Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2229
Lebih Baik Menghindar

Selama Mama umroh itulah, banyak momen antara gue dan adik gue yang membuat gue semakin tertekan dan semakin nggak betah untuk berada di rumah gue sendiri. Rumah orang tua gue sendiri lebih tepatnya.

Tetapi di sisi lain, ada rasa nggak tega juga di dalam diri gue untuk meninggalkan adik gue sendiri di rumah dalam keadaan seperti itu. Pergolakan hati gue itu semakin menjadi ketika diri ini tetap merasa demikian, tetapi Mama nun jauh di sana masih terus menerus berusaha menghubungi gue untuk mengutamakan adik gue.

Gue sudah meminta Mama untuk fokus beribadah di sana. Jangan banyak menggunakan handphone atau media sosial untuk mikirin hal-hal yang berkaitan dengan urusan dunia.

Gue meminta Mama untuk fokus beribadah, mendekatkan diri dengan-Nya. Setiap kali gue ingatkan, Mama menurut. Tapi nggak sampai satu hari, Mama udah kembali menghubungi gue entah untuk urusan apa lagi. Begitu aja terus. Nggak percaya banget nitipin adik gue itu sama kakaknya.

Kesempatan ke tanah suci itu nggak selalu mudah didapatkan oleh setiap orang. Apalagi kalau urusannya dengan takdir umur. Gue bersyukur banget pernah punya kesempatan menginjakkan kaki gue di Tanah Suci dan melaksanakan ibadah umroh beberapa tahun lalu. Di sana gue udah nggak mikirin urusan dunia lagi, gue fokus untuk berdoa, beribadah, dan curhat ke Tuhan. Belum tau lagi gue, kapan gue ada rezeki harta atau rezeki umur untuk bisa kembali menginjakkan kaki disana lagi, Tanah Suci yang selalu dirindukan.

Mama bukannya nurut apa kata gue malah terus menerus mikirin gue dan adik gue di sini. Padahal ya kami baik-baik saja. Kalaupun jeleknya terjadi sesuatu, gue pasti akan memberitahu Mama.

Tanpa Mama terus menerus mengingatkan gue, gue juga paham hal tersebut. Ini Mama berasa kayak ninggalin adik gue sama cowok beg* yang nggak ada otaknya sama sekali. Ini yang membuat gue luar biasa kesal.

Hari-hari gue selama Mama umroh pun lebih banyak dihabiskan untuk menemani adik gue di rumah. Sebenarnya Dania sendiri nggak menyusahkan gue terlalu over sih. Karena kandungannya sudah besar, dia nggak banyak menuntut ini itu kecuali dirinya yang jadi semakin malas bergerak, jadi cuma lebih banyak tiduran di kasur. Tetapi selebihnya dia biasa aja, nggak sok manja dan sebagainya.

Hanya saja, gue menjadi terbatas ruang geraknya. Setiap kali gue terlihat mau keluar rumah, gue pasti ditanya mau kemana, gue keluar berapa lama, dan terakhir gue akan diwanti-wanti untuk pulang sore jangan malam hari. Ini gue berasa anak yang masih sekolah.

Pemikiran bebas gue pun selalu memberontak ugal-ugalan di otak ini. Uang-uang gue, badan-badan gue, otak-otak gue, ya terserah gue dong mau gue bawa kemana? Gue mau berapa lama keluar rumah dan mau pulang atau nggak pun itu urusan gue! Nggak ada tuh urusannya sama sekali dengan siapapun. Gue pun selalu menjawab demikian ke adik gue setiap kali dia mulai mewanti-wanti gue.

Nanti nih, setiap kali gue menjawab seadanya tersebut (atau bisa dibilang nggak sesuai-lah dengan keinginan adik gue dan Mama), dia pasti menceritakan (atau mengadukan mungkin lebih tepatnya) apa yang terjadi di rumah ke Mama via chat. Mama yang jauh disana bisa tau tentang urusan rumah dari siapa lagi kalau bukan dari adik gue? Itu yang membuat Mama tak kunjung berhenti untuk terus mengingatkan dan menghubungi gue juga jadinya.

Setelah beberapa hari Mama di sana, gue udah mulai nggak betah dibeginiin.

