol perjuangan kaum agamis. Pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI adalah contoh bagaimana kaum nasionalis kedodoran menghadapi kembalinya alat propaganda Orde Baru yang menenggelamkan ketokohan Soekarno dengan isu PKI. Para pengusung ideologi agama gempita menyambut pemutaran film yang diprakarsai Panglima TNI (saat itu) Jenderal Gatot Nurmantyo bukan karena mengidolakan Soeharto atau ingin memuja Angkatan Darat, tetapi menjadikannya sebagai alat pembenar bahwa kaum nasionalis identik dengan komunis!

Kekalahan jagoan PDIP di wilayah-wilayah dengan mata pilih besar, terutama DKI Jakarta pada Pilkada 2017/menjadi bukti bagaimana kaum nasionalis dijadikan bulan-bulanan dengan isu-isu panas berbasis agama. Kekalahan jagoan PDIP di Jakarta bukan karena sikap rasis warga Jakarta, tetapi kegagalan kubu nasionalis mengendalikan isu-isu tersebut.

Meski dihajar dengan isu PKI dan diragukan keislamannya, namun Jokowi tetap bisa menang baik saat Pilgub maupun Pilpres. Salah satu penyebabnya karena Jokowi mampu membangun isu yang tidak kalah dramatis. Para pendukung Jokowi (saat itu) tidak meladeni "perang" di wilayah yang diciptakan lawan, tetapi mengalihkannya dengan menciptakan medan baru yang benar-benar dikuasainya.

2024 bisa jadi kekuasaan jatuh dan jadi milik kaum agamis, jika para pengikut kaum nasionalis ( Jokowi dan Prabowo ) tidak bisa segera keluar dari gelanggang konfrontatif yang diciptakan lawan-lawan politiknya, selain diantara Megawati dan Surya Paloh masih saling egois.

Jokowi punya pendukungnya sendiri, 2024 Jokowi sudah ngak bisa ikutan nyapres lagi.

Kalau 2024 ngak ingin kekuasaan jatuh ke tangan kaum agamis maka Jokowi dan kaum Nasionalis masih bisa memanfaatkan Prabowo buat mempertahankan garis nasionalisnya.

Tinggal Jokowi dan loyalisnya aja mau mendorong siapa Capres yang sejiwa dengan mereka sendiri.
mhycroe
i.macintosh
Golday338
Golday338 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.