Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 03:25
sehat.selamat.
JabLai cOY
al.galauwi
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
332.1K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.1KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2118
Bukti, Bukan Sogokan!
Konfrontasi pun akhirnya nggak bisa terhindarkan antara gue dengan Emi. seperti dugaan gue, Emi sudah mengetahui tentang Wila. Bahkan dia sudah mulai mengenal WIla secara personal. Gue hanya berpikir, ketika Emi mulai mencari tahu tentang Wila dan mungkin mulai mengontaknya, Wila nggak akan membalas apapun.

Gue agak kurang terima ketika dia ternyata melacak isi HP gue dengan beragam chat yang ada didalam sana. Memang gue harus akui Emi pernah kecewa berat dan salah gue juga kalau dia jadi nggak percaya dan penuh kecurigaan dengan gerak gerik gue. Tapi, membuka urusan personal orang itu menurut gue agak kelewat batas, apapun yang terjadi.

“Wila Puspitasari! Si vokalis band Surabaya itu!” katanya dengan tergesa dan cukup mengejutkan.
See? Bener kan? BACAIN AJA SEMUAAA CHAT GUE SAMA SIAPAPUN! BANGS*T!” balas gue dengan sedikit tekanan pada intonasi bicara gue.

“Kamu inget? Pas kamu di Surabaya sebelum lamaran Kak Dania, kamu bilang ke aku kalau 'Nggak ada lagi-lagi yang begitu' ketika aku tanya kenapa kamu ngilang siangnya? Ternyata kamu malah nemuin Wila kan? Kamu inget? Pas di Malang, kamu bilang ke aku kalau 'Aku mau ketemu Mbak Deska dulu' di hari kedua? Ternyata kamu udah ketemu sama Mbak Deska di hari pertama dan kamu ketemu sama Wila di hari kedua itu kan? Kamu MASIH JUGA BOONG sama aku, Zy! MASIH BOONG! Terus kamu sekarang bilang kalau aku bikin kamu nggak boleh ramah sama cewek? Kalau mereka emang nggak berarti apa-apa, kenapa harus boong sama aku dan ngelindungin mereka TERUS, Zy? Kenapa? Kenapa harus SELINGKUH TERUS begini, Zy? Lo masih nggak terima gue tau ini semua? JADI, SEKARANG GUE NGGAK PUNYA HAK UNTUK MEMINTA COWOK GUE UNTUK NGGAK TERUS MENERUS SELINGKUH?”

“EMANG GUE APA SELINGKUHNYA? GUE NGAPAIN, HAH? ORANG GUE CUMAN CHAT SAMA DIA DOANG!”

“CUMAN CHAT? LO AJAK ITU CEWEK NGINEP BARENG DI KAMAR HOTEL LO! NGINEP BARENG!"

"NGINEP BARENG KAN BELUM TENTU NGAPA-NGAPAIN! GUE MAU BUKAIN KAMAR BUAT DIA! LAGIAN GUE JUGA AKHIRNYA NGGAK NGINEP BARENG SAMA DIA! JADI NGGAK USAH DIPERKARAIN BEGINI! LEBAY!"

Dia membaca chat gue tempo hari yang tujuannya untuk memastikan agar Wila nggak berbuat agresif ke gue. Dan sudah pasti itu salah tanggap.

"LEBAY? KASIH TAU GUE, CEWEK MANA YANG RELA DAN IKHLAS-IKHLAS AJA COWOKNYA BEGITU SAMA CEWEK LAIN, ZY! KASIH TAU GUE!”

Gue hanya diam dan langsung teringat obrolan malam bersama Anin. Kalau gue buat pembelaan seperti yang sebenarnya gue pikirkan, udah pasti Emi nggak akan percaya dan itu pasti dibilang boong lagi.

“Zy, kasih tau gue. Siapa yang nggak sakit hati ketika orang yang dia sangat sayang kayak begitu sama dia, Zy? Kasih tau gue kalau ini semua 100% kesalahan gue.” air matanya sudah menetes yang membuat gue sangat nggak tega dan nggak suka.

“Tapi lo salah nggak kasih gue privasi, Mi.”

