Kaskus

Story

indrag057Avatar border
TS
indrag057
HOROR STORY : ANGKERNYA TEGAL SALAHAN
HOROR STORY : ANGKERNYA TEGAL SALAHAN

Hai agan dan sista penghuni jagad kaskus tercinta dimanapun berada, ijinkan ane yang masih newbie ini kembali berbagi sedikit cerita, semoga berkenan di hati agan dan sista semua.

Di kesempatan ini ane akan coba menceritakan kejadian kejadian yang pernah terjadi di desa ane, saat ane masih kecil dan tinggal di desa. Sebut saja desa Kedhungjati, sebuah desa terpencil yang masih sarat dengan adat istiadat dan kepercayaan yang berbau sakral dan mistis.

Banyak tempat tempat yang masih dianggap sakral dan angker, salah satunya tempat bernama Tegal Salahan. Kawasan ini merupakan jalan desa yang menghubungkan desa ane dengan desa Kedhungsono, yang berada di sebelah selatan desa ane.

Jalan berbatu yang dari arah desa ane menurun tajam, lalu menanjak terjal saat mendekati desa Kedhungsono. Di kiri kanan jalan diapit oleh area persawahan dan tanah tegalan milik para penduduk setempat. Dan ditengah tanjakan dan turunan itu ada jembatan kecil atau biasa disebut bok, tempat dimana mengalir sebuah sungai kecil yang mengalir dari arah barat ke timur.

Di jembatan atau bok inilah yang dipercaya menjadi pusat sarangnya segala macam lelembut, meski di area persawahan, tanah tegalan, dan sungai kecil juga tak kalah angker.

Sudah tak terhitung warga desa ane ataupun desa desa yang lain menjadi korban keisengan makhluk makhluk penghuni tempat tersebut, dari yang sekedar ditakut takutin bahkan sampai ada yang kehilangan nyawa.

Dan kisah kisah itulah yang akan ane coba ceritakan disini. Berhubung ini merupakan kejadian nyata dan menyangkut privacy banyak orang, maka semua nama dan tempat kejadian akan ane samarkan.

Ane juga mohon maaf kalau ada pihak pihak yang merasa tersinggung dengan thread yang ane buat ini. Disini ane murni ingin berbagi cerita, bukan bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.

Terakhir, berhubung ane masih newbie, dan update menggunakan perangkat yang sangat sangat sederhana, ane mohon maaf kalau dalam penulisan, penyusunan kalimat, dan penyampaian cerita yang masih berantakan dan banyak kekurangan. Ane juga belum bisa menyusun indeks cerita, jadi kisah kisah selanjutnya akan ane lanjutkan di kolom komentar, part demi part, karena ceritanya lumayan banyak dan panjang. Jadi mohon dimaklumi.

OK, tanpa banyak basa basi lagi mari kita simak bersama kisahnya.

INDEX:

Part 1 :Glundhung Pringis njaluk Gendhong

Part 2 :Jenglot njaluk Tumbal

Part 3 :Yatmiiiiiiiiiii Balekno Matane Anakku

Part 4 :Wewe Gombel

Part 5 :Nonton Wayang

Part 6 :Dikeloni Wewe Gombel

Sedikit sisipan:Asal Mula Nama Salahan

Part 7 :Watu Jaran

Part 8 :Sang Pertapa

Part 9 :Mbah Boghing

Part 10 :Wedhon

Part 11 :Ronda Malam dan Macan Nggendhong Mayit

Part 12 :Maling Bingung

Part 13 :Si Temon

Part 14 :Thethek'an

Part 15 :Kemamang dan Perempuan Gantung Diri

Part 16 :Tumbal Pembangunan Jalan Desa

Penutup
Diubah oleh indrag057 10-06-2020 03:54
ashroseAvatar border
indrahsdAvatar border
adriantzAvatar border
adriantz dan 91 lainnya memberi reputasi
92
66.6K
368
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
indrag057Avatar border
TS
indrag057
#56
Part 7 : Watu Jaran
Masih ingat batu besar yang ada di ladang garapan bapak ane, yang penghuninya pernah merasuki Alya, anaknya mBak Yatmi? Nah, ini kisah masih berhubungan dengan batu tersebut.

Jadi batu ini letaknya di tepi ladang milik Lik Parmin, yang berbatasan langsung dengan ladang milik Lik Parman. Lik Parman ini adalah kakak kandung Lik Parmin.

Meski bersaudara, namun sifat keduanya sedikit berbeda. Lik Parmin sedikit kalem dan nggak banyak omong, sedang Lik Parman kebalikannya.

Keberadaan batu besar di perbatasan ladang mereka itu juga sudah lama menjadi permasalahan diantara mereka berdua. Mengingat sebagian batu itu berada di ladang Lik Parmin, dan sebagian lagi berada di ladang Lik Parman.

Keberadaan batu itu dianggap mengganggu oleh Lik Parman. Jadi beliau berniat untuk memecah batu itu, agar bekasnya bisa ditanami dengan tanaman yang menghasilkan, dan hasil dari pecahan batu itu juga bisa dijual untuk bahan bangunan.

Tapi Lik Parmin tak pernah mengijinkan, mengingat bahwa batu itu angker. Ia tak akan pernah bisa melupakan kejadian yang hampir merenggut nyawa cucunya. Hal inilah yang membuat hubungan kedua kakak beradik itu menjadi sedikit renggang.

Namun entah bagaimana awalnya, meski Lik Parmin tak pernah mengijinkan, Lik Parman nekat memecah batu itu. Dengan peralatan yang sederhana, hanya berupa sebuah palu besar dan pahat khusus untuk memecah batu, Lik Parman mulai memecah batu itu. Sedikit demi sedikit, bongkahan batu yang telah berhasil ia pecah ia kumpulkan di sudut ladangnya.

