- Beranda
- Stories from the Heart
HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka
...
TS
princebanditt
HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/12/2657924_202005120128450195.png)
Quote:
Keluarga, menurut gue adalah sekelompok orang yang tinggal bersama, mempunyai struktur peran dan jabatan masing masing, ayah, ibu, kakak dan adik.
mempunyai visi dan misi yang sama, saling ketergantungan, saling mengisi, walau kadang ga semudah yang kita pikirkan.
mempunyai visi dan misi yang sama, saling ketergantungan, saling mengisi, walau kadang ga semudah yang kita pikirkan.
Spoiler for Keluarga Kecil:
Quote:
Berbahagialah kalian yang lahir dari keluarga yang harmonis, dipenuhi kebahagiaan, canda tawa, dan kadang suka duka kalian lalui bersama sama, saling menguatkan satu dengan yang lainnya.
Bersyukurlah kalian, karena belom tentu orang lain mendapatkan sebuah keluarga seperti itu.
Bersyukurlah kalian, karena belom tentu orang lain mendapatkan sebuah keluarga seperti itu.
Keluargaku, Neraka Bagiku
Spoiler for Mulustrasi Bree:
Quote:
”plakkk..”suara tamparan keras malam itu.
“ampun pah, maafin mama, aku bener-bener minta maaf..” terdengar suara ibu memohon. “diam kamu!! plakk..” lagi lagi ayah menampar ibu.
malam itu udah kesekian kalinya gue denger bapak gue mukulin ibu gue, ya itu udh biasa gue denger.
mereka sering bertengkar, mulai dari hal yang sepele hingga hal hal besar lainnya.
makin hari makin benci sama keadaan gue yang seperti ini, “kapan gue bisa punya keluarga kayak si wisnu, bapak ibu nya baik, ga pernah gue denger mereka ribut kayak keluarga gue, keluarga mereka penuh dengan kasih sayang, biarpun wisnu bikin salah, mereka gak pernah ngebentak apa lagi mukul si wisnu, gak kaya keluarga gue, Bngst!” cerocos gue dalem hati.
Ga lama pintu kamar gue kebuka, ibu gue dateng sambil nangis, gue liat matanya bengkak sebelah seperti habis dipukuli, bibirnya terluka dan pipinya nampak memar.
“babang belom tidur?”tanyanya, gue cuma liatin ibu gue.
“maafin mama ya bang, mama salah, mama ga bisa ngurusin babang, sampe babang kayak gini” ga lama dia peluk gue.
sebenarnya hari ini gue habis dari rumah wisnu, dia ajak gue sama adek gue berenang dirumahnya, pakai kolam renang karet yang habis dia dapat dari ibunya sebagai hadiah ulang tahun.
gue udah nolak ajakan wisnu berkali-kali, karna gue tau ibu ngelarang gue dan adek gue bermain keluar rumah.
tapi wisnu dan ibunya terus memaksa kami, adek gue juga memohon agar diizinkan, terlihat dimatanya dia pengen ikut berenang dirumah wisnu.
akhirnya, selesai berenang kamipun harus pasrah ibu memukuli kami dengan gesper hari itu. “ampun ma, iya ma kita ga akan ngulangin lagi..” cuma itu yang bisa gue dan adek gue ucapin berharap agar ibu berhenti memukuli kami.
“samanya lo kayak bapak lo, benci gue liat lo berdua” ucap ibu kepada kami, kata kata itu sering kali gue denger klo ibu lagi mukulin gue ataupun adek gue.
mungkin ibu benci sama ayah, dia dendam atau dia sakit hati sehingga kami harus jadi pelampiasan kemarahan ibu.
ga sengaja bapak liat memar biru luka bekas pukulan gesper tadi sore, lalu bertengkarlah mereka seperti yang terjadi sekarang ini.
gue ga tau harus respon gimana, gue udh sering banget denger ibu minta maaf sama gue, tapi lagi-lagi dia ngulangin perbuatan itu, gue dipukulin lagi dan lagi.
“udah habis air mata gue, ga tau ini rasa sayang apa benci yang ada dihati gue.
gue ga bisa lagi ngerasain sakit ataupun sedih liat ibu gue kaya gini” bisik gue didalem hati.