“Gue tau. Gue paham banget. Maafin gue udah ngebuka-buka chat lo sampe akhirnya lo harus password semuanya. Gue minta maaf juga jadinya mengganggu privasi lo. Tapi kenapa lo harus sampe begitu LAGI? Begitu terus sama gue? Gue punya salah apa sama lo, Zy? Dan sekarang kenapa privasi lo dengan cewek-cewek itu harus banget dijaga? Lo nggak rela dijauhin sama mereka, tapi lo lebih rela untuk nyakitin hati gue, Zy?”

Seandainya lo tau Mi, kalau gue nggak mau buat lo makin sakit dengan fakta yang ada. Tapi emang itu bagian dari kesalahan gue dalam menjaga hubungan, utamanya kepercayaan. Ajakan gue ke Wila saat itu buat gue hanya berupa ajakan iseng dengan niat menggoda dia, yang mungkin gue pribadi bakalan ga tau mesti gimana misalnya Wila mengiyakan ajakan gue itu.

Ya boong, kalau misalnya Wila beneran nginep dengan gue dan nggak akan terjadi sesuatu. Mengingat Wila yang kelihatan suka sama gue dan gue pun udah memastikan itu sendiri. Tapi, memang Tuhan lebih mengetahui isi hati gue. Niat iseng gue tanpa tujuan apa-apa saat itu pun membuat semuanya tidak pernah terjadi. Gue yakinkan hati gue, nggak akan pernah terjadi lagi yang seperti itu. Andai lo tau, Mi.

“Zy. Gue sayang banget sama lo. Gue menerima lo kembali dengan harapan lo mau berubah untuk nggak ada selingkuh-selingkuh lagi. Tapi kenapa, Zy? Kenapa masih ada Wila? Entah ada hubungan gimana lagi antara lo sama Mila, Anin, atau Vanda? Semua cewek itu statusnya apa? Lebih tinggi dari Wila atau malah gue tingkatan terendah di prioritas lo? Kenapa harus gue yang dibuat untuk nggak mengganggu mereka? Kenapa nggak mereka yang seharusnya nggak pernah ada di antara kita? Nggak pernah ganggu kita? Kenapa, Zy?”

Banyak ternyata yang dia bongkar. Semoga yang Vanda nggak dia baca semua. Karena itu isinya kejutan semua buat dia. Nggak ada juga chat aneh-aneh. Sementara Mila hanya meminta foto-foto survey gue ke Malang kemarin. Sedangkan Anin terus mengingatkan gue. Nggak ada yang aneh-aneh.

“Zy, lo udah nggak sayang sama gue? Tinggalin gue…..”

“Gue itu selalu cinta sama lo. 100% nggak pernah berubah dari dulu sampe sekarang. Udah, lo cukup tau itu aja.” tutup gue dengan melepas genggaman tangan Emi yang sedari tadi menahan gue untuk keluar dari rumahnya.

--

Hari yang dijanjikan oleh Mbak Vanda untuk kedatangan kendaraan pesanan akhirnya tiba. Gue harap-harap cemas apakah showroom ini akan menepati janjinya atau malah melanggarnya kembali. Karena kebetulan hari itu adalah akhir pekan, gue pun main kerumah Emi lagi sambil menunggu kedatangan kejutan tersebut.

Awalnya gue mau coba iseng chat dengan Mbak Vanda ini. Tapi adanya gue keburu kesal dengan berbagai macam alasan yang dia buat untuk menenangkan emosi gue karena kepastian kedatangan mobil pesanan gue yang nggak bisa ditepati. Gue lebih banyak marah-marah ketika chat dengan dia.

Dia menjelaskan permasalahan kenapa mobil yang gue pesan terlambat diantarkan. Hal ini karena ketika penurunan unit mobil, yang mana nomor rangka dan nomor mesin sudah disesuaikan dengan STNK atas nama Emi, terjadi kesalahan. Unit mobil yang gue pesan turun dari truk pembawa unit kendaraan dengan tidak sempurna sehingga tergores atau lecet cukup panjang di sisi kanan mobil. Jelas itu adalah kerugian besar.

