Kaskus

Story

mbakendutAvatar border
TS
mbakendut
Favorite Girl [Kumcer]
Kumpulan Cerpen Remaja Romantis

Favorite Girl [Kumcer]


Quote:



Bagi gue, Mentari tuh istimewa. Sesuai namanya, lo bakal nemuin cahaya yang bersinar terang pas lo natap dia. Paling bagus pas lagi ngomong dan ngoceh soal cita-cita dia yang pengen banget jadi penulis novel hebat sekelas Tere Liye. Btw, Mentari juga punya kemampuan menulis artikel yang selalu jadi trending. Menurut gue, bisa nulis fiksi dan non fiksi sekaligus tuh luar biasa. Ya, untuk ukuran gue yang nulis satu quotesaja nggak bisa.

"Lo tau nggak? Gue tuh nggak pernah bisa kelarin satu cerbung. Padahal, gue pengen suatu saat novel gue terbit trus difilmkan," ocehnya. Kala itu, ia sedikit frustasi dengan kegagalannya menyelesaikan projek novel yang sudah mandek satu tahun. Mentari sudah membuat premis cerita dan telah menyelesaikan 10 bab, tetapi dia tetap tidak bisa melanjutkan hingga akhir.

Istilahnya, writers block. Ia bilang, "Gue kek kehilangan feeling nulis fiksi."

Meski pengetahuan tentang dunia kepenulisan minim, gue cukup paham kalo meski fiksi alias cerita rekaan, penulis butuh rasa pas nulis ceritanya. I mean, fiksi butuh ruh agar pembaca ikut merasakan apa yang dialami tokoh dalam cerita. Simple-nya, nulis fiksi tuh nggak mudah.

Meskipun berkali-kali frustasi, nyatanya Mentari bukan tipe manusia yang lekas menyerah atau putus asa. Dia banyak berlatih setelah itu. Ia bahkan rajin mengikuti kelas online menulis novel di grup Whatsapp dan men-share novelnya menjadi cerbung di grup Facebook.

"Gue dikritik, Ta. Katanya cerbung gue kurang bagus. Agak nyesek sih. Kurang feeling katanya. Jadi pas dibaca rada datar gitu."

Ia bahkan meneteskan air mata ketika curhat di suatu malam, saat ia dengan wajah kusutnya bertandang di kosan gue. Bayangin lo di posisi gue yang ngantuknya naudzubillah trus harus nenangin cewek lagi nangis. Namun, gue suka melakukannya, selama itu Mentari.

Sekali lagi gue bilang kalo Mentari itu istimewa, sesuai namanya. Kesedihannya tak berlangsung lama. Di siang hari, dengan bermodalkan pisang coklat 4 porsi, kami membicarakan banyak hal, termasuk keinginannya untuk membuat novel romance tanpa berbau teen dan school life seperti yang sering dibuatnya.

"Ta, gue pengen nulis novel romance berlatar kampus gitu. Mainstream sih. Gue juga pengen share di Wattpad. Siapa tahu ada rezeki dilirik penerbit." Bibir mungil itu mengoceh lagi. Bukan bibir itu yang jadi titik fokus gue sebenarnya, tapi lagi-lagi cahaya samar yang terpendar keluar dari wajahnya.

Semangat yang tak pernah pudar, setidaknya itu yang bisa gue simpulin.

"Lo pasti bisa ngelakuin itu, gue ngedukung lo, Tar."

Hari itu, Mentari memeluk gue untuk pertama kalinya. Lo tau? Rasanya ada kupu-kupu yang hinggap menggelitik perut onepack gue, menyenangkan.

"Gue udah nentuin tokoh utamanya. Tari dan Tata. Lo nggak keberatan 'kan?"

Senyum gue agak luntur waktu itu. Tari dan Tata, kenapa terdengar sangat menggelitik?

Ya, meski gue nggak menyetujui secara langsung, Mentari tetap melakukannya. Gue bahkan jadi orang pertama yang baca karya baru dia yang diberi judul "Winter Bear".

