Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2213
Menyangkal
“Jadi gini Zy. Udah lama sih kejadiannya. Jadi awalnya itu Lidya ngehubungi gue Zy. Dia cerita ada gosip di kampus kalau ‘Debby itu harusnya ada di posisi Emi, untuk mendampingi Bang Ija. Bang Ija itu juga tadinya ngejar-ngejar Debby mati-matian. Tetapi karena ga bisa dapetin Debby yang udah punya Bang Irfan dan Bang Herman, makanya Bang Ija jadi berpaling ke Emi. Soalnya Emi saat itu jomblo dan galau mulu. Jadi gampang didapetin… ’ Gue denger begitu nggak terima Zy. Ini udah dikasih bumbu dan pengawetnya banyak banget! Akhirnya gue konfirmasi lah ke Debby.”

“Terus lo ngehubungin Debby duluan jadinya?” tanya gue penasaran.

“Iya. Pas gue nelepon dia, gue konfirmasi ke dia kenapa bisa-bisanya ada gosip kayak begitu? Dia jelasin begini ‘Mungkin kalau nggak ada Emi dan gue membuka kesempatan untuk Kak Ija, gue PASTI UDAH ADA DI POSISI Emi sekarang. BUKAN EMI. Gue NGGAK AKAN NGERASA sendiri kayak sekarang. DAN EMI, bisa dapetin yang lebih baik UNTUK DIA! ’”

“Berarti dia ngarep banget dong buat mendampingi gue?”

“Bukan ngarep, tapi dia percaya sama omongan dukunnya dia…”

“Dukun?!” gue nggak percaya apa yang gue dengar barusan.

“Jadi begini, pas banget setelah kejadian itu, dukun kepercayaan keluarga dia mendadak menghubungi dia. Gue nggak tau sih ini cuma akal-akalan dia kalau memang mendadak kebetulan menghubungi dia atau dia duluan yang menghubungi dukunnya itu…..” Emi mengangkat piring yang selesai dipakai makan oleh gue.

Emi lalu lanjut bicara, “dia akhirnya curhat sama beliau tentang kondisi dia yang ternyata sesuai sama apa yang udah diprediksi sama beliau. Dia bilang jalan bakalan kayak begitu biar Debby dan Emi sama-sama bisa belajar dan memilah siapa yang harusnya ada di masa depan. Dukunnya juga bilang kalau Debby harus bantuin gue Zy.“

“Dukun mau bantuin apaan coba?”

“Hmm. Beliau minta Debby nyampein pesen dia ke gue tentang penerawangannya kalau…. Hmm. Seumur hidupnya, seorang Ija kalau nantinya menikah dengan Emilya, dia NGGAK AKAN PERNAH SETIA dan AKAN SELALU NYAKITIN HATI EMI. Kalau Emi nggak kuat, Emi bisa dibikin mati berdiri sama kelakuan Ija saking brengs*k-nya Ija.”

“APA-APAAN ITU BANGS*T! BISA-BISANYA DIA BILANG BEGITU! ITU FITNAH BESAR! ITU JUGA NAMANYA MERUSAK NAMA BAIK GUE LAH! BRENGS*K JUGA ITU DUKUNNYA! Terus lo percaya gitu aja Mi?” intonasi gue meninggi mendadak.

“Ya nggak lah Zy… Apalagi pas dia bilang kalau jalan terbaik untuk bikin orang kayak Ija sadar itu cuman dia bisa nemuin orang yang bisa handle dia. Dan mungkin orang yang bisa bantu Ija itu ya Debby! Jelas itu namanya mengarahkan bukan? Gue nggak seharusnya untuk percaya kan Zy?

“Jangan lah! Gila! Musyrik itu namanya kalau lo percaya omongan dukun kayak begitu! Lagian Kok bisa-bisanya jaman sekarang ada yang punya dukun di keluarga mereka dan masih percaya omongan dukunnya itu? Gila asli! Gila emang temen lo!”

“Gue juga nggak ngerti kenapa dia begitu, Zy… Maaf ya gue baru cerita sekarang.”

“Kalau lo cerita begini lebih dulu, gue nggak akan izinin lo untuk masuk ke kantor baru lo itu karena ada Debby di sana. Bangs*t banget jadi orang!”

“Zy. Omongan dukunnya beneran salah kan? Kamu nggak akan kayak begitu kan seumur idup kamu?”

