afryan015Avatar border
TS
afryan015
SeKamar Kos Dengan "Dia"



Halo agan agan sekalian, selamat datang di thread terbaru ane, dimana ini bisa disebut kisah atau lanjutan dari thread ane yang sebelumnya.

Mungkin bisa agan agan yang belun baca thread ane silahkan dibaca dulu thread ane sebelumnya
"Hidup Berdampingan Dengan Mereka'

Nah monggo yang belum baca silahkan dibaca dulu

oh iya bagi yang belum kenal ane, kenalin nama ane ryan, pemuda biasa yang berasal dari jawa tengah

Seperti biasa tempat nama dan lokasi bakal ane ganti, untuk kenyamanan bersama

Ok langsung aja menuju ceritanya,oh iya ane bakal ganti sebutan kata ane jadi aku hehehe soalnya aneh rasanya

Quote:





Awal Mula Ngekos
Cerita ini bermula saat aku mulai memasuki bangku kuliah, disini aku masuk ke sebuah kampus swasta ternama di provinsi ***ja, kampus ku berada dipinggir jalan **** road *****, saat itu aku bersama kakaku mencari tempat kos di daerah dekat kampus, tapi sayangnya ongkos yang di perlukan untuk sewa kos di dekat kampus merogoh kocek yang lumayan menguras isi dompet.

Akhirnya kakaku menyarankan untuk menyewa kos dimana dulu kakaku pernah ngekos disana, yah walaupun jarak dari kos itu sampai ke kampus memerlukan waktu 5 - 10 menit untuk sampai, kupikir nggak masalah lah.

Langsung aku dan kakaku mengendarai motor mulai berangkat ke alamat kos tersebut, setelah beberapa menit kami berjalan akhirnya kita sampai di lokasi kos yang dulu pernah tinggal.

Quote:


Ya memang waktu itu harga segitu sangatlah murah dengan fasilitas sudah termasuk listrik dan air,

Aku dan kakak ku menunggu orang yang keluar dari dalam rumah kos.
Nggak membutuhkan waktu lama kemudian keluarlah seorang cewek dari dalam rumah kos itu

Quote:


Setelah masuk,kakaku menjelaskan kalo dia sedang mencari untuk aku adiknya, kemudian mbak dera mengajak kami untuk berkeliling melihat kamar kos yang masih tersedia.

Kos disini berjumlah 12 kamar 2 kamar mandi, posisinya 5 kamar dan 1 kamar mandi di lantai bawah, kemudian 7 kamardan 1 kamarmandi di lantai 2, oh iya posisi rumah menghadap ke arah timur dengan di sampingkanan rumah ada 1 rumah yang cukup luas dan jarang di tinggali dan di samping kiri ada rumah sekaligus tempat penjual makan yang kami sebut burjonan

Untuk kamar bawah sudaj terisi semua, makanya kita langsung di arahkan ke lantai 2, disana sudah ada 1 kamar yang di tempati,tepatnya pas di tengah tengah.

Dan disitu mbak dera mempersilahkan untuk Memilij kira kira mana yang menurutku nyaman untuk dipakai

Quote:


Aku mulai melihat satu persatu kamar yang masih kosong itu, aku memasuki salah satu kamar disamping kanan kamar yang sudah ada yang pakai itu, didalam ane ngelihat ada sebuah lukisan yang menurut ane kuno, dan lukisan itu adalah lukisan seseorang yang kalau di perhatikan ada aura yang sedikit membuat bulu kuduku berdiri saat melihatnya.

Walau kondisi kamar serasa nyaman tapi aku tetap merasa ada yang aneh dengan kamar itu, sehingga aku memutuskan untuk tidak menempati kamar itu, dan aku pikir untuk langsung keluar dari kamar itu,

Aku mulai keliling lagi kali ini aku memasuki kamar di sebelah kiri kamar yang sudah ada penghininya itu, kondisi kamar cukup luas dibandingkan dengan kamar kamar yang lain, untuk akses turun pun enak soalnya tangga untuk turun tepat di depan kamar ini dan dari sekian banyak kamar,hanya kamar ini saja yang memiliki 2 jendela,yang satu di depan berjejer dengan pintu masuk kamar dan satunya berada di sisi belakang,

Tanpa pikir panjang aku langsung memutuskan untuk memilih kamar itu untuk di sewa

Quote:


Nah disini kita langsung deal dan kita langsung mau pamit pulang dan buat besok bawa barang barang untuk di letakan di kos,
Dan kita langsung pamit pulang, posisi kita masih di lantai 2.

tapi setelah aku membalikan badan dan mulai melangkah turun, samar samar aku melihat ada sesuatu masuk dan berjalan di samping ku, sesosok makhluk berwarna abu abu, tidak terlalu tinggi tapi gerakannya lumayan cepat jadinya aku hanya bisa melihatnya sekejap tapi belum jelas wujud apa itu.