“babang ga marah kan sama mama? mama sebenernya sayang bang sama kamu” ucapnya lagi.
gue ga jawab pertanyaan ibu, gue coba lepasin pelukan ibu dari badan gue, lalu membalikkan badan dan mencoba untuk tidur malam itu.
mungkin ibu tau klo gue masih marah gara gara kejadian tadi sore, ibupun keluar dari kamar gue.
“gue benci sama ibu” cuma itu yang keluar dari mulut gue.
esok harinya, bapak gue udh ga ada dirumah, seperti biasa dia berangkat pagi pagi buta dan pulang malam hari kadang menjelang hampir pagi dia baru pulang, maklum bapak kerja di pemerintahan, dan punya tanggung jawab yang menyita banyak waktunya, jadi dia kurang begitu ngasih perhatian ke gue ataupun adek gue.
ibu gue seharian cuma dirumah, ga kerja karna dilarang ayah, jadi kesibukannya hanya mengurus kami dari bangun tidur sampai kami mau tidur kembali.
itupun klo suasana hatinya lagi baik, klo habis dimarahi dan dipukuli ayah, ibu seharian dikamar tidak mengurus kami.
kami juga dilarang main keluar rumah, ga boleh bawa teman main didalam rumah, kami hanya boleh main berdua dirumah, gue dan adik gue saja.
pernah gue coba buat bertanya alasan kami ga diperbolehkan main diluar rumah, ibu cuma menjawab dengan pukulan dan siksaan lainnya.
keluarga ini seperti neraka, selalu dipenuhi siksaan dan ucapan kasar, menjadi pemandangan dan makanan sehari hari gue.
sampe akhirnya kekerasan itu terekam di pikiran gue.
dan gue lampiasin ke adek gue satu-satunya yang gue sayang.
akhirnya hubungan kami semua hambar, cuek, tidak peduli satu dengan lainnya, dipenuhi ketakutan dan trauma yang mendalam..
gue jadi sering bengong sendiri, berpikir dan bermain dengan teman imajinasi gue.
adek gue pun gitu, gue udah ga peduli dengannya dan dia pun sibuk dengan dunianya sendiri.
ga ada lagi perhatian, kasih sayang dan cinta didalam keluarga ini.
sampai pada suatu hari, ketika bapak dan ibu bertengkar hebat, ibu mempunyai ide untuk membawa kami semua pergi meninggalkan bapak.
entah itu ide baik atau tidak, tapi mulai dari sini, rasa benci dan dendam untuk menyakiti adalah hal yang paling gue cintai dan impi-impikan.
“ampun pah, maafin mama, aku bener-bener minta maaf..” terdengar suara ibu memohon. “diam kamu!! plakk..” lagi lagi ayah menampar ibu.
malam itu udah kesekian kalinya gue denger bapak gue mukulin ibu gue, ya itu udh biasa gue denger.
mereka sering bertengkar, mulai dari hal yang sepele hingga hal hal besar lainnya.
makin hari makin benci sama keadaan gue yang seperti ini, “kapan gue bisa punya keluarga kayak si wisnu, bapak ibu nya baik, ga pernah gue denger mereka ribut kayak keluarga gue, keluarga mereka penuh dengan kasih sayang, biarpun wisnu bikin salah, mereka gak pernah ngebentak apa lagi mukul si wisnu, gak kaya keluarga gue, Bngst!” cerocos gue dalem hati.
Ga lama pintu kamar gue kebuka, ibu gue dateng sambil nangis, gue liat matanya bengkak sebelah seperti habis dipukuli, bibirnya terluka dan pipinya nampak memar.
“babang belom tidur?”tanyanya, gue cuma liatin ibu gue.
“maafin mama ya bang, mama salah, mama ga bisa ngurusin babang, sampe babang kayak gini” ga lama dia peluk gue.
sebenarnya hari ini gue habis dari rumah wisnu, dia ajak gue sama adek gue berenang dirumahnya, pakai kolam renang karet yang habis dia dapat dari ibunya sebagai hadiah ulang tahun.
gue udah nolak ajakan wisnu berkali-kali, karna gue tau ibu ngelarang gue dan adek gue bermain keluar rumah.
tapi wisnu dan ibunya terus memaksa kami, adek gue juga memohon agar diizinkan, terlihat dimatanya dia pengen ikut berenang dirumah wisnu.
akhirnya, selesai berenang kamipun harus pasrah ibu memukuli kami dengan gesper hari itu. “ampun ma, iya ma kita ga akan ngulangin lagi..” cuma itu yang bisa gue dan adek gue ucapin berharap agar ibu berhenti memukuli kami.
