- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#2158
Duo Metalhead
Setelah pengurusan resign selesai dan sekarang Emi dalam masa transisi ke kantor barunya, kami menikmati kehidupan kami dengan datang ke salah satu event metal yang memang sudah kami tunggu sejak lama. Bahkan gue sudah memesan tiket dari jauh-jauh hari, berbulan-bulan lalu. Hampir saja kami gagal berangkat karena Emi yang harus operasi usus buntu. Alhamdulillahnya dia udah bisa pulih kembali dan ga melewatkan event ini.
Kami berangkat dengan mengenakan kaos hitam bergambar band favorit kami. Emi dengan kaos Noxa favoritnya, sedangkan gue dengan kaos Chelsea Grin. Gue memakai celana pendek hitam selutut dengan sepatu sneakers. Sementara Emi berkerudung hitam, bercelana jeans slimfit, dan sepatu sneakers juga. Kami pasangan anak metal lah pokoknya ya. Haha.
Kami berangkat sehabis subuh dari rumah Emi karena gue sengaja nginep di rumah dia biar nggak ribet dan ga ngebangunin Mama sama Dania. Eh dilalahnya karena jalanan masih kosong banget, kami sampai di lokasi masih pagi hari juga. Padahal acara baru akan dimulai sekiar jam 10 pagi. Tapi walaupun masih pagi, para metalhead (sebutan untuk orang yang menyukai genre musik metal) sudah tertib berkumpul dan antri untuk menukaran tiket yang telah dibeli secara online. Tiket tersebut akan ditukar dengan merchandise yang disediakan dan kami akan mendapatkan cap sebagai tanda keluar masuk event tersebut.
Selain penukaran tiket online, event tersebut masih membuka booth tiket on the spot. Booth tiket on the spot dan online dipisahkan oleh panitia untuk menghindari kerumunan orang. Tapi nggak ada itu ceritanya para metalhead yang terlihat seram, urakan, dan nggak bener hidupnya (menurut orang awam) itu pada nggak bisa diatur. Padahal kami di sini, semuanya tunduk pada aturan. Disuruh antri ya antri, paling ya berisik aja karena musik kami emang begitu. Walaupun event metal begini sampe dijaga oleh Angkatan Darat dan Kepolisian, tetapi event metal minim kerusuhan.
Coba dibandingkan dengan event metal lain di Jakarta yaitu ketika Metallica datang ke Indonesia, apa pada bilang para metalhead di sana nggak bener hidupnya dan nggak bisa diatur? Metallica kan band metal juga. Itu bahkan didatengin artis serta Bapak Presiden kita. Nggak rusuh dan tunduk aturan juga bukan? Ya begitulah gambaran event metal yang kami datangi. Bedanya, event metal ini lebih bersahabat dengan kelas menengah ke bawah. Jadi jangan aneh kalau masih ketemu sama kang parkir atau kang kaos metal di pasar.
Stigma masyarakat terhadap pecinta musik metal memang masih miring. Tetapi melihat fenomena yang saat ini sedang dipertontonkan di depan mata gue dan Emi, harusnya masyarakat respek dengan kami. Kami bisa teratur dan mengikuti aturan yang ada, walaupun terkadang masih ada kejadian dimana ada provokator keributan di antara penonton kayak nggak sengaja kedorong saat circle pit atau nggak sengaja ketampol saat wall of death.
Tetapi karena kami bersatu dan berusaha mengeluarkan provokator tersebut demi kenyamanan band favorit kami. ‘Udah acara metal jarang dan susah izinnya, eh malah dibikin rusuh. Nggak tau bersyukur banget itu yang rusuh!’ Jadi, yang ada malah si provokator tersebut yang habis dikasih pelajaran oleh Angkatan Darat dan Kepolisian yang menjaga jalannya acara.
Namun, kerusuhan yang terjadi di acara metal tentu saja berbeda dengan penonton konser musik dangdut atau musik pop komersial yang seringkali sulit diatur dan malah merusuh di tengah pertunjukan. Padahal masalahnya sama aja, nggak terima kalau nggak sengaja tersentuh oleh penonton yang lain. Sebenarnya bisa saja mereka menjadi bersatu juga dan mengeluarkan provokator. Tetapi entah kenapa, malah selalu ricuh berujung rusuh bahkan dilanjutkan dengan tawuran antara kampung. Lebih konyol mana? Haha. Intinya mah sama aja sih, tinggal masing-masing orangnya aja bisa diatur apa nggak.
Penikmat musik seperti ini memang nggak sebanyak genre musik lain sehingga opini yang berkembang terkait musik ini pun seperti nggak pernah jauh dari urusan yang negatif. Nggak semua apa yang dilakukan oleh kami ketika menikmati musik kami, menjadi disebut sebuah kerusuhan. Salah satu kegiatan yag kami lakukan adalah sengaja saling hantam badan. Itulah seni yang disebut wall of death. Ini impian Emi banget bisa ikutan wall of death. Tapi mengingat dia baru saja beres operasi dan badannya yang mungil, gue nggak mau ambil resiko membiarkan dia untuk ikutan wall of death. Anak orang bisa mati.
Seringkali juga kami kompak mengikuti instruksi vokalis untuk membuat sebuah circle pit. Tapi ada rusuh? Nggak ada. Karena wall of death dan circle pit adalah seni, bukan kekerasan atau kerusuhan. Stigma masyarakat ini yang seringkali merusak image kami.
Ilustrasi Wall of Death
Ilustrasi Circle Pit
Ini kerusuhan? Tentu saja bukan. Ini adalah salah satu cara kami menikmati dan memberikan apresiasi terhadap musisi idola kami.
