Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2135
Kota Apel_part 2
Keesokan harinya, semuanya sudah bersiap untuk kembali ke rumah masing-masing. Ada yang menggunakan bis, ada kereta api dan ada pesawat terbang. Gue sendiri menggunakan pesawat terbang biar tiba lebih cepat. Sebelum pulang dari resort tersebut, kami menyempatkan diri untuk mampir membeli oleh-oleh.

Mando sangat bersemangat untuk menggoda gue. Menggodanya gimana? Ada salah satu SPG yang melayani kami, sepertinya baru lulus SMA, yang menurut kami terlihat cantik bener. Mando menantang gue untuk minimal bisa mendapatkan nomor HP anak ini.

Gue yang nothing to lose, ya mengiyakan aja. Semuanya berjalan lancar tanpa hambatan dan mbaknya ini yang bernama Ningsih sudah memberikan nomor HPnya ke gue.

“Gimana, mau nantang apa lagi? Hahaha.” Kata gue.

“Buset. Berarti bener ye, emang nggak salah Mila ngejar-ngejar lo ya Ja. Jago bener.” ujar Mando dan diamini teman gue yang lain.

“Sialan, jadinya ini cuma buat cek dan ricek soal kemampuan gue deketin cewek? Hahaha.”

“Ya nggak, itu mbaknya cakep tau. Kali aja kesangkut sama lo.”

“Gila. Nggak lah, dia masih muda banget. Kayaknya baru lulus SMA.”

“Terus kenapa?”

“Ya nggak aja Ndo. Gila amat lo. haha.”

Mando ternyata bercerita kalau dia selalu penasaran dengan hubungan gue dan Mila. Gue sudah berulang kali menyanggah, walaupun gue juga nggak bilang kalau gue punya pacar, karena mereka juga nggak nanya. Sampai akhirnya Mando berinisiatif seperti ini. Katanya biar ngetes seberapa kuat kemampuan Ija kalau bikin cewek suka. Mando bilang kalau Mila dikasih kenyamanan yang maksimal sama gue menurut orang-orang yang liat, makanya dia nempel terus sama gue. Yang baru ketemu aja bisa nyaman dan ngasih nomor HP, gimana Mila yang udah berulang kali ketemu dan bareng-bareng terus kan?

“Masa iya kayak gitu sih? Gue itu biasa aja kali ke Mila. Gue cuma kesian karena lo semua pada jahat, nggak mau gaul sama dia. haha.”

“Ya mau gimana, anaknya egois banget Ja. makanya gue bingung kadang sama lo, kok tahan bener bertemen sama dia.”

“Ya dia egois kan pas lagi urusan kampus. Gue ngerasa biasa aja pas lagi nggak ada urusan sama kampus.”

“Berarti lo fix nih ya emang mau sama Mila?”

“Lah siapa yang bilang? Haha. Asumsi aje lo ah.”

“Ya lo belain dia.”

“Buset bedain kali. Itu yang gue rasain kalo lagi sama Mila. Bukan belain.”

“Tapi masalahnya yang lain nggak ngerasa kayak lo Ja.”

“Maksudnya?”

“Ya yang lain pada nggak ngerasa nyaman atau asyik aja sama Mila. Cuma lo doang yang tahan deket lama sama dia. bahkan yang bapak-bapak ibu-ibu aja males kan kerjasama sama dia.”

“Haha entahlah. Mungkin dia demen kali sama gue, makanya beda sikapnya, Ndo.”

“Nah makanya itu.”

“Terus mau lo gimana?”

“Pepet aje. Cakep ini anaknya.”

“Hahaha. Tau lah Ndo.”

Gue nggak melanjutkan lagi percakapan dengan Mando dan memilih untuk mendengarkan musik-musik jazz instrumental di pemutar musik yang ada di HP gue. Sepanjang perjalanan pun gue lebih banyak tidur.

--

Kami berpisah di terminal bis. Ada yang melanjutkan langsung pulang, ada pula yang meningap satu malam lagi untuk berjalan-jalan di Kota Malang. Ada juga yang kembali ke Kota Batu untuk datang ke Jatim Park, termasuk gue dan teman-teman dekat gue, kecuali Mbak Disya.
Waktu itu keuangan gue agak kurang baik, jadinya gue hanya menunggu diluar bersama dua teman gue. sembari menunggu gue ada menulis beberapa artikel di blog, dan kembali aktif di twitter. Tetapi ternyata ada hal nggak terduga yang mampir di HP gue.

