Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2205
Surprise Lagi
Gue kaget saat gue disapa oleh orang ini, karena gue sangat nggak menduga dia bisa ada di sini. Bener-bener random banget. Kabar terakhir yang gue tau tentang dia adalah dia berangkat ke Sulawesi untuk melanjutkan pekerjaannya di sana. Gue aja lupa kapan terakhir gue ketemu sama dia. Kayaknya pas nikahan adik gue. Gue lupa banget. Eh pas gue lagi mampir ke stasiun ini, malah ketemu sama dia di sini? Aneh banget.

Adinda Kiara Fitria.

Itulah nama lengkap orang ini. Namun dia lebih senang memakai dua kata terakhir dari namanya. Sosok yang sudah sangat tidak asing di mata gue dan juga keluarga gue. Sosok yang selama ini selalu ada di dekat gue sampai akhirnya dia menghilang karena mau sekolah lagi di tempat yang jauh dari gue. Sosok yang katanya mau menjauh dari gue selamanya. Kini dia ada di hadapan gue lagi—in a bizzare way.

“Ara? Kamu ngapain disini?” tanya gue, masih nggak percaya dengan apa yang gue lihat.

“Aku yang nanya duluan kok kamu malah balik nanya? Haha. Aku habis dari rumah temenku tadi. Semenjak aku balik lagi kesini, aku belum pernah ketemu sama dia lagi. Ini aku lagi mau ke Gambir, Ja. Aku mau jemput saudara dari Bapak (ku). Mereka datang dari Rembang.” Seperti biasa, senyum lebar dan ceria selalu menghiasi kata-kata yang keluar dari mulutnya.

“Dari Rembang? Aku baru tau kamu punya saudara disana.” Tanya gue keheranan.

“Hehehe. Iya, ini saudara jauhnya bapak. Mereka mau kesini katanya mau jalan-jalan. Soalnya salah satu sepupuku ada yang baru pulang dari luar negeri.”

Saudara yang dimaksud oleh Ara ini adalah Toni, sepupu Ara dari keluarga ayahnya yang bekerja di kapal sebagai ABK. Gue sama sekali nggak mengetahui kalau Ara bisa kembali dekat dengan keluarga ayahnya. Atau mungkin gue yang sudah benar-benar menutup rapat-rapat lembaran kehidupan gue dengannya sehingga gue nggak tau lagi bagaimana perkembangan dia.

Kami berbincang ringan sesaat di depan stasiun tersebut. Sekedar menanyakan kabar, pekerjaan, dan cinta. Semenjak kepergian dia memang gue sudah nggak menghubungi dia sama sekali, kecuali di beberapa kali pertemuan kami. Gue sibuk dengan kehidupan gue, begitupun dengan dia.

Ketika dia menceritakan ke gue kalau dia memutuskan untuk kembali karena nggak betah ada di pulau seberang sana, ada secercah ketenangan dan kebahagiaan di diri gue kalau suatu saat nanti gue bisa kembali bertemu sama dia. Ya mungkin untuk sekedar curhat atau quality time bareng sahabat. Terkadang, gue juga rindu sosok dia ini. Sosok yang mendampingi gue semenjak gue duduk di bangku sekolah.

Gue memperhatikan Ara lebih detail, bagaimana dia bercerita dan bagaimana perkembangan fisik dia. Sekilas, gue melihat Ara ini makin terlihat seperti Emi. Buat gue, gaya Emi yang sederhana dan nggak ribet ini sudah menjadi ciri khas dia. Hanya dia seorang diri. Tetapi apa yang gue lihat saat ini di hadapan gue, Ara terlihat menggunakan gaya yang sama ketika dia sedang pergi santai.

Oh iya, ada perbedaan pada diri Ara saat ini. Kini dia memakai kacamata. Entah dia mulai memakai kacamata ini sekedar untuk fashion atau memang untuk membantu pengelihatannya seperti Emi. Seingat gue, dia nggak memakai kacamata kala terakhir gue bertemu dengannya di pernikahan Dania tempo hari. Seinget gue, gue belum pernah ketemu lagi sama dia. Mungkin bagi beberapa orang yang melihat, gue yakin Ara akan disangka seorang mahasiswa tingkat awal, bukan seorang janda yang ditinggal meninggal suaminya. Dia masih terlihat sangat muda untuk cewek seumuran dia.