Nggak melulu komunitas metal ini gue lihat sisi positifnya saja. Di komunitas ini pun ada sisi jeleknya dimana kadangkala gue melihat anak metal suka bersikap skeptis terhadap pecinta genre musik lain. Mungkin karena mereka merasa gahar dan keren, jadinya ada aja ledek-ledekan (yang seringkali) kasar terhadap pecinta musik genre lain. Elitis-elitis metal macam ini yang kadang membuat gue sedikit terganggu dan malah menjadi bumerang terhadap genre musik metal itu sendiri.
Gue nggak serta merta merasa paling gahar dan paling keren sejagat raya karena gue suka lagu metal, bisa nyanyiin lagu metal, dan band gue bisa memainkan lagu metal. Apalagi ditambah pacar gue pun suka lagu metal. Kurang gahar dan keren apa lagi gue? Tapi gue sendiri sebenarnya menyukai genre musik lainnya. Pop Jawa yang dipopulerkan Didi Kempot pun gue suka kok. Jadi menurut gue, nggak perlu lah mengkotak-kotakkan selera musik. Karena selera itu adalah pilihan. Kita nggak bisa memaksakan pilihan kita kepada orang lain. Semua punya cara menikmatinya sendiri-sendiri.
“Hmm. Gue nggak mau parkir pinggir jalan ya, Zy. Gue nggak mau ambil resiko. Kita nanti mau nyimpen HP, dompet sama barang berharga kita di mobil.”
“Iya makanya itu. Aduh apaan ya yang buka sampe malem parkirannya? Nggak ada apartemen juga.”
“Ah gue tau, Zy! Kita parkir di rumah sakit aja. Kan tadi ada tuh kita ngelewatin rumah sakit. Parkiran rumah sakit pasti dijamin buka 24 jam. Kan orang sakit nggak ngenal waktu.”
“Eh iya ya. Bener juga lo, Mi. Ide brilian ini. Oke deh, berarti yang rumah sakit sebelah sana aja tadi ya?” kata gue sambil menunjuk ke satu titik.
Kami akhirnya memarkir mobil di sebuah rumah sakit yang cukup besar yang nggak begitu jauh dari lokasi event yang akan kami datangi. Kurang lebih jaraknya sekitar 800 meteran dari lokasi. Kebetulan mereka ternyata punya parkiran tambahan yang super kosong di belakang rumah sakitnya. Sepertinya kebanyakan orang lebih memilh untuk memarkirkan kendaraan mereka di parkiran basement.
Parkiran luar ini hanya terdapat beberapa mobil yang di dalamnya juga ada orang di dalamnya. Sepertinya keluarga dari mereka yang sakit tetapi tidak bisa tidur di dalam rumah sakit, sehingga mereka memilih tidur di mobil. Kebetulan parkirannya walaupun outdoor tetapi tidak begitu panas karena rindang dengan pepohonan.
Menurut gue, ide Emi ini oke banget. Karena ya memang logika dia benar, orang sakit nggak kenal waktu. Makanya parkiran rumah sakit nggak akan mungkin tutup dan terus dijaga oleh Security. Belum lagi, parkiran rumah sakit yang kami datangi ini bertipe parkir berbayar, sehingga nggak mungkin penuh karena diikuti oleh orang lain kecuali mereka-mereka memang benar-benar membutuhkan parkiran seperti kami. Mengingat konser ini akan berakhir malam hari, kami harus memperkirakan parkiran mana yang buka sampai malam, dan ide Emi tersebut muncul.
“Selain dapet parkir yang aman, kan bisa juga numpang ke kamar mandi gratis atau istirahat di ruang tunggu rumah sakit. Terjamin kebersihannya. Walaupun biangnya penyakit, tetapi selama kita cuci tangan, harusnya amanlah. Lagipula kita nggak berniat berlama-lama juga di sana, selain parkir.” Kata Emi.
HP dan dompet kami sembunyikan di tempat yang nggak akan terlihat dari luar jika ada yang mengintip dari luar mobil. Isi dompet, kartu, dan beberapa barang lainnya pun kami taruh terpisah-pisah biar sulit dilihat dan tidak terkonsentrasi di satu lokasi yang sama. Yang penting inget saja dimana saja menaruh semua barang-barang tersebut. Selain itu, HP kami pun sengaja kami matikan total untuk menghemat daya.
Lalu apa yang kami lakukan jika terpisah di event nanti? Gue dan Emi selalu percaya pada chemistry yang udah kami bangun selama beberapa tahun. Selain itu, untuk berjaga-jaga Emi mengajak gue untuk membuat perjanjian dimana kalau misalnya kami nggak sengaja terpisah, kami akan terus menikmati event itu dan kemudian bertemu di satu titik yang telah dijanjikan saat konser selesai.
Kami berjanji akan saling menunggu satu sama lain di sana. Di sini kami hanya bisa mengandalkan kepercayaan dan chemistry. Sejauh ini, chemistryselalu berhasil mempertemukan kami dimanapun ketika kami kesulitan berkomunikasi. Walaupun gue berharap nggak akan melepaskan Emi agar bisa menikmati setiap momen di event tersebut bersama.
Kami berjalan kaki dari rumah sakit tersebut menuju ke lokasi event. Memang cukup jauh, tapi Emi nggak mengeluh. Kebetulan kami berdua memang suka jalan-jalan. Ini yang gue cinta dari seorang Emi. Mau menganggung resiko dengan ide dia. Dia yang mengidekan untuk parkir di lokasi yang jauh, dia sudah paham resiko yang akan dia lalui setelahnya. Jadi, dia pun menikmati resiko yang harus dia terima tersebut.
