- Beranda
- Stories from the Heart
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]
...
TS
dissymmon08
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]
SELAMAT DATANG AGAN SISTA
Halo! 
Selamat berjumpa kembali dengan gue dalam rangka melanjutkan JILID IV kemarin yang gue akhiri di tengah alias Mid-season Finale. Udah berasa kayak cerita series bule The Walking Dead, Nancy Drew, etcyak? Hahaha. Karena berbagai pertimbangan, gue memutuskan untuk menyelesaikan di sana. Hapunten ya agan sista! Semoga agan sista bisa memahaminya...
Ga pernah gue lupa untuk selalu ngucapin terima kasih atas dukungan dan apresiasi agan sista selama ini! Makin hari, makin bikin semangat gue aja untuk terus melanjutkan cerita gue ini yang (kayaknya) masih panjang. Hehehe.
Masih melanjutkan tema cerita di JILID IV gue sebelumnya, insya Alloh di JILID IV 2.0 ini gue akan menjawab bagaimana kondisi ibu gue, bagaimana hubungan gue dengan Bang Firzy, bagaimana pendidikan gue, bagaimana pekerjaan gue, dan banyak puzzle-puzzle lainnya yang belum terjawab. Dengan semangat 'tak boleh ada kentang di antara kita' yang tak hentinya diucapkan oleh agan sista, insya Alloh juga gue akan melanjutkan sampai selesai (semoga tanpa hambatan) di thread gue yang ini.
Kembali lagi gue ingatkan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue dan (kayaknya masih akan) beberapa kali nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita lanjutan gue kali ini. Gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai!
Dengan segala kerendahan hati gue yang belajar dari thread sebelumnya, kali ini gue memohon agan sista untuk membaca juga peraturan mengenai thread ini yang kayaknya banyak di-skip (karena dinilai ga penting), terutama mengenai kepentingan privasi dan spoiler. Semoga dengan kerja sama semuanya, membuat thread ini semakin bikin nyaman dan betah untuk jadi tempat nongkrong agan sista semuanya

Selamat berjumpa kembali dengan gue dalam rangka melanjutkan JILID IV kemarin yang gue akhiri di tengah alias Mid-season Finale. Udah berasa kayak cerita series bule The Walking Dead, Nancy Drew, etcyak? Hahaha. Karena berbagai pertimbangan, gue memutuskan untuk menyelesaikan di sana. Hapunten ya agan sista! Semoga agan sista bisa memahaminya...
Ga pernah gue lupa untuk selalu ngucapin terima kasih atas dukungan dan apresiasi agan sista selama ini! Makin hari, makin bikin semangat gue aja untuk terus melanjutkan cerita gue ini yang (kayaknya) masih panjang. Hehehe.
Masih melanjutkan tema cerita di JILID IV gue sebelumnya, insya Alloh di JILID IV 2.0 ini gue akan menjawab bagaimana kondisi ibu gue, bagaimana hubungan gue dengan Bang Firzy, bagaimana pendidikan gue, bagaimana pekerjaan gue, dan banyak puzzle-puzzle lainnya yang belum terjawab. Dengan semangat 'tak boleh ada kentang di antara kita' yang tak hentinya diucapkan oleh agan sista, insya Alloh juga gue akan melanjutkan sampai selesai (semoga tanpa hambatan) di thread gue yang ini.
Kembali lagi gue ingatkan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue dan (kayaknya masih akan) beberapa kali nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita lanjutan gue kali ini. Gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai!

Dengan segala kerendahan hati gue yang belajar dari thread sebelumnya, kali ini gue memohon agan sista untuk membaca juga peraturan mengenai thread ini yang kayaknya banyak di-skip (karena dinilai ga penting), terutama mengenai kepentingan privasi dan spoiler. Semoga dengan kerja sama semuanya, membuat thread ini semakin bikin nyaman dan betah untuk jadi tempat nongkrong agan sista semuanya

![AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/12/26/10712020_20191226010201.jpg)
Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (THE SERIES):
Spoiler for INDEX:
Spoiler for MULUSTRASI:
Spoiler for PERATURAN:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 37 suara
Kepikiran untuk mulai post JILID I... Setuju kah?
Boleh juga Mi dicoba.
49%
Nanti aja, Mi.
51%
Diubah oleh dissymmon08 15-09-2020 12:11
padasw dan 90 lainnya memberi reputasi
85
170.7K
2.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dissymmon08
#712
KISAH TENTANG F: MENCARI KEJELASAN (PART 05)
Gue kembali ditinggal beberapa hari oleh Bang Firzy. Dia ada fieldtripke Malang bareng temen-temen S2 dia… Ya, ke Malang, LAGI. Gue bertanya kepada rumput yang bergoyang, kenapa dia harus dateng ke tempat dimana dia beberapa bulan lalu masih membohongi gue untuk ketemu sama Wila? Kenapa harus ke Malang lagi? Di Pulau Jawa ini kayak ga ada tempat lain aja selain ke Malang? Kan Bang Firzy bisa kasih rekomendasi tempat lain lagi gitu selain Malang?
Ngehe.
