Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dispenserrAvatar border
TS
dispenserr
Dirut TVRI Iman Brotoseno Jawab Sindiran Roy Suryo soal Gerwani PKI
Pakar telematika yang juga mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Roy Suryo, mengunggah jejak digital Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno.

Roy mengunggah jejak digital Iman yang pernah membahas soal Gerakan Wanita Indonesia atau Gerwani, organisasi perempuan yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Unggahan Roy itu dalam rangka menelusuri rekam jejak Imam, yang terpilih menjadi dirut TVRI menggantikan Helmi Yahya.

Dirut TVRI Iman Brotoseno Jawab Sindiran Roy Suryo soal Gerwani PKIDirut TVRI Iman Brotoseno Jawab Sindiran Roy Suryo soal Gerwani PKIDirut TVRI Iman Brotoseno Jawab Sindiran Roy Suryo soal Gerwani PKIDirut TVRI Iman Brotoseno Jawab Sindiran Roy Suryo soal Gerwani PKI

Iman pun menanggapi “serangan” dari Roy Suryo. Menurut Iman, sebagai seorang intelektual, Roy seharusnya tidak melakukan framing.

"Apalagi Pak Roy juga seorang pelaku fotografi, di mana perpaduan intelektual dan seni biasanya menghasilkan pemikiran yang jernih dan berbasis pengetahuan," ujar Iman dalam keterangannya yang diterima VIVAnews, Minggu, 31 Mei 2020.

Soal tuduhan Roy, Iman menjelaskan, saat itu merupakan rangkaian kultwit dari bedah buku tentang "Memahami Kontroversi Sejarah Orde Baru", yang merangkum berbagai sejarawan seperti Taufik Abdullah, Anhar Gonggong, Asvi Warman Adam dan lain-lain.

"Terlebih kalau melihat rekam jejak saya, saya terbiasa bicara tentang sejarah, karena memang penyuka sejarah. Tulisan saya banyak, tidak saja soal sejarah, tapi juga soal Islam dan kebangsaan. Saya selalu berprinsip dengan sejarah kita melihat cermin kita sendiri," tuturnya.

Baca juga: Iman Brotoseno Jadi Dirut TVRI, Ma'ruf Amin dan Habib Luthfi Disindir

"Kalau Pak Roy ingin membaca koleksi buku-buku saya dan berdiskusi soal sejarah, maka dengan senang hati saya akan berbagi. Siapa tahu saya juga bisa belajar fotografi sama Pak Roy," Iman menambahkan.

Iman menyayangkan hal-hal seperti ini selalu dijadikan framing atau pelintiran oleh segelintir pihak untuk menjatuhkan seseorang.

"Sekali lagi ini sengaja mem-framing. Ini diambil dari tulisan saya 5 tahun lalu. Bukan sekarang. Bahkan itu sebuah pertanyaan rekonsiliasi kebangsaan. Makanya judul aslinya pakai tanda tanya (?). Cuma sama media sengaja dibuat seolah pernyataan,” katanya.

Iman berpesan agar masyarakat membiasakan dengan budaya literasi yang sehat, termasuk melakukan check and balance, sehingga keakuratan informasi terjaga.

“Itu pemikiran saya dengan tak ada hubungannya dengan jabatan sekarang. Sekali lagi, pemikiran dan tulisan intelektualitas saya bisa jadi pencarian jawaban atas ruang dialektika yang terjadi di masyarakat, termasuk sejarah, sosial bahkan agama," ujar Iman.

Iman mengaku saat ini sudah menonaktifkan akun twitter pribadinya dan hanya ingin fokus pada tanggung jawabnya sebagai dirut TVRI yang baru.

https://www.vivanews.com/berita/nasi...al-gerwani-pki

jadi beneran sejarah gerwani versi ini apa orba?emoticon-Bingung


coba kami kami ini dikasih pencerahan


edit : ok,clear...nampaknya lg lg semya sejarah pki versi orba tak bisa dipercaya

Adalah Sainah, seorang gadis 17 tahun. Namanya mencuat pasca tragedy berdarah 30 September 1965 yang memakan korban tidak tanggung-tanggung; 7 orang jenderal Indonesia.

Sainah disebut-sebut sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang melakukan Tarian Harum Bunga di Lubang Buaya, Jakarta Timur, dengan honor Rp100 ribu.

Tarian Harum Bunga itu merupakan tarian perangsang jang kotor, sehingga menimbulkan kelakuan-kelakuan asusila di antara para peserta gerakan Kontrev G30S di Lubang Buaja,” bunyi petikan berita harian Kompas, Senin 13 Desember 1965.

Sainah disebut dijanjikan honorarium Rp100 ribus seperti disebutkan di atas bersama teman-teman perempuan lainnya. Mereka ditugaskan menari telanjang bulat setiap hari. Tarian itu dikenal dengan nama Tari Harum Bunga.

.

“Kalau tarian serupa ini diadakan, maka berbondong-bondonglah 400 orang laki-laki sebagai ‘penonton’. Maka timbullah ‘pergaulan bebas’, di mana tiap wanita diharuskan melajani tiga sampai empat orang laki-laki.”

Tarian Harum Bunga itu semacam puncak propaganda yang disebarkan secara resmi oleh aparat ketika itu. Kabar itu berembus cepat, setelah sebelumnya Gerwani juga disebut menyiksa tujuh perwira AD –menusuk-nusuk mereka dengan pisau dan menyileti alat vital para korban.

Setelah peristiwa itu, beredarlah berbagai dongeng tentang kekejaman dan aksi tak senonoh yang dilakukan Gerwani. Para perempuan Gerwani diterpa isu melakukan tarian telanjang dan menyileti kemaluan para perwira.