Sebenernya, gue mau mengajak Emi untuk naik angkutan umum, tapi gue takut salah naik. Bukannya kami cepet sampe ke lokasi event, eh malah makin jauh karena bukan trayeknya. Mau nanya orang males juga gue. Haha. Jadi, ya hitung-hitung sekalian jogging pagi, kami berjalan kaki dan membawa beberapa lembar uang untuk jajan atau makan siang dan malam nanti.
Akhirnya acara dimulai sekitar jam 11.00, melenceng dari jadwal yang seharusnya. Band-band lokal hasil audisi tampil duluan sebagai opener event ini, sampai sekitar pukul 15.00. Kami menikmati setiap penampilan band-band opener tersebut. Banyak banget di antara mereka yang lagunya asik-asik, bahkan skillnya pun nggak bisa dianggap remeh. Siapa tahu di masa depan, band-band ini menjadi band besar bukan?
Band-band utama yang sudah punya nama dan diincar untuk ditonton mulai tampil setelah penampilan band-band lokal tersebut. Main event yang kami tunggu-tunggu. Sebenarnya di event ini nggak murni hanya menawarkan penampilan-penampilan musisi dengan genre metal, mengingat ada The S.I.G.I.T, Rosemary, dan Billfold yang juga manggung disini. Tetapi memang kebanyakan band-band yang manggung dengan subgenre yang bermacam-macam seperti metalcore, deathmetal, deathcore, hardcore, grindcore, trash metal, symphonic death metal, Slamming, brutal death metal dan sebagainya.
“Gimana, asik nggak? Akhirnya ya kita bisa nonton berdua lagi.” Teriak gue disela riuhnya mosh pit sambil menjaga Emi dengan mendekatkan tubuh dia dengan tubuh gue.
Nggak lupa gue meminta dia untuk fokus supaya nggak terlepas dari gue. Beberapa kali soalnya Emi ditarik untuk gabung ke
. Eminya emang mau banget, tapi nggak gue bolehin. Biar kami menikmati musik dengan bernyanyi, berteriak, dan loncat bareng saja. Nggak dulu deh ikutan di sana.
“Gila asik banget! Pertama kali nih gue nonton acara metal yang serame ini. Kan biasanya acara metal kecil-kecilan di kota kita. Buat gue yang baru pertama kali nonton acara metal kayak gini, gue nyaman kok. Nggak takut sama sekali. Ini mereka yang dateng tampang-tampangnya aja pada serem-serem, tapi pada sopan-sopan orangnya.”
“Ya gitulah anak metal mah. Serem luarnya doang. Haha. Demen musik metal, dianggep auto satanic sih. Padahal kan satanic metal ada sendiri. Eh main dilabelling aja semua pecinta metal itu satanic. Haha.”
“Ini makin sore performernya makin parah sih, Zy. Gue suka! Haha.”
“Oh iya, nanti pas RTF (Revenge The Fate), lo munduran atau minggir dikit ya. Massanya banyak soalnya. Takutnya lo kelepas dari gue.”
“Kenapa emangnya?”
“Biasanya mereka rada sedikit berantakan moshingnya Mi. Suka bikin circle pit yang gede banget sama wall of death Mi.”
“Oh iya? Boleh gue ikutan wall of death?” Nah ini yang gue nggak mau, Emi pasti seneng banget bisa ikutan wall of death.
“NGGAK BOLEH! NGGAK ADA!”
Ini adalah pertama kalinya juga gue mengajak pacar gue datang ke acara metal yang mana sudah menjadi kesenangan gue sejak dulu. Gue nggak pernah mendapatkan pacar yang benar-benar support hobi gue di metal seperti ini. Nggak cuman mau mendengarkan segala cerita gue tentang metal, tetapi dia juga senang dengan lagu metal. Langka banget ini orang. Gue bener-bener senang dan bangga mendapatkan dia.
Soalnya kan biasanya begini korelasinya : Pintar = culun = pop / jazz atau Nggak pintar = gaul / urakan = metal. Walaupun ya rumusnya nggak selalu begini juga sih. Tapi, kebetulan beberapa kasus yang gue temukan memang seperti ini. Nah, Emi ini adalah salah satu orang yang merusak rumusan tersebut. Dia pintar, cerdas, nggak culun, tetapi suka metal.
Bisa dihitung jari pecinta metal di kampus gue dari jaman gue dulu kuliah, sampai dengan angkatan Emi lulus. Bersyukur banget gue nggak ketinggalan dan kehilangan momen untuk bisa mengenal cewek kayak Emi ini. Apalagi bisa memiliki dia kayak sekarang. Bodoh banget gue kalau sampe kehilangan dia.
Akhirnya, main event pun digelar. Mulai dari band lokal macam Beside, Revenge The Fate, hingga Burgerkill silih berganti untuk tampil. Energi kami para penonton benar-benar dikuras habis saking semangatnya, walaupun belum habis-habis banget. Malam masih panjang dan list band-band asik lainnya masih panjang hingga malam hari nanti, termasuk ada Fleshgod Apocalypse dari Italia yang jadi favorit Emi juga.
Fleshgod Apocalypse - The Fool (salah satu track favorite Emi)
Emi memutuskan untuk melipir ke kamar mandi lebih dulu untuk ‘menyelesaikan urusannya’. Dia nggak mau ketinggalan band metal yang dia tunggu-tunggu, Band Jasad. Band favorit dia ketika gue perkenalkan pertama kali. Apalagi lagu Siliwangi, menjadi salah satu lagu favoritnya.