Untuk itu pihak manajemen menggantinya dengan unit baru yang arti mengganti keseluruhan administrasinya juga. Inilah yang membuat jadwal pengiriman unit baru mobil pesanan gue jadi molor. Dan saat diberitahu seperti ini, bukannya berempati, gue malah jadi ngomel-ngomel. Masa perusahaan multinasional besar seperti ini masih aja terjadi kesalahan yang seharusnya nggak ada? Dan rutinitas seperti ini kan selalu mereka lakukan setiap hari.

Momen yang ditunggu itu pun tiba. Gue berharap Emi bisa mempertimbangkan hal ini. ini gue lakukan demi membuktikan ke dia kalau gue nggak main-main sama dia. dan memang gue berpikir dengan adanya mobil ini akan semakin memudahkan gue dan Emi dalam mobilisasi keperluan kami, mulai dari urusan personal hubungan kami berdua sampai urusan profesional seperti latihan band atau manggungnya.

Sebelumnya, Mbak Vanda menghubungi gue dan Emi yang sadar kalau gue ditelpon. Raut mukanya udah nggak enak melihat nama Vanda ini muncul di HP gue. haha. Nggak apa-apa, biarin aja. Kan namanya juga mau kasih kejutan.

Kemudian gue keluar dan menunggu. Nggak lama, muncul mobil berwarna putih dan mobil berwarna hitam. Mobil yang warna hitam inilah yang jadi mobil pesanan gue, sementara yang putih menjadi mobil akomodasi staf, termasuk Mbak Vanda ini.

“Maaf banget ya Mas Ija. Jadinya malah molor seminggu lagi dari yang dijanjikan.” Katanya, berusaha tersenyum manis, tapi nggak mempan untuk gue.

“Untung dua minggu. Nggak sekalian sebulan aja Mbak biar genap gitu?” ujar gue ketus.

“Iya Mas, sekali lagi mohon maaf. Berikut ini dokumen-dokumennya ya Mas. Silakan di cek dulu ya.”

Gue menerima beberapa dokumen yang Vanda kasih. Gue membuka disana ada tanda terima, faktur kendaraan dan beberapa buku manual. Ada lagi beberapa berkas lainnya. Gue mencocokkan nomor rangka dan nomor mesin dengan cara membuka kap mobil. Semuanya sudah sesuai.

Tapi ternyata gue menemukan kesalahan kecil. Kesalahan kecil tapi bisa berakibat fatal. Inilah yang memunculkan kemarahan baru dari gue. Yang salah adalah nama Emi. Nama depan salah itu adalah kesalahan fatal. Kenapa? Karena nama depan adalah nama yang dieja pertama kali. Kok bisa-bisanya salah. udah gitu, ini bagian QC (Quality Control) di warehouse, officeuntuk cek dokumen dan terakhir bagian final sebelum unit dilepas ke konsumen itu gimana kerjanya? QC berlapis kayak nggak guna sama sekali.

“Ini seriusan salah namanya, Mbak?” tanya gue.

“Oh iya. Bener mas ini ada kesalahan. Tapi itu nggak terlalu pengaruh kok mas.”

“Nggak pengaruh gimana? Itu nama orang loh Mbak. Disini itu birokrasi susah, salah dikit kayak gini bisa jadi masalah. Udah mah lama datengnya, sekarang sekalinya dateng malah salah. Berarti kan bakalan nulis kesalahan yang sama di STNK dan BPKB. Dokumen yang sangat krusial untuk kepemilikan mobil. Kalo Mbak sih enak, habis ini selesai urusan. Nah saya? Kalau ada apa-apa kan jadinya repot sendiri nanti.”

“Iya maaf Mas. Aduh saya jadi nggak enak sama Mas nih.”

“Lah makanya itu, sekarang malah ditambah ada kayak ginian lagi. Ini kok perusahaan kayak nggak profesional. Giliran staf-staf di kantor pusat perusahaan mbak aja ini kalau lagi kerjasama sama kantor saya tengilnya minta ampun mentang-mentang perusahaan gede, tapi kalian ngasih servis kayak gini ke customer. Mestinya malu mbak kalau kayak begini.” gue udah sangat naik pitam.

Sekedar info, perusahaan multinasional ini adalah salah satu perusahaan langganan yang menjadi klien dikantor gue. Cukup banyak pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan otomotif ini. Namun, seringkali fee pekerjaan yang diberikan sangat kecil. Atasan gue menerima pekerjaan-pekerjaan ini karena daripada nggak ada pekerjaan sama sekali, yaudah diterima aja walaupun bayarannya kecil.

