- Beranda
- Stories from the Heart
Misteri Hutan Tawengan
...
TS
indrag057
Misteri Hutan Tawengan
Spoiler for Warning!:
WARNING!!!
Thread Orisinil! Dilarang keras mengcopy, mengutip, memperbayak, dan atau mempublikasikan seluruh atau sebagian isi dari thread ini dalam bentuk apapun dan di media manapun tanpa terkecuali! Bagi yang melanggar akan dikenakan tindakan tegas!
Thread Orisinil! Dilarang keras mengcopy, mengutip, memperbayak, dan atau mempublikasikan seluruh atau sebagian isi dari thread ini dalam bentuk apapun dan di media manapun tanpa terkecuali! Bagi yang melanggar akan dikenakan tindakan tegas!
MISTERI HUTAN TAWENGAN(TAMAT)

Anggada dan Angginita, dua orang kakak beradik kembar, merupakan novelis terkenal yang sudah menerbitkan puluhan novel best seller dengan nama pena Angganita, gabungan dari kedua nama mereka.
Spesialisasi mereka adalah cerita cerita horor dan misteri. Dan karena totalitas mereka dalam berkarya, tak jarang mereka harus mengunjungi lokasi lokasi yang dikenal angker untuk mendapatkan inspirasi dalam membuat cerita.
Hingga suatu saat, berawal dari sebuah thread sederhana yang di unggah di sebuah media sosial, membawa mereka ke sebuah petualangan mistis yang tak akan pernah mereka lupakan seumur hidup.
Bagaimana kisah petualangan mereka? Simak kisahnya di bawah ini.
INDEKS
Quote:
Part 1 :Angga dan Anggi
Part 2 :Tekad Anggi, dan Keresahan Permadi
Part 3 :Firasat Angga, dan Pesan Ditengah Perjalanan
Part 4 :Obrolan di Warung Kopi
Part 5 :Hutan Kabut Merah, Bayangan Hitam, dan Suara Bisikan
Part 6 :Permadi
Part 7 :Kesialan Anggi
Part 8 :Malam Mencekam
Part 9 :[Masih] Malam Mencekam
Part 10 :Permadi dan Wak Salim
Part 11 :Cerita Anggi
Part 12 :Pertarungan Angga
Part 13 :Permadi dan Mas Parto
Part 14 :Kisah Kelam Masa Lalu
Part 15 :Jurang Bangkai
Part 16 :Angga dan Perempuan Penghuni Jurang Bangkai
Part 17 :Makam Nyi Asih
Part 18 :Pertemuan
Part 19 :Pertarungan
Part 20 :Akhir Pertarungan
Part 21 :Akhir Dari Sebuah Kisah
Part 2 :Tekad Anggi, dan Keresahan Permadi
Part 3 :Firasat Angga, dan Pesan Ditengah Perjalanan
Part 4 :Obrolan di Warung Kopi
Part 5 :Hutan Kabut Merah, Bayangan Hitam, dan Suara Bisikan
Part 6 :Permadi
Part 7 :Kesialan Anggi
Part 8 :Malam Mencekam
Part 9 :[Masih] Malam Mencekam
Part 10 :Permadi dan Wak Salim
Part 11 :Cerita Anggi
Part 12 :Pertarungan Angga
Part 13 :Permadi dan Mas Parto
Part 14 :Kisah Kelam Masa Lalu
Part 15 :Jurang Bangkai
Part 16 :Angga dan Perempuan Penghuni Jurang Bangkai
Part 17 :Makam Nyi Asih
Part 18 :Pertemuan
Part 19 :Pertarungan
Part 20 :Akhir Pertarungan
Part 21 :Akhir Dari Sebuah Kisah
Diubah oleh indrag057 18-12-2021 15:26
tantinial260780 dan 105 lainnya memberi reputasi
102
45.9K
Kutip
581
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
indrag057
#191
Part 20 : Akhir Pertarungan
Quote:
"Kalian....!!!!! Beraninya mengganggu anak keturunanku!!!!" suara serak menggelegar keluar dari mulut Anggi. Lalu disertai dengan tiupan angin kencang dan hawa panas menyengat, tubuh itu melesat cepat, menerjang barisan pasukan siluman monyet yang masih tersisa.