Oke, emang sih Bang Firzy udah blokir nomornya Wila dan cewek-cewek itu. Tapi ada jaminan ga kalau Bang Firzy ga akan mencoba menghubungi mereka lagi saat dia harus jauh sama gue? Atau mungkin masih mencoba merespon mereka? Malang itu jauh jaraknya dari gue. Dan kami terpisah Jawa Barat vs Jawa Timur. Apapun bisa terjadi.
Kata dia sebelum dia pamit mau tidur dulu di kereta. Perjalanan kali ini bakalan berasa jauh banget oleh dia karena ini pertama kalinya dia naik kereta api jarak jauh ke suatu tempat. Padahal biasanya dia ke luar kota selalu naik pesawat. Tapi kali ini dia harus naik kereta api jarak jauh yang gue ga tau apa alesannya.
Sebenernya bisa aja gue kepoin akun dia lagi. Kayak dia kesana sama siapa aja? Deket-deket ga sama siapa aja? Ataupun dia diem-diem kabur dari fieldtripbuat nemuin Wila apa ga? Gue bisa nanya ke temen S2 dia yang gue punya nomornya atau ya gue liat aja dari media sosial dia. Tapi gue ngerasa kelewatan aja dan terlalu posesif kalau gue begitu. Dan yang kayak begini tuh ga baik plus bikin nagih. Daripada nanti malah jadi perkara, lebih baik gue fokus sama urusan kantor aja mumpung lagi ditinggal lagi sama Bang Firzy.
Ga ada angin, ga ada ujan, mendadak Bimo chat gue lagi.
Kantor Debby padahal adalah perusahaan properti di kawasan elit Jakarta Utara. Tapi gimana awalnya, Corporate Social Responsibility (CSR) mereka itu ternyata berhubungan dengan jurusan kami. Ya namanya perusahaan besar dengan proyek yang besar, pasti diminta untuk melakukan CSR. Dan itulah yang dilakukan oleh kantornya Debby saat itu. Mungkin itu alesannya, makanya Debby bisa ikut proyek dari dosen pembimbing dia untuk penelitian di sana, yang berakhir direkrut oleh perusahaan itu untuk mengelola lingkungan di sana.
Nah, beberapa kali sih gue liat emang si Debby ini sharelowongan di grup kelas. Tapi karena gue juga ga begitu tertarik sama kantornya dia, gue sama sekali ga nyoba melamar di sana. Mungkin kalau gue melamar, bisa aja barengan dipanggilnya sama Bimo dan Rivanni. Gue perhatiin sih, kayaknya Debby lumayan deket berarti sama HRD di kantornya makanya dia bisa sering share lowongan begitu. Tapi ya mengenal bagaimana Debby, gue ga aneh gimana dia akhirnya bisa dekat dengan Divisi HRD. Mungkin nih ya, untuk mempermudah dia memperoleh pencitraan baik demi penilaian karyawan. HAHAHAnj*ng. Suudzon dulu aja gapapa toh? Hehehe.
“Divisi Standard Operational Procedures… Gue baru tau ada divisi khusus yang kayak begini.” gumam gue. Gue coba melihat-lihat di internet mengenai lowongan yang sama di perusahaan lain. Dari deskripsinya sih lebih banyak ke pembuatan prosedur untuk masing-masing divisi yang ada di perusahaan, pembuatan sanksi dan aturan, pembahasan Key Performance Indicators dengan HRD, dan beberapa hal lain yang menyangkut target dari masing-masing karyawan. Jujur, gue ga familiar sama bidangnya. Jadi, gue masih agak ragu untuk melamar di sana.
Sebenernya, kalau mau mengejar mimpi gue, gue masih tetep mau ngejar jadi peneliti LIPI atau mungkin gue jadi Researcher di Luar Negri. Rasanya gue bisa puas banget kalau suatu saat nanti gue bisa menulis buku atau karya ilmiah tentang hasil penelitian gue sendiri. Tapi kayaknya rada sulit perjalanan menuju mimpi gue itu. Apalagi mengingat pekerjaan yang gue jalani saat ini sangat tidak mendukung mimpi gue tersebut. Jadi, ya mungkin gue hanya bisa mencari pekerjaan sebagai General Affair atau Administration aja biar gue bisa nyambi menjadi penulis freelance.
Gue memutuskan untuk mengabaikan dulu lowongan pekerjaan dari Debby tersebut. Gue juga mau mencoba cari keberuntungan gue melamar ke tempat lain. “Apa gue coba tanya dulu ya pendapat Firzy? Kali aja dia kurang setuju gue di sana. Kan kalau gue lolos masuk sana, gue bakalan sekantor sama Debby lho…” gumam gue.
“Mi, besok tolong ke kantornya Manulife Indonesia yang di ya… Ketemu sama LO kantor kita buat update data dan gaji karyawan.” kata Uswatun mendadak di sela-sela keraguan gue. “Soalnya dia dihubungi ga bisa-bisa. Tapi sebelum kesana, lu coba koordinasi by e-mail aja dulu. Misalnya dia MASIH ga ngerespon, lu datengin langsung kantornya. Kalau MASIH ga bisa ditemuin juga, urus kalau kita ga usah pake Manulife lagi. Ga becus banget jadi LO. Masa mulai dari Kak Irawan ngehubungi, gue, bahkan sampe lu ngehubungi juga ga direspon. Kita itu customer prioritas lho! Perusahaan yang dia urus, bukan perorangan. Masa dia susah diajak komunikasi? Dia udah tajir mampus terus ga mau bonus apa gimana?”