Jasad - Siliwangi (Live @Bloodstock Fest. England)
Ternyata lokasi kamar mandi yang disediakan itu sangat jauh dari panggung dan akhirnya penuh dengan orang. Dan di sanalah ada cewek-cewek yang nggak tertib dan nggak mau antri membuat antrian semakin kacau. Hal tersebut membuat Emi kesal karena Emi jadi ketinggalan untuk melihat Jasad tampil membawakan lagu favoritnya tersebut.
Kami kembali ke mobil sekitar pukul 21.30 malam, seusai menonton sampai akhir acara sekitar 21.00. Dari venueacara, kami berjalan kaki menuju ke parkiran mobil di rumah sakit.
Mungkin karena hari sabtu kali ya, makanya rumah sakit atau klinik sepi. Soalnya gue perhatikan, rumah sakit atau klinik itu ramai di awal minggu, misalnya hari senin dan selasa. Rumah sakit dan klinik tersebut ramai didatangi oleh orang yang sakit beneran atau disakit-sakitin biar nggak masuk kerja, kuliah atau sekolah di awal minggu. Haha. Silakan perhatikan fenomena ini di klinik terdekat anda kalau nggak percaya.
“Mi, seronde yuk. Mumpung sepi nih. Biar gue nggak ngantuk juga. Kan kita belum pernah tuh ‘nyobain’ di mobil. Haha.” Canda gue. Gue nggak tau sih gimana Emi bakalan merespon ajakan gue tersebut.
“Hmm. Bisa sih. Tapi aman nggak? Gue nggak mau ya digrebek dan diusir dari sini karena ketauan ngew* di parkiran rumah sakit. Anjir, hina banget kalau jadi headline di berita. ‘Sepasang muda mudi pendatang, ketauan ngew* di parkiran rumah sakit.’” Gue auto ngakak denger omongan dia. Bisa banget emang anak ini ngelawak ketika lagi serius.
“Ya gambling sih. Asal kitanya tetep waspada aja. Mau nggak?”
Dia terlihat sedikit ragu awalnya. “Boleh deh. Bener kata lu, biar nggak ngantuk.”
Gue langsung menerjang Emi yang belum selesai mengganti baju. Saat itu, Emi berada di samping gue persis langsung saja gue peluk dan gue cumbu bertubi-tubi. Keadaan yang harus tetap waspada membuat gue semakin excited untuk segera eksekusi tanpa kebanyakan foreplay. Rocky juga udah bangun saking excitednya membayangkan apa yang akan kami lakukan.
Emi pun membalas setiap ciuman yang gue berikan dengan penuh gairah. Bibir, leher, muka, semuanya tergerus habis karena saling berbalas kecupan dimana-mana ini. Emi membiarkan jemari tangan gue untuk mengeksplor segala jengkal lekuk tubuhnya yang bisa gue rasakan. Nggak lupa gue mengarahkan tangannya juga untuk mengeluarkan Rocky dari kandangnya agar lebih leluasa untuk dijamah.
Emi segera menundukkan kepalanya tepat di antara kedua kaki gue. Dia meminta gue untuk duduk di bangku supir sambil sedikit melebarkan kedua kaki gue tersebut. Emi langsung melumat dengan lahapnya rocky sambil jemari kirinya meremas pabrik masa depan gue di bawah rocky.
Tangan kiri gue nggak bisa tinggal dia, gue memasukan tangan kiri gue ke dalam kaos yang dia gunakan dan mengeluarkan kedua gunung kembarnya dari tempatnya tanpa membuka bra yang dia gunakan. Gue meremas sesaat sambil memainkan puting dia hingga dia sedikit merintih di sela lumatan dia pada rocky.
Tetapi Emi mendadak menghentikan tangan kiri gue tersebut dan mengarahkannya untuk masuk ke celana yang dia gunakan. Dia merubah posisinya yang sebelumnya duduk menjadi menungging ke arah gue. Dia menurunkan sedikit celana hingga sebatas paha atasnya dan mengarahkan tangan kiri gue untuk meraba selangkangannya. Tanpa perlu arahan lagi, gue langsung memainkan jemari gue di sana, keluar masuk hingga Emi basah dan dibuat tidak dapat menahan kedua kakinya lagi.
Mendadak Emi menghentikan kegiatannya dan menarik tangan gue keluar darinya. Emi kemudian menunjuk kursi belakang. Oke, kami pindah ke kursi belakang dengan melompati kursi depan dibagian tengahnya. Kemudian percumbuan berlanjut dengan hati-hati. Gue buat Emi tertidur di bawah gue di kursi belakang tapi tanpa gerakan berlebihan. Takutnya malah banyak pergerakan yang akan terlacak dari luar. Haha.
“Ayo, Zy. Langsung masukin aja. Biar cepet.” ujarnya di tengah ciuman hot kami.
“Beres.” kata gue sambil tersenyum di bawah remang cahaya.
Gue duduk bersandar di tepi mobil bagian tengah. Sementara Emi duduk membelakangi gue, tepat di pangkuan gue. Kedua celana kami telah lepas dan hanya meninggalkan kami tanpa celana dengan baju Emi yang sudah tersingkap ke atas hingga memperlihatkan gunung kembar dia yang masih ditopang oleh bra yang dia pakai. Membuatnya semakin terlihat penuh dan padat. Tentu saja, dia masih menggunakan kerudung hitamnya.
Sungguh pengalaman seru banget. Udah di parkiran rumah sakit dan pake mobil baru. Udah seperti semacam merayakan hajatan mobil baru aja. Haha. Gue mengelus lembut punggung Emi yang terasa hangat dan mengecupnya hingga Emi mendesah geli.