Gerakan yang sangat cepat, sampai sulit untuk diikuti dengan mata telanjang. Memukul, menendang, menyambar, dan melempar apapun yang ada di depan matanya.
Barisan siluman monyet itupun kocar kacir dibuatnya. Terlempar, terbanting, terhempas, terkapar, dan terinjak injak. Jerit mereka yang terkena serangan melengking setinggi langit. Bangkai monyet bergelimpangan, pohon pohon bertumbangan. Darah hitam berbau busuk membanjir. Rombongan dari desa Patrolan itu dengan susah payah mencoba menyingkir untuk menyelamatkan diri.
"Grrrrooooaaarrrrrrrr.........!!!!!" geraman dahsyat menggema dari balik kegelapan, disusul dengan kemunculan lima sosok siluman monyet yang tubuhnya lebih besar dari monyet monyet yang sebelumnya. Sepertinya mereka adalah pemimpin dari pasukan itu.
Wajah bengis dengan mata memerah dan taring yang panjang berkilat kilat tajam, sosok sosok itu benar benar menyeramkan. Lengan lengan panjang dan kokoh dengan cakar cakar yang tajam siap mencabik cabik tubuh lawan.
Kelima sosok itu segera mengepung Anggi. Namun yang dikepung tak gentar sedikitpun. "Bagus kalian datang! Jadi aku tak perlu susah payah untuk mencari dan menghabisi kalian!"
"Wuuusssss.....!!!!" sosok bayangan lain melesat dan berdiri di samping Anggi.
"Aku siap membantumu, nyi guru!" Nengsih, sosok itu berkata, sambil memasang kuda kuda, siap menyambut serangan lawan.
"Nengsih...?!" Permadi tercekat, tak mengira istrinya akan senekat itu.
"Jangan," mbah Mo mencegah saat Permadi ingin bergerak. "Dia tahu apa yang ia lakukan. Kau hanya akan merepotkan mereka jika bermaksud untuk ikut campur."
Permadi mendengus. Kedua tangannya terkepal. Baru saja ia bertemu sang istri setelah berpisah selama bertahun tahun, kini harus menyaksikan sang istri bertaruh nyawa di depan matanya.
Namun Permadi tak bisa berbuat banyak. Pertarungan dahsyat kembali terjadi di depan matanya. Dan benar kata mbah Mo. Ia hanya akan merepotkan jika ikut campur. Nengsih yang bertubuh mungil dan terlihat lemah, ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa. Pukulan dan tendangan dari kaki dan tangan mungilnya sanggup membuat siluman yang badannya dua kali lebih besar itu jungkir balik dan bergelimpangan. Sedangkan Anggi, tak perlu dipertanyakan lagi. Karena saat ini hanya raganyalah yang berwujud Anggi, sedang jiwa yang merasukinya adalah jiwa nyi Asih.
Lima lawan dua, bukanlah pertarungan yang seimbang. Dan justru yang dua itu yang berada diatas angin. Tiga dari yang lima itu telah jatuh terkapar dan tak mampu untuk bangkit lagi. Sedang yang dua lagi masih tak mau menyerah, meski sadar, kecil kemungkinan untuk menyerang.
"Kita selesaikan sekarang, muridku!" kata Anggi (atau nyi Asih), menoleh ke arah Nengsih.
"Baik, nyi guru," jawab Nengsih sambil kembali memasang kuda kuda.
Disertai geraman dahsyat, kedua makhluk menyeramkan itu menerjang maju. Satu menyerang Nengsih, yang diambut oleh Nengsih dengan sebuah pukulan yang tepat mendarat di kepala makhluk itu. Terdengar suara berderak keras, disusul dengan robohnya sosok itu dengan kepala yang hancur tak berbentuk lagi.
Sedang yang satu lagi menyerang Anggi. Gadis itu berkelit menghindar, sambil tangannya menyambar kepala si makhluk, lalu memuntirnya dengan keras. Tanpa sempat meraung atau melengking lagi, makhluk itu roboh dengan kepala yang terpisah dengan tubuhnya.
Berakhir sudah pertarungan malam itu. Permadi segera menghambur memeluk sang istri, yang diambut dengan erat oleh Nengsih. Sedang Angga, masih tercekat melihat tubuh sang adik masih melayang dan bergerak pelan menghampiri mbah Mo.