Ada orang yang sudah lama sekali nggak gue hubungi ternyata menghubungi gue kembali. Via sosial media, karena dulu gue kenal dengan dia juga di sosial media. Tanpa pernah ketemu. Gue kenal dengan anak ini ketika transisi dari Dee ke Emi yang jedanya cukup lama.

Dia saat ini sedang bersekolah di salah satu SMA di Jawa Timur. Gue pun kaget ternyata dia masih SMA. Dulu soalnya waktu awal kenal, dia mengaku sudah kuliah. Dan foto-foto yang dia pajang di sosial medianya pun terlihat dewasa. Makanya gue nggak terlalu ngeh kalau dia anak SMA. Gue nggak peduli juga sih sebenarnya, dia mau kuliah atau SMA. Dulu kan gue berpikirnya yang penting asyik diajak ngobrol.

Gue banyak chat, tapi ya chat biasa-biasa aja nggak macem-macem. Dari situ pun gue sangat sadar kalau Emi yang benar-benar bisa mengisi obrolan dengan dinamis. Apapun selalu bisa kami jadikan bahasan, dari mulai bahasan tentang bagaimana Google menyewa atau membeli gunung untuk dijadikan pusat server-nya dan efeknya terhadap perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya, sampai urusan receh tentang apa yang dipikirkan penjaga kamar mandi SPBU ketika menunggu pelanggan menyetor uangnya setelah buang hajat.

Hujan akhirnya turun, sementara gue di mobil sewaan bersama Mila dan Fani. Dua orang cewek yang super menggiurkan kalau dideketin. Satunya semok demplon dan periang, satunya lagi terlihat sangat intelek dengan cara berpakaian yang anggun, ditambah dengan tubuhnya yang tinggi semampai.

“Ja, lo ngelawak kek, nyanyi kek. Bosen bener. Kita nggak bisa keluar soalnya ujan. Mana ni mobil makin berembun lagi. Ntar disangkain threesome kita.” Ujar Fani membuyarkan sepi dimobil.

“Bangkek lo, Fan. Ngagetin gue aja ngomong. Diatur tu volume. Hahaha.” Ledek gue.

“Kan lo udah tau, gue itu kalo ngomong kenceng volumenya. Hahaha.”

“Ye, tapi kan bisa aja dikecilin dikit. Kan ini mobilnya nggak segede hall pertemuan di hotel kemarin, Fan.” Selak Mila tiba-tiba.

“Lo sensi amat sih, Mil. Kenapa? Lo takut ya Ija direbut sama gue? hahaha.” Goda Fani sambil menyentuh dagu Mila.

“Apaan sih lo Fan.” Ujar Mila, terlihat nggak nyaman dengan candaan ini.

Gue yang berada dikursi paling belakang hanya tertawa kecil aja sambil chat dengan Emi. Mila ada di kursi tengah, sementara Fani ada di paling depan sebelah supir. Pak supir kebetulan sedang nggak ditempatnya. Mungkin lagi ngopi, karena emang suhu udaranya cukup dingin di Jatim Park.

Emi merasa kurang sreg dengan pekerjaannya sekarang. Tapi dia nggak cerita full di chat. Mungkin akan lebih enak kalau ceritanya langsung kali ya. Dia pun mem-forward lowongan pekerjaan disalah satu perusahaan properti terbesar di negeri ini yang berada di utara ibukota. Menggiurkan sekali sih jujur aja. Kalaupun gue punya kesempatan, gue juga mau jadi bagian dari perusahaan tersebut.

Emi nggak melanjutkan lagi chatnya, mungkin dia mikir nggak mau ganggu urusan gue dulu disini. Atau sedang asumsi aneh-aneh lagi? Ya bebas lah. Gue kadang juga capek sendiri kalau menuruti asumsi yang dia buat. Tapi memang sebenarnya dia berasumsi kayak gitu karena trauma yang gue buat di hati dia.

