Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pujanggapalsuAvatar border
TS
pujanggapalsu
MAHARANI suara Pikiranku ( True Story )
Quote:
.

Pagi ini. Gw duduk di halaman beranda rumah. Dengan secangkir teh pahit. Memandang laptop. Dan mulai menulis cerita ini.


Bagian I

Suatu siang di bulan agustus..

Siang itu udara sangat panas. Meskipun tidak seperti panasnya kota kelahiran gw, Jakarta. Tapi, disini, di Bandung, kota yang akan gw jadikan perantauan 4 tahun kedepan, tempat gw akan mendapatkan gelar S1, udaranya terasa membakar. Tapi beruntung, semilir angin yang menelisik, sedikit meredakan rasa panas. Gw dan sahabat gw, Maharani, sedang berjalan menyusuri jalan untuk mencari kos-kosan dekat kampus kami nanti, UN***, yang berada di jl. Pajajaran.

Sebentar, Gw bahas satu satu. Soal Maharani dulu. Gw dan Maharani sudah sahabatan sejak kelas 1 SMA. Dan ajaibnya, kami akan satu kampus lagi sekarang. Bedanya dia jurusan Ekonomi sementara gw jurusan hukum. Ah, gw sangat bersemangat kalo membahas soal maharani. Gini, Maharani itu cantik. Humble, Enerjik, Dan pintar. Rambutnya panjang, tapi selalu ia ikat rapi. Kulitnya putih, badannya langsing dan tinggi. Mungkin sekitar 168 senti. Cukup tinggi bukan untuk seorang gadis? Oh iya, Tapi dia beda agama sama gw. Maharani, dia kristen sementara gw islam. 3 tahun bukan waktu yang sebentar. Jujur, gw sayang sama dia. Lebih dari seorang sahabat. Tapi itu semua hanya sebatas hasrat gw, dan gak pernah menyatakan hal tersebut ke dia. Persahabatan kami lebih dari sekedar rasa ini.

Dan perkenalkan, nama gw Deva Satria.

Setelah kami berkeliling, dari gang ke gang, dari jalan satu ke jalan lainnya, akhirnya kami mendapatkan kos-kosan campur yang lumayan besar. Ada sekitar 15 kamar. 8 di bawah dan 7 di atas.

"Ada sih a yang kosong, 3 kalo gak salah, di atas tapi, mau?" Ujar pak Makun, pemilik kos itu.

Gue menoleh ke arah Maharani. Mengangkat halis.

Maharani mengangkat bahunya. Mungkin yang dia maksud, kenapa enggak?.

"Oh yaudah pak gapapa. Kita bisa liat kamarnya?" Jawab gw.

"Oh iya atuh a boleh. Mari" jawab pak Makun.

Kami bertiga segera ke lantai dua. Pak Makun di depan, disusul gw dan Maharani di belakang.

Di lantai dua itu posisi kamarnya sama seperti di bawah. Berhadapan. 3 di barat dan 4 di timur.

"Nah ini yang masih kosongnya" jelas pak Makun, menunjuk kamar yang berhadapan paling pojok. Jarak kamar yang berhadapan itu sekitar 5 meter. Cukup luas sih. Ada 2 kursi rotan dan satu meja di dekat tembok sebelah utara, dekat kamar kami.

Akhirnya kami sepakat. Gw mengambil kamar sebelah barat dan Maharani di sebelah timur.

"Yaudah a, saya tinggal ya. Sok selamat istirahat" pak Makun segera berlalu.

Kami hanya mengangguk dan tersenyum.

"Dev, bantuin gue beberes ya" pinta Maharani manja.

"Yaelah, pan lo tau gw juga belom beberes. Ntar deh!!" Tolak gw, protes.

Maharani melipat bibirnya. Memicingkan matanya, "oh gitu, emak gw udah nitipin gw ya sama lo, terus hal kek ginian aja lo gak mau bantuin, dimana sih tanggung jawab lo seb..."

"Iya iya bawel, pake bawa bawa emak lo segala!!" Potong gw cepat.

Maharani mengembangkan senyumnya. Merekah. Lalu tangannya menjulur, bermaksud mempersilahkan gw masuk ke kamarnya. Meskipun sudah ada kasur dan lemari, tetep aja pekerjaan ini bakal bikin gw cape bukan main. Sapu sapu, ngepel, mindahin barangnya dan masih banyak lagi. Belum geser geser lemari karena katanya posisinya kurang pas, dia gak suka.

Satu jam... Dua jam... Selesai juga.

Tapi omaygad, kamar gw masih terbengkalai.

"Maacih ya Devaaaa, lo emang cowok paling baik yang pernah gue temuin" puji Maharani dengan nasa sok imutnya.

