Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2234
Islah_Part 1

“Mi, aku kayaknya udah capek juga kalau terus-terusan berantem sama Arko. Perang dingin kayak gini nggak bagus banget buat aku. Lagipula jadinya ngefek banget kan ke band kita.” Kata gue ketika sudah berada dirumah Emi.

“Alhamdulillah kalau gitu. Bagus dong. Kamu jangan terus-terusan kalah sama ego kamu sendiri….” Balas Emi.

“Kan, malah ini lagi yang dibahas. Aku bilang kan aku nggak salah. Kenapa jadi aku terus yang harus ngalah sama keadaan?”

“Kamu paham nggak sih dimana permasalahannya selama ini? Kamu tau nggak kenapa Arko jadi akhirnya menjauh? Arko itu jadi menjauh karena dia lebih milih mengalah daripada ribut terus sama kamu! Paham? Kamu itu kan orangnya susah banget minta maaf atau kalau punya pendapat yang sekiranya bener bakalan dipertahanin abis-abisan. Nggak kenal kompromi. Makanya daripada debat yang berujung putus silaturahmi, makanya Arko memilih untuk mundur!”

“Lah bener dong? Kalau aku benar kenapa aku harus mengalah? Pertahanin lah pendapat aku! Jangan dikit-dikit dikasih excuse terus! Arko itu salah dengan ngebiarin istrinya ikut campur dalam keputusan di band kita! Padahal kita udah musyawarahin dari jauh-jauh hari dan minta kita bahas sama keluarga atau pasangan masing-masing. Baru bikin keputusan. Kita nggak pernah ya bikin keputusan asal yang merugikan salah satu pihak! Eh istrinya nggak satu dua kali ngancurin keputusan kita! Siapa yang nggak kesel hah? Dikira gampang bikin keputusan begitu? Dipikir enak kalau ngebatalin rencana begitu? Sekarang menurut kamu dengan aku bersikap begitu jadinya malah salah di aku? Iya? Gitu? Kok aneh banget sih kamu mikirnya Mi?”

“Aku cuma pengen semuanya selesai… Aku capek begini terus Zy….. Nambah-nambah pikiran dan masalah aja. Berasa punya hutang tapi nggak pernah dilunasin.”

"Terus sekarang mau kamu apa? Di sini aku yang ada di posisi bener loh, mau kamu apa? Aku yang minta maaf sama dia? Gitu kamu maunya?”

“Kalau itu bisa menyelesaikan masalah kenapa nggak?”

“Masalahnya aku kan nggak di posisi salah. Boong kalau kamu nggak mengiyakan omongan aku tadi! Iya apa nggak? Ngapain aku minta maaf? Emang aku itu kamu? Siapa yang salah, siapa yang minta maaf. Nggak ada tuh di dalam kamus aku buat minta maaf duluan saat nggak punya salah. Anak-anak juga setuju sama dengan aku! Arko itu salah! Istrinya itu biang masalahnya! Seharusnya kita itu nggak perlu mikirin keputusan dari istrinya Arko! Kalau Arko bisa nge-handle istrinya sendiri dari awal, masalah begini nggak akan ada!”

“Aku paham Zy. Bang Arko yang nggak tegas sama istrinya makanya istrinya tetep suka-sukanya bikin keputusan di akhir dan merusak rancangan kita. Tapi kan disini kalau masalah ini terus menerus diperkarain, kita seakan maksa Bang Arko milih antara kita atau keluarga. Aku nggak mau bikin member aku milih begitu Zy. Nggak bener itu. Keluarga tetap nomor 1. Aku cuma minta kamu buat ngalah aja kok, ngajak dia damai kalau kamu nggak mau minta maaf sama dia.”

“Iya aku paham banget kok. Keluarga tetap nomor 1. Tapi disini yang aku permasalahin bukan keluarga. Kita itu SELALU KASIH WAKTU untuk masing-masing dari member diskusi sama keluarga sebelum kita manggung atau bikin jadwal. SELALU LOH! Nggak pernah kita maksain sesuatu di luar dari musyawarah biar nggak dirugikan, Nggak pernah juga bikin keputusan sepihak. Istrinya Arko pun SELALU setuju dengan keputusan kita di awal. Tapi kenapa istrinya Arko selalu mendadak merubah keputusan dia suka-sukanya di akhir-akhir menjelang hari H! Terus Arko minta ke kita ‘Ya mohon pengertiannya ya bro.’ Dia nggak mau bantu juga buat nyari pengganti dia setelah merugikan 5 member lainnya. Dia main serahin dampak yang terjadi sama kamu dan pergi begitu aja. Dia bahkan bilang ‘Gue sih ikut keputusan istri gue aja.’ Ya didiskusiin lah sama istri! Gue di posisi nggak peduli mau ribut atau diskusi macam apa mereka berdua, yang penting mereka udah omongin dan bikin keputusan. Udah. Kalau ternyata di akhir dia mendadak batalin bawa-bawa istrinya yang bikin KEPUTUSAN BARU suka-suka dia, ya dia dong yang tegas. Tapi apa? Nggak kan? Terus kamu tetep belain dia dan aku yang harus ngalah sama dia?”