“Wo wo wo! Santai, Uswatun! Nyerocos bae! Hahaha. Iya, gue bantuin lho kok… Santai oke? Hahaha. Ini gue coba hubungi nomor LO-nya dulu abis ini…”
“Besok gue mau urus payroll soalnya ke Mandiri bareng Novita. Makanya gue minta tolong lu yang kesana kalau ga bisa dihubungi.”
“Oh gitu, oke… Ruangan kita besok ini kosong dulu gapapa?”
“Santai aja kali ya? Ya mau gimana? Makanya better kalau lu bisa koordinasi by e-mail. Jangan by phone. Harus by e-mail, biar bisa dibaca semua orang.”
“Oke kalau gitu.”
“Sent. File update terbaru-nya udah gue kirimin…”
“Noted.” jawab gue sambil refresh e-mail gue dan membua e-mail untuk LO yang dimaksud Uswatun itu.
Sambil menunggu, gue pun sembari chat Bang Firzy terkait lowongan dari Debby sebelumnya.
Seperti biasa kalau dia lagi berjauhan sama gue begini, ga bisa langsung ada jawaban.
Setelah cukup lama menunggu, bukannya gue dapet jawaban tentang pendapat dia, eh gue malah menerima kiriman foto jalan-jalan dia selama fieldtripdi sana. Beberapa foto selfie dia dan dia juga forward foto-foto dari kelas dia.
Giliran disuruh have fun, baru dibales.
Gue ga bales lagi chatdia itu. Kalau Bang Firzy lagi seneng begitu, dia pasti ga fokus sama apa yang lagi dibahas sama kita. Jadi, lebih baik gue abaikan dulu aja chat sama dia.
Gue membuka kiriman e-mail dari Uswatun biar gue bisa cek ulang data yang dikirim sama dia. Masih ada yang kurang apa udah sama dengan data gue di HRD.
Dan gue kaget dengan apa yang gue temukan…
“Ternyata Kak Irawan gajinya 25 juta sebulan? CTO gajinya 35 juta sebulan???” Asli gue kaget banget.
Gue sangat amat kaget ngeliat gaji-gaji temen kantor gue, terutama temen-temen Kak Irawan yang memegang jabatan sebagai Manager dan Supervisor. Mereka digaji di atas 10 juta lho! Gila juga, berani banget Kak Irawan. Asli! Gimana kita ga diforsir kerjanya untuk kejar target kalau Kak Irawan ngegaji mereka semua segitu?
Di file tersebut Uswatun udah membuat list karyawan dimulai dari Kak Irawan hingga staf biasa dan gajinya masing-masing pun dituliskan rapih oleh Uswatun. Dari sana gue melihat kalau semakin ke bawah, gajinya semakin kecil. Biasa sih, emang biasanya kan begitu bukan? Tapi gue ngerasa nyesek pas liat posisi gue dan gaji gue. Gue memegang HRD dan General Affair sendirian, tetapi gue digaji dengan nominal gaji UMR Jakarta saat itu. Gaji gue sama dengan beberapa staf lainnya yang dulu satu divisi dengan gue di Divisi Customer Support. Customer Support pun masih bisa lho mendapatkan bonus kalau mereka mau kerja di weekend untuk mengejar target. Sedangkan gue ga bisa dapet bonus dari manapun lagi selain gaji. Belum lagi beberapa karyawan baru yang direkrut hasil pilihan Kak Irawan dan belum pernah punya pengalaman kerja, digaji dua sampai tiga kali lipat di atas gue!
Gue termasuk gaji rendahan di kantor saat itu! Sedangkan mereka yang baru lulus tetapi lulusan perguruan tinggi swasta terkenal bin bonafit dan belum pernah punya pengalaman kerja, bisa mendapatkan gaji jauh di atas gue??? Terus yang diliat apanya dong? Kak Irawan menggaji mereka sebanyak itu atas dasar apa?
Apakah dia bener-bener bisa menjadi pemimpin yang adil di usianya yang masih muda ini?
Gaji ini adalah isu yang sangat sensitif dan confidential. Salahnya gue, gue malah tau tentang ini semua. Hal tersebut akhirnya bikin gue jadi kesel dan marah sendiri. Ya siapa yang ga kesel dan marah kalau ternyata gue hanya ‘dihargai segitu' ketika gue dan temen-temen staf rendahan lainnya yang udah totalitas ke perusahaan, tapi ga begitu dihargai.
Gue dulu sempet meminta kenaikan gaji 25% dari gaji gue saat itu, ketika gue ditawarin posisi di HRD dan General Affair ini. Karena gue merasa keterlaluan banget kalau gue meminta kenaikan 50% kayaknya. Tapi Kak Irawan menolaknya dan hanya menawarkan kenaikan gaji sekitar Rp200.000 atau Rp300.000 saja. Karena katanya ga boleh tuh ada kenaikan gaji karyawan di atas 10%.