“Lo gimana sih? Ngerti nggak sih lo kalau Mama itu lagi umroh? Biarin Mama tenang gitu ibadahnya. Jangan digangguin terus. Ngapain sih lo malah ngehubungin terus? Mentang-mentang pulsa di sana udah murah gitu, makanya lo nggak berenti-berenti ngehubungin Mama?” tanya gue. Kepala gue geleng-geleng teratur. Saat itu gue pas banget melihat adik gue lagi ngetik pesan (lainnya lagi) untuk Mama.

“Yeee, makanya lo-nya jangan kayak gitu dong Kak. Kalau ditanya yang jelas jawabnya. Kalau udah janji ya lo tepatin dong. Kalau udah diingetin tuh nurut. Jangan seenaknya begitu jadi orang. Di rumah sini tuh nggak ada orang. Kalau lo cabut, gue sama siapa di sini? Gimana sih lo!” ujar Dania. Dia tetap keras kepala.

“Ya minta suami lo yang selalu lo banggakan dan belain itu lah buat berkorban kesini. Dia ambil cuti dulu kan bisa. Nggak usah jadi orang susah dan jadinya nyusahin orang lain. Lo kan udah nikah, bukannya berunding berdua yang bener, malah nyusahin orang lain.”

“Yee lo mikir dong Kak! Dia kan kerjanya di Bandung. Kerjaan dia itu nggak bisa cuti sembarangan. Soalnya KERJAAN DIA JELAS! Emangnya lo! Kerjaan lo nggak jelas! Bisa kapan aja ke kantor atau bahkan nggak ke kantor sama sekali. Aneh aja gue, orang kayak lo begitu masih aja dipertahanin di kantor. Kalau gue jadi bos lo mah gue udah nggak mau memperkerjakan lo lagi kali. Punya karyawan nggak jelas begitu. Gue jadi curiga, lo beneran kerja apa nggak sih sebenernya. Emang beneran ada kantor yang biarin karyawannya kayak begitu? Walaupun dia freelance ya, gue nggak pernah denger tuh.”

“Haha. Yaudah, anggep aja kerjaan gue emang nggak jelas… Tapi setidaknya barang-barang yang gue punya sekarang ini hasil jerih payah gue sendiri. Semuanya hasil dari pekerjaan serabutan gue yang lo dan Mama anggep nggak jelas itu. SEMUANYA GUE BELI NGGAK PAKE NGUTANG! NGGAK PAKE NYICIL! CASH! Suami lo bisa beliin lo mobil? Oh jangankan mobil ya, bikin keputusan buat izin cuti aja nggak mampu ya….” ucap gue dengan nada sangat angkuh.

“Kenapa ukurannya jadi ke harta melulu sih? Ya kan emang kantornya strict kok. Bukan maunya dia. Kantor yang bener ya begitu lah!” Dania masih berusaha nggak mau kalah dan terus berusaha menjatuhkan gue.

“Kenapa gue selalu bawa-bawa harta? Ya karena lo sama Mama pun kalau lagi mojokin gue, selalu menyangkut pautkan dengan harta. Kalian selalu bilang kerjaan gue nggak jelas lah, gue nggak serius lah, gue pacaran mulu lah. Apa lagi tujuan kalian bersikap seperti itu kalau bukan karena mau nembak gue karena gue DINILAI nggak bisa menghasilkan sesuatu yang ‘kelihatan’ kan? Karena kalian mikirnya dihabisin buat foya-foya? Nah sekarang kalau begini keadaannya gimana? Gue udah bisa loh nunjukin sesuatu yang ‘kelihatan’ di mata kalian. Tapi ujung-ujungnya apa? Masih aja kan gue dibilang nggak jelas?”

Gue beranjak dari meja makan dan mulai memakai jaket motor gue. “Sekarang aja lo yang sudah lebih hebat dari gue dengan menikah ini, masih tetep nyusahin gue dengan minta gue untuk jagain lo. Coba lo pikir, masa lo masih mau percaya sama orang yang nggak jelas kayak gue? Beg* kan namanya kalau begitu? Belajar beg* dari mana lo? Suami lo yang ngajarin ya?”

“HEH! UDAH DEH KAK! LO ADA MASALAH APA SIH SAMA ADIT? DARI TADI KERJAANNYA NYALAHIN DIA MULU?! LO NGGAK SUKA SAMA DIA? KENAPA BARU BILANG SEKARANG?” Gue tau kok kalau adik gue marah-marah begini pas dia lagi hamil tua tuh nggak baik banget untuk kesehatan kandungannya. Tapi gue juga di sini lelah untuk terus menerus direndahkan sama mereka.