“samanya lo kayak bapak lo, benci gue liat lo berdua” ucap ibu kepada kami, kata kata itu sering kali gue denger klo ibu lagi mukulin gue ataupun adek gue.
mungkin ibu benci sama ayah, dia dendam atau dia sakit hati sehingga kami harus jadi pelampiasan kemarahan ibu.
ga sengaja bapak liat memar biru luka bekas pukulan gesper tadi sore, lalu bertengkarlah mereka seperti yang terjadi sekarang ini.
gue ga tau harus respon gimana, gue udh sering banget denger ibu minta maaf sama gue, tapi lagi-lagi dia ngulangin perbuatan itu, gue dipukulin lagi dan lagi.
“udah habis air mata gue, ga tau ini rasa sayang apa benci yang ada dihati gue.
gue ga bisa lagi ngerasain sakit ataupun sedih liat ibu gue kaya gini” bisik gue didalem hati.
“babang ga marah kan sama mama? mama sebenernya sayang bang sama kamu” ucapnya lagi.
gue ga jawab pertanyaan ibu, gue coba lepasin pelukan ibu dari badan gue, lalu membalikkan badan dan mencoba untuk tidur malam itu.
mungkin ibu tau klo gue masih marah gara gara kejadian tadi sore, ibupun keluar dari kamar gue.
“gue benci sama ibu” cuma itu yang keluar dari mulut gue.
esok harinya, bapak gue udh ga ada dirumah, seperti biasa dia berangkat pagi pagi buta dan pulang malam hari kadang menjelang hampir pagi dia baru pulang, maklum bapak kerja di pemerintahan, dan punya tanggung jawab yang menyita banyak waktunya, jadi dia kurang begitu ngasih perhatian ke gue ataupun adek gue.
ibu gue seharian cuma dirumah, ga kerja karna dilarang ayah, jadi kesibukannya hanya mengurus kami dari bangun tidur sampai kami mau tidur kembali.
itupun klo suasana hatinya lagi baik, klo habis dimarahi dan dipukuli ayah, ibu seharian dikamar tidak mengurus kami.
kami juga dilarang main keluar rumah, ga boleh bawa teman main didalam rumah, kami hanya boleh main berdua dirumah, gue dan adik gue saja.
pernah gue coba buat bertanya alasan kami ga diperbolehkan main diluar rumah, ibu cuma menjawab dengan pukulan dan siksaan lainnya.
keluarga ini seperti neraka, selalu dipenuhi siksaan dan ucapan kasar, menjadi pemandangan dan makanan sehari hari gue.
sampe akhirnya kekerasan itu terekam di pikiran gue.
dan gue lampiasin ke adek gue satu-satunya yang gue sayang.
akhirnya hubungan kami semua hambar, cuek, tidak peduli satu dengan lainnya, dipenuhi ketakutan dan trauma yang mendalam..
gue jadi sering bengong sendiri, berpikir dan bermain dengan teman imajinasi gue.
adek gue pun gitu, gue udah ga peduli dengannya dan dia pun sibuk dengan dunianya sendiri.
ga ada lagi perhatian, kasih sayang dan cinta didalam keluarga ini.
sampai pada suatu hari, ketika bapak dan ibu bertengkar hebat, ibu mempunyai ide untuk membawa kami semua pergi meninggalkan bapak.
entah itu ide baik atau tidak, tapi mulai dari sini, rasa benci dan dendam untuk menyakiti adalah hal yang paling gue cintai dan impi-impikan.
Quote:
Spoiler for Mulustrasi Bree:
Karna kekerasan akan menimbulkan trauma dan membangun kekerasan yang lainnya.
Spoiler for Ratenya GanSis:
Selamat Membaca
Penulis : Prince’s 2011-2020@Kaskus
Ilustrasi : Google
Klik disini Gan/Sis Untuk Support dan Donasi
Penulis : Prince’s 2011-2020@Kaskus
Ilustrasi : Google
Klik disini Gan/Sis Untuk Support dan Donasi
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
UPDATE BERJALAN..