Ane masih ingat, saat itu sedang musim menanam kacang tanah. Ladang Lik Parman sudah selesai ditanami. Sedang Ladang Lik Parmin yang digarap bapak baru mulai ditanami. Kami sibuk di ladang menanam kacang, sedang Lik Parman sibuk memecah batu. Entah sampai berapa hari batu sebesar itu bisa selesai dipecah. Apalagi batu itu adalah batu hitam yang dikenal sangat keras

Sambil bekerja, Lik Parmin dan bapak asyik ngobrol. Soal apalagi kalau bukan soal Lik Parman yang nekat memecah batu angker itu. Dan seperti biasa ane asyik menguping pembicaraan mereka.

"Ora Min, kakangmu ki po ra wedi nek kesambet, kok wani wanine meceli watu kuwi," (engak Min, kakakmu itu apa nggak takut kesmbet, kok berani beraninya memecah batu itu), demikian bapak membuka percakapan.

"Alah mboh Kang, sakjane yo wes bola bali tak elingke, lha ning dhasare wong ndableg. Yo wes ben, dijarke wae. Nek enek apa apane ben disangga dhewe" (Alah, nggak tau Kang, sebenarnya sudah berkali kali aku ingatkan. Tapi dasarnya orang keras kepala. Biarin saja lah, kalau ada apa apa biar ditanggung sendiri akibatnya), sahut Lik Parmin dengan nada kesal.

Dari pagi sampai siang, baru beberapa bongkahan batu yang berhasil Lik Parman kumpulkan. Sampai tiba waktu makan siang, emak datang membawa makanan untuk makan siang. Kamipun segera berkumpul di gubuk yang ada di tengah ladang. Tak lupa Lik Parman memanggil kakaknya untuk diajak makan siang bersama. Namun Lik Parman menolak, malah asyik dengan pekerjaannya. Biar cepat selesai katanya.

"Coba lihat Kang, sudah waktu bedug (tengah hari) begini, disuruh istirahat saja nggak mau. Apa nggak ndableg itu namanya," gerutu Lik Parmin sambil memcuci tangannya.

"Lha iya to, padahal rak ora ilok to bedug bedug begini nekat kerja. Bisa kesambet beneran si Parman itu," sahut bapak.

Belum selesai bapak bicara, tiba tiba terdengar suara teriakan Lik Parman, disusul suara tubuhnya yang terlempar dari atas batu dan jatuh di semak semak.

"Aduh, ampuuuuunnnnn......., gusssrrrraaaakkkkkk......."

Kamipun kaget, panik meninggalkan makan siang kami dan berlari menuju ke arah Lik Parman jatuh.

"Oalah kang kang, gimana ceritanya kok sampai jatuh begini? Makanya kalau ada orang ngomong tuh di dengerin. Bedug bedug disuruh istirahat saja nggak mau. Jadinya begini kan!" Lik Parman mengomel panjang pendek sambil membantu kakaknya itu untuk berdiri.

Lik Parman meringis menahan sakit. Dari mulut dan hidungnya nampak keluar darah kental.

"Aduuuuhhh, Min, sakit Min, dadaku sesak banget. Panas kaya dibakar," rintih Lik Parman sambil mendekap dadanya.

"Coba sini aku lihat," bapak ikut membantu mendudukkan Lik Parman di bawah pohon akasia, lalu membuka bajunya.

"Duh Gusti," seru bapak. Di dada sebelah kiri Lik Parman nampak luka lebam sebesar telur angsa. "Ini tadi kenapa kok sampai begini?"

"Aku dipengkal jaran kang," (aku disepak kuda kang) rintih Lik Parman.

"Jaran? Jaran opo? Aneh aneh wae, ra enek jaran neng kene!" ( kuda? kuda apaan, aneh aneh saja, nggak ada kuda disini) bapak dan Lik Parmin celingak celinguk kebingungan.

"Embuh kang, tadi aku lagi asyik kerja tiba tiba datang seekor kuda dan langsung menyepakku. Kudanya besar sekali, punya sayap dan bisa terbang. Setelah menyepakku langsung terbang entah kemana," Lik Parman menjelaskan dengan nafas megap megap.

Spoiler for ilustrasi kuda sembrani:


"Wah, nggak beres ini. Yo wes,Min, kamu panggil Pak Modin, aku tak kerumah Pak Hadi. Harus cepet cepet dibawa ke rumah sakit ini."

Akhirnya Lik Parmin pun segera bergegas menjemput Pak Modin, sedang bapak ke rumah Pak Hadi, satu satunya orang yang punya mobil di desa ini.

Seminggu dirawat di rumah sakit, akhirnya kondisi Lik Parman mulai membaik dan diijinkan pulang. Namun ia tak benar benar sembuh seratus persen. Kadang nafasnya masih suka megap megap kalau kecapekan, seperti orang yang kena penyakit asma. Kalau batuk dari mulut dan hidungnya kadang masih suka mengeluarkan darah kental.

Berkali kali masuk rumah sakit, namun kondisinya tak juga membaik. Sampai beberapa bulan kemudian, Tuhan berkehendak lain. Lik Parmanpun menghembuskan nafas terakhirnya.

Sampai detik ini, batu besar itu masih ada, dengan bekas pahatan pahatan Lik Parman. Bongkahan yang telah berhasil ia kumpulkan di sudut ladangnya juga masih teronggok di situ, tak seorangpun yang berani mengusiknya. Dan sejak kejadian itu, orang orang menyebut batu itu dengan sebutan "Watu Jaran," yang artinya batu kuda.*****
Diubah oleh indrag057 25-05-2020 08:34
symoel08
v3ah1307
sicepod
sicepod dan 34 lainnya memberi reputasi
35
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.