Gue mengarahkan rocky untuk masuk. Penetrasi pun terjadi. Sekitar 10 menitan kami bergerak perlahan untuk mengurangi guncangan. Pada akhirnya Emi gagal melakukan ritual telan biar sehat, karena terbatasnya ruang gerak kami. Saking excited-nya, kami tidak hanya melakukan satu ronde, tetapi hingga tiga ronde dimana gue buat dia menghadap ke arah gue yang tidak kalah serunya. Semua dilakukan dengan luar biasa.
Kami berangkat dengan mengenakan kaos hitam bergambar band favorit kami. Emi dengan kaos Noxa favoritnya, sedangkan gue dengan kaos Chelsea Grin. Gue memakai celana pendek hitam selutut dengan sepatu sneakers. Sementara Emi berkerudung hitam, bercelana jeans slimfit, dan sepatu sneakers juga. Kami pasangan anak metal lah pokoknya ya. Haha.
Kami berangkat sehabis subuh dari rumah Emi karena gue sengaja nginep di rumah dia biar nggak ribet dan ga ngebangunin Mama sama Dania. Eh dilalahnya karena jalanan masih kosong banget, kami sampai di lokasi masih pagi hari juga. Padahal acara baru akan dimulai sekiar jam 10 pagi. Tapi walaupun masih pagi, para metalhead (sebutan untuk orang yang menyukai genre musik metal) sudah tertib berkumpul dan antri untuk menukaran tiket yang telah dibeli secara online. Tiket tersebut akan ditukar dengan merchandise yang disediakan dan kami akan mendapatkan cap sebagai tanda keluar masuk event tersebut.
Selain penukaran tiket online, event tersebut masih membuka booth tiket on the spot. Booth tiket on the spot dan online dipisahkan oleh panitia untuk menghindari kerumunan orang. Tapi nggak ada itu ceritanya para metalhead yang terlihat seram, urakan, dan nggak bener hidupnya (menurut orang awam) itu pada nggak bisa diatur. Padahal kami di sini, semuanya tunduk pada aturan. Disuruh antri ya antri, paling ya berisik aja karena musik kami emang begitu. Walaupun event metal begini sampe dijaga oleh Angkatan Darat dan Kepolisian, tetapi event metal minim kerusuhan.
Coba dibandingkan dengan event metal lain di Jakarta yaitu ketika Metallica datang ke Indonesia, apa pada bilang para metalhead di sana nggak bener hidupnya dan nggak bisa diatur? Metallica kan band metal juga. Itu bahkan didatengin artis serta Bapak Presiden kita. Nggak rusuh dan tunduk aturan juga bukan? Ya begitulah gambaran event metal yang kami datangi. Bedanya, event metal ini lebih bersahabat dengan kelas menengah ke bawah. Jadi jangan aneh kalau masih ketemu sama kang parkir atau kang kaos metal di pasar.
Stigma masyarakat terhadap pecinta musik metal memang masih miring. Tetapi melihat fenomena yang saat ini sedang dipertontonkan di depan mata gue dan Emi, harusnya masyarakat respek dengan kami. Kami bisa teratur dan mengikuti aturan yang ada, walaupun terkadang masih ada kejadian dimana ada provokator keributan di antara penonton kayak nggak sengaja kedorong saat circle pit atau nggak sengaja ketampol saat wall of death.
Tetapi karena kami bersatu dan berusaha mengeluarkan provokator tersebut demi kenyamanan band favorit kami. ‘Udah acara metal jarang dan susah izinnya, eh malah dibikin rusuh. Nggak tau bersyukur banget itu yang rusuh!’ Jadi, yang ada malah si provokator tersebut yang habis dikasih pelajaran oleh Angkatan Darat dan Kepolisian yang menjaga jalannya acara.
Namun, kerusuhan yang terjadi di acara metal tentu saja berbeda dengan penonton konser musik dangdut atau musik pop komersial yang seringkali sulit diatur dan malah merusuh di tengah pertunjukan. Padahal masalahnya sama aja, nggak terima kalau nggak sengaja tersentuh oleh penonton yang lain. Sebenarnya bisa saja mereka menjadi bersatu juga dan mengeluarkan provokator. Tetapi entah kenapa, malah selalu ricuh berujung rusuh bahkan dilanjutkan dengan tawuran antara kampung. Lebih konyol mana? Haha. Intinya mah sama aja sih, tinggal masing-masing orangnya aja bisa diatur apa nggak.
Penikmat musik seperti ini memang nggak sebanyak genre musik lain sehingga opini yang berkembang terkait musik ini pun seperti nggak pernah jauh dari urusan yang negatif. Nggak semua apa yang dilakukan oleh kami ketika menikmati musik kami, menjadi disebut sebuah kerusuhan. Salah satu kegiatan yag kami lakukan adalah sengaja saling hantam badan. Itulah seni yang disebut wall of death. Ini impian Emi banget bisa ikutan wall of death. Tapi mengingat dia baru saja beres operasi dan badannya yang mungil, gue nggak mau ambil resiko membiarkan dia untuk ikutan wall of death. Anak orang bisa mati.
Seringkali juga kami kompak mengikuti instruksi vokalis untuk membuat sebuah circle pit. Tapi ada rusuh? Nggak ada. Karena wall of death dan circle pit adalah seni, bukan kekerasan atau kerusuhan. Stigma masyarakat ini yang seringkali merusak image kami.
Ini kerusuhan? Tentu saja bukan. Ini adalah salah satu cara kami menikmati dan memberikan apresiasi terhadap musisi idola kami.