Aku cuek aja dengan apa yang barusan kewat, lanjut kita jalan keluar, dari bawah kita bisa melihat keatas dan melihat kamar kamar yang ada di atas,

Iseng ane lihat keatas buat ngliat kamar ku nanti yang akan menjadi tempat istirahat selama aku di kota ini.

Waktu aku ngliat ke atas, aku ngliat ada cewek berambut panjang dengan pakaian santai, wajahnya cantik, hanya saja dia seperti orang sakit dengan wajah sedikit pucat, sosok cewek itu tersenyum kepadaku.

Quote:


Oh iya di sini aku udah nggak bisa ngrasain itu hantu atau bukan,soalnya kepala ku yang biasanya terasa pusing jika akan menemui hal seperti itu sudah tidak terasa lagi sejak akhir Ujian SMK waktu itu, ntah karna konlet kebanyakan mikir atau giman aku juga kurang tau.

Aku cuek saja dengan sosok cewek di lantai 2 itu dan aku tetap berjalan keluar untuk pulang. Dan di jalan aku menanyakan hal pada kakak ku

Quote:


Tapi di perjalanan aku merasa jadi bimbang gimana kalo itu bukan orang, dan gimana kalo iti beneran dan dia mau ganggu aku terus disana.

Sempat terfikir buat membatalkan ngekos si sana, tapi mau gimana lagi kita terlanjur sidah deal dan kita juga sudah membayar uang kosnya, jadi kalo mau di minta lagi yang jelas nggak enak apalagi mas bono udah kenal akhrab dengan pemiliknya

Akhirnya aku nggak kehilangan akal, buat nyari temen kos, dan ternyata ada satu temen kos ku yang mencari kos dan aku ajak dia buat ngekos disana. Dan syukurnya dia mau buat ngekos disana.

Aman batinku, ada temen yang bisa aku mintai tolong kalo bener akan terjadi sesuatu disana. Dan dia ku kirimi alamat buat dia kesana dan melihat kamarnya.

Keesokan harinya dia memberi kabar kalo dia jadi ngekos disana dan posisi kamarnya tepat di samping kamar ku. Lega rasanya kalo ada temen.


Dan 2 hari kemudian aku mulai menempati kamar itu, dan temenku yang ngekos di sebelahku kayanya sore hari baru dia sampai di kos kosan.

Karna hari waktu itu terasa panas, jam menunjukan pukul 1 siang, aku putuskan buat mandi karna merasa gerah, yah maklum aja daerahku di pegunungan jadi mungkin tubuh ini merasa kaget dan belum terbiasa, suasana membuat tubuhku penuh kringat,

Aku langsung berjalan menuju kamar mandi, dan langsung ane melaksanakan kegiatan mandi,
Sesuai dugaan ku kemarin pasti akan ada gangguan disini, waktu aku mandi tiba tiba ....



Bersambung.....
Diubah oleh afryan015 17-10-2023 06:21
sampeuk
bebyzha
3.maldini
3.maldini dan 311 lainnya memberi reputasi
288
482.2K
5.5K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#2833
Pasukan Om Wowo
“Kenapa tak mengabariku kalau mau beraksi lagi seperti ini?” kata lelaki berkuda itu pada Mbah Margono.


“Aku sengaja tidak ingin mengajakmu. Kan kamu sendiri yang mengatakan padaku sudah tidak mau mencampuri urusan yang berhubungan dengan hal gaib,” jawab Mbah Margono.

“Tapi, kalau kamu kesusahan bilanglah. Pemikiran manusia itu ‘kan pasti bisa berubah. Oh iya, di mana dia?” Lelaki berkuda itu bertanya pada Mbah Margono.

“Di sana seperti biasa dengan penjaganya. Sudah tak perlu khawatir.” Mbah Margono menunjuk ke arahku.