Tapi saat ini yang gue liat dari Excel yang dikirimkan Uswatun, ada karyawan yang setelah masa probation 3 bulan, langsung mendapatkan kenaikan gaji di atas 50%! Dan kayaknya hal itu menjadi penyebab Uswatun mau meng-update data karyawan di asuransi kantor kami.
Dari sini gue belajar, kenapa gaji menjadi confidential. Karena dengan gue mengetahui nominal gaji dari karyawan kantor, gue jadi merasa cemburu dengan orang-orang tersebut sehingga mempengaruhi iklim kerja di kantor selama ini. Emang baiknya, gue ga pernah tau gaji mereka. Gue salah banget.
Maaf, mungkin gue kembali melewati batas lagi saat itu dengan mengetahui informasi ini. Tapi gue merasa udah cukup lelah dan bosan di kantor gue saat itu. Kantor yang terlalu banyak drama dan gue merasa kurang diapresiasi di sana. Sementara yang berada di ring-1 nya Kak Irawan diistimewakan. Eh ternyata gue menemukan fakta lain kayak begini pulak.
Maaf juga kalau pemikiran gue rendah dan ga banget saat itu. Duit mulu yang gue pikirin. Maaf banget banget, jangan diikutin deh. Abis saat itu yang gue pikirin, nyesek aja ketika gue banyak berdiskusi, membantu, dan kadang mengajarkan karyawan yang gajinya tiga kali lipat di atas gue, eh dilalahnya gue hanya digaji UMR. No bonus. Hanya lembur, kalau dibolehin untuk lembur. Belum lagi gue pun harus 24 jam standby kalau dihubungi sama Kak Irawan.
Hal ini memantapkan diri gue untuk keluar dari kantor ini.
“Oke, saatnya gue mencoba melamar di kantornya Debby. Siapa tau gue bisa lebih diapresiasi di sana… Atau lebih baik lah dari di sini.” gumam gue tanpa meminta ijin Bang Firzy. "Kalaupun gue ga diterima di sana, mungkin lebih baik gue nganggur dulu. Daripada kerja ga ikhlas bukan?"
"Mi, kapan kamu ada waktu kosong dari kantor?" tanya bokap gue ketika gue baru aja sampe di rumah.
"Sini duduk dulu..." kata bokap gue sambil mempersilahkan gue untuk duduk di sampingnya.
"Apaan nih? Mana Mama?" tanya gue ke bokap.
"Mama lagi istirahat, Mi..."
"Kamu bisa ga untuk di rumah dulu weekend ini? Jangan kemana-mana dulu... Papa mau jenguk Aki ke kampung. Mama ga bisa ikut. Mama lagi sakit kakinya..."
Gue menengok ke arah kamar bokap dan nyokap gue yang pintunya tertutup rapat. "Mama kakinya kambuh lagi?"
"Ga ngerti juga, Papa. Mendadak aja sakit lagi..."
"Mama sama Papa tetep ga mau operasi aja kakinya Mama?"
"Kesuksesan operasi buat penyakit Mama itu cuman 50%, Mi... Ada kemungkinan gagal. Kamu tega Mama kamu ga bisa jalan lagi?"
Gue bingung harus jawab apa saat itu. "Emi cuman mau Mama ga sakit lagi, Pa..."
"Ya makanya, mendingan Mama rawat jalan. Minum obat dari dokter sambil terus berusaha digerakin kakinya..."
"Tapi kan kalau digerakin kakinya, nanti pergelangan kaki Mama bisa bengkak-bengkak..."
Bokap gue menghela napas sesaat. "Makanya Papa juga pusing... Mau operasi juga mumpung masih ada uang sekarang, tapi khawatir kejadian apa-apa sama Mama. Tapi kalau ga operasi, ga tega liat Mama begini... Doain aja ya, biar Mama sehat lagi dan ada keajaiban dari Alloh ya, Mi. Yakin dan percaya, kalau Mama kamu bisa sembuh. Mama ga kenapa-napa..."
"Iya, Pa..." Gue terdiam sesaat. "Eh iya, Papa ngapain mau ke kampung? Aki kenapa?"
"Mi, Aki mendadak nge-dropsiang tadi."
"AKI NGE-DROP TADI SIANG KENAPA PAPA GA CERITA SAMA EMI??? TELEPON EMI KEK! KAN EMI BISA LANGSUNG PULANG!"
"Ya kan kamu lagi kerja... Lagian udah diangkut kok dari Subang. Tapi kata Teh Ika, mendingan dibawa ke rumah sakit di kampung aja. Biar bisa lebih dikontrol juga sama Teh Ika... Magrib tadi udah diangkut kesana, sama Nenek kamu juga." Nenek baru gue maksudnya bokap.
"Kenapa malah ke kampung? Kenapa ga ke Jakarta aja yang fasilitasnya lebih lengkap pastinya?"
"Emang kalau di Jakarta, siapa yang bisa ngejagain dan pantau?"
"Iya sih..." Kadang gue nyesel, kenapa gue ga kuliah jadi Dokter aja. Biar kalau kondisinya begini, gue bisa ngebantu mereka. Sama kayak keinginan gue untuk jadi dokter ketika almarhum Nenek gue dari nyokap, sakit keras. Gue ga bisa apa-apa sampe beliau meninggal dunia. Gue ngerasa jadi cucu ga berguna. "Terus kapan kita kesana?"