Nggak melulu komunitas metal ini gue lihat sisi positifnya saja. Di komunitas ini pun ada sisi jeleknya dimana kadangkala gue melihat anak metal suka bersikap skeptis terhadap pecinta genre musik lain. Mungkin karena mereka merasa gahar dan keren, jadinya ada aja ledek-ledekan (yang seringkali) kasar terhadap pecinta musik genre lain. Elitis-elitis metal macam ini yang kadang membuat gue sedikit terganggu dan malah menjadi bumerang terhadap genre musik metal itu sendiri.
Gue nggak serta merta merasa paling gahar dan paling keren sejagat raya karena gue suka lagu metal, bisa nyanyiin lagu metal, dan band gue bisa memainkan lagu metal. Apalagi ditambah pacar gue pun suka lagu metal. Kurang gahar dan keren apa lagi gue? Tapi gue sendiri sebenarnya menyukai genre musik lainnya. Pop Jawa yang dipopulerkan Didi Kempot pun gue suka kok. Jadi menurut gue, nggak perlu lah mengkotak-kotakkan selera musik. Karena selera itu adalah pilihan. Kita nggak bisa memaksakan pilihan kita kepada orang lain. Semua punya cara menikmatinya sendiri-sendiri.
“Hmm. Gue nggak mau parkir pinggir jalan ya, Zy. Gue nggak mau ambil resiko. Kita nanti mau nyimpen HP, dompet sama barang berharga kita di mobil.”
“Iya makanya itu. Aduh apaan ya yang buka sampe malem parkirannya? Nggak ada apartemen juga.”
“Ah gue tau, Zy! Kita parkir di rumah sakit aja. Kan tadi ada tuh kita ngelewatin rumah sakit. Parkiran rumah sakit pasti dijamin buka 24 jam. Kan orang sakit nggak ngenal waktu.”
“Eh iya ya. Bener juga lo, Mi. Ide brilian ini. Oke deh, berarti yang rumah sakit sebelah sana aja tadi ya?” kata gue sambil menunjuk ke satu titik.
Kami akhirnya memarkir mobil di sebuah rumah sakit yang cukup besar yang nggak begitu jauh dari lokasi event yang akan kami datangi. Kurang lebih jaraknya sekitar 800 meteran dari lokasi. Kebetulan mereka ternyata punya parkiran tambahan yang super kosong di belakang rumah sakitnya. Sepertinya kebanyakan orang lebih memilh untuk memarkirkan kendaraan mereka di parkiran basement.
Parkiran luar ini hanya terdapat beberapa mobil yang di dalamnya juga ada orang di dalamnya. Sepertinya keluarga dari mereka yang sakit tetapi tidak bisa tidur di dalam rumah sakit, sehingga mereka memilih tidur di mobil. Kebetulan parkirannya walaupun outdoor tetapi tidak begitu panas karena rindang dengan pepohonan.
Menurut gue, ide Emi ini oke banget. Karena ya memang logika dia benar, orang sakit nggak kenal waktu. Makanya parkiran rumah sakit nggak akan mungkin tutup dan terus dijaga oleh Security. Belum lagi, parkiran rumah sakit yang kami datangi ini bertipe parkir berbayar, sehingga nggak mungkin penuh karena diikuti oleh orang lain kecuali mereka-mereka memang benar-benar membutuhkan parkiran seperti kami. Mengingat konser ini akan berakhir malam hari, kami harus memperkirakan parkiran mana yang buka sampai malam, dan ide Emi tersebut muncul.
“Selain dapet parkir yang aman, kan bisa juga numpang ke kamar mandi gratis atau istirahat di ruang tunggu rumah sakit. Terjamin kebersihannya. Walaupun biangnya penyakit, tetapi selama kita cuci tangan, harusnya amanlah. Lagipula kita nggak berniat berlama-lama juga di sana, selain parkir.” Kata Emi.
HP dan dompet kami sembunyikan di tempat yang nggak akan terlihat dari luar jika ada yang mengintip dari luar mobil. Isi dompet, kartu, dan beberapa barang lainnya pun kami taruh terpisah-pisah biar sulit dilihat dan tidak terkonsentrasi di satu lokasi yang sama. Yang penting inget saja dimana saja menaruh semua barang-barang tersebut. Selain itu, HP kami pun sengaja kami matikan total untuk menghemat daya.
Lalu apa yang kami lakukan jika terpisah di event nanti? Gue dan Emi selalu percaya pada chemistry yang udah kami bangun selama beberapa tahun. Selain itu, untuk berjaga-jaga Emi mengajak gue untuk membuat perjanjian dimana kalau misalnya kami nggak sengaja terpisah, kami akan terus menikmati event itu dan kemudian bertemu di satu titik yang telah dijanjikan saat konser selesai.
Kami berjanji akan saling menunggu satu sama lain di sana. Di sini kami hanya bisa mengandalkan kepercayaan dan chemistry. Sejauh ini, chemistryselalu berhasil mempertemukan kami dimanapun ketika kami kesulitan berkomunikasi. Walaupun gue berharap nggak akan melepaskan Emi agar bisa menikmati setiap momen di event tersebut bersama.
Kami berjalan kaki dari rumah sakit tersebut menuju ke lokasi event. Memang cukup jauh, tapi Emi nggak mengeluh. Kebetulan kami berdua memang suka jalan-jalan. Ini yang gue cinta dari seorang Emi. Mau menganggung resiko dengan ide dia. Dia yang mengidekan untuk parkir di lokasi yang jauh, dia sudah paham resiko yang akan dia lalui setelahnya. Jadi, dia pun menikmati resiko yang harus dia terima tersebut.
Sebenernya, gue mau mengajak Emi untuk naik angkutan umum, tapi gue takut salah naik. Bukannya kami cepet sampe ke lokasi event, eh malah makin jauh karena bukan trayeknya. Mau nanya orang males juga gue. Haha. Jadi, ya hitung-hitung sekalian jogging pagi, kami berjalan kaki dan membawa beberapa lembar uang untuk jajan atau makan siang dan malam nanti.