"Nyi," mbah Mo berseru lirih. "Terima kasih telah membantu kami malam ini."
"Anakku!" suara itu masih terdengar serak dan berat.
"Permadi," mbah Mo menoleh ke arah Permadi. Sosok Anggi segera melayang mendekati Permadi dan memeluknya.
"Ibu," Permadi membalas pelukan itu, membuat Angga terjengah. Seumur umur ia belum pernah melihat Anggi memeluk laki laki. Tapi......, ah, sudahlah. Semua kejadian ini benar benar diluar nalar Angga.
"Anakku," isak tangis terdengar pelan. "Kau sudah besar nak."
"Ibu," tanpa malu malu lagi Permadi juga menumpahkan air matanya.
Sementara itu, di waktu yang sama namun tempat yang berbeda, pak Bayan tersentak dari lamunannya. Terdengar erangan lirih dari mulut mbah Atmo yang terbaring di atas dipan.
Pak Bayan beringsut mundur, saat menyadari ada perubahan dari tubuh mbah Atmo. Tubuh yang awalnya hanya tinggal tulang berbalut kulit itu kini tampak membesar, kekar dengan otot otot yang bertonjolan di lengannya. Bulu bulu halus mulai tumbuh di sekujur tubuhnya, dan makin lama makin memanjang, jadi menyerupai rambut kasar berwarna hitam kemerahan.
Seiring dengan itu, perubahan lain juga terjadi. Dahi laki laki itu berubah jadi sedikit menonjol, matanya membulat dan semakin cekung, hidungnya mengecil, dan dagunya sedikit memanjang. Rambut rambut halus juga tumbuh di wajah itu.
Perubahan terus terjadi. Lengan laki laki tua itu memanjang, kakinya yang memendek, dengan jari jari kaki yang justru memanjang. Kuku kuku jari kaki dan tangannya berubah menjadi cakar, panjang dan tajam.
"Grrrrrrrrrrrrrrrrr......!!!!!" mbah Atmo yang sudah berubah menjadi sosok menyeramkan itu menggeram dan bangkit dari tidurnya. Dipan tempatnya tadi berbaring berderak hancur berkeping keping, tak sanggup menahan berat tubuhnya.
"Auuuuuuuuuu......!!!!" makhluk itu mengaum sambil menengadahkan wajahnya. Pak Bayan tanggap. Inilah waktunya. Laki laki setengah baya itu mencabut dan menghunus keris pemberian mbah Mo.
Hanya menghunusnya, setelah itu tak ada gerakan lain lagi. Tatapan mata merah dari makhluk itu membuatnya tercekat, tak mampu berbuat apa apa. Bahkan untuk mengedipkan matanyapun pak Bayan sudah tak sanggup.
Makhluk itu menggeram marah saat menatap keris yang ada di tangan pak Bayan. Tangan makhluk itu melayang, menyambar tubuh pak Bayan, membuat laki laki itu terhempas ke sudut ruangan.
"Ugh..." pak Bayan melenguh saat mencoba untuk bangkit, lalu tubuhnya kembali roboh. Darah kental mengalir dari sudut bibir dan kedua lubang hidungnya.
"Grrrrrrrr......!!!" kembali makhluk itu menggeram, sambil menengadahkan wajah dan menepuk dada dengan kedua tangan kekarnya.
"Bruaaakkk...!" pintu kamar terdobrak. Seseorang menerobos masuk, bergulingan di lantai, menyambar keris di tangan pak Bayan, dan.....
"Jreeeeebbbb.....!!!!" keris itu menancap tepat di jantung makhluk itu. Makhluk hitam besar itu melolong tinggi, merasakan sakit yang teramat sangat. Perempuan berbaju kumal itu semakin dalam menancapkan kerisnya. Makhluk itu semakin melolong, lengannya berserabutan kian kemari, menyambar tubuh perempuan yang menusuknya, lalu melemparnya ke sudut ruangan, jatuh menimpa tubuh pak Bayan yang sudah pingsan duluan.
Makhluk itu terhuyung ke depan, lalu ambruk dan tak bergerak lagi.