Giliran udah di bantuin aja, baru muji muji gw.

"Aaah kuya, giliran udah di bantuin aja, baru lo muji-muji gw. Kemaren kemana aja woy?" Protes gw sambil bangkit dari duduk.

"Dih, cowok kok sensian." Cibirnya.

"Bodo amaaaatt Mey" jawab gue. Dan segera berlalu

Iya, Mey adalah nama panggilannya.

Sebelum gw masuk kamar, mey memanggil gw, "ganteng, selamat istirahat ya"

Gw menoleh, "bacot lo mey" sergah gw.

Tapi, tapi, gw seneng sih di puji sama Maharani. Andai aja dia tau perasaan gw. Mungkin dia bakalan sakalor kali ya. Langsung kejang kejang.

"Oh iya" ujar Maharini lagi.

"Paan lagi?? " Tanya gw males.

"See u, tar gw trakrir makan, tenang aja"

Gw menggeleng. Lalj tersenyum kecut, "b e r i s i k" jawab gue dengan mode slow motion dan segera masuk ke dalam kamar.

Ah Maharani, untung gw sayang sama lo. Kalo enggak, ah tau ah gelap gw.
Diubah oleh pujanggapalsu 04-07-2020 03:14
dimaschevy62
anunya.kamu
pemujaseblac
pemujaseblac dan 19 lainnya memberi reputasi
18
6.8K
119
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
pujanggapalsuAvatar border
TS
pujanggapalsu
#52
Bagian XV

Gw jalan buru-buru. Mey menahan gw. Tapi gw gak peduli. Gw cari dia sampai ketemu. Gw pengen penjelasan dari cowok itu langsung. Bukan dari Mey. Koridor ke fakultasnya cowok itu lagi sesak. Dipenuhi manusia manusia yang sedang asik ngobrol. Baca buku juga ada. Duduk di kursi juga ada. Yang lagi godain cewek juga ada. Hanya yang gak ada adalah, yang lagi emosi kek gw, ya hanya gw doang. Suara manusia manusia itu mengudara. Riuh.

"Dev.. udah gak usah" Mey bersikeras menghalangi gw. Tapi gw terus berjalan.

Mey beberapa kali memegang lengan gw, tapi segera gw kibaskan. Entahlah, gw kerasukan apa. Yang pasti, detik ini, menit ini, gw pengen dapet penjelasan sama cowok yang udah kurang ajar sama Mey. Gw berani bertaruh kalo dia emang cowok brengsek. Kalopun dugaan gw salah, tetap aja, dia brengsek, karena cowok yang menghormati cewek, gak bakalan berbuat hal yang di luar kendali.

Gak ada cara lain untuk mendapatkan jawaban dari Arnes mengenai masalah ini. Gw gak mau Mey makin rusak karena perbuatan dia. Tapi mungkin paling pahitnya adalah, mereka memang sama sama suka melakukan itu. Tapi siapa peduli? Gw gak memikirkan itu. Yang gw pikirin sekarang adalah, Mey, iya hanya Mey.

Gw sampai di tempat nongkrong si Arnes. Ada dia lagi sama dua orang temannya. Ketawa ketawa. Gw samperin. Gw tarik bajunya, dan gw bawa masuk ke aula kosong. Gw gak peduliin tatapan aneh dari teman dan manusia manusia lainnya. Persetan dengan itu semua.

"Apaan sih Dev?" Tanya Arnes setelah gw melepaskan tangan dari bajunya.

Gw menatapnya tajam. Bak elang yang akan memangsa seekor ular. Arnes membalas tatapan gw.

"Lo apain Maha?" Tanya gw ketus.

Arnes melirik Mey.

"Dev udah!!" Ujar Mey.

"Lo tuli? Lo apain Maha b*ngsat!!!"

Arnes terkekeh. Wajah culasnya nampak. Mungkin ini lah sifat aslinya.

"Apa urusannya sama lo? Atau lo emaknya Maha sampe ngintrogasi gw seenaknya kek gini? Hah?"

Nafas gw mulai memburu.

"Mending lo tanya Maha deh, biar dia ceritain semuanya. Dan asal lo tau, kita ngelakuin itu gak ada yang memaksa satu sama lain kok. Suka sama suka. Iya gak sayang?" Lanjutnya dan menoleh ke Mey.

Gw liat Mey. Wajahnya memerah. Air matanya mulai menggenang.

Ini cowok emang dasarnya brengsek.

Tanpa aba-aba. Gw layangkan tinju tepat ke arah pipinya. Arnes terpental. Mey teriak, "udah Dev!!"