Ditambah lagi, kelakuan karyawan yang berhubungan dengan unit pekerjaan gue ini seringkali tengil dan menganggap kalau mereka adalah orang kaya, sementara kantor gue adalah orang miskin yang sedang ngemis kerjaan ke mereka. Lah ngapain? Fee kecil aja lagaknya selangit dan sok banget. Eh sekarang malah beberapa staf yang ada di level bawah kelakuannya memalukan nama perusahaan. Sungguh kontradiktif. Intinya, jangan suka meremehkan orang lain kalau dirinya sendiri masih banyak kesalahan.

Nggak lama, Emi ikutan datang mendekat ke gue dengan ragu dan tatapannya terlihat sangat bingung.

“Sini, ini liat mobil kamu.”

“Mobil aku?” katanya terlihat makin bingung.

“Ini mobil yang aku beli. Mobil dari aku, untuk kamu.” Kata gue, sambil menarik tangannya mendekat ke arah mobil.

“Kenapa? Kamu ga suka?”

“HAHAHA. Lagi becanda kan, Zy?”

“Nggak becanda kok, Mbak. Ini emang mobil untuk Mbak. Mobil ini atas nama Emilya Riva Oktariani, dibeli sama Mas Ija cash beberapa minggu yang lalu.”

“Zy? Mobil? Buat apa?”

“Buat mengikat kamu. Biar kamu yakin… Kalau aku bener-bener serius sama kamu. Kan aku bilang kemarin itu, aku itu selalu cinta sama kamu. 100% nggak pernah berubah dari dulu sampe sekarang. Kemarin kamu nanyain aku sayang apa nggak sama kamu? Kalau aku nggak sayang, ngapain aku beliin mobil ini buat kamu?”

--

Obrolan kemudian berpindah ke dalam rumah Emi setelah sebelumnya gue menuntaskan urusan dengan Mbak Vanda. Dia berpamitan menggunakan mobil putih yang datang setelah mobil hitam pesanan gue.

“Maaf, Zy. Aku nggak bisa disogok begini.”

“Aku emang nggak niat nyogok kamu kok. Aku mau mengikat kamu dan buktiin kalau aku serius sama kamu. Anggep aja ini harta bersama kita yang pertama.”

“Aku nggak tau gimana harus ngerespon kamu. Nggak tau juga apa aku udah bisa percaya 100% sama kamu apa belum, Zy.”

“Aku ngeluarin uang nggak sedikit loh buat buktiin ke kamu. Kamu masih nggak percaya? Segitu susahnya ya? Hadeuh.”

Ya memang susah. Karena Emi sudah berulang kali gue kecewakan dan gue hancurkan kepercayaannya.

“Cinta itu nggak bisa dibeli sama harta. Apalagi kepercayaan, Zy. Gue matre banget dong di mata lo kalau gue bisa melupakan segalanya setelah dikasih materi begini? Gila. Gue nggak nyangka kalau gue serendah itu di mata lo.”

Emi mulai berasumsi yang aneh-aneh lagi.

“Ya nggak gitu lah.” Sergah gue.

“Terus?”

“Nih ya gue hapus nomor dia! Nih gue blokir juga nomor cewek-cewek yang lo curigain! Kurang percaya apa lagi?”

“Mana tau gue kalau ternyata MASIH ada cewek yang nggak gue tau di luar sana? Lo cuman blokirin mereka yang gue tau.”

“Ambil handphone gue. Puas-puasin sana ngeblokirin nomor cewek lain yang lo curigain. Sekalian aja gue nggak perlu chat-chat lagi sama siapapun! Blokirin noh anak-anak band, adik gue, nyokap gue, temen kampus gue. Sekalian bikin gue left grup dari grup Whatsapp manapun! Biar lo puas!” gue mulai emosi.

“Zy, kalau niat dalam hati lo untuk terus membohongi gue, semuanya nggak akan pernah berakhir. Lo akan mencari cara lagi dan lagi untuk berhubungan dengan cewek manapun. Apalagi gue udah banyak ngajarin lo gimana cara gue tau, gimana cara menggunakan media sosial, dan banyak hal lain yang nggak gue kasih tau ke orang-orang. Apa itu nggak bikin lo makin cerdas menutupi semuanya?”