Terlihat wajah lelaki itu tersenyum melihatku dengan memegang keris yang mungkin dia ketahui keris ini dari cincin yang diberikan Mbah Margono padaku. Lelaki itu tersenyum kepadaku dan aku membalasnya.

Setelah saling sapa dengan senyuman, lelaki itu pun ikut bertarung dengan Mbah Margono dan Endrasuta. Sinta yang tadi terlempar setelah mencoba menyerang gerombolan Om Wowo sudah mulai bangkit lagi. Aku terus menyerang gerombolan sosok anak kecil yang jumlahnya kini semakin sedikit. Sinta terlihat sangat marah dengan apa yang dilakukan salah satu Om Wowo itu. Dia berniat akan melancarkan serangan kedua. Aku yang sedang menghabisi sisa-sisa pasukan membuatku tak sempat untuk mencegah Sinta yang tergesa-gesa menyerang seperti tadi. Ekspresi Sinta sangat berbeda dari biasanya. Belum pernah aku melihat Sinta semarah ini. Wajah cantiknya kini berubah sedikit mengerikan dengan taring yang sedikit memanjang. Kurasa Sinta kali ini benar-benar marah.

Aku tadinya melihat Sinta sedang berdiri sambil berfokus ke salah satu sosok Om Wowo itu. Tiba-tiba sosok Sinta menghilang dari pandanganku. Buuuggg. Seketika itu juga terdengar suara seperti sebuah hantaman yang sangat keras. Dan setelah terdengar suara tersebut, tiba-tiba salah satu Om Wowo yang bertubuh besar terpental jauh hingga terseret di tanah dan membuat debu berhamburan sepanjang dia terpental.

“Beraninya memegang dan membantingku kalian!!” ucap Sinta setelah melakukan serangan tersebut.

Sempat aku terkagum dengan apa yang dilakukan Sinta. Tak disangka dia punya kecepatan seperti itu. Kenapa dulu dia tak melakukannya saat aku sedang di rumah sakit. Aku yang terkagum-kagum tak menyadari ada sekumpulan sosok yang berwujud anak kecil dengan wajah tua mulai mendekatiku. Belum sampai mereka mendekatiku, tiba-tiba dari arah belakangku sebuah cahaya berwarna putih keemasan meluncur dengan cepat ke arahku.

“Ryan, tiarap!” Sosok lelaki berkuda itu berteriak lalu berjalan dengan kudanya mendekeatiku. Seketika setelah aku tiarap dan cahaya putih keemasan itu meluncur melewati atasku, pasukan anak kecil berwajah tua itu terbelah menjadi dua bagian.

“Lain kali jika masih dalam situasi seperti ini harus terus fokus. Jangan sampai buyar pandanganmu,” ucap lelaki itu.

“Maaf, Pak, Ryan baru kali ini terlibat seperti ini.”

“Ya sudah tak apa. Ayo, habisi mereka semua dan sesegera mungkin menyelamatkan temanmu itu. Oh iya, sebelum itu ini bapak kasih cincin bapak. Ini buat kamu jaga dia baik-baik.”

“Terima kasih, Pak. Ayo, kita selesaikan semua ini.”

“Ini tidak akan lama. Semua teman-temanmu sangat kuat.”

Lelaki berkuda itu adalah bapakku. Aku baru kali ini tahu jika bapakku juga bisa seperti Mbah Margono. Bapak menaiki kuda dengan golok yang berada di pinggangnya. Dan golok itulah yang memunculkan cahaya putih yang membelah kelompok bocah cilik berwajah tua itu.

Ningrum, dia terus melontarkan busur-busur panah yang selalu tepat mendarat di tubuh sosok-sosok itu dan membakarnya. Tak kalah juga Adiwilaga yang terus mencabik-cabik musuhnya dengan sangat ganas membuat potongan-potongan tubuh berserakan di sekitarnya dan Via. Endrasuta masih dengan gagahnya menyerang dengan teratur.