Akhirnya acara dimulai sekitar jam 11.00, melenceng dari jadwal yang seharusnya. Band-band lokal hasil audisi tampil duluan sebagai opener event ini, sampai sekitar pukul 15.00. Kami menikmati setiap penampilan band-band opener tersebut. Banyak banget di antara mereka yang lagunya asik-asik, bahkan skillnya pun nggak bisa dianggap remeh. Siapa tahu di masa depan, band-band ini menjadi band besar bukan?
Band-band utama yang sudah punya nama dan diincar untuk ditonton mulai tampil setelah penampilan band-band lokal tersebut. Main event yang kami tunggu-tunggu. Sebenarnya di event ini nggak murni hanya menawarkan penampilan-penampilan musisi dengan genre metal, mengingat ada The S.I.G.I.T, Rosemary, dan Billfold yang juga manggung disini. Tetapi memang kebanyakan band-band yang manggung dengan subgenre yang bermacam-macam seperti metalcore, deathmetal, deathcore, hardcore, grindcore, trash metal, symphonic death metal, Slamming, brutal death metal dan sebagainya.
“Gimana, asik nggak? Akhirnya ya kita bisa nonton berdua lagi.” Teriak gue disela riuhnya mosh pit sambil menjaga Emi dengan mendekatkan tubuh dia dengan tubuh gue.
Nggak lupa gue meminta dia untuk fokus supaya nggak terlepas dari gue. Beberapa kali soalnya Emi ditarik untuk gabung ke
. Eminya emang mau banget, tapi nggak gue bolehin. Biar kami menikmati musik dengan bernyanyi, berteriak, dan loncat bareng saja. Nggak dulu deh ikutan di sana.
“Gila asik banget! Pertama kali nih gue nonton acara metal yang serame ini. Kan biasanya acara metal kecil-kecilan di kota kita. Buat gue yang baru pertama kali nonton acara metal kayak gini, gue nyaman kok. Nggak takut sama sekali. Ini mereka yang dateng tampang-tampangnya aja pada serem-serem, tapi pada sopan-sopan orangnya.”
“Ya gitulah anak metal mah. Serem luarnya doang. Haha. Demen musik metal, dianggep auto satanic sih. Padahal kan satanic metal ada sendiri. Eh main dilabelling aja semua pecinta metal itu satanic. Haha.”
“Ini makin sore performernya makin parah sih, Zy. Gue suka! Haha.”
“Oh iya, nanti pas RTF (Revenge The Fate), lo munduran atau minggir dikit ya. Massanya banyak soalnya. Takutnya lo kelepas dari gue.”
“Kenapa emangnya?”
“Biasanya mereka rada sedikit berantakan moshingnya Mi. Suka bikin circle pit yang gede banget sama wall of death Mi.”
“Oh iya? Boleh gue ikutan wall of death?” Nah ini yang gue nggak mau, Emi pasti seneng banget bisa ikutan wall of death.
“NGGAK BOLEH! NGGAK ADA!”
Ini adalah pertama kalinya juga gue mengajak pacar gue datang ke acara metal yang mana sudah menjadi kesenangan gue sejak dulu. Gue nggak pernah mendapatkan pacar yang benar-benar support hobi gue di metal seperti ini. Nggak cuman mau mendengarkan segala cerita gue tentang metal, tetapi dia juga senang dengan lagu metal. Langka banget ini orang. Gue bener-bener senang dan bangga mendapatkan dia.
Soalnya kan biasanya begini korelasinya : Pintar = culun = pop / jazz atau Nggak pintar = gaul / urakan = metal. Walaupun ya rumusnya nggak selalu begini juga sih. Tapi, kebetulan beberapa kasus yang gue temukan memang seperti ini. Nah, Emi ini adalah salah satu orang yang merusak rumusan tersebut. Dia pintar, cerdas, nggak culun, tetapi suka metal.
Bisa dihitung jari pecinta metal di kampus gue dari jaman gue dulu kuliah, sampai dengan angkatan Emi lulus. Bersyukur banget gue nggak ketinggalan dan kehilangan momen untuk bisa mengenal cewek kayak Emi ini. Apalagi bisa memiliki dia kayak sekarang. Bodoh banget gue kalau sampe kehilangan dia.
Akhirnya, main event pun digelar. Mulai dari band lokal macam Beside, Revenge The Fate, hingga Burgerkill silih berganti untuk tampil. Energi kami para penonton benar-benar dikuras habis saking semangatnya, walaupun belum habis-habis banget. Malam masih panjang dan list band-band asik lainnya masih panjang hingga malam hari nanti, termasuk ada Fleshgod Apocalypse dari Italia yang jadi favorit Emi juga.
Emi memutuskan untuk melipir ke kamar mandi lebih dulu untuk ‘menyelesaikan urusannya’. Dia nggak mau ketinggalan band metal yang dia tunggu-tunggu, Band Jasad. Band favorit dia ketika gue perkenalkan pertama kali. Apalagi lagu Siliwangi, menjadi salah satu lagu favoritnya.
Ternyata lokasi kamar mandi yang disediakan itu sangat jauh dari panggung dan akhirnya penuh dengan orang. Dan di sanalah ada cewek-cewek yang nggak tertib dan nggak mau antri membuat antrian semakin kacau. Hal tersebut membuat Emi kesal karena Emi jadi ketinggalan untuk melihat Jasad tampil membawakan lagu favoritnya tersebut.