Lo tau? Gue ketawa ngakak karena karakter Tata alias gue dibikin ceria dan menyenangkan, seolah Tari sebagai penulis menginterpretasikan aslinya gue kepada pembaca. Kebalikan dari sifat tokoh Tari yang ia bikin murung dan agak galak.

Tari dan Tata, dua tokoh yang seakan memberi energi yang lebih positif. Baru kali itu, gue ngeliat Mentari mengerjakan novelnya dengan senyum yang merekah. Setiap jam, ia meluangkan waktu untuk melanjutkan novelnya dan mengunggah ke Wattpad.

Winter Bear, menjadi novel romance yang sangat ditunggu-tunggu oleh pembaca. Komentar baper dan shipper Tata Couple melonjak drastis. Apalagi setelah mereka tau jika Tata dan Tari nyata. Meski in real life, mereka tak seromantis versi novel.

Lo mungkin penasaran seperti apa hubungan gue sama Mentari. Sejak awal, gue hanya menempati posisi sebagai pemuja sosok bernama Mentari, cewek bertabur talenta dalam sudut pandang gue.

Tanpa bermaksud bikin shipper kami patah hati, gue dan Mentari emang nggak punya hubungan romantis yang bikin melting seperti dalam novel. Kami hanya partner working yang bertransformasi menjadi sahabat. Entah Mentari nganggap gue sekadar teman biasa, gue nggak tau.

Intinya, persahabatan serta kekaguman gue padanya terus berlanjut sampai beberapa tahun kemudian. Ya, hingga dia berhasil mewujudkan Mentari yang sesungguhnya.

Saat ... cewek yang udah gue kagumin selama bertahun-tahun akhirnya berhasil meluncurkan novel "Winter Bear" di depan publik.

**

"Ya, sampul novelnya bahkan kalian berdua. Couple of The Year emang," ujar Kuki diakhir kekehan. Teman sehidup tapi nggak semati gue itu membenarkan posisi duduknya.

Gue ikut terkekeh dengan pandangan tak terputus pada Mentari yang masih berbincang dengan salah satu penggemarnya di atas panggung kecil di pelataran kampus kami. Gue tersenyum, ikut bangga atas pencapaian dan kerja kerasnya beberapa tahun terakhir.

"Lo ngerasa nggak sih, Mentari makin bersinar pas dia ngomong dan ketawa lepas kayak gitu."

See, Mentari tertawa karena selorohan konyol dari pembaca yang katanya baper sama Tata couple. Dalam jarak yang tak begitu jauh, gue bisa melihat rona merah di wajah cantiknya.

"Your favorite girl, huh?" Kuki menyenggol bahu gue. Mendadak salah tingkah, gue cuma bisa mengulum senyum dan dada berdesir bahagia.

My favorite girl, Mentari. Perempuan paling istimewa yang dengan bangga gue ceritain kisahnya pada Kuki, pada kalian semua.

Teruntuk lo yang mungkin lagi berjuang 'tuk jadi penulis hebat.


-Tamat-


Makassar, 29 Februari 2020

Ilustrasi: Pinterest

Diubah oleh mbakendut 26-03-2020 16:15
nona212Avatar border
KevinsmithonAvatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 35 lainnya memberi reputasi
36
2.9K
97
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
mbakendutAvatar border
TS
mbakendut
#68
Sindrom Pengantin Baru


Jika biasanya pasangan pengantin baru identik dengan bermesra-mesraan, beda halnya dengan pasangan beda negara dan beda dunia ini. Ups, bukan!

Pengantin yang aneh, pikir Kai. Sejak akad nikah hingga ia telah satu minggu resmi melepas status lajang, ia bahkan belum pernah menyentuh sang istri.

Jangankan menyentuh, berpegangan tangan saja istrinya yang cantik ogah. Apa ia sejelek itu sebagai suami? Ah tidak! Kai merasa tampan, bahkan sangat tampan. Salahkan saja status awal sebelum pernikahan ini yang nggak jelas arahnya.

"Sarah, Mas mau ganti baju. Buka pintu kamarnya dong!"

See, nyelonong masuk saja Kai tak bisa. Ia harus meminta izin pada Sarah. Kali ini, semoga saja ia tak menunggu terlalu lama untuk si istri tercinta membuka pintu.