"Ga, kamu ga usah ikut... Papa cuman sehari doangan kok di sana. Kamu di sini, jagain Mama. Ga usah kemana-mana dulu sama Pirji. Janji ya?"
"Papa sendirian? Naik bus? Kenapa ga sama Emi aja?"
"Mau siapa yang jagain Mama kamu? Mama kamu lagi sakit, ga boleh banyak jalan dan turun naik tangga. Kamu di sini aja, jagain Mama... Suruh Pirji nginep aja di sini."
"Dia lagi ke Malang... Ga bisa kesini dulu."
"Malang lagi?" Bahkan bokap gue aja hapal kalau Bang Firzy baru aja dari Malang dan harus ke Malang lagi.
"Iya ke Malang, LAGI. tapi kali ini buat fieldtrip S2 dia..."
Tapi kayaknya bokap gue ga terlalu mempedulikan penekanan gue saat itu. "Yaudah kalau dia udah pulang terus ngajak kemana-mana, suruh di rumah sini aja gitu. Nginep juga gapapa di sini... Itung-itung nemenin kamu dan bantuin Mama..."
"Tapi Emi pengen ketemu Aki..." gumam gue perlahan. Hati gue berat banget, seriusan deh. Gue khawatir. Gue yakin, bokap gue melihat itu dari ekspresi gue.
"Mi, Aki gapapa... Aki cuman udah tua aja, jadi lagi nge-drop. Palingan lagi kecapean... Kan Aki-Aki suka ada aja yang dikerjain udah tua juga. Kamu jangan mikir macem-macem ya? Kamu doain Mama dan Aki kamu, biar cepet sembuh." Entah kenapa, gue ngerasa bokap ngomong begitu cuman buat nyeneng-nyenengin gue doangan.
Kan LOGIKANYA NIH, kalau beliau emang bener cuman kecapean doangan, ngapain sampe harus dibawa ke rumah sakit yang letaknya jauh banget jaraknya 2 jam perjalanan dari rumah beliau bukan? Ngapain juga sepupu gue yang dokter sampe rela mau ngeluangin waktunya full ngontrol Aki kalau bukan karena ada sesuatu? Dan kalau sakit biasa aja, ngapain nih bokap gue bela-belain nyusulin ke rumah sakit untuk liat kondisi Aki?
Gue yakin, ada sesuatu sama Aki.
"Aki kenapa? Aki baik-baik aja kan di sana?"
Ngehe.
Oke, emang sih Bang Firzy udah blokir nomornya Wila dan cewek-cewek itu. Tapi ada jaminan ga kalau Bang Firzy ga akan mencoba menghubungi mereka lagi saat dia harus jauh sama gue? Atau mungkin masih mencoba merespon mereka? Malang itu jauh jaraknya dari gue. Dan kami terpisah Jawa Barat vs Jawa Timur. Apapun bisa terjadi.
Quote:
Kata dia sebelum dia pamit mau tidur dulu di kereta. Perjalanan kali ini bakalan berasa jauh banget oleh dia karena ini pertama kalinya dia naik kereta api jarak jauh ke suatu tempat. Padahal biasanya dia ke luar kota selalu naik pesawat. Tapi kali ini dia harus naik kereta api jarak jauh yang gue ga tau apa alesannya.
Sebenernya bisa aja gue kepoin akun dia lagi. Kayak dia kesana sama siapa aja? Deket-deket ga sama siapa aja? Ataupun dia diem-diem kabur dari fieldtripbuat nemuin Wila apa ga? Gue bisa nanya ke temen S2 dia yang gue punya nomornya atau ya gue liat aja dari media sosial dia. Tapi gue ngerasa kelewatan aja dan terlalu posesif kalau gue begitu. Dan yang kayak begini tuh ga baik plus bikin nagih. Daripada nanti malah jadi perkara, lebih baik gue fokus sama urusan kantor aja mumpung lagi ditinggal lagi sama Bang Firzy.
Ga ada angin, ga ada ujan, mendadak Bimo chat gue lagi.
Quote:
Kantor Debby padahal adalah perusahaan properti di kawasan elit Jakarta Utara. Tapi gimana awalnya, Corporate Social Responsibility (CSR) mereka itu ternyata berhubungan dengan jurusan kami. Ya namanya perusahaan besar dengan proyek yang besar, pasti diminta untuk melakukan CSR. Dan itulah yang dilakukan oleh kantornya Debby saat itu. Mungkin itu alesannya, makanya Debby bisa ikut proyek dari dosen pembimbing dia untuk penelitian di sana, yang berakhir direkrut oleh perusahaan itu untuk mengelola lingkungan di sana.
Nah, beberapa kali sih gue liat emang si Debby ini sharelowongan di grup kelas. Tapi karena gue juga ga begitu tertarik sama kantornya dia, gue sama sekali ga nyoba melamar di sana. Mungkin kalau gue melamar, bisa aja barengan dipanggilnya sama Bimo dan Rivanni. Gue perhatiin sih, kayaknya Debby lumayan deket berarti sama HRD di kantornya makanya dia bisa sering share lowongan begitu. Tapi ya mengenal bagaimana Debby, gue ga aneh gimana dia akhirnya bisa dekat dengan Divisi HRD. Mungkin nih ya, untuk mempermudah dia memperoleh pencitraan baik demi penilaian karyawan. HAHAHAnj*ng. Suudzon dulu aja gapapa toh? Hehehe.