BAB 1, BAB 2, BAB 3, BAB 4, BAB 5, BAB 6, BAB 7, BAB 8, BAB 9, BAB 10, BAB 11, BAB 12, BAB 13, BAB 14, BAB 15
Spoiler for Kunjungi Thread Lainnya,:
HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian MerekaHot Thread
HORROR [Real Story] Akhir Dari Persugihan Gunung Hejo
HORROR [Real Story] Pendakian Berujung Kematian Hot Thread
CERPEN [Real Story] Terima Kasih, Cinta!
Lakukan Meditasi agar tidak Menyakiti Orang Lain
[SHARE] Meditasi Basic Normal
HORROR [Real Story] Akhir Dari Persugihan Gunung Hejo
HORROR [Real Story] Pendakian Berujung Kematian Hot Thread
CERPEN [Real Story] Terima Kasih, Cinta!
Lakukan Meditasi agar tidak Menyakiti Orang Lain
[SHARE] Meditasi Basic Normal
Bersambung
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/12/2657924_202005120127520747.png)
Diubah oleh princebanditt 25-01-2021 19:10
itkgid dan 139 lainnya memberi reputasi
138
102K
Kutip
608
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
princebanditt
#155
BAB XIII HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka
Spoiler for Penampakan Murni penuh dendam:

Quote:
“Kalian akan mendapat balasannya nanti!” teriak histeris membangkitkan dendam yang selama ini ditahannya melihat Aryo disakiti.
lengkingan suara Murni menembus Alam Manusia, sehingga sampai ditelinga Isa dan Yusuf membuat gendang telinganya berdenting kencang.
Isa dan Yusuf terlihat menepuk beberapa kali telinganya karna suara yang tiba-tiba mengganggunya.
Yusuf menghampiri Aryo membawa gunting, lalu memotong asal-asalan sampai terlihat beberapa pitak dikepala Aryo seperti yang telah diperintahkan Isa kepadanya.
“Mampus” bisiknya sambil terus mencukur Aryo.
“Sudah tad..” sahut Yusuf sambil mendorong gue kedepan Ustad Isa.
“Siram dia dihalaman Santriwari” jawab Isa dengan senyum yang terus mengembang.
“Sabar Aryo, kamu pasti kuat, sudah banyak cobaan yang kamu lalui sampai hari ini. terus kuatkan tekatmu, dibalik cobaan ini..” Kakek coba menguatkan gue.
“DIAM!” batin gue membuat Kakek menghentikan ceramahnya.
“DIMANA DIA? DIMANA ALLAH? KENAPA DIA DIEM AJA NGELIAT GUE DIDZOLIMI?? ITU YANG DISEBUT MAHA PENYAYANG? ITU TUJUAN GUE DIHIDUPIN BIAR DIA BISA NGELIAT GUE DISAKITI ORANG?” protes gue ke kakek didalam hati.
“Jangan ngomong sembarangan Aryo, kamu ga mungkin dikasih cobaan diluar kemampuanmu” kakek coba menjelaskan.
“JADI GUE HARUS TERUS DIAM DIHINA DAN DISAKITI OLEH ORANG LAIN? KENAPA BUKAN YUSUF ATAU ISA YANG HARUSNYA DIHUKUM? DIA YANG JAHAT MALAH BAHAGIA, SEDANGKAN GUE YANG GA JAHAT MALAH MENDERITA? ADIL KAH ITU!!” bentak dalam hati gue kepada kakek.
“Aryo ingat, jangan sampai kamu salah jalan, biar Allah yang bales semua, pasti ada balasan dari setiap perbuatan, percaya sama kakek nak” jawabnya dengan nada sedih.
“PASTI GUE BALAS SEMUA ORANG YANG UDAH NYAKITIN GUE!” tegas gue menolak semua nasehat kakek.
Badan gue mulai bergetar hebat menahan semua rasa yang udah gue pendem. Rasa sakit, benci, dan kecewa sepertinya sudah tidak bisa tertahan lagi.
“Jalan Aryo, Cepat!” bentak Yusuf lalu mendorong gue agar berjalan lebih cepat lagi.
Sesampainya di halaman santriwati, gue memang sudah dikenal sebagai santri yang rutin di siram dan dibotakin kepalanya.
Santri yang suka melanggar, orang yang dicap ga bakalan bisa jadi seorang santri yang soleh.
Tapi gue ga peduli, dan gue juga ga pernah berpikir akan menjadi Ustad yang terkenal ahli dalam beragama, tapi bobrok dalam beretika.