Satu menit...

Lima menit...

Sepuluh menit...

Ceklek! Pintu terbuka, menampilkan sosok anggun dalam balutan dresspendek berwarna pink dan rambut yang digelung, membuat lehernya yang jenjang dan putih bersih terpampang nyata. Jangan lupakan wajah ayu, mata bulat polos, dan bibir merah ranum merekah yang sangat menggoda.

Sial! Kai mati-matian menahan napas, menahan hormon sialan yang meledak-ledak.

"Sa-sarah!

Mata mereka bersirobok, menyadarkan Kai bahwa mata Sarah memerah dan sembab pertanda jika gadis itu habis menangis. Hei, siapa yang tega membuat bidadari ini menangis?

"Sarah, kamu kenapa?"

Bola mata gadis itu berkaca-kaca. Ia meremat dress-nya seraya menunduk dalam. Suatu kebiasaan yang bikin Kai uring-uringan tak jelas.

"Sa-sarah kangen mama," lirih Sarah.

Kai nyaris pingsan di tempat. Kangen mama lagi? Gadis itu bahkan setiap hari pulang ke rumah orang tuanya, mengabaikan Kai yang menahan hasrat untuk bercengkrama dengan istri sendiri. Fix, ia pusing tujuh keliling.

"Mau ke rumah mama? Ini udah sore, Sarah," ujar Kai selembut mungkin.

"Ya nggak papa. Sarah bermalam di rumah mama aja," balas Sarah polos. Sepolos pantat bayi yang baru lahir.

Matiin gue aja, Sarah! umpat Kai dalam hati.

**

"Gue bisa gilaaa!!"

Kai berteriak frustasi, menghempaskan tubuhnya di atas sofa berharga sultan milik Bobbi. Sepulang kerja, ia menyempatkan mampir ke rumah sahabat lamanya itu untuk sekadar melepas penat, sekalian curhat.

Bobbi, sang empunya sofa menautkan kedua alis. "Eh, monyet! Lo baru datang ke rumah gue trus langsung teriak 'gue bisa gila' dengan tidak elitnya," ocehnya sinis. Kemudian mengambil duduk di sofa single seberang Kai. Dari situ, ia bisa melihat wajah masam sahabatnya.

Pengantin baru gila, pikirnya.

"Bob, gue nyesel nikah," celetuk Kai asal.

"Well, salahkan hormon lo yang nggak tahan liat cewek bening macem si bule Sarah itu."

"Tapi, gue sayang dia. Karena nggak mau ngerusak, gue nikahin aja." Kai menerawang kembali, mengingat pengorbanannya meluluhkan hati Sarah yang tidak santuy. Berterima kasihlah pada kedua orang tua mereka yang bersahabat baik dan rekan bisnis yang baik pula.

"Lo udah pernah nyentuh dia?"

"Belum. Dia terus menghindar. Seminggu ini ia pamit terus ke rumah mertua gue dengan alasan rindu mamanya."

"Pftt, hahahah!

Tawa Bobbi meledak seketika. Bahu pria gendut bahkan terguncang-guncang, menertawai nasib sahabatnya yang malang.

"Sial! Apanya yang lucu?" Kai merutuk kesal.

Bobbi menaikkan satu tangannya, yang satu mengelus dada yang sakit karena tertawa terlalu keras. Beberapa detik kemudian, tawanya berhenti.

"Lo kalo natap istri gimana, Bro?" tanya Bobbi tiba-tiba, setelah tawanya reda.

"Natap gimana? Biasa aja."

Bobbi menggeleng kencang. "Nope. Tatapan needy pasti," ujarnya seperti cenayang.

Kai menghela napas lelah. Ingin rasanya menjedotkan kepalanya di perut Bobbi yang gendut. "Lo tau sendiri gue gimana, Bobbi. Sarah cukup beruntung nggak gue 'itu-in' sebelum nikah."

