Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rizaradriAvatar border
TS
rizaradri
Kasus Novel Baswedan, 'Tak Sengaja' sampai Tak Ada Saksi: Baju Saya Digunting
Deretan Kejanggalan Kasus Novel Baswedan, 'Tak Sengaja' sampai Tak Ada Saksi: Baju Saya Digunting



TRIBUNWOW.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan membeberkan serangkaian kejanggalan yang terjadi dalam kasus penyiraman air keras pada wajahnya.

Sebelumnya anggota polisi pelaku penyiraman air keras, Rahmat Kadir, dituntut hukuman 1 tahun penjara pada Kamis (11/6/2020).

Tuntutan tersebut kemudian menuai sorotan publik serta dinilai janggal karena kejadian terjadi sangat lama, yakni pada 11 April 2017 dan proses pengusutan mencapai 3 tahun.

Dilansir TribunWow.com, Novel Baswedan sebagai korban menyebutkan kasus tersebut memang dirasa janggal.

Hal itu ia sampaikan dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Sabtu (13/6/2020).

"Saya mulai sejak awal kedua terdakwa, yang waktu itu tersangka, ditangkap atau menyerahkan diri. Saya tidak tahu mana yang betul," kata Novel Baswedan saat dihubungi.

Awalnya ia bertanya alasan kedua orang ini ditangkap dan alat bukti yang mendasari.

Meskipun begitu, Novel tidak pernah mendapat jawaban.

"Saat itu saya bertanya kepada penyidik, apa alat bukti yang mendasari bahwa kedua orang itu adalah pelakunya?" ungkap Novel.

"Sampai kemudian perkara dilimpahkan ke penuntutan, saya tidak pernah mendapatkan jawaban soal itu," tuturnya.

Tidak hanya itu, penjelasan juga tidak didapat Novel Baswedan saat proses penuntutan.

"Begitu juga di proses penuntutan saya bertanya kepada jaksa penuntut, apa yang membuat jaksa penuntut yakin bahwa kedua orang ini adalah pelakunya?" katanya.

Fakta ini merupakan kejanggalan pertama yang dirasakan Novel sebagai korban.

Selain itu, ia menyebutkan saat sidang tidak ada saksi kunci yang dapat memberikan keterangan terhadap penyerangan itu.

"Kedua, ketika saya mengikuti proses sidang sebagai saksi, saya hadir di pengadilan. Ternyata saya ketahui dalam berkas perkara saksi-saksi penting tidak dimasukkan dalam berkas perkara," papar Novel.

"Saya kemudian dengan kuasa hukum menyampaikan kepada jaksa penuntut dengan harapan jaksa penuntut mau memasukkan saksi-saksi kunci yang mengetahui penyerangan kepada diri saya untuk dihadirkan dan didengarkan," jelasnya.

Meskipun permintaan itu telah disampaikan, tidak kunjung dilakukan juga oleh jaksa penuntut.

Fakta lain yang mencurigakan adalah adanya barang bukti yang hilang, seperti botol yang berisi air keras.

"Selain itu ada beberapa barang bukti yang hilang. Saya bisa katakan contohnya adalah botol yang dipakai untuk menuang ke suatu mug dan dipakai menyiram ke wajah saya," jelas Novel.

Selain itu, pakaian yang terkena air keras juga digunting sehingga bekasnya menjadi hilang.

"Saya juga tahu baju yang digunakan saya saat itu di bagian depannya digunting. Ketika digunting, tentunya apabila ada bekas air keras di sana menjadi hilang," tuturnya.

Saat itu pakaian tersebut digunting dengan alasan untuk sampel penyidikan.
Sebagai penyidik KPK, Novel membantah seharusnya pengambilan sampel tidak perlu menggunakan bagian sebesar itu.

Tidak hanya itu, pertanyaan jaksa kepada Novel saat sidang juga membuatnya merasa janggal.

"Saya ditanya oleh jaksa penuntut, 'Apabila saudara saksi menjadi penyidik, kemudian ada orang datang kepada penyidik mengakui suatu peristiwa atau berbuat pidana tertentu, diproses atau tidak?," kata Novel Baswedan.

"Hal itu aneh, karena saya saksi fakta tapi ditanya hal demikian."

Dalam persidangan, kedua terdakwa dituntut 1 tahun penjara dengan alasan tidak sengaja melukai mata Novel Baswedan.

Kedua pelaku, Rahmad Kadir Mahulette dan Rony Bugis, juga disebut memiliki dendam pribadi dan tidak ada sangkut-pautnya dengan jabatan korban sebagai penyidik KPK.

Dikutip dari Kompas.com, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengecam hal tersebut.

"Argumentasi Jaksa yang menyatakan ketidaksengajaan pelaku untuk menyiram mata Novel sebagai dasar menuntut rendah merupakan penghinaan terhadap akal sehat," kata peneliti PSHK Giri Ahmad Taufik, Jumat (12/6/2020).

Sumur:https://wow.tribunnews.com/amp/2020/06/14/deretan-kejanggalan-kasus-novel-baswedan-tak-sengaja-sampai-tak-ada-saksi-baju-saya-digunting?page=3

Het Komentaar: Hmmm... kinda conspiratiorial.

indrag057
chuwa23
entop
entop dan 10 lainnya memberi reputasi
9
1.6K
30
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Tampilkan semua post
pasti2periodeAvatar border
pasti2periode
#2
hukum indonesia cacat?
timpang?
itu kan da dari dulu?

masih ingat kasus meliana?
apa ga cacat hukum?
gimana suaranya?

mari kita flash back






atau barisan defender?



ini mah kasus BIASA SAJA
memang seperti itu kok
gw si balasnya dengan kata MAMPUS


saat minoritas mendapat ketidakadilan, mereka diam sampai injak
giliran pihak mereka mendapat ketidakadilan
mewek berharap suara pembelaan?

mendukung mereka ga ada bedanya dengan
berharap keadilan hanya ada di PIHAK MEREKA
sedangkan segala ketidakadilan dibiarkan di pihak minoritas

semoga kasus seperti ini makin bnyk terjadi di pihak nasbung

emoticon-Traveller
Diubah oleh pasti2periode 14-06-2020 05:59
Cosmoflip
akumidtorc
entop
entop dan 4 lainnya memberi reputasi
3
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.