“Divisi Standard Operational Procedures… Gue baru tau ada divisi khusus yang kayak begini.” gumam gue. Gue coba melihat-lihat di internet mengenai lowongan yang sama di perusahaan lain. Dari deskripsinya sih lebih banyak ke pembuatan prosedur untuk masing-masing divisi yang ada di perusahaan, pembuatan sanksi dan aturan, pembahasan Key Performance Indicators dengan HRD, dan beberapa hal lain yang menyangkut target dari masing-masing karyawan. Jujur, gue ga familiar sama bidangnya. Jadi, gue masih agak ragu untuk melamar di sana.
Sebenernya, kalau mau mengejar mimpi gue, gue masih tetep mau ngejar jadi peneliti LIPI atau mungkin gue jadi Researcher di Luar Negri. Rasanya gue bisa puas banget kalau suatu saat nanti gue bisa menulis buku atau karya ilmiah tentang hasil penelitian gue sendiri. Tapi kayaknya rada sulit perjalanan menuju mimpi gue itu. Apalagi mengingat pekerjaan yang gue jalani saat ini sangat tidak mendukung mimpi gue tersebut. Jadi, ya mungkin gue hanya bisa mencari pekerjaan sebagai General Affair atau Administration aja biar gue bisa nyambi menjadi penulis freelance.
Gue memutuskan untuk mengabaikan dulu lowongan pekerjaan dari Debby tersebut. Gue juga mau mencoba cari keberuntungan gue melamar ke tempat lain. “Apa gue coba tanya dulu ya pendapat Firzy? Kali aja dia kurang setuju gue di sana. Kan kalau gue lolos masuk sana, gue bakalan sekantor sama Debby lho…” gumam gue.
“Mi, besok tolong ke kantornya Manulife Indonesia yang di ya… Ketemu sama LO kantor kita buat update data dan gaji karyawan.” kata Uswatun mendadak di sela-sela keraguan gue. “Soalnya dia dihubungi ga bisa-bisa. Tapi sebelum kesana, lu coba koordinasi by e-mail aja dulu. Misalnya dia MASIH ga ngerespon, lu datengin langsung kantornya. Kalau MASIH ga bisa ditemuin juga, urus kalau kita ga usah pake Manulife lagi. Ga becus banget jadi LO. Masa mulai dari Kak Irawan ngehubungi, gue, bahkan sampe lu ngehubungi juga ga direspon. Kita itu customer prioritas lho! Perusahaan yang dia urus, bukan perorangan. Masa dia susah diajak komunikasi? Dia udah tajir mampus terus ga mau bonus apa gimana?”
“Wo wo wo! Santai, Uswatun! Nyerocos bae! Hahaha. Iya, gue bantuin lho kok… Santai oke? Hahaha. Ini gue coba hubungi nomor LO-nya dulu abis ini…”
“Besok gue mau urus payroll soalnya ke Mandiri bareng Novita. Makanya gue minta tolong lu yang kesana kalau ga bisa dihubungi.”
“Oh gitu, oke… Ruangan kita besok ini kosong dulu gapapa?”
“Santai aja kali ya? Ya mau gimana? Makanya better kalau lu bisa koordinasi by e-mail. Jangan by phone. Harus by e-mail, biar bisa dibaca semua orang.”
“Oke kalau gitu.”
“Sent. File update terbaru-nya udah gue kirimin…”
“Noted.” jawab gue sambil refresh e-mail gue dan membua e-mail untuk LO yang dimaksud Uswatun itu.
Sambil menunggu, gue pun sembari chat Bang Firzy terkait lowongan dari Debby sebelumnya.
Quote:
Seperti biasa kalau dia lagi berjauhan sama gue begini, ga bisa langsung ada jawaban.
Setelah cukup lama menunggu, bukannya gue dapet jawaban tentang pendapat dia, eh gue malah menerima kiriman foto jalan-jalan dia selama fieldtripdi sana. Beberapa foto selfie dia dan dia juga forward foto-foto dari kelas dia.
Quote:
Giliran disuruh have fun, baru dibales.
Quote:
Gue ga bales lagi chatdia itu. Kalau Bang Firzy lagi seneng begitu, dia pasti ga fokus sama apa yang lagi dibahas sama kita. Jadi, lebih baik gue abaikan dulu aja chat sama dia.
Gue membuka kiriman e-mail dari Uswatun biar gue bisa cek ulang data yang dikirim sama dia. Masih ada yang kurang apa udah sama dengan data gue di HRD.
Dan gue kaget dengan apa yang gue temukan…
“Ternyata Kak Irawan gajinya 25 juta sebulan? CTO gajinya 35 juta sebulan???” Asli gue kaget banget.
Gue sangat amat kaget ngeliat gaji-gaji temen kantor gue, terutama temen-temen Kak Irawan yang memegang jabatan sebagai Manager dan Supervisor. Mereka digaji di atas 10 juta lho! Gila juga, berani banget Kak Irawan. Asli! Gimana kita ga diforsir kerjanya untuk kejar target kalau Kak Irawan ngegaji mereka semua segitu?