"Nah, itu yang bikin Sarah nggak mau disentuh sama lo. Tatapan lo ke dia itu nggak nyante. Gue ibaratin nih ya, lo kayak harimau mau nerkam kelinci," ucap pria gendut itu panjang lebar. "Sarah takut sama lo," lanjutnya.

Kai terdiam. Sarah takut sama gue?

**

Sarah berdiri dan berdiam cukup lama di balkon kamar lamanya. Ya, di hari ke-8 pasca pernikahan, ia masih dilanda rasa gelisah dan cemas luar biasa. Karena itulah, ia lebih memilih menghabiskan hari di rumah orang tuanya ketimbang di rumah baru bersama Kai.

"Sudah seminggu, Nak. Sampai kapan kamu akan seperti ini, menghindari suamimu?"

Suara lembut Kartini, sang ibu menghentikan lamunan Sarah. Gadis itu menoleh, mendapati ibunya tersenyum tipis lalu bergabung bersamanya.

Sarah tersenyum kecut. "Aku belum siap, Ma. Aku masih takut sama Mas Kai."

Hening sesaat, kemudian terdengar helaan napas Kartini. "Mama nerima kamu setiap hari ke sini untuk membiarkan hati kamu tenang dan berpikir lebih dewasa. Kalau gini terus, kamu akan makin terjebak dengan rasa takut kamu sendiri," tuturnya.

Sarah menunduk, merasa tertohok. Ia kembali teringat malam itu, malam pertama yang gagal karena dirinya yang pura-pura haid dan memilih tidur di sofa, tapi Kai dengan gentlemen menyuruhnya tidur di ranjang, sementara pria itu di sofa. Itu terus berlanjut, mereka tak pernah berada di ranjang yang sama dan ia yang terus-terusan ke rumah ini dan Kai tetap merelakannya.

Pria itu baik, tapi ia tak sanggup menatap wajah apalagi mata Kai yang ... Sarah tak mampu melanjutkannya. Gadis itu merasa pipinya memanas.

Senyum lembut terbit di bibir Kartini. Wanita paruh baya itu bergerak untuk mengusap bahu sang anak. "Mama tau, kamu belum siap, 'kan?"

Sarah nampak kelabakan, tapi sejurus kemudian mengangguk pelan.

Kartini tertawa kecil, kemudian berkata, "Mungkin benar apa yang dibilang papamu. Anaknya terkena sindrom pengantin baru, takut disentuh suaminya sendiri."

Sarah menatap Kartini. "Sindrom pengantin baru?" Ia mengernyit tak mengerti.

"Ya, sebenarnya istilah asalan aja sih, tapi beberapa pasangan mengalami hal serupa. Ada yang bahkan sampai keringetan jika bersentuhan fisik, baik suami maupun istri. Mama juga dulu kayak gitu sama papamu, takut ampe keringet dingin," jelas Kartini.

Sarah tertegun sejenak. Rasa malu akan sikapnya selama ini seketika muncul.

"Ma...." Gadis itu mendesah di akhir.

Kartini kembali tersenyum, kali ini membuat Sarah merasa tercerahkan. "Pulang ya, Nak. Kai itu baik dan tampan loh, masak kamu tega?"

***

Kai memasuki rumahnya dengan wajah kusut bagai baju yang belum disetrika. Ia mendongak memastikan jika jam sudah menunjukkan pukul 5.00 sore, karena itu artinya Sarah sudah pasti ada di rumah. Namun, ternyata masih satu jam lagi hingga gadis itu pulang.

Pria itu mendesah malas. Ia naik ke lantai 2 menuju kamarnya.

Cklek!

Pintu terbuka perlahan. Butuh waktu beberapa menit bagi Kai untuk menyadari jika sosok yang membuatnya nyaris gila belakangan ini sedang duduk santai di atas ranjang.

"Mas sudah pulang?"

Jantung pria itu nyaris copot. Ia membelalak tak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya selama ini. Sarah menyapanya duluan? Dan, apa-apaan senyum itu?

Sarah tersenyum, meski masih terkesan kikuk. Gadis itu bangkit dan berjalan menghampiri Kai yang masih berdiri di depan pintu.