Nggak cuman cara berpakaiannya saja, tetapi postur tubuh dan bentuk tubuh mereka pun sama. Kecil, ramping, tetapi menggoda hasrat gue. Haha. Selain itu, cara mereka tersenyum dan tertawa juga mengundang candu untuk gue. Tone suara mereka memang berbeda, tetapi melihat mereka tersenyum dan tertawa membuat gue selalu ingin terus mendengarnya. Gue juga ternyata bisa serindu ini sama dia. Haha.

Sayang, pertemuan ini harus berlangsung sangat singkat karena Ara harus mengejar kereta menuju ke Stasiun Gambir. Dia nggak mau membuat saudaranya tersebut menunggu lama. Dia berjalan cerita menuju pintu masuk stasiun. Ada sedikit kekecewaan di diri gue ketika harus berpisah dengannya. Gue terus menatap diri dia yang sudah berjalan memunggungi gue. Tetapi, tepat sebelum dia menghilang dari pandangan gue, dia kembali menengok ke arah gue. Dia berhenti dan tersenyum dengan kedipan satu mata kirinya. Jantung gue mendadak berdegup kencang, nggak karuan. Gue nggak mengerti kenapa gue seperti ini. Waduh bikin berat aja ini.

Setelah dia benar-benar menghilang dari pandangan gue, mendadak gue kembali terpikir sesuatu. Apa alasan sebenarnya Ara kembali ke sini? Apa benar dia pindah hanya karena dia nggak betah di sana? Atau ini ada urusannya sama kedekatan dia dengan keluarga ayahnya lagi?

Gue sangat mengenal Ara. Gue nggak cuma satu atau dua tahun mengenal dia. Ara itu tipikal orang yang kalau punya keinginan, akan terus dia kejar sampai dia berhasil. Berarti ketika dia akhirnya memutuskan untuk bekerja di luar kota, harusnya ya dia tetap dia sana apapun konsekuensi yang akan dia rasakan di sana. Tetapi Ara malah menyerah dan memilih kembali ke sini? Pasti terjadi sesuatu sama diri dia, tetapi kembali nggak dia ceritakan sama gue. Fakta ini membuat gue sedikit khawatir dengan keadaan Ara saat itu.

“Firzy!” sapa suara lain dari arah belakang gue.

Gue sempet berpikir kalau Ara kembali pada gue, tetapi Ara nggak pernah memanggil gue dengan panggilan ini. Ketika gue menengok ke arah sumber suara, di sana gue melihat Emi. Sosok yang mirip dengan Ara, atau Ara yang mirip dengan Emi? Ya mereka terlalu identik dan tidak mau gue bandingkan.

Gue harus mengabaikan sementara tentang kekhawatiran gue terhadap Ara ketika gue bersama Emi. Kondisi hubungan gue dan Emi sedang tidak baik. Gue nggak mau jadi ribut karena Emi mendengar bagaimana gue khawatir dengan kondisi Ara. Emi paham bagaimana kedekatan gue dengan Ara, gue hanya khawatir nanti Emi malah memilih mundur dan meminta gue fokus dengan Ara daripada dia. Emi itu orang yang rela berkorban untuk pertemanan, apalagi ketika dia tau kalau gue sedang khawatir dengan sahabat gue, Emi pasti akan memaksa gue untuk nggak memikirkan dia. Itu sudah pasti.

Walaupun gue juga nggak pernah bisa menebak apa jalan pikiran Emi. Satu yang gue tau saat ini, posisi gue di hubungan kami pun sepertinya sedang tidak baik. Gue yang penuh kesalahan pada Emi ini sedang bersaing dengan sosok lain yang seharusnya nggak pernah kembali, Fazli, mantan pertama Emi itu. Gue khawatir, kalau misalnya Emi kembali menjauh sama gue, gue nggak akan bisa mengembalikan Emi ke pelukan gue lagi.

Oke gue mungkin bisa kembali dekat dengan Ara, tetapi gue akan kehilangan Emi. Memangnya gue lebih membutuhkan Ara daripada Emi di hidup gue? Gue paham, kalau pacar itu bisa dicari lagi tetapi sahabat itu nggak akan bisa gue temuin lagi. Tetapi apa pacar seperti Emi ini mudah untuk dicari lagi? Apa Ara yang identik dengan Emi ini akan membuat gue merasakan getaran yang sama seperti ketika gue dengan Emi? Utamanya sih memang Ara juga merasakan dan menginginkan hal yang sama dengan gue?