“Emang apa salahnya sih Zy buat ngalah?”

“Nggak ada yang salah emang dengan ngalah. Aku paham kok maksud kamu ini. Tapi dalam kasus ini, jelas yang salah siapa. Harusnya juga, nggak cuma aku yang ribut sama dia di sini. Tapi satu band versus dia. Aku di sini cuma mewakili unek-unek kalian semua yang kalian pendam karena alesan ‘nggak enak sama istrinya Arko…’ Nggak enakan boleh, tetapi kita harus tetep kasih tau fakta yang ada loh! Istri Arko itu SALAH!”

“Udah udah, jadinya kita yang ribut. Pokoknya pas nanti ketemu, kamu jelasin yang kamu omongin ini ke Bang Arko. Jangan ada yang dikurangi atau dilebihin. Bener-bener kayak begini. Mau?”

“Mau aja…. Tapi aku maunya fair dulu lah. Pokoknya urusan band dilarang dicampuri sama urusan pribadi. Kalau memang ada urusan pribadi yang ternyata bentrok sama urusan band, ya jangan dipaksain. Mundur aja dari awal atau kalau ternyata kepingin bandnya tetep manggung tanpa dia, ya bilang atau ya minimal bantu cari pengganti. Jangan ada lagi keputusan-keputusan sepihak belakangan setelah adanya musyawarah! Band ini kehilangan banyak momen karena kelakuan orang di luar band. Band yang udah susah payah dirancang buat dapetin nama besar lagi.

“…….”

“Kamu. Dari masalah ini pun yang paling disusahin itu kamu! Coba nih. Kamu nggak sakit hati emang usaha kamu buat membesarkan nama band ini dirusak gitu aja sama Arko dan istrinya? Aku aja sakit hati cuma karena Arko nggak bisa tegas sama istrinya, apalagi kamu yang berasa kayak usahanya dimentahin begitu aja. Aku di sini juga belain kamu Mi. Aku nggak mau pacar aku diremehin begitu aja. Nggak dianggep usahanya sama sekali. Gila kali….”

“Terus mau kamu sekarang apaan? Minta maaf nggak mau. Ngalah nggak mau. Mau ribut aja terus begitu? Putus silaturahmi sekalian? Iya?” Dia kayaknya lebih memilih nggak merespon omongan gue. Tapi gue yakin, Emi juga sakit hati sama Arko.

“Ya nggak gitu lah. Aku juga mau semua masalah ini selesai. Tapi aku nggak mau minta maaf…” Sebenarnya gue udah punya ide di otak gue untuk menyelesaikan masalah ini. “Aku mau kita ketemu dan bikin perjanjian.”

“Perjanjian gimana maksud kamu?”

“Perjanjian baru di band. Pokoknya kedepannya, kalau semua kesepakatan yang udah dibuat oleh semua pihak di dalam internal band, itu jadi keputusan mutlak yang nggak bisa diganggu gugat sama sekali. Jadi seperti biasa sebelum bikin keputusan, kita kasih waktu untuk cek jadwal dan nanya-nanya ke keluarga atau pasangan masing-masing.”

“Bukannya kita udah begini dari dulu Zy?”

“Iya, tapi di sini bedanya. Kalau ternyata kejadian kasus si Arko ini terjadi lagi di masa depan, perjanjiannya adalah kita BUBARIN BAND ini. Atau silakan cari vokalis baru untuk band ini. Atau mau begini sekalian, biar anak-anak milih nantinya. Pilih aku atau Arko yang bertahan di band ini?”

“Lah lah, kok jadi bubar atau milih begitu? Itu mah namanya nambah ribut di band namanya!”

“Ya biarin aja. Namanya juga perjanjian. Jadi kalau nanti diomongin ke anak-anak ya biar dimusyawarahin, mau apa nggak dengan perjanjian itu. BIar semuanya juga paham konsekuensi ketika bikin keputusan.”

“Ya nggak kayak gitu juga lah Zy. Kamu kok malah nyuruh anak-anak milih kamu sama Arko sih? Kita itu kan disini bareng-bareng udah lama. Kalian juga udah bersahabat lama banget. Masa gara-gara gini doang malah jadi putus silaturahmi? Aku itu udah capek-capek loh Zy nyambungin silaturahmi kalian, masa jadi putus cuma karena band? Inget ya, band ini aku idein sebagai ajang reunian kalian. Kita semua menganggap band ini tuh keluarga kedua kita loh. Masa pilihannya suruh pilih salah satu? Ya nggak gitu lah!”

“Nah yaudah kalau gitu. Makanya mending bubar aja sekalian kan? Toh ini nggak nguntungin aku ataupun kamu. Malah buang-buang tenaga dan uang aja kan kalau dipikir-pikir. Kita nggak ngarepin bayaran kan kalau manggung, yang penting kesenangan tersalurkan dan dapat apresiasi. Eh ternyata karena Arko suka-sukanya, bikin kita jadi nggak bisa manggung. Kesenangan nggak tersalurkan, apresiasi nggak didapetin. Bener-bener percuma!”