“Nih begini nih yang gue nggak mau. Kalau apapun ada omongan jelek tentang gue, pasti ngerusak mindset lo dan bikin rusak kepercayaan lo yang emang udah rusak tentang gue. Gue sekarang nggak ngapa-ngapain. Gue udah kebanyakan yang dipikirin dengan semua masalah gue, masa gue masih mikir buat nyakitin lo lagi? Gue aja susah payah ngedapetin lo eh gue malah begitu.”

“Ya kali aja…”

“Berarti lo secara nggak langsung percaya kata-kata si anj*ng itu dong? LO MAU JADI MUSYRIK EMANG SEKARANG? HAH?!” ujar gue dengan nada sedikit menghentak.

“Nggak lah! Tapi kan segala kemungkinan masih bisa terjadi kan di masa depan? Lo sendiri yang suka bilang ‘Siapa yang tau di masa depan?’ Gimana gue bisa percaya begitu aja?”

“Mi….. Aku itu di sini sedang mencoba untuk memperbaiki keadaan kita loh. Tolonglah kamunya jangan begini mulu. Kamu selalu ngarahin aku ke arah yang bahaya. Ibaratnya, aku lagi anteng-anteng aja gara-gara nggak mau kecebur sungai lagi, eh kamu malah arahin aku ke pinggir sungai terus kamu dorong aku ke sungai itu lagi. Ya akhirnya aku bakalan hanyut lagi…. Gimana sih? Bukannya kamu bersikap bodo amat sama omongannya Debby dan kasih kesempatan untuk percaya sama aku, eh kamu malah ragu dan seakan kasih aku jalan untuk nyakitin kamu lagi.”

“Aku kan cuma mau antisipasi…”

“Ini bukan mau antisipasi namanya. Tetapi percaya sama omongan dukun bangs*t itu dan kamu secara nggak sadar juga udah nuduh aku jadinya. Aku nggak ngapa-ngapain, tapi dipancing gini terus. Giliran beneran aku iyain, kamunya nanti pasti baper nggak karuan. Mau kamu apaan jadinya?” Emosi gue terus meningkat.

“Aku cuma mau mastiin aja kalau nggak akan ada lagi. Kamu mau setia sama aku.” Ujarnya lirih sambil memejamkan mata.

“Ya semua butuh proses Mi. Nggak bisa instant. Emangnya mie? Makanya kamu juga bantu aku dong.”

“Iya….”

“Yaudah nggak usah ngebahas dukun-dukunan itu lagi. Ayo terus lanjutin. Tadi kan mau bahas kejadian di kantor? Kenapa jadi malah ngarah ke aku sih?”

“Iya. Ini aku lanjutin.”

Emi kembali bercerita bagaimana setelah kejadian curhatan urusan dukun tersebut, Debby kembali menghubungi dia untuk curhat. Gue bingung sama Emi, kenapa masih mau dengerin curhatan teman toxic-nya itu.

Emi cerita kalau Debby sudah kembali mencari pengganti dari dua pacarnya sebelumnya. Iya, cewek secantik Debby itu pada akhirnya ternyata ditinggalin sama kedua pacarnya yang dia pacarin sekaligus. MAMPUS! Dia nggak bisa ngerusak hubungan gue sama Emi, eh hubungan dia juga akhirnya rusak dan dia ditinggalin.

Gue udah prediksi sih, cewek kayak Debby ini bakalan gampang untuk ganti cowok baru lagi. Bener aja, dia curhat ke Emi kalau ternyata dia sedang dekat dengan dua orang cowok di kantornya. Pertama dengan seorang Supervisor dan satu lagi awalnya Debby nggak cerita apapun detailnya. Debby hanya bilang kalau keduanya suka sama Debby tetapi Debby hanya menaruh hati pada si Supervisor tersebut. Saat itu Emi memutuskan untuk nggak melanjutkan curhatannya dengan Debby tersebut.

Tetapi ketika dia sudah bergabung di kantor barunya, diperkenalkan dengan seluruh timnya, dan menjalani hari-hari di kantornya, akhirnya Emi tau siapa cowok yang dimaksud Debby tersebut. Yang bikin gue ikut kaget adalah fakta kalau Supervisor yang dimaksud Debby adalah Supervisor tim mereka yang notabene sudah berumah tangga dan dikaruniai empat orang anak. Sedangkan cowok lainnya yang dimaksud Debby adalah Security di kantornya, yang merupakan pacar dari Admin mereka, si Rina. Anak ini benar-benar tidak berubah. Bahkan lebih parah.