Gelarnya hanya menjadi tameng suci yang menutupi segala kebusukannya.
“Itu Aryo ya? kasian banget sih”
“Iya padahal anaknya pendiam gitu, ga nyangka ya malah bandel”
“Emang gitu pendiam malah lebih berbahaya”
“Aduh males deh Aryo lagi, klo ga niat ga usah jadi santri”
“Bikin malu nama pesantren aja, santri tapi kelakuan kriminal”
“Semoga cepet keluar deh orang kaya gitu, mencoreng nama pesantren aja”
“Sayang banget padahal anaknya kalem, manis, tapi ga punya pikiran”
Ya, begitulah yang gue denger.
halaman santriwati percis didepan kamar mereka.
dan mereka contoh nyata manusia yang selalu melihat kesalahan orang lain tanpa berpikir apakah mereka pernah berbuat salah.
Yusuf lalu mengguyurkan seember air dikepala gue trus mengalungkan sebuah tulisan
“Hari Ini Saya tidak bangun Solat Subuh”
terdengar suara tawa terkekeh mereka melihat gue yang tertunduk menahan malu.
“Gimana? enak kan ditertawakan” sindir Yusuf disamping gue.
“Hehe lebih enak lagi liat kejadian lo didapur” jawab gue lalu melirik sinis Yusuf.
“Lo kira gue takut? itu cuma kebetulan. dan asal lo tau, gue sengaja nyebarin berita klo lo anak dukun biar ga ada yang mau bertemen sama lo” bisik Yusuf.
“Berteman dengan kumpulan orang munafik? maaf gue lebih nyaman sendirian.” jawab gue dengan wajah dingin lalu meremas lengan Yusuf.
Yusuf berusaha melepaskan tangan gue dari lengannya, “lepasin sebelum gue bikin lo lebih malu”
“Kita tunggu waktunya, YUSUF” ucap gue menekan namanya lalu melepaskan lengannya.
“Pasti gue bales semua yang udah gue rasain, pasti!” batin gue berulang-ulang agar terekam semua yang udah gue rasakan.
Setelah selesai hukuman gue, akhirnya rambut gue dirapihkan, dibotak halus. entah udah berapa kali pala gue plontos kaya gini.
“Panggil aku Aryo, Sebut namaku, biar aku selesaikan urusanmu, biar aku buktikan kepadamu, akan kubalaskan dendam mu” bisik Murni didalam hati gue.
“Murni?” sapa gue dalem hati,
“Iya Aryo, suruh aku untuk membalaskan dendam mu! aku sudah tidak tahan lagi melihat manusia-manusia hina itu melukaimu” bujuk Murni.
“Lo bisa apa? bagaimana cara lo membalas dendam gue? gue aja belom pernah ngeliat lo, gimana gue mau percaya sama lo?” jawab gue datar.
“nanti malam kita bertemu ditempat pertama kali kita bertemu” jawab Murni dengan sungguh-sungguh.
“Pertama kali bertemu?” tanya gue heran mengernyitkan kening.
“Nanti kamu tau Aryo, aku selalu ada untuk menjaga mu, aku tunggu nanti malam di tempat kamu bertemu dengan gadis kecil yang melambai dan tersenyum kepadamu” jelasnya lalu suara itu tidak terdengar lagi.
“Murni?? Murni?? lo kenal anak perempuan itu? jawab murni!!” gue seakan menggila mengingat pertama kali bertemu dengan perempuan kecil itu.
Tapi Murni tak kunjung menjawab panggilan gue, dengan rasa penasaran gue menunggu tiba datangnya malam.
lalu gue menjalankan aktifitas hari itu dengan hati yang penasaran mengenai ucapan Murni tadi.
Selesai Sholat Isya, para santri bergegas menuju dapur. Tinggal gue dan beberapa Ustad dimasjid.
“Dimana lo Murni?” tanya gue dalam hati.
masih belom terdengar jawaban darinya.
“Loh ini si botak kenapa?”
Gue liat Ustad Aulia yang menyapa gue.
“Biasa Tad, gerah rambut panjang mulu” jawab gue berbohong.
“Kamu jangan banyak melanggar dong Yo, lagi ada masalah apa?” tanyanya lembut.
“Bener ga ada apa-apa kok Tad” gue tersenyum
percuma klo gue jelasin, gue ga mau bikin dia ribut sesama ustad.