Kami kembali ke mobil sekitar pukul 21.30 malam, seusai menonton sampai akhir acara sekitar 21.00. Dari venueacara, kami berjalan kaki menuju ke parkiran mobil di rumah sakit.
Mungkin karena hari sabtu kali ya, makanya rumah sakit atau klinik sepi. Soalnya gue perhatikan, rumah sakit atau klinik itu ramai di awal minggu, misalnya hari senin dan selasa. Rumah sakit dan klinik tersebut ramai didatangi oleh orang yang sakit beneran atau disakit-sakitin biar nggak masuk kerja, kuliah atau sekolah di awal minggu. Haha. Silakan perhatikan fenomena ini di klinik terdekat anda kalau nggak percaya.
“Mi, seronde yuk. Mumpung sepi nih. Biar gue nggak ngantuk juga. Kan kita belum pernah tuh ‘nyobain’ di mobil. Haha.” Canda gue. Gue nggak tau sih gimana Emi bakalan merespon ajakan gue tersebut.
“Hmm. Bisa sih. Tapi aman nggak? Gue nggak mau ya digrebek dan diusir dari sini karena ketauan ngew* di parkiran rumah sakit. Anjir, hina banget kalau jadi headline di berita. ‘Sepasang muda mudi pendatang, ketauan ngew* di parkiran rumah sakit.’” Gue auto ngakak denger omongan dia. Bisa banget emang anak ini ngelawak ketika lagi serius.
“Ya gambling sih. Asal kitanya tetep waspada aja. Mau nggak?”
Dia terlihat sedikit ragu awalnya. “Boleh deh. Bener kata lu, biar nggak ngantuk.”
Gue langsung menerjang Emi yang belum selesai mengganti baju. Saat itu, Emi berada di samping gue persis langsung saja gue peluk dan gue cumbu bertubi-tubi. Keadaan yang harus tetap waspada membuat gue semakin excited untuk segera eksekusi tanpa kebanyakan foreplay. Rocky juga udah bangun saking excitednya membayangkan apa yang akan kami lakukan.
Emi pun membalas setiap ciuman yang gue berikan dengan penuh gairah. Bibir, leher, muka, semuanya tergerus habis karena saling berbalas kecupan dimana-mana ini. Emi membiarkan jemari tangan gue untuk mengeksplor segala jengkal lekuk tubuhnya yang bisa gue rasakan. Nggak lupa gue mengarahkan tangannya juga untuk mengeluarkan Rocky dari kandangnya agar lebih leluasa untuk dijamah.
Emi segera menundukkan kepalanya tepat di antara kedua kaki gue. Dia meminta gue untuk duduk di bangku supir sambil sedikit melebarkan kedua kaki gue tersebut. Emi langsung melumat dengan lahapnya rocky sambil jemari kirinya meremas pabrik masa depan gue di bawah rocky.
Tangan kiri gue nggak bisa tinggal dia, gue memasukan tangan kiri gue ke dalam kaos yang dia gunakan dan mengeluarkan kedua gunung kembarnya dari tempatnya tanpa membuka bra yang dia gunakan. Gue meremas sesaat sambil memainkan puting dia hingga dia sedikit merintih di sela lumatan dia pada rocky.
Tetapi Emi mendadak menghentikan tangan kiri gue tersebut dan mengarahkannya untuk masuk ke celana yang dia gunakan. Dia merubah posisinya yang sebelumnya duduk menjadi menungging ke arah gue. Dia menurunkan sedikit celana hingga sebatas paha atasnya dan mengarahkan tangan kiri gue untuk meraba selangkangannya. Tanpa perlu arahan lagi, gue langsung memainkan jemari gue di sana, keluar masuk hingga Emi basah dan dibuat tidak dapat menahan kedua kakinya lagi.
Mendadak Emi menghentikan kegiatannya dan menarik tangan gue keluar darinya. Emi kemudian menunjuk kursi belakang. Oke, kami pindah ke kursi belakang dengan melompati kursi depan dibagian tengahnya. Kemudian percumbuan berlanjut dengan hati-hati. Gue buat Emi tertidur di bawah gue di kursi belakang tapi tanpa gerakan berlebihan. Takutnya malah banyak pergerakan yang akan terlacak dari luar. Haha.
“Ayo, Zy. Langsung masukin aja. Biar cepet.” ujarnya di tengah ciuman hot kami.
“Beres.” kata gue sambil tersenyum di bawah remang cahaya.
Gue duduk bersandar di tepi mobil bagian tengah. Sementara Emi duduk membelakangi gue, tepat di pangkuan gue. Kedua celana kami telah lepas dan hanya meninggalkan kami tanpa celana dengan baju Emi yang sudah tersingkap ke atas hingga memperlihatkan gunung kembar dia yang masih ditopang oleh bra yang dia pakai. Membuatnya semakin terlihat penuh dan padat. Tentu saja, dia masih menggunakan kerudung hitamnya.
Sungguh pengalaman seru banget. Udah di parkiran rumah sakit dan pake mobil baru. Udah seperti semacam merayakan hajatan mobil baru aja. Haha. Gue mengelus lembut punggung Emi yang terasa hangat dan mengecupnya hingga Emi mendesah geli.
Gue mengarahkan rocky untuk masuk. Penetrasi pun terjadi. Sekitar 10 menitan kami bergerak perlahan untuk mengurangi guncangan. Pada akhirnya Emi gagal melakukan ritual telan biar sehat, karena terbatasnya ruang gerak kami. Saking excited-nya, kami tidak hanya melakukan satu ronde, tetapi hingga tiga ronde dimana gue buat dia menghadap ke arah gue yang tidak kalah serunya. Semua dilakukan dengan luar biasa.
itkgid dan 18 lainnya memberi reputasi
19