firdainayahAvatar border
TS
firdainayah
Aku Mundur Alon-alon



Semua manusia yang hidup di dunia ini pasti pernah merasakan sakitnya patah hati. Mencintai tanpa bisa memiliki ibarat berjalan di atas duri. Perih. Sakit, hingga berdarah-darah. Namun, jika memang dia bukan takdir kita, kita bisa apa?

Aku Naya, gadis 20 tahun yang baru saja mengalami putus cinta. Sakit, tentunya. Tapi, mau bagaimana lagi jika memang sudah seperti ini jalannya?

Romi, lelaki yang kukenal saat kelas 2 SMP itu benar-benar telah mencuri hatiku. Meski parasnya tak setampan Rizky Nazar, tapi tatapannya selalu membuat jantung berdebar lebih kencang. Sikapnya yang ramah dan hangat, serta perhatian-perhatian kecilnya mampu membuatku merasa nyaman saat berada di dekatnya.

Quote:

sumber: pinterest



Sore itu, ketika kami tengah asyik menikmati rona senja yang hampir memudar, tiba-tiba saja Romi berkata, "Nay, aku tidak mau seperti senja yang keindahannya hanya bisa kau nikmati sesaat saja. Aku ingin menjadi udara yang kau butuhkan di setiap detiknya," ucapnya kala itu.

"Maksudnya?"

"Jadi, gini ..." Romi menarik napas dalam-dalam, "kita berteman sudah sangat lama. Kini aku menyadari, ada perasaan tidak ingin kehilangan di dalam hati. Kau tahu, Nay, aku selalu nyaman saat dekat denganmu. Pernah, aku bertanya pada diri sendiri, meyakinkan hati jika rasa ini bukanlah rasa yang singgah untuk sementara. Aku menyayangimu, Nay," jelasnya seraya menatap mataku dalam-dalam.

"A-aku ... aku ...."

"Kamu juga merasakan hal yang sama, kan?" Aku semakin salah tingkah dibuatnya. Seketika lidahku menjadi kelu. Romi tidak pernah menatapku hingga sedalam ini. Kuakui, rasa yang sama juga telah hinggap di dasar hati. Sudah lama sebenarnya, hanya saja, aku malu jika harus mengatakannya lebih dulu. Entah, mendapat dorongan dari mana, tiba-tiba saja kepalaku mengangguk tanpa diperintah.

Kedua matanya berbinar, diiringi dengan senyuman manis yang membuat hatiku menjerit histeris. Oh ya Tuhan ... pemandangan seperti ini sayang banget jika harus dilewatkan. Aku berdeham pelan untuk menetralkan rasa gugup ini. Semoga saja Romi tidak mendengar degup jantung yang sepuluh kali lebih kencang dari biasanya. Aku benar-benar terpaku pada wajahnya yang teduh. Padahal, sudah lima tahun kita berteman dan kemana-mana selalu bersama, tapi tidak pernah aku segugup sekarang.

"Nay, gimana?" tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Gimana, apanya?"

"Sudah, lupakan."

"Eh, Rom ... sebenarnya, aku juga memiliki rasa yang sama denganmu, Rom. Tapi ... aku malu jika harus mengungkapkannya lebih dulu."

"Nay, tahu, nggak?" Aku menggelengkan kepala pelan. "Hari ini aku adalah orang terbahagia di dunia, karena cintaku ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Aku janji tidak akan meninggalkanmu, Nay."

"Rom, jangan pernah mengucapkan janji saat kamu bahagia."

"Kenapa, Nay? Kamu takut suatu saat aku mengingkari janjiku?" Aku mengangguk mantap. "Tidak perlu takut. Aku tidak akan mengingkarinya. Percayalah."

***

Hubunganku dengan Romi sudah berjalan lima bulan. Hampir tidak pernah ada masalah besar yang datang. Namun, suatu hari, ketakutan terbesarku benar-benar terbukti. Sejak dua minggu yang lalu lelaki ini membujukku agar mau dikenalkan pada keluarganya sebagai kekasih, karena selama ini yang mereka tahu hubungan kami hanya sebatas sahabat. Aku menolak dengan alasan belum siap. Namun, tadi pagi tiba-tiba Romi berkata, "ayolah, Nay, kita sudah lama menjalin hubungan dan orangtuaku juga tahu 'kan kalau kita bersahabat dari dulu. Mereka menerimamu dengan baik, 'kan?"