Seengganya gue tau masih ada yang peduli sama gue, biarpun itu cuma basa-basi aja. Yang penting ga baik didepan busuk dibelakang.
“Makasi ya Tad, dari dulu Ustad selalu perhatian sama aku” ungkap gue sambil tersenyum.
“Loh kenapa ini? emang udah tugas saya buat ngebimbing para santri disini, kan harus menjadi contoh kalian semua” terangnya sambil mengusap kepala gue.
“Coba semua ustad seperti Ustad Aulia, Ramah, Sabar, Penyayang, ga seperti Isa sialan” gerutu gue dalam hati.
“yaudah yuk makan, udah jam berapa nih, kamu masih aja dimasjid sendirian” ajaknya lalu berdiri.
“Aku masih kenyang Tad, nanti aja masih pengen disini” jawab gue lalu menemaninya sampai pinggir masjid.
“Yaudah klo gitu, Sabar ya. Ustad tau cobaan hidup kamu lebih berat dari yang lain. Tapi Ustad yakin kamu pasti bisa” pesannya sebelum meninggalkan gue.
“Semua selalu aja nyuruh gue sabar, kalian cuma menilai tidak merasakan” bisik gue lirih.
Gue liat jam menunjukan pukul 23.00
tapi Murni masih belom bersuara, gue tetep setia menunggu di halaman masjid.
“Aryo..”
“Aryo..”
“Keluar dari masjid”
terdengar suara Murni memanggil disertai angin berhembus cukup kencang sampai membuat bulu halus gue merinding karna dinginnya angin.
“Lo dimana? Murni?” tanya gue menyapu seluruh pandangan disekitar masjid.
“Sini Aryo”
“Lebih dekat”
Gue mendapati sumber suara berada di pembatas pagar pesantren. Seperti terhipnotis suara merdu Murni menuntun gue mendekati pagar itu.
“Aku tepati janjiku padamu Aryo” ucap Murni berbeda dari biasanya, suaranya yang riang kini terdengar dingin menakutkan.
Ingin rasanya gue pergi meninggalkan pagar itu, tapi gue penasaran tentang ucapan murni tentang membantu gue membalaskan dendam.
“Lo dimana Murni? jangan main-main” tanya gue ketus.
“Kemari Aryo, sedikit lagi hihihihihi” jawabnya sambil tertawa. Sungguh suara tertawa yang baru gue denger.
Suaranya seakan menggema ditelinga gue. membuat jantung gue berdetak tidak beraturan.
“Murni..” bisik gue dengan sedikit ketakutan.
Angin tiba-tiba berhembus disekitar wajah gue, sedikit membuat gue melangkah mundur.
“Tutup matamu Aryo..” perintah Murni.
lengkingan suara Murni menembus Alam Manusia, sehingga sampai ditelinga Isa dan Yusuf membuat gendang telinganya berdenting kencang.
Isa dan Yusuf terlihat menepuk beberapa kali telinganya karna suara yang tiba-tiba mengganggunya.
Yusuf menghampiri Aryo membawa gunting, lalu memotong asal-asalan sampai terlihat beberapa pitak dikepala Aryo seperti yang telah diperintahkan Isa kepadanya.
“Mampus” bisiknya sambil terus mencukur Aryo.
“Sudah tad..” sahut Yusuf sambil mendorong gue kedepan Ustad Isa.
“Siram dia dihalaman Santriwari” jawab Isa dengan senyum yang terus mengembang.
“Sabar Aryo, kamu pasti kuat, sudah banyak cobaan yang kamu lalui sampai hari ini. terus kuatkan tekatmu, dibalik cobaan ini..” Kakek coba menguatkan gue.
“DIAM!” batin gue membuat Kakek menghentikan ceramahnya.
“DIMANA DIA? DIMANA ALLAH? KENAPA DIA DIEM AJA NGELIAT GUE DIDZOLIMI?? ITU YANG DISEBUT MAHA PENYAYANG? ITU TUJUAN GUE DIHIDUPIN BIAR DIA BISA NGELIAT GUE DISAKITI ORANG?” protes gue ke kakek didalam hati.
“Jangan ngomong sembarangan Aryo, kamu ga mungkin dikasih cobaan diluar kemampuanmu” kakek coba menjelaskan.