Di file tersebut Uswatun udah membuat list karyawan dimulai dari Kak Irawan hingga staf biasa dan gajinya masing-masing pun dituliskan rapih oleh Uswatun. Dari sana gue melihat kalau semakin ke bawah, gajinya semakin kecil. Biasa sih, emang biasanya kan begitu bukan? Tapi gue ngerasa nyesek pas liat posisi gue dan gaji gue. Gue memegang HRD dan General Affair sendirian, tetapi gue digaji dengan nominal gaji UMR Jakarta saat itu. Gaji gue sama dengan beberapa staf lainnya yang dulu satu divisi dengan gue di Divisi Customer Support. Customer Support pun masih bisa lho mendapatkan bonus kalau mereka mau kerja di weekend untuk mengejar target. Sedangkan gue ga bisa dapet bonus dari manapun lagi selain gaji. Belum lagi beberapa karyawan baru yang direkrut hasil pilihan Kak Irawan dan belum pernah punya pengalaman kerja, digaji dua sampai tiga kali lipat di atas gue!
Gue termasuk gaji rendahan di kantor saat itu! Sedangkan mereka yang baru lulus tetapi lulusan perguruan tinggi swasta terkenal bin bonafit dan belum pernah punya pengalaman kerja, bisa mendapatkan gaji jauh di atas gue??? Terus yang diliat apanya dong? Kak Irawan menggaji mereka sebanyak itu atas dasar apa?
Apakah dia bener-bener bisa menjadi pemimpin yang adil di usianya yang masih muda ini?
Gaji ini adalah isu yang sangat sensitif dan confidential. Salahnya gue, gue malah tau tentang ini semua. Hal tersebut akhirnya bikin gue jadi kesel dan marah sendiri. Ya siapa yang ga kesel dan marah kalau ternyata gue hanya ‘dihargai segitu' ketika gue dan temen-temen staf rendahan lainnya yang udah totalitas ke perusahaan, tapi ga begitu dihargai.
Gue dulu sempet meminta kenaikan gaji 25% dari gaji gue saat itu, ketika gue ditawarin posisi di HRD dan General Affair ini. Karena gue merasa keterlaluan banget kalau gue meminta kenaikan 50% kayaknya. Tapi Kak Irawan menolaknya dan hanya menawarkan kenaikan gaji sekitar Rp200.000 atau Rp300.000 saja. Karena katanya ga boleh tuh ada kenaikan gaji karyawan di atas 10%.
Tapi saat ini yang gue liat dari Excel yang dikirimkan Uswatun, ada karyawan yang setelah masa probation 3 bulan, langsung mendapatkan kenaikan gaji di atas 50%! Dan kayaknya hal itu menjadi penyebab Uswatun mau meng-update data karyawan di asuransi kantor kami.
Dari sini gue belajar, kenapa gaji menjadi confidential. Karena dengan gue mengetahui nominal gaji dari karyawan kantor, gue jadi merasa cemburu dengan orang-orang tersebut sehingga mempengaruhi iklim kerja di kantor selama ini. Emang baiknya, gue ga pernah tau gaji mereka. Gue salah banget.
Maaf, mungkin gue kembali melewati batas lagi saat itu dengan mengetahui informasi ini. Tapi gue merasa udah cukup lelah dan bosan di kantor gue saat itu. Kantor yang terlalu banyak drama dan gue merasa kurang diapresiasi di sana. Sementara yang berada di ring-1 nya Kak Irawan diistimewakan. Eh ternyata gue menemukan fakta lain kayak begini pulak.
Maaf juga kalau pemikiran gue rendah dan ga banget saat itu. Duit mulu yang gue pikirin. Maaf banget banget, jangan diikutin deh. Abis saat itu yang gue pikirin, nyesek aja ketika gue banyak berdiskusi, membantu, dan kadang mengajarkan karyawan yang gajinya tiga kali lipat di atas gue, eh dilalahnya gue hanya digaji UMR. No bonus. Hanya lembur, kalau dibolehin untuk lembur. Belum lagi gue pun harus 24 jam standby kalau dihubungi sama Kak Irawan.
Hal ini memantapkan diri gue untuk keluar dari kantor ini.
“Oke, saatnya gue mencoba melamar di kantornya Debby. Siapa tau gue bisa lebih diapresiasi di sana… Atau lebih baik lah dari di sini.” gumam gue tanpa meminta ijin Bang Firzy. "Kalaupun gue ga diterima di sana, mungkin lebih baik gue nganggur dulu. Daripada kerja ga ikhlas bukan?"
XOXOXO
"Mi, kapan kamu ada waktu kosong dari kantor?" tanya bokap gue ketika gue baru aja sampe di rumah.
"Sini duduk dulu..." kata bokap gue sambil mempersilahkan gue untuk duduk di sampingnya.
"Apaan nih? Mana Mama?" tanya gue ke bokap.
"Mama lagi istirahat, Mi..."
"Kamu bisa ga untuk di rumah dulu weekend ini? Jangan kemana-mana dulu... Papa mau jenguk Aki ke kampung. Mama ga bisa ikut. Mama lagi sakit kakinya..."
Gue menengok ke arah kamar bokap dan nyokap gue yang pintunya tertutup rapat. "Mama kakinya kambuh lagi?"