Sosok wanita berjubah merah itu perlahan berjalan mundur seolah dia akan kabur dari sana. Bapakku membantu satu per satu dari kami. Tadi awalnya membantuku. Setelah pasukan yang aku hadapi telah lenyap, kemudian bapak membantu Adiwilaga menghabisi musuhnya. Setelah semua pasukan itu telah habis kami pun berkumpul di satu titik. Aku, Mbah Margono, bapak, Via, Endrasuta, Adiwilaga, dan Ningrum berkumpul. Hanya Sinta yang sedang asyik menyerang. Sosok Om Wowo yang tadi tadi terlempar mulai bergerak berdiri lagi. Belum sampai dia berhasil berdiri, Sinta sudah meluncur ke arahnya lagi dengan cepat. Sinta berdiri tepat di atas dada makhluk itu. Terlihat senyuman Sinta sangan mengerikan. Tepat di atas dada makhluk itu Sinta kemudian mengangkat kakinya lalu hendak menghantamkan kakinya di kepala Om Wowo yang terbaring di tanah.

“Hei, kau ... berani, ya, membantingku tadi. Sekarang giliranku menyerangmu.”

Beberapa kali Sinta menghantamkan kakinya tepat di kepala Om Wowo yang terbaring itu. Suara erangan dari Om Wowo itu seperti sangat kesakitan. Sinta tak berbelas kasihan pada sosok yang berani menyentuhnya tanpa seizinnya dan sudah dipastikan sosok yang berurusan dengannya pasti akan binasa. Terlihat sosok Om Wowo itu mulai terlihat lemas. Melihat musuhnya ini mulai lemas, Sinta kali ini menggunakan pedang yang dia pegang. Sinta melompat ke udara kemudian menghempaskan pedangnya yang membuat tubuh Om Wowo itu terbelah menjadi beberapa bagian.

Selesai dengan musuhnya yang pertama, Sinta berencana menyerang segerombol Om Wowo seperti tadi lagi. Terlihat dari matanya yang mulai memilah sosok Om Wowo mana yang akan dia serang lagi. Setelah memilih target, Sinta kemudian langsung melesat ke arah gerombolan Om Wowo tersebut. Tak disangka serangan Sinta berhasil dibaca oleh mereka. Aaat Sinta melesat ke arahnya, ada salah satu Om Wowo melompat dan dengan cepat menghentakkan tubuhnya ke arah Sinta meluncur. Sinta berhasil terinjak oleh Om Wowo itu. Pedang yang Sinta pegang terlempar ke arah kami. Dengan spontan, Ningrum membidik Om Wowo yang menginjak Sinta dengan panahnya. Dua anak panah disiapkan dalam sekali tembak. Dengan cepat Ningrum membidik dan kemudian menembakkan anak panah itu dan tepat mengenai kedua mata sosok itu. Erangan yang sangat keras menggema di sana membuat seluruh pasukan Om Wowo secara bersamaan menyerang ke arah kami. Suara langkah kaki mereka bergemuruh seperti ada gempa yang membuat tanah ikut bergetar.

Adiwilaga kemudian ikut berlari ke arah gerombolan Om Wowo itu diikuti endrasuta di belakangnya. Setelah saling berhadapan, Endrasuta melawan mereka dengan gerakan bela diri. Tampak aura dari Endrasuta berubah menjadi lebih kuat. Adiwilaga menggunakan serangan yang lebih beringas lagi. Bapak pun ikut menyerang ke depan, tapi kali ini dia tidak menaiki kudanya. Karena di sini hanya Via yang tak memiliki senjata, kuda yang bapak miliki diperintahkan untuk menjaga Via.

“Tolong kamu jaga dia. Apa pun yang mendekat habisi mereka!” perintah bapakku kepada kudanya.

“Baik, Tuan.” Tak disangka kuda itu menjawab perintah dari bapakku.

Dengan begitu, kami pun ikut menyerang gerombolan Om Wowo itu. Ningrum terus menembakkan anak panah ke arah mereka seolah tak ada habisnya anak panah yang dia lepaskan. Mbah Margono dengan senjata pusakanya juga menyerang. Bapak pun menyerang dengan goloknya. Ternyata, serangan tak berjalan dengan mulus. Sosok Om Wowo ini seolah sudah mengetahui gerak dan pola serangan kami. Sering kali Adiwilaga terlempar saat melancarkan serangan jarak dekat, seperti saat akan mencakar dan menggigit mereka. Saat Adiwilaga melompat ke salah satu dari mereka, ternyata dia berhasil ditangkap dan dibanting ke tanah. Endrasuta pun bernasib sama. Beberapa gerakan yang dilancarkan berhasil mereka tangkis dan mereka hindari. Salah satu sosok dari mereka meluncurkan pukulan yang tepat mengenai badannya yang membuat dia terlempar cukup jauh. Aku membawa pedang milik Sinta yang tadi terlempar dan bergegas menuju Sinta yang mulai berdiri dengan perlahan.