Gw gak memperdulikan itu. Gw hampiri Arnes yang masih terkapar di lantai. Gw hujani pukulan berkali kali. Dia mengelak. Menepis. Dan menyempatkan membalas pukulan. Pukulan itu mengenai rahang gw. Kini gw yang terpental. Arnes masih mengerang. Darah segar keluar dari hidungnya. Gw bangkit. Begitupun Arnes.

Gak terasa, kami sekarang menjadi tontonan. Manusia udah banyak disini. Ada yang nonton lewat kaca. Dan... Nadya.. dia ada di ambang pintu aula.

Arnes terkekeh, "bodyguard nya Maha lo? Hah? Di bayar berapa lo sama Maha?"

"Arnes!!! Cukup!!" Teriak Mey.

"Syuuuttt!!" Arnes memberi isyarat pada Mey agar diam, "nanti malem kita lanjutin ya!"

Mendengar ucapan menjijikan dari Arnes, tanpa pikir panjang gw hampiri dan melayangkan pukulan kembali. Kami sekarang baku hantam. Kepala gw terasa pusing karena terkena pukulan Arnes.

"UDAH CUKUPP!!!" Mey teriak. Dia menangis. Mey lari keluar Aula.

"Wuuuuuuuuuu" sorak para manusia itu.

Gw menatap tajam Arnes. Sebelum akhirnya gw balik kanan untuk mengejar Mey. Tapi.. Nadya, dia kini berdiri, memegang bukunya, menatap sayu gw. Tangan kanannya segera memegang lengan gw. Gw di tarik.

Nadya membawa gw ke kelas kosong. Dia saat ini tepuk tangan. Tersenyum sinis.

"Kamu mau jadi jagoan?"

Gue menatap bola matanya, "kamu gak ngerti masalahnya Nad"

"Apa aku harus ngerti alasan orang berantem? Harus? Apa aku harus jadi suporter kamu waktu kamu berantem kek orang kesetanan kek tadi? Harus Dev?" Bibir Nadya bergetar.

"Nad.. aku jelasin dulu semuanya. Kamu denger dulu.."

"Seberapa penting sih dia bagi kamu?" Air mata Nadya mulai meleleh. Terisak.

Mey.. dia sangat penting dalam hidup gw. Bahkan lebih penting dari sekedar menjawab pertanyaannya Nadya.

"Dia sahabat aku Nad!" Gw lirih.

"Sahabat? Bukan cinta?"

Gw tersentak. Kenapa Nadya bisa berkata seperti itu?

"Kamu ngomong apa sih Nad? Kamu tau kan kalo aku sayang sama kamu?!"

Nadya tertawa. Tapi ia menangis.

"Sayang? Engga Dev. Gw bisa liat dari mata lo. Gw liat waktu lo berantem. Gw liat cara lo memandang dia. Bukan!! Itu bukan sorot pandang sahabat." Hardik Nadya.

Gw terpaku mendengar penuturan Nadya.

"Kenapa diem? Gak bisa ngomong? Iya Dev? Aku kira kamu emang sayang sama aku Dev!" Tangis Nadya pecah.

Nadya gak salah apa-apa. Ini semua terjadi karena gw.
Gw mendekatinya. Memegang kedua pipinya. Lalu menatap lekat wajahnya.

"Nad, kamu salah. Aku sayang sama kamu. Justru aku yang harusnya berterima kasih, karena udah punya pacar yang cantik, baik kaya kamu Nad. Engga, kamu jangan mikir kaya gitu." Gw memeluk Nadya.

Untung lah kelas ini kosong dan jarang manusia lalu lalang di depannya.

Nadya terisak. Sakit hatinya bisa gw rasakan. Air matanya membasahi baju gw sekarang. Shit, kenapa harus kek gini? Udah kek adegan di sinetron remaja. Tapi untung bukan sinetron azab.

Pikiran gw kembali tertuju pada Mey. Dia pasti lagi nangis juga. Sakit hati juga. Parah, ini semua gara-gara gw lagi. Coba aja gw bisa nahan emosi. Tapi, gw gak terima Mey di perlakukan seperti cewek murahan. Dan si b*ngsat itu harus terima ganjarannya. Dan Nadya, cewek yang berada di pelukan gw sekarang, dia hanya korban. Hanya penonton yang gak tau apa-apa. Apa yang Nadya katakan barusan murni karena sakit hatinya. Gw terima itu semua sebagai ungkapan sakit hati dia.

"Maafin aku ya Nad"

Nadya masih terisak. Dia belum bisa mengendalikan dirinya. Lambat laun, Nadya melepaskan pelukan. Dia menunduk. Lalu mengangkat wajahnya. Jemarinya mengusap air mata. Kini mata itu menatap gw.

"D-Dev.. aku mau kita break dulu!"
Diubah oleh pujanggapalsu 11-07-2020 13:52
hakkekkyu
mmuji1575
rinandya
rinandya dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.