Gue mau mengirimkan foto-foto selama disini. Tapi nanti aja, gue kan masih ada satu malam lagi disini. Rencana kami yang masih stay disini adalah, kami mau ke (Gunung) Bromo. Nggak tau naik apa nggak karena kami nggak membawa peralatan lengkap, gue pun hanya membawa tas carrier yang berisi pakaian selama gue di Malang & Batu ini.

Gue nggak ada pengalaman untuk mendaki gunung. Tapi Mando suka mendaki. Itu yang bikin aman sedikit lah. Setidaknya ada yang pernah mendaki, jadinya udah tau tekniknya gimana. Rencananya nanti kami akan berangkat tengah malam. Kebetulan ada teman gue yang saudaranya ada di Malang, jadinya beberapa barang bisa dititipkan dulu di rumah tersebut.

--
Malam sudah sangat larut, dan kami sedang mempersiapkan beberapa barang yang akan dibawa atau sebagai bekal untuk naik ke Bromo. Tapi sepertinya kami nggak akan naik terlalu jauh karena emang nggak ada persiapan matang. Udah gitu gue hanya bawa jaket kelas yang baru, kaos lengan panjang dan nggak bawa perlengkapan apapun karena gue emang bukan pendaki.

Anak-anak yang lain juga berpikir yang sama dengan gue. Kami akhirnya jalan berdelapan. Perjalanan menuju lokasi nggak terlalu jauh ternyata. Disana masih tengah malam banget, tapi cukup banyak orang, walaupun nggak seramai kalau akhir pekan.

Kami menyewa dua mobil jip yang kalau di film-film Rhoma Irama selalu jadi moda transportasi para penjahat untuk mengantar kami sampai ke kaki gunung. Mobil sewaan kami dilarang untuk melanjutkan perjalanan. Sepertinya ini sih emang udah kartelisasi orang desa situ untuk mengeruk keuntungan ya. atau memang untuk memperkuatkan perekonomian rakyat sekitar, dibuat aturan memakai transportasi lokal.

Gue sempat bertanya ke bapak supirnya, ternyata yang berinvestasi di transportasi, penginapan dan penjual alat-alat naik gunung yang mahal-mahal ini adalah orang-orang kota. Baik dari ibukota, maupun kota-kota besar lainnya di Jawa Timur. Yah, ternyata tetap aja ladang bisnis yang menguasai orang-orang dari luar ya, bukan murni rakyat setempat. Penduduk hanya dikaryakan sebagai operator bukan penggerak roda bisnisnya. Nggak beda dengan banyak wisata alam lainnya di negeri ini.

Sesampainya di titik henti pertama, cuaca sangat dingin. Gue yang memakai jaket, sweater, kupluk, celana panjang jeans, dan sepatu sendal untuk hiking masih kedinginan.

“Lo pake syal gue aja Ja. kayaknya lo kedinginan banget.” Mila menawarkan memakai syalnya.

“Lah terus lo gimana?” tanya gue.

“Gue bawa satu lagi. Kan emang jaga-jaga gue bawa dua, biar kalo ada yang perlu tinggal pake.”

“Kalo ada yang perlu, apa kalau Ija yang perlu nih Mil? Hahaha.” Sahut Fani.

“Yee, apaan sih Fan.” Kata Mila, ada ulas senyum malu-malu di bibirnya.

Kami menunggu dulu sekitar satu jam, sampai akhirnya kami diangkut kearah kaki gunung Bromo. Waktu itu gunung ini belum lama erupsi, jadi kawasannya menjadi dibatasi dan nggak banyak yang dibuka. Termasuk salah satunya adalah Bukit Teletubies.

Sampai disana udah sekitar jam 4 pagi dan kami akhirnya mendaki perbukitan yang ada disekitaran Bromo. Ada beberapa pos yang kami lewati, entah itu pos beneran atau hanya pos bayangan aja, gue juga kurang ngerti soal pendakian seperti ini.

Kami cukup susah payah mendakinya karena kami membawa beberapa anak cewek yang nggak biasa mendaki atau sepertinya juga nggak banyak jalan-jalan ke wisata alam, banyakan ke Mall. Kami harus saling bantu untuk mencapai ke puncak bukitnya. Ada beberapa spot yang biasa dipakai untuk melihat sunrise katanya.