Seorang sukarelawan bernama Siti Arifah, kepada Saskia pada Februari 1983, menceritakan peristiwa yang ia lihat di Lubang Buaya.

“Saya menyaksikan para serdadu membunuh beberapa orang jenderal, kemudian saya lari pulang. Saya ditangkap pada jam sembilan pagi, lalu ditahan di penjara selama dua minggu. Saya diinterogasi dan dicambuki. Mereka memaksa kami telanjang bulat dan menari-nari di depan mereka,” kata Siti seperti dituturkan dalam buku karya Saskia.

Lain Siska, lain Tintin, yang mengisahkan ini bawah ini di Den Haag, sore hari kedua, Rabu, 13 November, Pengadilan Rakyat Internasional untuk 1965.

Ketika itu, ruangan sidang itu senyap. Yang terdengar hanya suara Tintin Rahayu bicara, lalu terisak. Tak mengindahkan pertanyaan jaksa apakah ingin jeda sejenak, perempuan itu meneruskan kesaksiannya

Saya ditelanjangi dan disuruh naik ke atas meja.

"Mengaku tidak kalau kamu melakukan gerakan politik?"

Tidak, saya tidak bisa mengaku.Mereka mencecar tubuh saya dengan puntung rokok.Bulu kemaluan dan rambut saya dibakar.

Saya hanya bisa berkata, ‘Yesus, Yesus…’

Mereka makin marah.

‘Kamu ateis, kenapa kamu sebut Yesus, Yesus!’

Pertanyaan yang hingga kini masih menggantung adalah apakah benar Gerwani melakukan tindakan keji seperti yang dipublikasi lewat berbagai berita, baik dalam film G30S/PKI maupun media lainnya?

Menurut penelitian profesor dan antropolog Universitas Amsterdam Saskia Eleonora Wieringa, memang berada di Lubang Buaya menjelang aksi dari kelompok yang menamakan diri Gerakan 30 September. Namun, Gerwani sebagai organisasi tak pernah terbukti terlibat dalam aksi penyiksaan dan pembunuhan para perwira AD.

Pada waktu itu memang Soekarno geram mendengar dongeng yang berseliweran di mana-mana seputar tindakan keji Gerwani, lalu berkata lewat radio, “Adakah rakyatku sudah begitu bodohnya dan percaya tentang kabar omong-kosong yang menyatakan beberapa ratus wanita telah memotong buah zakar para jenderal dengan sebuah pisau silet?”

Namun, pernyataan Sukarno itu tak ada hasilnya. Pun meski dia berusaha membendung gelombang kekerasan dengan mengumumkan hasil autopsi para jenderal.

Hanya satu media yang memuat hasil autopsi itu: Sinar Harapan pada 13 Desember 1965.

Hasil visum et repertum oleh Tim Autopsi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto atas jenazah tujuh perwira menunjukkan mereka tewas karena tertembak. Visum menyatakan tak ada luka sayatan pada kelamin para korban.

Prof. Dr. Arif Budianto, ahli forensik Universitas Indonesia yang tergabung dalam tim autopsi, membantah sejumlah laporan soal penyiletan alat vital yang diberitakan oleh Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata, dua harian di bawah militer.

“Kami periksa penis-penis para korban dengan teliti. Jangankan terpotong, bahkan luka iris saja sama sekali tidak ada. Kami periksa benar itu, dan saya berani berkata itu benar. Itu faktanya,” kata Arif kepada Majalah D&R edisi 3 Oktober 1998 seperti dikutip dari buku Siapa Dalang G30S?

“Soal mata yang dicongkel, memang kondisi mayat ada yang bola matanya copot, tapi itu karena sudah lebih dari tiga hari terendam, bukan karena dicongkel paksa. Saya sampai periksa dengan saksama tepi mata dan tulang-tulang sekitar kelopak mata, apakah ada tulang yang tergores. Ternyata tidak ditemukan,” ujar Arif.

Pemberitaan media-media kala itu, menurut Arif, membuat tim autopsi ketakutan karena mereka tak menemukan fakta yang sama. Dan hasil autopsi tak berpengaruh apa pun.

Pada saat bersamaan, Jenderal Soeharto berpidato seolah berita bohong atas Gerwani adalah kebenaran. Ia, di hadapan 30 ribu orang perempuan, memberikan peringatan tentang pentingnya meluruskan moral kaum perempuan.

“Mereka telah meninggalkan kepribadian kita, karena mereka telah merusak kepribadian kaum wanita Indonesia. Wanita sebagai ibu memiliki peranan khusus dalam mendidik anak-anak. Generasi muda kita harus diselamatkan agar tidak terjerumus ke dalam kerusakan moral kaum kontrarevolusioner,” kata Soeharto seperti dikutip dari Berita Yudha, 9 November 1965.

Gencarnya pemberitaan fitnah soal Gerwani menimbulkan ketakutan sekaligus kemarahan di tengah masyarakat.

Akibat kemarahan yang dibentuk rangkaian kabar bohong itu, sekitar setengah hingga satu juta orang mati terbunuh di seantero Indonesia.

Sementara jumlah tahanan politik mencapai lebih dari 20 ribu orang, dengan hanya 800 di antaranya yang menjalani persidangan.

Sukarno yang dianggap tak mampu melindungi massanya kehilangan separuh pengaruh, dan kehancuran PKI dan ormasnya melapangkan jalan Soeharto menuju kekuasaan.

Rezim baru berdiri di atas darah dan dusta.
Diubah oleh dispenserr 31-05-2020 13:43
scorpiolama
choimeteo
rizaradri
rizaradri dan 10 lainnya memberi reputasi
9
4.4K
51
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Tampilkan semua post
olapoenyaAvatar border
olapoenya
#23
trus inti de thread ini ap?
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.