Eh, gue nggak berpikir untuk mencintai Ara lho. Apa sih yang sedang gue pikirkan saat ini. Atau….gue memang berpikir untuk mencintai Ara?

---

Gue berangkat berboncengan motor dengan Emi ke rumah Tante Lili. Gue berusaha kembali fokus pada Emi, tanpa sedikit pun membahas Ara. Apalagi kalau gue tanpa sengaja memanggil Emi dengan sebutan Ara. Kata ‘Emi’ dan ‘Ara’ itu jauh. Ga akan mungkin salah sebut. Bisa rusak dunia persilatan. Haha.

Di rumah Tante Lili, kami disambut dengan ramah oleh Tante Lili dan keluarganya. Mereka juga menyambut Emi seperti Emi adalah bagian dari keluarga kami sejak lama. Ramah dan tidak membuat Emi canggung. Gue memperhatikan kalau Tante Lili seperti menerima Emi sepenuhnya. Beliau terlihat senang sekali berinteraksi dengan Emi. Sepertinya beliau bisa melihat kalau Emi memang sangat tepat dan cocok untuk gue.

Tidak lupa, Tante Lili terus memberikan compliment kepada Emi bagaimana beliau sangat terkesan dengan diri Emi ketika gue menceritakan garis besar sosok Emi yang gue kenal ini. Beliau juga mengutarakan rasa senangnya melihat bagaimana sikap sopan dan bahasa Emi yang santun. Dia nggak tau aja gimana Emi kalau lagi berkata-kata ‘mutiara’. Bikin pingin masukin mulutnya ke Dinas Sosial biar dimasukin rehabilitasi. Haha.

Tante Lili segera menyerahkan laptop pesanan gue tersebut. Beliau sendiri yang meminta kami untuk segera pulang, bukan karena beliau nggak betah dengan keberadaan kami. Lebih tepatnya meminta gue untuk segera mengantarkan Emi pulang ketika melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam. Selain concern dia karena faktor kesehatan (karena motoran malam hari) dan faktor keamanan juga untuk kami. Bawa dus laptop baru, naik motor, di jalanan ibu kota? Kami seakan sengaja mengundang kejahatan mendekat. Kami segera berpamitan dengan beliau dan keluarga.

Semenjak di kantor barunya, Emi selalu punya cerita. Cerita Emi memang selalu menemani perjalanan kami, dia nggak pernah berdiam diri atau tidur ketika dalam perjalanan kami. Sejauh apapun perjalanan kami, dia pasti nggak akan berhenti bercerita. Pernah sesekali dia meminta untuk istirahat ketika kami diperjalanan, tetapi itu membuat gue rindu dan gue akan meminta dia kembali bercerita ketika dia sudah bangun.

Kalau begini, berarti gue masih tetap mencintai Emi kan? Bukan Ara?

Cerita-cerita Emi selalu membuat gue ketagihan mendengarkan. Bertahun-tahun gue bersama Emi, tiada hari tanpa cerita baru. Cara Emi bercerita itu bisa membuat gue ikut terbawa emosi, apalagi Emi suka menambahkan gimmick dan detail yang jelas banget. Hal itu membuat kita seakan ada di momen yang sama seperti Emi.

Cara Emi melihat sekitar pun berbeda. Dia bisa melihat hal yang biasa menjadi sesuatu yang unik. Terkadang hal tersebut membuat gue iri, bagaimana dia dengan kreatifnya bisa berpikir unik seperti itu. Mungkin kalau dia mencoba untuk jadi stand-up comedian dan open mic, dia bisa pecah mungkin materi yang dibawakannya.

Semenjak di kantor barunya juga, gue dan Emi punya kebiasaan baru. Memang ini gue yang buat, karena gue nggak mau hanya sebentar ketemu dengan Emi. Fakta kalau Emi itu mandiri dan pernah menghindar dari gue membuat gue khawatir gue jadi jarang ketemu sama dia. Apalagi kalau mengikuti jadwal kerja dia, gue hanya bisa bertemu dengannya di Sabtu sore dan hari Minggu. Sisanya dia banyak menghabiskan waktu di perjalanan dan di kantor barunya.