Lucunya yang gue dapetin saat ini adalah ketika dia bersikap kayak gitu, dia masih sempet-sempetnya ngingetin Emi kalau gue bukan orang baik dan bakalan meleng seumur hidup gue kalau terus berpasangan dengan Emi? Terus dia yang jadi orang ketiga di rumah tangga orang dan hubungan orang itu merasa dirinya lebih baik gitu? Gila banget ini anak.

Debby ternyata nggak berubah. Masih sama aja kayak dulu. Dulu dia sukses membuat dua sahabat baik, Herman dan Irfan, saling bermusuhan hingga kini, sekarang malah lebih gila lagi. Gue tau itu sangat salah, tapi gue nggak mau menghakimi Debby karena dia pasti punya alasan tersendiri dengan perbuatannya yang seperti itu.

“Jadi kalau begini ceritanya, berarti si Debby upgrade diri lah namanya! Dulu kepingin ngerusak hubungan orang yang lagi pacaran dan ngerusak persahabatan orang…. Nah sekarang target diri dia meningkat. Dia milih buat ngerusak hubungan pernikahan orang! Haha. Ini baru namanya the next level of kebrengs*kan! Kayak nggak puas gitu kalau nggak ngerusak hubungan orang! Haha. Sumpah gue nggak bisa bayangin kalau misalnya Debby digrebek sama bininya Pak Irwan!” ujar gue sambil tergelak.

“Ya jangan sampe lah Zy. Kasian.” Kata Emi mengiba.

“Kok kasian? Kasian bininya Pak Irwan?”

“Ya kasian Debby-nya lah. Kan dia yang digrebek. Who knows ternyata dia sebenernya nggak tau----”

“Nggak tau apaan? Nggak tau kalau Pak Irwan udah bapak-bapak? Nggak tau kalau Pak Irwan udah punya istri dan anak emapt? Bimo aja lho kalau Pak Irwan masih berkeluarga. Masa cewek macem Debby yang kerjaannya ngegosip di kantor malah nggak tau apa-apa? Masa iya lo masih mau mikir Debby nggak tau? Lo demen banget sih ngebelain Debby mulu! Udah tau disakitin sama dia terus juga! Rusak pikiran lo!”

“Lah? Kenapa malah gue yang diomelin sih?”

“Ya abis masih aja ngebelain si Debby bangs*t itu! Intinya dia itu salah. Apa yang dia lakuin sekarang ini salah! Udah stop. Nggak usah dibelain lagi! Lo aja marah kan kalau gue ketauan deket sama cewek lain dan lo berani nunjuk kalau gue salah. Terus kenapa lo udah tau kalau temen lo itu mau ngerusak hubungan orang tapi tetep teruuuus aja dibelain? Denial itu namanya!”

“………”

“Diem kan lo? Udahlah. Emang bangs*t aja pada dasarnya temen lo itu! Haha. Gue doain, biar dia digrebek sama istrinya Pak Irwan! Biar mampus! Enak aja ngatain gue nggak akan pernah setia. Kayak dia orang bener aja! Bangs*t! Si dukunnya tau ga tuh kalau si Debby punya bibit jadi pelakor di masa depan? Haha.”

“Ya mana aku tau. Udah ah jangan bahas dia begitu!”

“Nah kalau dukunnya nggak tau, berarti fix dukunnya kang tipu! Haha. Lagian hari gini masih percaya begituan. Masih jaman banget yak?”

Kami kembali fokus dengan laptop gue. Kami membahas dan mengoprek laptop gue biar senyaman laptop lama gue. Ketika gue sedang fokus dengan laptop gue, Emi tertidur di samping gue. Mendadak gue kepikiran sesuatu.

Gue jadi takut sendiri dengan ramalan dukun tersebut. Walaupun gue nggak sepenuhnya percaya dengan apa yang dikatakan dukunnya Debby tersebut. Hanya saja, gue tetep takut, apakah gue akan kuat dan tahan dengan godaan diluar sana yang bakalan makin terus luar biasa?

Emi pernah bilang kalau gue memiliki banyak kemampuan, bahkan sebenarnya gue sendiri nggak sadari. Apalagi dengan status akademik gue yang akan segera bertambah, itu akan membuat gue semakin kinclong di mata beberapa orang. Hanya Emi mungkin yang menganggap gue biasa-biasa aja. Ya wajar, karena ibaratnya, gue dipoles jadi kinclong kan sama dia.

