Indonesia - Pemerintah berencana untuk mengandalkan pengenaan pajak dari kegiatan perdagangan melalui sarana elektronik sebagai salah sebuah upaya untuk membantuk memberikan kompensasi pada resiko penurunan penerimaan tahun depan akibat dari tekanan yang diberikan dari pandemi corona virus disease 2019 atau covid-19. Hal tersebut disebutkan di dalam dokumen tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi dari Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun2021 yang diserahkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada DPR.

Dalam dokumen tersebut, pemerintah meletakkan harapan agar pemungutan pajak atas PMSE dapat membuat target rasio perpajakan terwujud terhadap produk domestik bruto tahun depan dengan kisaran 9,3 persen hingga mencapai 9,68 persen. Dengan melalui UU Nomor 2/2020, pemerintah telah melakukan inisiasi penambahan objek / subjek pajak baru dengan melalui pemajakan atas transaksi elektronik di antaranya adalah dengan melakukan pemungutan pajak pertambahan nilai atas impor barang tidak berwujud dan jasa yang disediakan oleh platform luar negeri.

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa peningkatan pada tax ratio akan dilakukan secara bertahap dimulai dari tahun depan. Sehingga, angka dari tax ratio dapat mengalami peningkatan melalui beberapa langkah kebijakan dalam bidang perpajakan. Sri Mulyani mengatakan bahwa kebijakan perpajakan 2021 juga mencakup kebijakan insentif perpajakan yang akan terus diberikan dan strategi dalam memberikan pengoptimalisasian penerimaan dalam bidang perpajakan. Selain itu, Ia juga mengatakan bahwa peningkatan tax ratio dapat dicapai dengan cara memberikan insentif dengan cara lebih selektif dan tepat sasaran. Kemudian, untuk optimalisasi penerimaan akan dilakukan melalui empat buah kebijakan perpajakan

Adapun empat kebijakan perpajakan tersebut adalah; Pertama, memberikan perluasan pada basis pajak. Kedua, memberikan peningkatan pada pelayanan kepabeanan. Ketiga, ekstensifikasi barang yang dikenai cukai. Keempat, seluruh kebijakan perpajakan dijalankan dalam bingkai reformasi perpajakan yang telah disusun oleh pemerintah. Untuk update tax ratio pada tahun ini seperti bagaimana yang telah tercantum di dalam Perpres No.54/2020 terkait dengan perubahan APBN 2020 terpatok di persentase 9,1 persen. Sampai pada akhir dari bulan Mei 2020, perkembangan tax ratio berada pada angka 3,5 persen atau dapat dikatakan mengalami penurunan dari periode yang sama dengan tahun lalu, dimana kinerja tax ratio mencapai angka 4 persen terhadap produk domestik bruto.

Berdasarkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2019 yang masih belum diaudit oleh BPK, produk domestik bruto nominal tahun lalu mencapai pada angka Rp 16,011 triliun. Selain itu, realisasi pada penerimaan perpajakan senilai Rp 1.545,3 triliun. Untuk setoran penerimaan negara bukan pajak sumber daya alam berada pada besaran Rp 154,1 triliun. Sehingga, jumlah dari setoran perpajakan ditambahkan dengan PNBP SDA pada akhir bulan Desember 2019 mencapai pada angka Rp 1.699,4 triliun. Sehingga Tax Ratio secara luasnya pada tahun fiskal 2019 berada pada besaran dengan kisaran 10,6 persen atau dapat dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan tax ratio pada tahun 2018 yaitu berasa pada besaran 11,5 persen.

link


Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa peningkatan pada tax ratio akan dilakukan secara bertahap dimulai dari tahun depan. Sehingga, angka dari tax ratio dapat mengalami peningkatan melalui beberapa langkah kebijakan dalam bidang perpajakan.