Jadi gue meminta dia yang sudah naik kereta, untuk turun di stasiun dekat kantor gue, kemudian gue akan meminta dia untuk pulang ke rumahnya dengan berboncengan sama gue naik motor. Terdengar nggak praktis ya? Padahal kan kalau dia naik kereta, dia bisa lebih cepat untuk sampai di rumah ketimbang harus selalu memaksakan diri balik bareng gue? Ini perjuangan kami untuk terus bisa menyempatkan diri ketemu setiap hari.

Gue merasa nggak cukup hanya komunikasi lewat HP. Lagipula komunikasi lewat hp itu terkesan seperti LDR. Gue nggak akan pernah mau LDR dengan Emi. Titik. Kalau bisa ketemu setiap hari, kenapa nggak?

Selama perjalanan kami pulang beberapa minggu ini, gue sudah dapat membayangkan bagaimana kondisi kantor Emi. Emi sudah menceritakan bagaimana perjuangan dia di hari-hari awalnya dia di kantor barunya. Emi ini orang yang memang nggak bisa diem aja menerima keadaan kalau dia belum ada yang dikerjain di awal dia bekerja di sana.

Dia akhirnya mencari tau sendiri bagaimana dia bisa paham seluruh ruang lingkup pekerjaan dia di sana, seorang diri. Gue sudah tidak meragukan kemampuan dia yang ini. Tidak perlu gue pertanyakan lagi bagaimana cara dia melakukannya. Gue percaya sama dia.

Dari cerita-cerita Emi selama ini, gue dikasih tau kalau kini dia tergabung dalam tim. Satu tim dia ini terdiri dari 9 orang yang di dalamnya termasuk Bimo dan Debby tentunya. Emi nggak lagi menjadi pemimpin di timnya karena kini dia sudah memilih seorang Manajer, namanya Pak Edward. Gue lega sih, Emi jadi nggak harus pusing sendirian untuk menyelesaikan pekerjaan dia.

Fakta kalau Emi nggak bisa menyetir motor sepertinya menjadi penyebab dia kesulitan juga untuk beradaptasi disana. Soalnya gue yakin pekerjaan dia banyak di lapangan. Jadi agak sedikit susah memang kalau Emi harus terus meminta tolong antara Bimo atau Debby yang bisa mengendarai motor.

Emi sebenarnya bisa melakukan apapun apalagi pekerjaan lapang yang harus jungkir balik panas-panasan dibawah teriknya matahari utara ibukota. Itu nggak menjadi masalah. Dia nggak takut kulitnya kusam dan terbakar. Gue pun nggak pernah mempermasalahkan.

Dari jaman gue pacaran dengan yang sebelum-sebelum Emi pun gue nggak pernah mempermasalahkan soal penampilan. Justru gue lebih nyaman kalau pasangan gue tampil apa adanya, nggak banyak make up dan polesan, serta pakaiannya pun kasual aja. Natural lebih indah menurut gue yang tipenya nggak mau ribet ini.

Karena belum banyak pekerjaan di lapang, maka Emi lebih banyak di kantor dan berinisiatif untuk banyak bertanya dengan admin divisi yang bernama Rina. Lucunya, anak ini setiap ditanya ini itu selalu jawabannya nggak tau. Iya, nggak tau.

Pertanyaannya adalah, anda selama kerja ini ngapain aja? kata Emi dia udah pegang admin ini selama kurang lebih dua tahun. Dua tahun anda bekerja, tapi nggak pernah tau apa yang anda lakukan? Waw, pintar sekali anda.

Sementara diluar sana banyak calon pekerja yang dapat bekerja dengan baik tapi nggak dapat kesempatan kerja di PT besar seperti itu. Anda malah menyia-nyiakan kesempatan dan membuang waktu anda dengan bilang nggak tau tentang seluk beluk pekerjaan dan apa yang sudah anda lakukan? Mantap!

Sebenernya yang membuat gue agak degdegan setiap kali Emi mau bercerita urusan kantor barunya adalah urusan lain di luar pekerjaan. Mungkin karena fakta kalau Emi kembali bersama Bimo dan Debby. Susah payah gue menjaga Emi selama ini dari teman-temannya itu, eh Emi malah kembali lagi bersama mereka. Semoga saja nggak ada yang aneh-aneh lagi dari teman-temannya itu. Seharusnya mereka sudah mau berubah ketika mereka sudah bekerja.