"Tapi, sekarang ini hubungan kita berbeda dengan dulu. Orangtuamu memang menerimaku sebagai sahabatmu, tapi belum tentu mereka mau menerimaku sebagai kekasihmu."

"Kenapa kamu bicara seperti itu?"

"Rom, kita ini berbeda. Dilihat dari sudut pandang manapun tidak akan cocok. Ibarat langit dan bumi, tidak akan bisa bersatu. Kamu paham, 'kan!" kesalku.

"Percayalah, Nay, mereka akan menerimamu dengan baik. Toh, kamu juga sudah akrab dengan mereka."

Setelah berpikir cukup lama, akhirnya, kuputuskan untuk mengiyakan ajakan Romi. Ia janji akan menjemputku pukul 19.30.

Sebelumnya, aku tidak pernah merasa segugup ini saat Romi mengajakku main ke rumahnya. Tapi, malam ini aku sudah bolak-balik ke kamar mandi sebanyak tujuh kali. Beberapa kali aku mengganti baju karena merasa tidak cocok dan terlihat kurang sopan. Padahal, biasanya aku hanya memakai celana jeans panjang, serta atasan yang tertutup saat bertandang ke rumah Romi. Ah, apa semua perempuan juga merasakan hal ini saat akan dikenalkan dengan orangtua calon suaminya? Entahlah.

Pukul 19.15 Romi sudah sampai di depan rumahku. Sebelum mengajakku pergi, ia meminta izin pada Ayah dan Ibuku terlebih dahulu.

***

"Rom, aku takut," cicitku.

"Tidak perlu takut, Nay, ayo." Romi menggenggam jemariku, lalu mengajakku masuk ke rumahnya.

Degup jantungku semakin tak beraturan saat melihat Mama dan Papa Romi yang sedang duduk di meja makan. "Duh, Naya, Tante udah nungguin loh dari tadi. Sejak lulus sekolah kok nggak pernah main? Sekarang sudah sibuk, ya?" Aku mengangguk sembari tersenyum canggung.

"Sudah kerja dia, Ma," sahut Romi.

"Pantes, sekarang nggak pernah main. Ayah kamu nggak pernah bilang kalo kamu sudah kerja." Aku hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Sudah-sudah, kapan makannya kalau Naya diajak ngobrol terus," ucap Papa Romi.

***

"Naya, sudah punya calon, belum?" Pertanyaan Tante Yulia membuatku dan Romi saling menatap.

"Ma, sebenarnya, kami sudah menjalin hubungan selama lima bulan. Romi dan Nay saling mencintai. Tolong, lamar Naya untukku." Seketika, wajah ramah Tente Yulia perlahan memudar dan berganti dengan tatapan sinis yang tertuju padaku.

"Itu tidak akan pernah terjadi, Romi!" Suara tegas dari Papa Romi membuatku tersentak.

"Tapi, Pa, kita sal-"

"Romi! Kamu tahu dia siapa?" Telunjuk Papa Romi menunjuk tepat di depan wajahku.

"Romi, dia hanya anak seorang rewang. Ayahnya hanya seorang tukang kebun di rumah Eyangmu. Derajat kita berbeda dengan keluarganya. Wanita seperti Naya tidak pantas mendampingi lelaki sepertimu. Mau ditaruh dimana muka Mama dan Papa kalau sampai kamu menikah dengan anak rewang." Ucapan Tante Yulia barusan benar-benar membuat dadaku terasa nyeri dan sesak. Air mataku jatuh tak tertahankan.

Ya Tuhan ... apa anak seorang rewang sepertiku tak pantas untuk dicintai? Hanya karena perbedaan kasta, mereka tega memisahkan dua orang yang saling mencinta. Mematahkan dua hati yang sama-sama ingin saling memiliki. Ucapan Tante Yulia barusan bak sebilah pedang yang menghunjam tanpa ampun. Sakit. Sangat sakit.

"Mama menerimanya sebagai sahabatmu, bukan berarti menerima dia sebagai menantu! Aku tidak sudi mempunyai menantu seorang anak rewang!"

Mendengar penghinaan itu membuat darahku mendidih. "Cukup! Sudah cukup penghinaan ini!" Aku menatap Romi yang sedari tadi bungkam. "Jadi, ini tujuanmu mengajakku ke sini? Kamu jahat, Rom!" Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari keluar dari rumah mewah ini.