“JADI GUE HARUS TERUS DIAM DIHINA DAN DISAKITI OLEH ORANG LAIN? KENAPA BUKAN YUSUF ATAU ISA YANG HARUSNYA DIHUKUM? DIA YANG JAHAT MALAH BAHAGIA, SEDANGKAN GUE YANG GA JAHAT MALAH MENDERITA? ADIL KAH ITU!!” bentak dalam hati gue kepada kakek.
“Aryo ingat, jangan sampai kamu salah jalan, biar Allah yang bales semua, pasti ada balasan dari setiap perbuatan, percaya sama kakek nak” jawabnya dengan nada sedih.
“PASTI GUE BALAS SEMUA ORANG YANG UDAH NYAKITIN GUE!” tegas gue menolak semua nasehat kakek.
Badan gue mulai bergetar hebat menahan semua rasa yang udah gue pendem. Rasa sakit, benci, dan kecewa sepertinya sudah tidak bisa tertahan lagi.
“Jalan Aryo, Cepat!” bentak Yusuf lalu mendorong gue agar berjalan lebih cepat lagi.
Sesampainya di halaman santriwati, gue memang sudah dikenal sebagai santri yang rutin di siram dan dibotakin kepalanya.
Santri yang suka melanggar, orang yang dicap ga bakalan bisa jadi seorang santri yang soleh.
Tapi gue ga peduli, dan gue juga ga pernah berpikir akan menjadi Ustad yang terkenal ahli dalam beragama, tapi bobrok dalam beretika.
Gelarnya hanya menjadi tameng suci yang menutupi segala kebusukannya.
“Itu Aryo ya? kasian banget sih”
“Iya padahal anaknya pendiam gitu, ga nyangka ya malah bandel”
“Emang gitu pendiam malah lebih berbahaya”
“Aduh males deh Aryo lagi, klo ga niat ga usah jadi santri”
“Bikin malu nama pesantren aja, santri tapi kelakuan kriminal”
“Semoga cepet keluar deh orang kaya gitu, mencoreng nama pesantren aja”
“Sayang banget padahal anaknya kalem, manis, tapi ga punya pikiran”
Ya, begitulah yang gue denger.
halaman santriwati percis didepan kamar mereka.
dan mereka contoh nyata manusia yang selalu melihat kesalahan orang lain tanpa berpikir apakah mereka pernah berbuat salah.
Yusuf lalu mengguyurkan seember air dikepala gue trus mengalungkan sebuah tulisan
“Hari Ini Saya tidak bangun Solat Subuh”
terdengar suara tawa terkekeh mereka melihat gue yang tertunduk menahan malu.
“Gimana? enak kan ditertawakan” sindir Yusuf disamping gue.
“Hehe lebih enak lagi liat kejadian lo didapur” jawab gue lalu melirik sinis Yusuf.
“Lo kira gue takut? itu cuma kebetulan. dan asal lo tau, gue sengaja nyebarin berita klo lo anak dukun biar ga ada yang mau bertemen sama lo” bisik Yusuf.
“Berteman dengan kumpulan orang munafik? maaf gue lebih nyaman sendirian.” jawab gue dengan wajah dingin lalu meremas lengan Yusuf.
Yusuf berusaha melepaskan tangan gue dari lengannya, “lepasin sebelum gue bikin lo lebih malu”
“Kita tunggu waktunya, YUSUF” ucap gue menekan namanya lalu melepaskan lengannya.
“Pasti gue bales semua yang udah gue rasain, pasti!” batin gue berulang-ulang agar terekam semua yang udah gue rasakan.
Setelah selesai hukuman gue, akhirnya rambut gue dirapihkan, dibotak halus. entah udah berapa kali pala gue plontos kaya gini.
“Panggil aku Aryo, Sebut namaku, biar aku selesaikan urusanmu, biar aku buktikan kepadamu, akan kubalaskan dendam mu” bisik Murni didalam hati gue.
“Murni?” sapa gue dalem hati,
“Iya Aryo, suruh aku untuk membalaskan dendam mu! aku sudah tidak tahan lagi melihat manusia-manusia hina itu melukaimu” bujuk Murni.
“Lo bisa apa? bagaimana cara lo membalas dendam gue? gue aja belom pernah ngeliat lo, gimana gue mau percaya sama lo?” jawab gue datar.
“nanti malam kita bertemu ditempat pertama kali kita bertemu” jawab Murni dengan sungguh-sungguh.
“Pertama kali bertemu?” tanya gue heran mengernyitkan kening.