Kala itu spot sunrise ternyata sudah banyak orang. Maka gue mengidekan untuk mencari spot lain, bisa liat sunrise dan juga bisa melihat gunung Bromo dan mungkin bisa liat puncak Mahameru juga. untuk menuju ke spot tersebut, ternyata diluar dugaan Dadan berhasil memimpin. Wajar karena ternyata dia dulu sempat jadi anak pecinta alam kala kuliah S1.

Ketika kami semua kedinginan dengan beberapa lapis pakaian ditubuh, dia hanya memakai sweater lengan panjang, jaket angkatan kami, lalu celana pendek serta sendal gunung. Luar biasa juga untuk orang yang melambai seperti dia. Dia gemulai, tapi bukan berarti nggak macho dan nggak suka cewek. Dia punya pacar. Hahaha.

Pada akhirnya, setelah menunggu, kami berhasil melihat sunrise dan gunung tertinggi di Pulau Jawa ini dengan jelas. Anugerah Tuhan yang sangat cantik untuk negeri ini. Gue sangat terkagum-kagum melihat ini. Tapi, entah kenapa, gue masih lebih mengagumi lukisan Tuhan di Laut daripada di gunung. Lebih ke selera aja kali ya.

Tidak lupa kami mengabadikan momen ini dengan berfoto bersama dan juga saling memfotokan teman. Mila meminta tolong untuk difoto bersama gue. Fani pun melakukan hal yang sama. Jadi berasa juragan minyak gue. hahaha.

Setelahnya, kami turun kembali. Tapi hari masih terlalu pagi. Jadi gue dan Mando mencoba negosiasi untuk masuk ke Padang savana yang awalnya tertutup. Ternyata bapak pemilik Jip menyanggupi. Tentunya dengan membayar fee lebih banyak dari yang sudah disepakati sebelumnya.

“Gila, gue nggak nyangka, ternyata nego lo keren juga Ja.” kata Mila yang duduk disebelah gue.

“Iya dong. Tapi lo ngeh nggak sih, semua urusan di negeri ini bisa kelar kalo kita punya uang. Hahaha.” Kata gue.

“Haha bener juga ya.”

“Ya bener. semuanya udah berkiblat sama uang sih. Susah jadinya. Namanya juga negara kapitalis. Nah lo kan orang yang dari dulu berkecimpung didunia ekonomi, pasti lebih tau lah Mil daripada gue.”

“Iya Ja. Kadang gue juga miris liat perkembangan orang-orang kita. Makin konsumtif, mendewakan uang banget.”

Nggak kerasa, kami udah tiba di padang pasir yang sangat luas. Tapi sayangnya, nggak ada kuda yang bisa disewa karena memang nggak boleh ada kegiatan disana sementara waktu. Jadinya kami banyak mengabadikan momen ini dengan berfoto-foto bersama lagi dengan berbagai macam pose. Mando yang kebetulan sampingannya adalah seorang fotografer amatir, memakai momen ini untuk menambah portofolio dia.

Cara dia adalah memfotokan beberapa teman yang ikut dengan background bukit-bukit berwarna hijau, jip yang kami sewa, serta padang savana yang luas ini. Gue pun berpose layaknya seorang model profesional. Haha. Banyak juga gue foto bareng anak-anak cewek yang parasnya diatas rata-rata kayak Mila dan Fani. Kapan lagi gue jadi foto model bareng cewek-cewek kece kan. Haha. Gue pun sengaja mem-post foto-foto dengan cewek-cewek ini sosmed gue, biar pada heboh dan makin banyak asumsi.

Banyak sekali sesi foto yang kami lakukan sampai akhirnya nggak kerasa sudah jam 10 pagi aja. kami memutuskan untuk menyudahi trip ini dan kembali ke kota. Perjalanan kami masih panjang. Kebetulan yang ikut ini semua pulangnya naik pesawat yang akan berangkat pukul 16.00 sore. Nggak lupa gue mengirimkan foto-foto yang di share sama Mando ke Emi.

Kemanapun gue pergi, Mila dan Fani selalu berada didekat gue. Tentunya ada Mando juga. Berasa lagi double date aja ini. haha. Kami sempatkan untuk membeli beberapa oleh-oleh ketika sudah berada dikota. Mobil sewaan masih mengantar kami sampai akhirnya kami tiba di Bandara Abdul Rachman Saleh.