Aku terus melangkah tanpa tahu kemana tujuanku. Derasnya hujan yang membasahi tubuh tak lagi kuhiraukan. Sempat terlintas dibenakku untuk mengakhiri hidup dengan melompat dari jembatan yang kini kulewati.

"Tuhan! Apa seorang anak rewang tidak berhak untuk mencintai dan dicintai? Serendah itukah pekerjaan Ayahku dimata mereka? Ini tidak adil, Tuhan. Sangat tidak adil!" Aku berteriak seperti orang kesetanan di tengah derasnya hujan. Menangis dan tergugu sendirian malam itu.

***

Sejak mendapat penghinaan dari kedua orangtua Romi, perlahan aku mulai menjauhinya. Berulangkali lelaki itu meneleponku, tapi tak pernah kujawab. Mencoba melupakan disaat hati sudah benar-benar sayang adalah hal yang menyakitkan. Namun, lebih sakit lagi jika aku harus mendengar seseorang menghina derajat keluargaku.

[Nanti sore kita ketemuan di tempat biasa]

Lagi-lagi air mataku luruh karena rasa nyeri yang luar biasa. Ya Tuhan ... apa yang harus kulakukan? Apa kuiyakan saja ajakannya? Ah, bukankah dengan bertemu Romi hanya akan menambah perih hati ini? Kuhirup udara sebanyak-banyaknya, lalu memberanikan diri untuk membalas pesan tadi.

[Iya]

***

Sudah hampir tiga puluh menit aku menunggu Romi di sini. Rona jingga di ufuk barat sudah hampir memudar. "Lima menit lagi kalau belum datang, aku mendingan pulang," gumamku.

Berkali-kali aku mengembuskan napas kasar karena bosan berlama-lama di tempat ini sendirian. Baiklah, sepertinya Romi tidak akan datang.

Saat aku hendak beranjak, seseorang tiba-tiba menarik pergelangan tanganku. "Tunggu, Nay." Suara itu ... aku sangat mengenalnya. "Maaf, aku telat."

Romi mengajakku duduk di tempat dimana ia mengutarakan perasaannya kala itu.

"Nay, aku minta maaf atas ucapan orangtuaku kemarin," ucapnya lirih.

"Tidak perlu meminta maaf. Orangtuamu benar, anak rewang sepertiku memang tidak pantas dicintai seorang konglomerat sepertimu. Derajat kita berbeda, Rom!"

"Tapi, kita punya perasaan yang sama."

"Rom, sebesar apapun cinta yang kita punya, itu tidak cukup untuk meluluhkan hati Mama dan Papamu!"

"Aku tidak peduli mereka merestui atau tidak. Kalau perlu, besok kita kimpoi lari!" ucap Romi berapi-api.

"Udah gila kamu, Rom? Kamu tahu, hubungan tanpa adanya restu dari orangtua tidak akan pernah bahagia. Sadar dong Rom, sadar!" Mata lelaki itu tampak berkaca-kaca. Romi menarikku ke dalam dekapannya. Bahunya bergetar, serta sesekali terdengar isakan yang coba ia tahan.

"Rom, berpisah adalah jalan yang terbaik untuk kita berdua. Kamu akan menemukan yang lebih baik dariku dan lebih pantas bersanding denganmu. Lepaskan aku, Rom."

Quote:

sumber: pinterest



Malam itu adalah malam terakhir kita bertemu. Aku mundur bukan berarti aku tak cinta. Hanya saja, aku sadar, aku ini siapa. Ibarat pungguk yang merindukan rembulan.

Terima kasih, Rom, sudah membuat hari-hariku menjadi lebih berwarna. Sakit hati ini biarlah kutanggung sendiri. Ingatlah, hingga detik ini namamu masih bertahta di dasar hati. Menghapusnya tidak semudah ketika aku menuliskannya.

Derajat dan kasta seringkali menjadi penghalang untuk bersama. Padahal, di mata Tuhan semua manusia itu sama.


Tamat.
Diubah oleh firdainayah 04-06-2020 09:40
nona212
marisaken
AyraNFarzana91
AyraNFarzana91 dan 68 lainnya memberi reputasi
69
2.3K
179
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Tampilkan semua post
AyraNFarzana91Avatar border
AyraNFarzana91
#25
Keren ganemoticon-Big Kiss
firdainayah
firdainayah memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.