“Ternyata, mereka bukan sosok Om Wowo yang biasa. Mereka bisa belajar dari serangan yang pernah mereka lihat,” ucapku pada Sinta dan ternyata Sinta pun setuju dengan pendapatku.

Aku dan Sinta memperhatikan mereka yang sedang bertarung. Ternyata, masih ada celah untuk kami menyerang dan hanya perlu membuat modifikasi sedikit gerakan. Saat kami sedang memperhatikan mereka, tak disangka ternyata ada sosok yang sedang mengincar bapakku dari belakang. Sedangkan, bapaku juga sedang berhadapan dengan sosok yang lainya. Salah satu dari mereka berlari ke arah bapakku dan hendak melancarkan serangan pukulan. Kebetulan Mbah Margono berada di dekat sana. Namun, Mbah Margono sedang tanggung menahan serangan dari sosok lain yang juga menyerangnya. Melihat sosok itu mulai mendekat ke arah bapakku, tanpa pikir panjang Mbah Margono berlari ke arah bapakku dan mendorong bapakku hingga terjatuh ke lantai. Sebagai gantinya, Mbah Margono harus menerima hantaman dari sosok yang hendak menyerang bapakku tadi. Tubuh Mbah Margono terlempar tepat mengarah ke arahku. Dengan sigap aku menahan tubuh Mbah Margono. Tak kusangka, aku pun ikut terseret karena hempasan yang cukup keras.

Aku baru sadar ternyata lawan kali ini cukup membuat kami kerepotan. Orang sekelas Mbah Margono yang sudah ahli dalam bidang ini saja sampai kewalahan untuk menghadapi mereka. Terlihat wajah Mbah Margono nyengir kesakitan, tapi masih bisa bangkit lagi. Bapakku yang tadi tersungkur karena dorongan Mbah Margono pun kembali bangkit sebelum ada kepalan tangan yang hendak menghantam tubuhnya di tanah. Sabetan golok yang menimbulkan cahaya berwarna putih keemasan berhasil dihindari oleh mereka. Panah yang dilancarkan Ningrum pun bisa dihindari dengan mudahnya.

Aku berikan lagi pedang milik Sinta. Setelah Sinta menerima pedangnya kembali, dia kemudian memanggil kelompok Om Wowo itu. Sosok Om Wowo yang sudah terkena panah di matanya masih berada di dekat kami sambil terus mengerang dan melakukan gerakan serangan yang tak beraturan. Sinta membisikan kata-kata padaku.

“Hei, kalian makhluk rendahan, lihat kemari!” teriak Sinta pada mereka.

Tak disangka, dengan kompak mereka menoleh ke arahku dan Sinta. Sinta kemudian mendekat ke arah sosok Om Wowo yang terkena panah di matanya dan melompat ke udara. Kemudian Sinta mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah. Claasss. Sosok yang Om Wowo yang bertubuh paling besar dan terkena panah di matanya tiba-tiba terbelah menjadi dua bagian. Hal itu membuat sekelompok Om Wowo berlari ke arah Sinta dengan ekspresi marah yang teramat sangat.

Sesuai yang dibisikan Sinta tadi padaku, bahwa mereka pasti akan mengejar Sinta dengan kompak. Dan di saat itulah sisi belakang pasukan Om Wowo tak ada yang mengawasi. Seketika aku dan Mbah Margono memberi isyarat pada yang lain untuk menyerang secara bersamaan. Mbah Margono menyerang dengan kerisnya. Begitu juga dengan aku. Kemudian bapak kembali mengayunkan goloknya hingga mengeluarkan cahaya keemasan yang siap membelah mereka. Ningrum memfokuskan kekuatannya pada lima anak panah dan membidik mereka. Adiwilaga berlari kencang dengan cakarnya mengarah ke tengkuk sosok tersebut disusul Endrasuta di belakang yang melancarkan serangan jarak dekat. Ternyata, benar rencana Sinta berhasil mengenai rombongan Om Wowo yang berada di bagian belakang. Terlihat belasan pasukan Om Wowo tumbang seketika hingga menyisakan sepuluh makhluk saja.
Diubah oleh afryan015 27-10-2021 12:54
sulkhan1981
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 57 lainnya memberi reputasi
58
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.