Gerakan yang sangat cepat, sampai sulit untuk diikuti dengan mata telanjang. Memukul, menendang, menyambar, dan melempar apapun yang ada di depan matanya.
Barisan siluman monyet itupun kocar kacir dibuatnya. Terlempar, terbanting, terhempas, terkapar, dan terinjak injak. Jerit mereka yang terkena serangan melengking setinggi langit. Bangkai monyet bergelimpangan, pohon pohon bertumbangan. Darah hitam berbau busuk membanjir. Rombongan dari desa Patrolan itu dengan susah payah mencoba menyingkir untuk menyelamatkan diri.
"Grrrrooooaaarrrrrrrr.........!!!!!" geraman dahsyat menggema dari balik kegelapan, disusul dengan kemunculan lima sosok siluman monyet yang tubuhnya lebih besar dari monyet monyet yang sebelumnya. Sepertinya mereka adalah pemimpin dari pasukan itu.
Wajah bengis dengan mata memerah dan taring yang panjang berkilat kilat tajam, sosok sosok itu benar benar menyeramkan. Lengan lengan panjang dan kokoh dengan cakar cakar yang tajam siap mencabik cabik tubuh lawan.
Kelima sosok itu segera mengepung Anggi. Namun yang dikepung tak gentar sedikitpun. "Bagus kalian datang! Jadi aku tak perlu susah payah untuk mencari dan menghabisi kalian!"
"Wuuusssss.....!!!!" sosok bayangan lain melesat dan berdiri di samping Anggi.
"Aku siap membantumu, nyi guru!" Nengsih, sosok itu berkata, sambil memasang kuda kuda, siap menyambut serangan lawan.
"Nengsih...?!" Permadi tercekat, tak mengira istrinya akan senekat itu.
"Jangan," mbah Mo mencegah saat Permadi ingin bergerak. "Dia tahu apa yang ia lakukan. Kau hanya akan merepotkan mereka jika bermaksud untuk ikut campur."
Permadi mendengus. Kedua tangannya terkepal. Baru saja ia bertemu sang istri setelah berpisah selama bertahun tahun, kini harus menyaksikan sang istri bertaruh nyawa di depan matanya.
Namun Permadi tak bisa berbuat banyak. Pertarungan dahsyat kembali terjadi di depan matanya. Dan benar kata mbah Mo. Ia hanya akan merepotkan jika ikut campur. Nengsih yang bertubuh mungil dan terlihat lemah, ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa. Pukulan dan tendangan dari kaki dan tangan mungilnya sanggup membuat siluman yang badannya dua kali lebih besar itu jungkir balik dan bergelimpangan. Sedangkan Anggi, tak perlu dipertanyakan lagi. Karena saat ini hanya raganyalah yang berwujud Anggi, sedang jiwa yang merasukinya adalah jiwa nyi Asih.
Lima lawan dua, bukanlah pertarungan yang seimbang. Dan justru yang dua itu yang berada diatas angin. Tiga dari yang lima itu telah jatuh terkapar dan tak mampu untuk bangkit lagi. Sedang yang dua lagi masih tak mau menyerah, meski sadar, kecil kemungkinan untuk menyerang.
"Kita selesaikan sekarang, muridku!" kata Anggi (atau nyi Asih), menoleh ke arah Nengsih.
"Baik, nyi guru," jawab Nengsih sambil kembali memasang kuda kuda.
Disertai geraman dahsyat, kedua makhluk menyeramkan itu menerjang maju. Satu menyerang Nengsih, yang diambut oleh Nengsih dengan sebuah pukulan yang tepat mendarat di kepala makhluk itu. Terdengar suara berderak keras, disusul dengan robohnya sosok itu dengan kepala yang hancur tak berbentuk lagi.
Sedang yang satu lagi menyerang Anggi. Gadis itu berkelit menghindar, sambil tangannya menyambar kepala si makhluk, lalu memuntirnya dengan keras. Tanpa sempat meraung atau melengking lagi, makhluk itu roboh dengan kepala yang terpisah dengan tubuhnya.
Berakhir sudah pertarungan malam itu. Permadi segera menghambur memeluk sang istri, yang diambut dengan erat oleh Nengsih. Sedang Angga, masih tercekat melihat tubuh sang adik masih melayang dan bergerak pelan menghampiri mbah Mo.