“Nanti kamu tau Aryo, aku selalu ada untuk menjaga mu, aku tunggu nanti malam di tempat kamu bertemu dengan gadis kecil yang melambai dan tersenyum kepadamu” jelasnya lalu suara itu tidak terdengar lagi.
“Murni?? Murni?? lo kenal anak perempuan itu? jawab murni!!” gue seakan menggila mengingat pertama kali bertemu dengan perempuan kecil itu.
Tapi Murni tak kunjung menjawab panggilan gue, dengan rasa penasaran gue menunggu tiba datangnya malam.
lalu gue menjalankan aktifitas hari itu dengan hati yang penasaran mengenai ucapan Murni tadi.
Selesai Sholat Isya, para santri bergegas menuju dapur. Tinggal gue dan beberapa Ustad dimasjid.
“Dimana lo Murni?” tanya gue dalam hati.
masih belom terdengar jawaban darinya.
“Loh ini si botak kenapa?”
Gue liat Ustad Aulia yang menyapa gue.
“Biasa Tad, gerah rambut panjang mulu” jawab gue berbohong.
“Kamu jangan banyak melanggar dong Yo, lagi ada masalah apa?” tanyanya lembut.
“Bener ga ada apa-apa kok Tad” gue tersenyum
percuma klo gue jelasin, gue ga mau bikin dia ribut sesama ustad.
Seengganya gue tau masih ada yang peduli sama gue, biarpun itu cuma basa-basi aja. Yang penting ga baik didepan busuk dibelakang.
“Makasi ya Tad, dari dulu Ustad selalu perhatian sama aku” ungkap gue sambil tersenyum.
“Loh kenapa ini? emang udah tugas saya buat ngebimbing para santri disini, kan harus menjadi contoh kalian semua” terangnya sambil mengusap kepala gue.
“Coba semua ustad seperti Ustad Aulia, Ramah, Sabar, Penyayang, ga seperti Isa sialan” gerutu gue dalam hati.
“yaudah yuk makan, udah jam berapa nih, kamu masih aja dimasjid sendirian” ajaknya lalu berdiri.
“Aku masih kenyang Tad, nanti aja masih pengen disini” jawab gue lalu menemaninya sampai pinggir masjid.
“Yaudah klo gitu, Sabar ya. Ustad tau cobaan hidup kamu lebih berat dari yang lain. Tapi Ustad yakin kamu pasti bisa” pesannya sebelum meninggalkan gue.
“Semua selalu aja nyuruh gue sabar, kalian cuma menilai tidak merasakan” bisik gue lirih.
Gue liat jam menunjukan pukul 23.00
tapi Murni masih belom bersuara, gue tetep setia menunggu di halaman masjid.
“Aryo..”
“Aryo..”
“Keluar dari masjid”
terdengar suara Murni memanggil disertai angin berhembus cukup kencang sampai membuat bulu halus gue merinding karna dinginnya angin.
“Lo dimana? Murni?” tanya gue menyapu seluruh pandangan disekitar masjid.
“Sini Aryo”
“Lebih dekat”
Gue mendapati sumber suara berada di pembatas pagar pesantren. Seperti terhipnotis suara merdu Murni menuntun gue mendekati pagar itu.
“Aku tepati janjiku padamu Aryo” ucap Murni berbeda dari biasanya, suaranya yang riang kini terdengar dingin menakutkan.
Ingin rasanya gue pergi meninggalkan pagar itu, tapi gue penasaran tentang ucapan murni tentang membantu gue membalaskan dendam.
“Lo dimana Murni? jangan main-main” tanya gue ketus.
“Kemari Aryo, sedikit lagi hihihihihi” jawabnya sambil tertawa. Sungguh suara tertawa yang baru gue denger.
Suaranya seakan menggema ditelinga gue. membuat jantung gue berdetak tidak beraturan.
“Murni..” bisik gue dengan sedikit ketakutan.
Angin tiba-tiba berhembus disekitar wajah gue, sedikit membuat gue melangkah mundur.
“Tutup matamu Aryo..” perintah Murni.
Bersambung..

Diubah oleh princebanditt 12-06-2020 17:54
itkgid dan 32 lainnya memberi reputasi
33
Kutip
Balas
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/11/2657924_202005111152490556.png)
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/12/2657924_202005121201040685.png)
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/12/2657924_202005120130320424.png)