Ini obrolan udah makin kemana-mana dan banyak banget asumsi baru yang sebelumnya malah nggak kepikiran oleh gue. Gue hanya diam aja.

“Zy, kepercayaan gue udah sangat amat rusak sama lo. Gue cuman nggak tau, kapan rasa sayang dan cinta gue ikutan rusak karena gue nggak punya pegangan apapun lagi. Bukan materi. Tapi pegangan dari diri lo sendiri.”

--

Tujuan utama gue membeli mobil itu sebenarnya adalah membuktikan kalau gue beneran serius dengan Emi, sekaligus menunjukkan bahwa gue nggak bekerja asal-asalan. Tapi kalau ternyata Emi berpikir untuk menyogok, ya itu urusan dia. yang jelas gue nggak pernah kepikiran untuk nyogok pakai materi. Hal yang sangat bertentangan dengan prinsip gue.

Dari awal gue selalu memilih untuk hidup apa adanya aja, walaupun dulu Papa sempat berjaya dan limpahan rezekinya juga banyak banget, tapi itu nggak membuat gaya hidup gue berubah. Dan sekarang ketika semua itu udah nggak ada, ya gue nggak kaget. Masa iya sekarang prinsip gue yang seperti itu berubah lagi cuma gara-gara buat nyogok Emi? nggak lah. Lagian gue juga tahu kalau Emi itu bukan cewek yang mudah sekali di iming-iming materi. Nggak ada dalam kamusnya itu materi menjadi ukuran utama, setipe banget sama gue modelnya kan.

Hal ini pula yang akhirnya gue bahas dengan Emi pada weekend berikutnya ketika gue main kerumah Emi.

“Jadi gitu sebenarnya alasan aku, Mi.” gue menjelaskan.

“Iya, tapi maaf ya, Zy. Aku belum bisa sepenuhnya percaya kamu.” Katanya.

“Ya nggak apa-apa. aku kan emang banyak salahnya sama kamu. Udah berulang kali ngecewain kamu. Wajar kalau kamu jadi kayak gitu ke aku.” Kata gue sambil mengingat obrolan dengan Anin.

“Tapi aku coba untuk percaya lagi ke kamu. Kamunya yang aku perlu, bukan materi atau apapun.”

“Iya Mi.”

Obrolan itu kemudian melebar ke bahasan soal ide Emi untuk merekrut Adityo menjadi personil tetap band gue. gue awalnya ragu karena band metal Adityo ini udah cukup punya nama besar di skena metal. Sedangkan band gue kan band senang-senang aja buat ngisi waktu luang. Haha.

Sekali lagi, Emi yang orangnya selalu berani mencoba dulu dan berpikir optimis, akhirnya tetap mencoba menghubungi Adityo. Diluar dugaan gue, ternyata Adityo sangat berminat untuk bergabung dengan band ini. gue aja nggak berharap banyak. Tapi dengan kelihaian berkomunikasi Emi yang persuasif, akhirnya Adityo berhasil direkrut. Sama seperti dulu dia berhasil meyakinkan Drian untuk bergabung dikala gue dan Arko yang notabene sahabatnya datang langsung kerumahnya aja nggak berhasil membujuk Drian untuk gabung.

“Gimana, hebat nggak gue?”

“Anjir amat lo Mi. hahaha. Hebat lah, emang kang cabe.”

“Lah kok bangs*t ngatain gue tukang-tukang?”

“Ye emang lo doang yang bisa ngatain gue tukang-tukang? Haha.”

“A*u emang lo kang gulali.”

Hubungan gue kembali normal dengan Emi. Walaupun gue tau, Emi selalu memiliki beban pikiran dan ketakutan. Takut untuk kembali disakiti dan dikecewakan oleh gue. Ini adalah tugas gue yang cukup berat. Kenapa berat? Karena mengembalikan kepercayaan yang sudah dirusak itu kayak mau ngebalikin kondisi kertas yang udah diremukkan. Nggak akan bisa kembali utuh sempurna.

namikazeminati
khodzimzz
annisasutarn967
annisasutarn967 dan 22 lainnya memberi reputasi
23
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.