"Nyi," mbah Mo berseru lirih. "Terima kasih telah membantu kami malam ini."
"Anakku!" suara itu masih terdengar serak dan berat.
"Permadi," mbah Mo menoleh ke arah Permadi. Sosok Anggi segera melayang mendekati Permadi dan memeluknya.
"Ibu," Permadi membalas pelukan itu, membuat Angga terjengah. Seumur umur ia belum pernah melihat Anggi memeluk laki laki. Tapi......, ah, sudahlah. Semua kejadian ini benar benar diluar nalar Angga.
"Anakku," isak tangis terdengar pelan. "Kau sudah besar nak."
"Ibu," tanpa malu malu lagi Permadi juga menumpahkan air matanya.
***
Sementara itu, di waktu yang sama namun tempat yang berbeda, pak Bayan tersentak dari lamunannya. Terdengar erangan lirih dari mulut mbah Atmo yang terbaring di atas dipan.
Pak Bayan beringsut mundur, saat menyadari ada perubahan dari tubuh mbah Atmo. Tubuh yang awalnya hanya tinggal tulang berbalut kulit itu kini tampak membesar, kekar dengan otot otot yang bertonjolan di lengannya. Bulu bulu halus mulai tumbuh di sekujur tubuhnya, dan makin lama makin memanjang, jadi menyerupai rambut kasar berwarna hitam kemerahan.
Seiring dengan itu, perubahan lain juga terjadi. Dahi laki laki itu berubah jadi sedikit menonjol, matanya membulat dan semakin cekung, hidungnya mengecil, dan dagunya sedikit memanjang. Rambut rambut halus juga tumbuh di wajah itu.
Perubahan terus terjadi. Lengan laki laki tua itu memanjang, kakinya yang memendek, dengan jari jari kaki yang justru memanjang. Kuku kuku jari kaki dan tangannya berubah menjadi cakar, panjang dan tajam.
"Grrrrrrrrrrrrrrrrr......!!!!!" mbah Atmo yang sudah berubah menjadi sosok menyeramkan itu menggeram dan bangkit dari tidurnya. Dipan tempatnya tadi berbaring berderak hancur berkeping keping, tak sanggup menahan berat tubuhnya.
"Auuuuuuuuuu......!!!!" makhluk itu mengaum sambil menengadahkan wajahnya. Pak Bayan tanggap. Inilah waktunya. Laki laki setengah baya itu mencabut dan menghunus keris pemberian mbah Mo.
Hanya menghunusnya, setelah itu tak ada gerakan lain lagi. Tatapan mata merah dari makhluk itu membuatnya tercekat, tak mampu berbuat apa apa. Bahkan untuk mengedipkan matanyapun pak Bayan sudah tak sanggup.
Makhluk itu menggeram marah saat menatap keris yang ada di tangan pak Bayan. Tangan makhluk itu melayang, menyambar tubuh pak Bayan, membuat laki laki itu terhempas ke sudut ruangan.
"Ugh..." pak Bayan melenguh saat mencoba untuk bangkit, lalu tubuhnya kembali roboh. Darah kental mengalir dari sudut bibir dan kedua lubang hidungnya.
"Grrrrrrrr......!!!" kembali makhluk itu menggeram, sambil menengadahkan wajah dan menepuk dada dengan kedua tangan kekarnya.
"Bruaaakkk...!" pintu kamar terdobrak. Seseorang menerobos masuk, bergulingan di lantai, menyambar keris di tangan pak Bayan, dan.....
"Jreeeeebbbb.....!!!!" keris itu menancap tepat di jantung makhluk itu. Makhluk hitam besar itu melolong tinggi, merasakan sakit yang teramat sangat. Perempuan berbaju kumal itu semakin dalam menancapkan kerisnya. Makhluk itu semakin melolong, lengannya berserabutan kian kemari, menyambar tubuh perempuan yang menusuknya, lalu melemparnya ke sudut ruangan, jatuh menimpa tubuh pak Bayan yang sudah pingsan duluan.
Makhluk itu terhuyung ke depan, lalu ambruk dan tak bergerak lagi.
*****
Diubah oleh indrag057 09-05-2022 06:55
tantinial260780 dan 39 lainnya memberi reputasi
40
Kutip
Balas
Tutup