“Haha. Tenang. Gue ikhlas kok dengan pernikahan lo itu. Gue nggak ada masalah sama Adit. Yang gue permasalahin adalah keputusan gobl*k kalian berdua yang memilih LDM tetapi tetap mengandalkan keberadaan orang lain TANPA PERSETUJUAN ORANG TERSEBUT. Nah orang itu gue kalau lo mau jelas. Terus saat orang itu nggak menyanggupinya, lo malah marah dan nyalahin orang tersebut. Parahnya, lo yang DINILAI SUDAH LEBIH DEWASA DARI GUE INI, malah MENGADUKAN GUE KE MAMA! Haha. Lawak banget! Suami lo diem aja ya liat istrinya kelakuannya begitu? Dia takut sama istri apa emang nggak teges aja orangnya?”

“……..”

“Marah kan suami lo gue katain kayak begitu? Dia itu orang lain loh! Oke sekarang kalian itu sudah jadi sepasang suami istri tapi dia bukan satu darah sama kita! Tetapi apa? Lo sakit hati kan denger suami lo dikatain begitu sama gue? Sekarang menurut lo aja, gimana perasaan gue setiap kali kalian mojokin gue, ngatain gue, teriakin gue, dan bersikap seakan gue itu orang yang mending mati aja karena hidup gue nggak guna? Gimana? Lo sebagai adiknya tega ngomong begitu ke kakak kandung lo sendiri? Iya?”

“……..”

“Kok diem? Kenapa? Masih ngerasa omongan gue nggak logis karena gue nggak sesukses dan sehebat suami lo? Kalian kalau lagi bersikap kasar, ngatain-ngatain gue, dan bawa-bawa Emi tuh mikir perasaan kita nggak? Inget nih ya. SETIAP PERMINTAAN KALIAN, PASTI GUE TURUTIN. Lo minta bantuan apa pasti gue dan Emi laksanain. Kami nggak pernah ngeluh atau nolak permintaan kalian. Tapi setelahnya, seluruh kebaikan yang gue dan Emi lakuin itu dibuang mentah-mentah sama lo. Kembali mikirin kepentingan diri lo sendiri dan kembali HANYA MELIHAT kejelekan-kejelekan hidup gue aja untuk lo jadiin senjata lo.”

“Eh tapi kan Kak—”

“Apa? Mau jawab apa lo sekarang? Karena lo lagi hamil makanya lo minta dingertiin dan dimaklumin? Emang lo udah hamil dari jaman lamaran dulu? Nggak kan? Terus kalau sekarang lo hamil, jadi lo bisa suka-sukanya berkata-kata tanpa mikirin perasaan orang lain? Eh bukan perasaan orang lain malah, tapi perasaan kakak kandung lo sendiri? Boleh begitu? Kenapa? Karena gue udah nggak berhak atas diri lo lagi makanya lo bebas begitu? Makanya lo bebas manas-manasin Mama untuk ikut-ikutan belain lo? Iya gitu?”

“Lo kok sekarang malah kayak orang nggak ikhlas gitu sih bantuin selama ini? Lo nggak ikhlas gue nikah duluan? Lo nggak mau nerima anak gue? DIA INI CALON KEPONAKAN LO JUGA KAK!

“Lo bilang gue nggak ikhas bantuin lo? Sekarang tunjukin ke gue KAPAN GUE KURANG BERKORBAN BUAT KEPENTINGAN LO DAN MAMA? TERUTAMA UNTUK KEPENTINGAN LO! KAPAN? Yang ada malah gue yang selalu nggak dipikirin sama lo dan Mama. Mama jadinya kayak ngerasa cuma punya satu orang anak dan jadi nggak adil sama gue. Apa-apa pasti untuk lo, HARUS mikirin lo, HARUS berkorban buat lo, dan HARUS ngalah untuk lo. Apa-apa pasti gue yang nggak jelas. Dan apa-apa pasti salah Emi. Terus jeleknya nih, nanti kalau misalnya apa yang lo mau nggak bisa lo dapetin, lo PASTI cerita sama Mama, dan pasti pake bumbu penyedap. Biar Mama bisa negur gue, marahin gue, terus bikin gue nurutin apa keinginan lo itu. Sekarang MASIH BILANG GUE NGGAK IKHLAS? MASIH BILANG GUE NGGAK BERKORBAN BUAT LO HAH?”