Kemampuan menyanyi gue habis-habisan diasah lagi. Kemampuan gue menjadi seorang vokalis band sekaligus leader di band juga Emi yang asah lagi. Akademis? Inilah yang paling menonjol. Gue benar-benar habis-habisan digeber sama Emi. Umur boleh lebih tua gue. Tapi dari sisi logika berpikir akademis, pola belajar, cara menangani tugas-tugas yang ribet, sampai bikin presentasi, semuanya dipoles dan dibabat habis-habisan oleh Emi sampai titik dimana kemampuan tersebut bisa gue optimalkan.

Gue selalu nurut sama semua instruksi dia, karena gue sadar kemampuan gue jauh di bawah dia. Makanya gue mau coba mengejar ketertinggalan gue, walaupun nggak akan pernah setara dengannya sampai kapanpun. Ya setidaknya gue sudah berusaha untuk mengejar kemampuan akademis Emi.

Dulu gue sudah cukup bangga bisa ikutan dalam tim yang mewakili kampus ikutan lomba sains nasional, berangkat ke luar negeri karena menulis essay ilmiah, dan beberapa prestasi akademis lainnya. Tapi setelah ketemu sama Emi, gue berasa jadi nggak ada apa-apanya sama sekali.

Sayangnya, Emi adalah tipe orang yang nggak mau muncul dipermukaan. Dia jago dibelakang layar, mumpuni mengkreasi, cerdas mengarahkan, dan pintar memoles. Sementara gue sangat percaya diri kalau tampil dihadapan publik. Jadi, kolaborasi antara gue dan Emi itu seperti sutradara dan aktor.

Hal inilah yang membuat gue takut menjadi terbuai seperti yang sudah-sudah. Gue selalu takut karena orang selalu berpikir gue mampu dalam banyak hal. Padahal, semua itu bisa gue optimalkan kalau ada Emi disamping gue. Emi seperti sukses mencetak gue dengan atribut yang sekarang gue miliki, yang menurut orang oke banget. Apalagi, mungkin bagi sebagian orang atribut ini adalah modal besar banget untuk mendapatkan apa yang gue mau, terutama pasangan. Dilema ini terus berlangsung dalam benak gue.

Bukannya gue kebingungan mau cari siapa lagi, tapi justru sebaliknya. Ketika gue anteng-anteng aja, ada aja godaan yang masuk. Seperti contoh Fani kemarin yang sangat nggak terduga. Kejutan-kejutan seperti itulah yang sangat gue takutkan. Gue takut nggak bisa mengendalikan diri dan malah terbuai yang pada akhirnya membawa pada kehancuran hubungan gue dengan Emi, yang sebenarnya sudah banyak retakan dimana-mana.

Saat gue berusaha menambal retakan-retakan yang gue buat, selalu saja ada yang berusaha untuk merubuhkannya kembali. Caranya pun macam-macam dan kadang nggak terduga. Menurut gue, inilah ujian yang sebenarnya. Ketika diberikan kesusahan, itu ujian yang diketahui dan disadari. Tapi kalau ujiannya itu seperti rezeki berlebih atau kemudahan-kemudahan lainnya, ini yang bahaya. Karena kita nggak tau dan nggak sadar kalau sebenarnya sedang diuji.

“Gue cuma takut aja Mi. Kadangkala gue berpikir, dengan lo udah moles gue jadi kayak gini, ini malah jadi bumerang buat gue, dan akhirnya ngefek terus ke hubungan kita.” Ujar gue perlahan. Gue mengelus pipi dia perlahan. Gue nggak mau membangunkan dia. Dia pasti udah cape banget. Perjuangan dia untuk bekerja lebih berat daripada gue, mengingat jauhnya kantor dia dan harus berganti moda transportasi sampai beberapa kali setiap harinya.

“Itu ujian buat lo Zy.” Emi ternyata belum tertidur pulas. Emi masih bisa mendengar apa yang gue bilang tadi. “Tuhan tau yang terbaik buat lo, makanya lo dikasih ujian kayak begitu terus. Godaan berupa kenikmatan dunia yang sulit untuk lo tolak. Ujian dari Tuhan itu nggak melulu berupa kesusahan. Tetapi juga bisa berupa kenikmatan…… Kenapa? Ya bikin lo nanti jadi lupa bersyukur dengan nikmat-Nya. Ujian lebih berat itu kalau berupa kenikmatan, daripada berupa kesusahan.”