Ia mendongak demi menatap suaminya yang jauh lebih tinggi. Namun, tak berlangsung lama karena wajahnya langsung memerah bak kepiting rebus.

Spoiler for Visualisasi Kaisar Abigail:


Kai dapat menangkap reaksi Sarah. Senyum tipis melengkung di sudut bibirnya. Astaga, kenapa lucu sekali?

"Sarah, kamu takut sama Mas Kai?" Kalimat yang harusnya bukan jadi pembuka itu meluncur begitu saja dari mulut Kai. Harusnya bukan itu, tapi ia rasa mereka memang perlu langsung mengobrol pada inti masalah.

Sarah mengangguk, masih belum berani menatap Kai. Pria itu menghela napas, lantas memegang dagu sang istri untuk mendongak dan menatapnya.

"Mas."

Kai tersenyum, setelah melepas tangannya. "Kamu seminggu ini menghindariku karena takut, kan? Atau mungkin malu. Aku mengaku salah karena nggak peka. Aku pikir kamu nggak suka karena suamimu ini terlalu ganteng."

Pede mode on, batinnya julid.

Kai tak tahu, Sarah mati-matian menahan gugup. Otak gadis itu blank, bersiap mengambil ancang-ancang untuk kabur dan benar saja, ia langsung berlari keluar dari kamar tanpa mampu Kai cegah.

"Sarah!"

Kai berlari mengejar Sarah yang sudah sampai di lantai dasar. Pria itu dilanda nelangsa kala didengarnya suara isakan sang istri. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar kosong yang sedianya dikhususkan untuk tamu. Di sudut kamar, ia bisa melihat Sarah meringkuk dan menutup kedua wajahnya.

Pria itu menghela napas frustasi, lantas berjalan mendekat. Ia berhenti tepat di depan gadis itu.

"Sarah, sampai kapan kita kayak gini?" lirih Kai terdengar putus asa.

Hening.

Isakan masih terdengar hingga kemudian berhenti. Sarah perlahan mengangkat wajahnya dan bersitatap dengan Kai dengan pandangan menyendu. Mereka berada dalam posisi demikian hingga beberapa menit lamanya.

"A-aku minta maaf, Mas. Sarah masih belum siap." Sarah akhirnya membuka mulut.

"Aku tahu. Tapi, kamu membuatku serba salah. Disentuh nggak mau, malas nangis kayak gini. Aku menyeramkan ya, Sar, di matamu?"

Sarah tergugu. Ia mengigit bibir. "Mama bilang, aku terkena sindrom pengantin baru. Nggak tau juga sih asal istilahnya dari mana. Tapi, itu membuatku jadi takut untuk bersentuhan fisik. Makanya aku ngehindar terus."

Dada Kai sontak menghangat. Akhirnya ia bisa menarik kesimpulan dari apa yang dialami Sarah dan apa yang dikatakan Bobbi padanya. Istri yang terpaut empat tahun lebih muda dari dirinya ini hanya takut dan mungkin ... malu. Kembali menyadarkannya jika pernikahan mereka bukan dilandasi oleh rasa cinta sebelumnya.

Mereka berjodoh karena emang udah takdir, meski Sarah awalnya tidak mau karena belum menyelesaikan studi sarjana. Benar juga. Salahkan hormon yang tidak stabil dari seorang Kaisar Abigail.

"Jadi sekarang kamu maunya gimana? Mau ngehindar terus karena terkena sindrom, hm?"

Sarah merona, secepat kilat menggeleng. "Enggak. Aku nggak bakal menghindar lagi. Kasian Mas Kai."

Polos sekali. Pengen khilaf rasanya," batin Kai menjerit gemas.

Pria itu mengulum senyum semanis mungkin. Kemudian kedua tangannya terangkat untuk menangkup pipi sangat istri dan menatapnya penuh cinta.

"Kalau kayak gini masih ngerasain sindromnya nggak?"

Sarah total meleleh. Yakin dan percaya, setelah ini ia tak bisa menghindari Kai lagi.

-TAMAT-
ukhtyfit81
mrdreofzhongwen
riwidy
riwidy dan 20 lainnya memberi reputasi
21
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.