"Bang, coba lihat deh," Anggi menunjukkan smartphonenya kepada sang kakak yang nampak sibuk di depan laptop.
"Apaan?" tanya Angga tanpa menoleh.
"Nih cerita kayaknya bagus kalau diangkat menjadi sebuah novel," jawab Anggi.
Angga menerima smartphone dari tangan sang adik, lalu membaca sekilas apa yang tertulis di layar smartphone itu. Sebuah thread sederhana yang diunggah di sebuah akun media sosial, menceritakan tentang sebuah misteri yang menyelimuti sebuah desa terpencil dan hutan yang mengelilinginya. Sempat ia melirik nama sang penulis. Indra057. Nama yang asing. Mungkin penulis baru.
"Nggak seru ah." Angga mengembalikan smartphone sang adik. "Apa enaknya membuat novel dengan mengambil cerita yang sudah ditulis oleh orang lain?"
"Nggak ada salahnya kan?" Anggi kembali duduk di sofa yang berada tak jauh dari meja kerja sang kakak. "Malah enak kok, kita tinggal mengembangkan ceritanya, tak perlu susah susah mencari ide."
"Kita penulis profesional Nggi," Angga menghentikan sejenak kesibukannya, dan memutar tempat duduknya hingga menghadap ke arah Anggi. "Menulis itu bukan hanya sekedar membuat tulisan lalu dijual untuk mendapatkan royalti. Ada kode etiknya juga. Lagian kalau bukan dari ide sendiri, abang merasa kurang sreg."
"Iya, Anggi tahu bang," Anggi paham betul dengan sifat kakak kembarnya itu. Tapi bukan Anggi namanya kalau harus menyerah begitu saja dalam memperjuangkan keinginannya. "Tapi sudah dua bulan lho kita menganggur, tak ada ide sama sekali. Jadi apa salahnya kita coba dulu. Apalagi kata penulisnya nih, kejadian yang ia tulis tuh merupakan kisah nyata lho, siapa tahu benar, dan kita bisa mendapatkan lokasi kejadiannya, bisa ngadain riset kecil kecilan. Itung itung sekalian liburan lah. Bosan juga aku dua bulan di rumah tanpa kegiatan."
Dan, pancingan Anggipun berhasil. Kalau sudah berbau petualangan begini, tak mungkin Angga bisa menolak. Mereka memang penulis profesional, untuk menghasilkan sebuah karya, mereka rela menjelajah hutan belantara, mendaki gunung, atau menyusuri tempat tempat asing yang terpencil, melakukan riset demi kesempurnaan karya mereka. Jadi tak heran kalau novel novel karya mereka selalu menjadi yang terbaik.
"Ya sudah," Angga kembali menghadap ke layar laptopnya. "Coba kamu hubungi penulis cerita itu. Buat jadwal untuk bertemu, biar lebih enak nanti ngobrol ngobrolnya."
Yessss, Anggi bersorak dalam hati, lalu mulai sibuk dengan smartphonenya. Berselancar di dunia maya, mencari alamat akun penulis cerita tersebut.
*****