"Ga ngerti juga, Papa. Mendadak aja sakit lagi..."
"Mama sama Papa tetep ga mau operasi aja kakinya Mama?"
"Kesuksesan operasi buat penyakit Mama itu cuman 50%, Mi... Ada kemungkinan gagal. Kamu tega Mama kamu ga bisa jalan lagi?"
Gue bingung harus jawab apa saat itu. "Emi cuman mau Mama ga sakit lagi, Pa..."
"Ya makanya, mendingan Mama rawat jalan. Minum obat dari dokter sambil terus berusaha digerakin kakinya..."
"Tapi kan kalau digerakin kakinya, nanti pergelangan kaki Mama bisa bengkak-bengkak..."
Bokap gue menghela napas sesaat. "Makanya Papa juga pusing... Mau operasi juga mumpung masih ada uang sekarang, tapi khawatir kejadian apa-apa sama Mama. Tapi kalau ga operasi, ga tega liat Mama begini... Doain aja ya, biar Mama sehat lagi dan ada keajaiban dari Alloh ya, Mi. Yakin dan percaya, kalau Mama kamu bisa sembuh. Mama ga kenapa-napa..."
"Iya, Pa..." Gue terdiam sesaat. "Eh iya, Papa ngapain mau ke kampung? Aki kenapa?"
"Mi, Aki mendadak nge-dropsiang tadi."
"AKI NGE-DROP TADI SIANG KENAPA PAPA GA CERITA SAMA EMI??? TELEPON EMI KEK! KAN EMI BISA LANGSUNG PULANG!"
"Ya kan kamu lagi kerja... Lagian udah diangkut kok dari Subang. Tapi kata Teh Ika, mendingan dibawa ke rumah sakit di kampung aja. Biar bisa lebih dikontrol juga sama Teh Ika... Magrib tadi udah diangkut kesana, sama Nenek kamu juga." Nenek baru gue maksudnya bokap.
"Kenapa malah ke kampung? Kenapa ga ke Jakarta aja yang fasilitasnya lebih lengkap pastinya?"
"Emang kalau di Jakarta, siapa yang bisa ngejagain dan pantau?"
"Iya sih..." Kadang gue nyesel, kenapa gue ga kuliah jadi Dokter aja. Biar kalau kondisinya begini, gue bisa ngebantu mereka. Sama kayak keinginan gue untuk jadi dokter ketika almarhum Nenek gue dari nyokap, sakit keras. Gue ga bisa apa-apa sampe beliau meninggal dunia. Gue ngerasa jadi cucu ga berguna. "Terus kapan kita kesana?"
"Ga, kamu ga usah ikut... Papa cuman sehari doangan kok di sana. Kamu di sini, jagain Mama. Ga usah kemana-mana dulu sama Pirji. Janji ya?"
"Papa sendirian? Naik bus? Kenapa ga sama Emi aja?"
"Mau siapa yang jagain Mama kamu? Mama kamu lagi sakit, ga boleh banyak jalan dan turun naik tangga. Kamu di sini aja, jagain Mama... Suruh Pirji nginep aja di sini."
"Dia lagi ke Malang... Ga bisa kesini dulu."
"Malang lagi?" Bahkan bokap gue aja hapal kalau Bang Firzy baru aja dari Malang dan harus ke Malang lagi.
"Iya ke Malang, LAGI. tapi kali ini buat fieldtrip S2 dia..."
Tapi kayaknya bokap gue ga terlalu mempedulikan penekanan gue saat itu. "Yaudah kalau dia udah pulang terus ngajak kemana-mana, suruh di rumah sini aja gitu. Nginep juga gapapa di sini... Itung-itung nemenin kamu dan bantuin Mama..."
"Tapi Emi pengen ketemu Aki..." gumam gue perlahan. Hati gue berat banget, seriusan deh. Gue khawatir. Gue yakin, bokap gue melihat itu dari ekspresi gue.
"Mi, Aki gapapa... Aki cuman udah tua aja, jadi lagi nge-drop. Palingan lagi kecapean... Kan Aki-Aki suka ada aja yang dikerjain udah tua juga. Kamu jangan mikir macem-macem ya? Kamu doain Mama dan Aki kamu, biar cepet sembuh." Entah kenapa, gue ngerasa bokap ngomong begitu cuman buat nyeneng-nyenengin gue doangan.
Kan LOGIKANYA NIH, kalau beliau emang bener cuman kecapean doangan, ngapain sampe harus dibawa ke rumah sakit yang letaknya jauh banget jaraknya 2 jam perjalanan dari rumah beliau bukan? Ngapain juga sepupu gue yang dokter sampe rela mau ngeluangin waktunya full ngontrol Aki kalau bukan karena ada sesuatu? Dan kalau sakit biasa aja, ngapain nih bokap gue bela-belain nyusulin ke rumah sakit untuk liat kondisi Aki?
Gue yakin, ada sesuatu sama Aki.
"Aki kenapa? Aki baik-baik aja kan di sana?"
itkgid dan 25 lainnya memberi reputasi
26
Tutup
![AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]](https://s.kaskus.id/images/2019/10/10/10712020_20191010014133.jpg)

dan 