“Makasih ya semuanya, seneng banget bisa bareng-bareng kalian semuanya.” Ujar Viana.

“Iya gue juga. ih bakalan kangen banget momen kayak gini deh.” Timpal Dadan.

“Iya dong. Apalagi kayaknya bakal ada yang jadian setelah ini.” kata Mando.

“Hah, siapa Ndo?” tanya Fani penasaran.

“Haha, ada deh.” Jawab Mando.

“Lo jangan ngarang-ngarang aje bro. hahaha.” Kata gue.

“Tuh, berasa lagi di omongin bukan? Haha.” Kata Mando.

“Lah, kagak. Gue mah bilang, kan nggak ada disini yang lagi pedekate. Gimana mau ada yang jadian. Haha.”

“Oh gitu ya. nggak ada yang pedekate nih jadinya bener?” tanya Fani lagi.

“Haha entah lah. Gue juga bingung sama si Mando ini.” kata Viana.

Kami akhirnya bersalaman karena ada beberapa yang turun di Halim, dan ada yang di Soetta. Gue termasuk yang turun di Halim, bareng Mando, Mila dan Viana. Sementara Mirta, Dadan, Fani dan Boy turun di Soetta.

Sebelum kami berpisah, Fani mengajak gue agak menjauh dari teman-teman.

“Ja, bisa ngomong sebentar?” tanyanya.

“Yap. Ayo ngomong aja Fan.” Kata gue.

“Sanaan dikit yuk.”

“Kenapa nggak disini aja dah?”

“Udah, kesana yuk sebentar.”

“Oke deh.”

Gue dan Fani beranjak dari kumpulan teman-teman, terlihat Mila memperhatikan gerak-gerik gue dengan sangat seksama, sampai gue sendiri jadi keder.

“Hmmm. Ja. gue langsung to the point aja ya. Kan abis ini kita udah pada misah nih, mau tesis. Otomatis akan jarang banget ketemu. Jadi mungkin ini saat yang tepat kali ya.” kata Fani, ada keraguan dalam ekspresi wajahnya.

“Haha. Iya nggak berasa banget ya. Bakal kangen banget pasti momen kayak gini. Lo mau ngomong apaan Fan?” kata gue.

“Sebenarnya, dari awal banget gue kenal lo, gue itu suka sama lo. Tapi makin kesini, lo deketnya sama Mila melulu. Itu yang bikin gue jadi mundur teratur. Gue nggak mau ngerusak kebahagiaan lo sama Mila. Apalagi Mila kan gitu anaknya. Takutnya nanti malah nggak enak dikelas. Gue nggak tau juga apakah kalian itu sebenarnya jadian apa nggak. Tapi gue harus ngungkapin ini, biar nggak jadi ganjalan dihati gue selama ini. hufftt……”

Fani kemudian melanjutkan, “Ja, gue itu sayang sama lo. Kenapa bisa? Karena lo selalu bikin orang nyaman kalau deket sama lo. Lo mau bantuin orang yang lagi susah, nggak milih-milih, easy going dan tentunya gue seneng banget dengan perilaku lo ini. Kalau ada kesempatan, apa lo mau jadi cowok gue?”

“Hah? Apaan Fan? Ini gue nggak salah denger?”

“Nggak sama sekali. Lo lagi nggak salah denger.” Ujarnya, sedikit menunduk, tapi tersenyum.

kaskus-image
Mulustrasi Fani, 98,8% mirip cewek ini


Ini benar-benar diluar dugaan gue. Gue benar-benar nggak nyangka kalau ternyata Fani suka sama gue selama ini. Bener-bener nggak nyangka aja gue. Gue emang selalu baik dan dekat dengan beberapa orang di kelas S2 gue, selain sama Mila, gue emang dekat banget sama Mbak Disya, Mando, Dadan, Viana, Mirta dan Fani ini. Hampir seluruh waktu gue selama kuliah S2 dihabiskan bareng sama mereka, soalnya masih nyambung bahasannya, masih pada muda-muda kan.
Diubah oleh yanagi92055 03-06-2020 23:39
namikazeminati
khodzimzz
itkgid
itkgid dan 21 lainnya memberi reputasi
22
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.