Kembali dekatnya Emi dengan Debby ini lebih membuat gue takut dibandingkan kedekatan Emi dengan Bimo. Banyak informasi tentang orang-orang di kantor dan tentunya keburukan mereka, diceritakan oleh Debby. Kenapa keburukan? Debby bakal cari bahan apaan lagi kalau bukan keburukan orang? Orang yang udah buruk pasti nyari celah buruk juga dari orang lain. Tujuannya supaya kalau dia dikatain buruk, dia juga bisa nunjuk orang lain dengan mengatakan keburukan orang tersebut. Tipikal kang adu domba.

Gue sudah mewanti Emi agar selalu jaga jarak dengan Debby dan juga Bimo, sekedar untuk jaga-jaga. Gue sudah kasih pelajaran dan contoh langsung dengan cara posting foto gue dengan Mila tempo hari. Bagaimana ternyata pancingan gue sukses membuat Emi termakan omongan negatif teman-temannya (lagi).

Memang kesannya jadi gue yang salah karena nggak ngomong dulu. Namun kalau ngomong dulu itu namanya bukan ngasih pelajaran dan pengingat untuk membuka mata Emi lebar-lebar tentang toxic-nya lingkaran pertemanannya, tapi pamitan.

Semoga Emi kali ini paham bagaimana concern gue terhadap dia di kantor barunya ini.

--

Sesampainya kami di rumah Emi, gue segera unboxing laptop baru gue tersebut. Excited dan degdegan banget rasanya. Gue nggak nyangka jalan gue untuk kembali memiliki laptop baru bisa dipermudah oleh Tuhan.

Ketika gue membuka laptop gue, gue nggak kaget dengan bentuk laptopnya yang ternyata sama persis dengan laptop gue yang hilang sebelumnya dan laptop Emi. Ya mungkin karena merk satu ini selalu mengeluarkan model laptop yang itu-itu saja. Bedanya laptop baru gue ini lebih berat dan lebih besar karena memang dimensinya yang lebih besar juga.

“Alhamdulillah Mi. Akhirnya kesampaian juga punya laptop ini. Semoga awet deh ya Mi. Hehe.” kata gue sumringah.

“Amiiin. Mudah-mudahan makin produktif ya Zy dengan laptop ini. Jadiin pelajaran tuh pengalaman dari laptop lama. Biar nggak kejadian lagi. Diambil juga hikmah kehilangan laptop lama. Biar lo mau lebih bersabar ketika ada musibah. Insha Allah pasti diganti sama yang jauh lebih baik nanti di masa depan. Ya kayak sekarang ini buktinya.” Kata Emi.

“Iya, gue pasti selalu inget semua kejadian dan belajar dari pengalaman kemarin. Gue juga udah janji buat ngelunasin ini sampai akhir taun. Gue yakin bisa kok.”

“Semoga Zy. Utang itu wajib di selesaikan loh. Ok?”

“Beres Mi….”

“Zy, gue ada bahasan menarik nih tentang beberapa kejadian di kantor.”

“Hmm.. Soal apaan dulu nih? Kayaknya nih lebih ke personal daripada kerjaan ya kan? Haha. Apalagi personil di divisi lo kali ini kan pada ajaib-ajaib gitu.” Perbincangan mengenai kehidupan di kantor barunya Emi kembali berlanjut. Lumayan mengisi waktu sambil menunggu laptop gue siap digunakan.

“Tau aja lo! Haha.” Kemudian Emi ketawa sendiri dengan apa yang ada di pikirannya.

“Lah emang lucu ini? Kok lo udah ketawa aja? Haha.” Gue jadi ikutan ketawa karena dia. Gue bilang kan kalau ketawa Emi ini bikin nagih dan membuat kita ikut tertawa karenanya.

“Soal si Debby….” Ekspresi dia kemudian berubah menjadi lebih serius.

“Kenapa lagi dia di kantor baru? Jadi koruptor apa jadi pelakor? Haha.”

Tetapi Emi tidak menanggapi bercandaan gue saat itu. Gue merasa ada pertanda nggak baik dari bahasannya ini. “Tapi sebelumnya ada yang mau gue ceritain dulu ke lo… Duuh mulai darimana ya? Gue bingung mau cerita darimana nih…”

“Udah ceritain aja semuanya….. Gue dengerin kok semuanya.”

“Hmm.”

“Ayo buru. Nanti keburu malem….”

khodzimzz
caporangtua259
itkgid
itkgid dan 23 lainnya memberi reputasi
24
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.