“Kok malah jadi bubar mikirnya sih?”

“Oke deh. Kalau gitu aku serahin semuanya sama kamu deh, Ibu Manajer. Kamu atur sedemikian rupa termasuk ngajak Arko dan istrinya buat dateng. Kamu atur gimana caranya biar aku bener-bener nggak ngamuk-ngamuk kalau ketemu dan nyelesein masalah sama dia.”

“Biar aku aja yang atur. Kamu tenang aja. Fokus aja dulu sama urusan kamu….”

“Gampang. Kamu ikut ya pas aku jemput Mama?”

“Hmm. Insya Allah… Aku nggak janji ya Zy.” Emi langsung mengganti topik bahasan kami ketika gue membahas Mama.

Emi sepertinya semakin enggan untuk bertemu dan berinteraksi dengan keluarga gue. Apalagi pasca kami nganterin Mama, Kakek, dan Nenek gue ke hotel waktu itu. Dia jadi males ungkit-ungkit urusan keluarga. Kalau misalnya gue nggak bisa ketemu dia atau terlambat jemput dia karena Dania, dia yang memilih untuk mengalah. Dia kayaknya males dengar gue debat sama Dania. Jangankan dia, gue aja males sebenernya banyak berinteraksi dengan Mama dan Dania akhir-akhir ini.

---

Jadwal pertemuan dalam rangka menyelesaikan perselisihan antara gue dengan Arko sudah diatur oleh Emi. Dia merancang dan mengatur jadwal dimana semua member harus bisa hadir, terutama Arko dan istrinya. Semua member termasuk pasangan masing-masing. Dalam hal ini yang telah memiliki pasangan resmi baru Arko dan Vino, sedangkan Adityo dan gue masih pacaran. Jangan tanya Drian datang dengan siapa. Drian masih awet sendirian soalnya. Haha.

Hari yang dipilih untuk pertemuan perdamaian ini adalah hari kerja. Tepat satu hari sebelum kepulangan Mama dari Tanah Suci. Selama rentang waktu itu pulalah hampir setiap harinya gue selalu ribut dengan Dania. Ribut masalah sepele sebenarnya, yang udah-udah diulang lagi. Terus saja seperti itu.

Semakin hari semakin nggak betah gue berada dirumah. Gue nggak ubahnya seperti anak kecil yang dalam kendali penuh orang tuanya. Gue cuma bisa memohon kepada Tuhan, curhat sama Tuhan, biar semua yang terjadi diantara gue, Mama dan Dania segera berakhir. Tentunya berakhir dengan bahagia.

Tetapi sepertinya panggang masih sangat jauh dari api. Butuh kesabaran yang amat sangat besar dan lama untuk bisa mencapai angan-angan yang gue harapkan. Semuanya masih butuh waktu untuk berubah menjadi lebih baik. Setidaknya, ada hal yang bisa gue selesaikan terlebih dulu, yakni berdamai dengan sahabat gue, Arko. Sebuah beban pikiran yang akhirnya bisa gue lepaskan dari balik tempurung kepala gue.

Sore itu adalah hari yang telah disepakati oleh kami semua. Kebetulan Emi memilih tempat yang sangat dekat dengan kantor gue. Tinggal jalan kaki sekitar 3 menitan, kami sudah langsung sampai di lokasi. Emi sudah melakukan reservasi di tempat makan tersebut sebelumnya.

Emi dan gue adalah yang pertama datang di sana. Nggak lama di susul Vino bersama istrinya Azi, kemudian Adityo dan Drian yang datang berdua karena kebetulan kantor mereka dekat lokasinya. Adityo nggak membawa pacarnya karena mungkin dirasa pacarnya pun belum terlalu berperan di band ini. Terakhir, Arko datang bersama istri dan anak laki-lakinya.

Sungguh ajaib ketika gue melihat anaknya, rasa kesal, amarah, dan mangkel dihati pada Arko dan istrinya langsung hilang begitu saja. Gue benar-benar bisa langsung luluh hanya dengan melihat keceriaan seorang anak kecil berusia 2 tahun itu.

Awal mula kedatangan Arko, suasana masih sangat canggung. Maklum saja, lebih dari satu tahun kami nggak kontak sama sekali. Padahal sebelum masalah ini terjadi, hampir setiap hari kami saling memberi kabar, sekedar bercanda atau ngobrol-ngobrol santai via chat atau telpon. Anak-anak yang lain pun seperti ikut dalam suasana canggung tersebut. Mana diluar hujan deras, jadi membuat suasana ruangan yang sudah sejuk karena AC menjadi semakin dingin dan membekukan isi kepala.

Percakapan awal sangat-sangat canggung. Nggak banyak kalimat yang keluar dari mulut kami semua sampai makanan minuman yang kami pesan datang. Sambil makan, percakapan baru berjalan lebih cair dan nyaman buat kami semua. Emi kebanyakan diam. Kalau Vino dan istrinya jangan ditanya, mereka diam aja, hanya saling berbisik entah membicarakan apa.

khodzimzz
caporangtua259
itkgid
itkgid dan 24 lainnya memberi reputasi
25
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.