“Makanya Mi. Gue takut gue nggak sadar kalau gue sedang diuji sama Tuhan. Secara mental sepertinya gue juga belum siap yang begini. Apalagi yang lebih berat dari ini? Gue takut nanti kalau pas mau menikah, hubungan kita malah makin kacau. Gue takut banget kehilangan lo lagi Mi.” suara gue bergetar.

“Zy, gue itu sayang sama lo, selalu. Dan gue yakin kalau emang lo mau serius, pasti Tuhan bakalan kasih jalan. Bakalan ada kemudahan untuk usaha lo. Buktinya, ketika lo stuck pas laptop lo hilang, akhirnya lo dapat solusi dengan adanya Tante Lili. Kenapa? Karena lo serius berdua dan tulus niatnya ketika lo mau beli laptop lo itu. Lo pengen pake laptop lo untuk menyelesaikan tesis lo, lo mau serius ngerjain kerjaan lo, dan keseriusan lainnya yang bisa terbantu dengan adanya laptop itu. Akhirnya apa sekarang? Lo bisa kan dapet laptop lo itu?”

“……..” Gue nggak bisa menyangkal apapun lagi omongan dia. Apa yang dia bicarakan itu udah benar.

“Nah di hubungan kita pun sama Zy. Kalau emang lo serius dan beneran sayang sama gue, pasti kita dikasih kemudahan nantinya Zy. Cobaan kayak cewek-cewek yang lebih sempurna buat kita, jadi nggak ada harganya dimata lo. Ya kalau lo mau berusaha untuk benar-benar berubah. Nggak malah jadi mencari kemudahan untuk sedikit menikmati dikelilingi dan dikejar oleh mereka. Kalau misalnya suatu saat nanti kita dilanda kesusahan, jangan malah lo berpaling dari gue dan mencoba mencari pelarian ke mereka… Tetapi jujur dan terbuka sama gue, biar kita bisa saling memperbaiki diri kita berdua dan mencari solusinya bersama….”

“Iya Mi, gue ngerti. Makasih ya Mi udah selalu ngasih solusi terbaik kalau gue lagi kebingungan kayak begini. Lo itu selalu bisa bikin gue semangat lagi, pede lagi sama kemampuan gue, dan bikin gue percaya sama apa yang ada di dalam diri gue.”

Gue memeluk Emi dengan erat. Gue berniat di dalam hati gue kalau gue akan segera membicarakan hal-hal yang lebih serius lagi. Gue merasa ini waktu yang tepat. Gue merancang di dalam pikiran gue, akan gue mulai darimana omongan ini…

Tetapi kemudian… Ketika gue baru aja mulai merancang omongan, gue mendapat telpon dari Mama.

Tanpa mengucapkan salam apapun, Mama langsung marah-marah sama gue. Mama nyariin dimana keberadaan gue. Mama marah-marah Mama nggak suka gue masih aja pulang terlambat padahal Mama sudah mau berangkat umroh. “KAMU MASIH ADA MAMA AJA, NGGAK BERUSAHA PULANG CEPET BUAT NEMENIN DANIA? GIMANA NANTI KALAU MAMA LAGI UMROH? NGGAK PULANG-PULANG KALI KAMU! PACARAN TERUS AJA SAMA EMI! DANIA ITU SENDIRIAN JA! KAMU TUH MIKIR KEK!”

Sukses besar membuat mood gue rusak.

Dania yang LDR kenapa malah gue yang susah. Anj*ng banget kan? Bukannya gue nggak mau menjaga adik gue, tetapi cara menitipkan Dania kenapa harus seperti itu? Kenapa seolah gue ini adalah orang yang nggak becus jika beri amanah?

Kenapa juga menjadikan Emi sebagai penyebab ketidakbecusan gue ketika Emi nggak melakukan apapun yang merugikan mereka? Kalau emang mereka nggak percaya, ngapain nitipin ke gue kan? Toh gue udah dianggap susah diatur, nggak jelas hidupnya, dan segala-gala yang negatif lainnya. Sekarang malah masih minta tolong gue.

Udah untung gue masih menyanggupi menemani Dania, walaupun nggak 24 jam waktu gue fokus sama Dania. Gue yakin, Emi pasti tau kalau dia menjadi korban kambing hitam perubahan sikap gue oleh keluarga gue. Tapi emangnya ada gitu Mama dan Dania minta maaf dan terima kasih ke gue dan Emi selama ini sebagaimanapun kami ada untuk mereka? Nggak ada. Adanya malah gue selalu disalahkan dan Emi jadi penyebab kesalahan gue itu.