“Terserah lo aja deh Kak! Suka-sukanya banget ngomong kayak begitu! Mikir ngawur begitu! Mana ada gue kayak begitu! Emang ya, makin kesini lo makin ngaco aja pikirannya. Makin lama sama Emi, lo malah jadi makin nggak jelas arah pemikirannya.”

“NAH BENER KAN KATA GUE TADI APAAN?! Ujung-ujungnya jadi bawa-bawa Emi. Apa-apa pasti salahnya Emi. Terus aja kalian kerjaannya suudzon sama Emi. Emi nggak salah apa-apa dan nggak ngapa-ngapain malah dijadiin kambing hitam penyebab perubahan di hidup gue. Kalian nggak mikir apa kalau kalian bisa ada di titik ini pun nggak luput dari bantuan Emi juga? Sekarang dia lagi bantuin gue nyelesein S2 gue. Dulu juga dia bantuin nyelesein skripsi lo. Dia juga beberapa kali bantuin keluarga kita. Kalian nggak mikir kesana? Kalian buta apa pura-pura lupa? Kalian mikir itu semua dibantuin siapa? SETAN? Terus dari segi apa kalian bisa berpikir kalau Emi bawa pengaruh buruk di hidup gue? Apaan? Itu mah bener, murni karena lo sama Mama aja yang mikirnya kalau gue nggak sesuai pemikiran kalian, gue pasti SALAH. Kebetulan ada Emi, akhirnya dia deh dijadiin sasaran untuk disalahin.”

“……..”

“Tapi kalau misalnya keadaannya dibalik, lo yang berubah karena suami lo nih, apa gue dibolehin ya sama Mama untuk memperlakukan lo kayak sebagaimana lo memperlakukan gue sekarang?”

“Sekarang lo mau bales dendam Kak? Segala ngajak mikir begitu…..”

“Udah lah. Gue nggak suka bales dendam begitu. Intinya mah kalian juga tetep manusia, cuma butuh orang yang disalahkan disetiap penyikapan terhadap masalah. Solusi mah belakangan, yang penting salahin orang dulu. Lama-lama bisa gila gue kalau apa-apa disalahin sama orang-orang yang sebenernya kehidupannya juga nggak sempurna-sempurna amat kayak lo.” Gue menuju pintu keluar dengan membantingnya sekuat tenaga. Daripada gue makin ribut sama adik gue yang pastinya nanti akan membawa pikiran negatif dan kemungkinan akan berimbas pada kandungannya, lebih baik gue keluar rumah.

Gue tinggal nunggu, kali ini ada chat kayak gimana lagi dari Mama ke gue terkait uneg-uneg gue ke adik gue tadi.

---

Gue berjalan menuju kampus gue seorang diri, tanpa Emi. Ini masih hari kerja dan jam kerja, Emi lagi sibuk di kantor. Kali ini gue ke kampus bukan untuk melanjutkan tesis gue yang entah udah sampai mana sekarang, tetapi gue kesini sekedar untuk mencari ketenangan aja. Lagipula gue menuju ke kampus S1 gue, bukan kampus S2 yang berbeda lokasi.

Kenapa gue kesini dan bukannya ke tempat lain yang lebih dekat atau lebih fancy? Karena hanya di tempat inilah banyak memori indah gue terukir. Lagipula gue lebih bangga menjadi civitas akademika di kampus S1 gue ini dibandingkan kampus S2 gue yang sangat high class itu. Ada banyak alasan di baliknya.

Intinya gue kesini bukan untuk melampiaskan kekesalan gue atau mencoba membangkitkan memori-memori indah tersebut. Gue kesini murni hanya untuk menenangkan diri di perpustakaan utama kampus gue. Tempat gue biasa menghabiskan waktu dengan Emi juga. Walaupun terasa sepi datang kesini tanpa Emi, tetapi kayaknya memang kondisi begini yang saat ini gue butuhkan. Sesekali gue butuh waktu untuk menyendiri, sekedar untuk menjernihkan pikiran gue.
Diubah oleh yanagi92055 08-07-2020 17:29
khodzimzz
caporangtua259
itkgid
itkgid dan 27 lainnya memberi reputasi
28
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.