SUAMINYA MANA ANJ*NG?! DANIA ITU UDAH PUNYA SUAMI! KENAPA GUE YANG SELALU HARUS STANDBY DAN BERTANGGUNG JAWAB BANGS*T?! MEREKA SENDIRI YANG MEMILIH BUAT LDM! YA DITERIMA LAH KONSEKUENSINYA! KENAPA MEREKA YANG MUTUSIN TERUS GUE JADI YANG HARUS NANGGUNG BEBAN ATAS KEPUTUSAN GOBL*KNYA MEREKA ITU?! KEPUTUSAN ITU AJA DIBUAT ATAS DISKUSI MEREKA BERDUA, TANPA GUE. TAPI SETELAHNYA, GUE YANG KENA IMBASNYA! GUE YANG DISALAH-SALAHIN KARENA NGGAK SESUAI RENCANA MEREKA, PACAR GUE YANG DISALAH-SALAHIN, GUE YANG DIMARAH-MARAHIN! GUE UDAH KAYAK NGGAK BISA NENTUIN IDUP GUE SENDIRI AJA! KAN BANGS*T SEBANGS*T BANGS*TNYA ORANG INI NAMANYA. MANA INI KELUARGA GUE SENDIRI LAGI, ANJ*NG!

NYOKAP GUE MAU UMROH, KENAPA GUE YANG JADI RIBET SIH? NYOKAP MAKE ALASAN KALAU ADIK GUE HAMIL TUA, JADI GUE HARUS MENJAGA DIA. HANYA FOKUS SAMA ADIK GUE. NGGAK BOLEH GUE MIKIRIN EMI!

SUAMINYA MANA SEKARANG? ADA DIA NGOMONG SAMA GUE BUAT JAGAIN ISTRINYA KARENA DIA JAUH DI BANDUNG SANA? NGGAK ADA! SUAMINYA YANG TOL*L TAPI DI BANGGA-BANGGAIN INI NGGAK PERNAH ADA OMONGAN APAPUN SAMA GUE! DIA YANG NGGAK BIJAK BIKIN KEPUTUSAN KAYAK SEKARANG, MALAH DIBELAIN TERUS DAN NYARI CELAH BUAT NYALAHIN GUE! SEKARANG YANG NGGAK BISA DIANDALKAN SIAPA? YANG NGGAK JELAS SIAPA? YANG BODOH SIAPA? YA ADIK GUE DAN SUAMINYA LAH! BIKIN KEPUTUSAN GOBL*K NGGAK PAKAI RUNDINGAN DAN SOK NGERENCANAIN SENDIRI! UJUNG-UJUNGNYA NYUSAHIN GUE AJA! BANGS*T!

UDAH GITU NYOKAP GUE JUGA JADINYA MENGIYAKAN SEMUA OMONGANNYA ADIK GUE YANG PENUH BUMBU KARENA ALIBI HORMON IBU HAMIL JUGA HARUS GUE MAKLUMI! GUE YAKIN, NGGAK ADANYA RESTU DARI NYOKAP GUE TENTANG HUBUNGAN GUE DAN EMI PASTI KARENA BUMBU TAMBAHAN DARI DANIA JUGA!

Amarah gue sangat memuncak malam itu. Gue juga pulang dengan tergesa-gesa dari rumah Emi. Ini sudah sangat nggak fair. Dulu gue pernah curhat ke keluarga kecil gue tentang keluhan gue terhadap keluarga besar Papa, tetapi malah gue disalahkan. Sekarang gue ada di posisi yang harusnya sama sekali nggak bertanggung jawab, tapi masih juga disalahkan karena nggak ‘be there’ buat adik gue.

Gue bukan suaminya. Gue kakaknya—yang selalu dianggap salah memilih jalan hidup oleh Mama dan adik gue sendiri. Gue juga selalu dalam posisi salah kalau gue melakukan apapun yang mereka inginkan. Jadi kapan gue dianggap sebagai orang yang bener? masa dengan nurutin kemauan mereka terus baru dianggap benar? dikiranya gue nggak punya cita-cita kali.

ANJ*NG! Gue mengumpat dalam hati.

Diubah oleh yanagi92055 30-06-2020 01:56
khodzimzz
caporangtua259
itkgid
itkgid dan 23 lainnya memberi reputasi
24
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.