Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2075
Ke Malang
Jadwal keberangkatan gue ke Malang sudah tiba. Gue mempersiapkan semuanya dengan baik. Sudah agak lama gue nggak keluar kota dalam waktu beberapa hari. Biasanya gue keluar kota kayak kerja biasa aja, cuma bedanya di transportasi. Biasanya suka naik motor, mobil atau KRL, kalau keluar kota gue naiknya pesawat sama di kota tujuan suka di jemput sama klien, sewa mobil atau naik taksi dan ojek online.

Gue selalu mengabari Emi dan juga Mama ketika akan berangkat keluar kota. Dari mulai tiba di bandara Soetta, duduk di pesawat, sampai akhirnya sebelum airplane mode gue izin untuk take off. Sesampainya di bandara kota tujuan pun gue langsung mengabari, dan terakhir ketika gue akan mulai bekerja. Selesai pekerjaan barulah gue memulai komunikasi lagi.

Biasanya, gue juga mengabari teman-teman yang berada di kota tujuan pekerjaan gue. Gue biasa seperti ini karena sangat menyenangkan bertemu dengan teman-teman yang berbeda daerah dengan gue tempat tinggalnya. Keuntungan gue dulu pernah berkuliah di sebuah universitas negeri adalah, teman-teman gue jadi tersebar di seluruh penjuru nusantara.

Hal ini pula yang biasanya jadi memudahkan gue ketika berada di satu kota tertentu. Biasanya gue selalu menanyakan makanan khas didaerah tersebut, syukur-syukur kalau mereka ada waktu bisa mengantarkan gue ke resto yang dimaksud. Selain itu gue punya kebiasaan untuk mengunjungi universitas-universitas negeri yang ada di kota-kota tersebut. Dengan adanya teman-teman gue di beberapa kota, gue bisa meminta bantuan mereka untuk berkunjung ke tempat-tempat tersebut.

Wila, yang juga merupakan teman gue, nggak lupa untuk gue kabari lagi. Setelah sebelumnya dia sangat tertarik untuk bertemu kembali dengan gue, dia akhirnya benar-benar berangkat dari Surabaya menuju ke Malang dengan menggunakan bis. Dia datang di hari kedua gue di Malang.

“Wes, nanti tak jemput wae neng terminal yo.” Kata gue di telpon.

“Oh, ndak popo tho mas? Engko ngerepotin.” Katanya disebrang telpon.

“Santai aja udah. Aku sewa mobil disini. Jadi sekalian bisa dipakai kemanapun, ok?”

“Oh yowes lek ngono, Mas. Matta ne….” ujarnya bercampur dengan bahasa jepang dikit.

Pekerjaan hari pertama gue sangat berjalan dengan lancar. Pekerjaan gue ini berlokasi di sekitar pusat kota Malang. Ada lima titik yang harus gue kunjungi. Ada salah satu lokasi dimana berdekatan sekali dengan Universitas Negeri yang terkenal disana, Universitas Brawijaya.

Kebetulan, ada salah seorang tante gue, sepupunya Mama, mengajar sebagai dosen disana. Umur tante gue ini hanya terpaut dua tahun lebih tua dari gue. makanya gue memanggilnya dengan sebutan Mbak, bukan tante. Gue pun mengabari Mbak Deska perihal kunjungan gue ke Malang. Kebetulan dia sedang nggak ada kelas, jadinya bisa menemani gue berkeliling dikampusnya.

Mbak Deska adalah salah satu saudara gue yang amat gue kagumi. Hal ini terkait dengan kemampuan akademisnya yang super moncer. Otaknya sangat brilian. Apalagi dia mengambil jurusan yang nggak umum bagi kaum perempuan, teknik sipil. Dia juga bilang kalau memang dikelasnya perempuan bisa dihitung jari.

Ketika dia mendapatkan beasiswa ke Jepang untuk studi pascasarjananya pun, perempuan dikelasnya sana hanya segelintir saja. Gue termasuk beruntung masih bisa sempat menemui Mbak Deska. Karena dia saat ini sedang mempersiapkan keberangkatannya ke Taipei (Taiwan), untuk melanjutkan studi S3 atau program doktoralnya. Semuanya beasiswa, full. Sungguh gue sangat ini dengan kemampuan eksakta Mbak Deska.

Gue juga membagi cerita cinta gue dengan Mbak Deska. Mbak Deska begitu kagum dengan deskripsi Emi yang gue ceritakan. Dia tau kalau gue bercerita selalu apa adanya dan nggak dilebih-lebihkan. Tapi waktu belumlah tepat sehingga pertemuan antara Mbak Deska dengan Emi belum sempat terjadi. Ketika mudik beberapa waktu yang gue naik motor dengan Emi, Mbak Deska sedang ada di Jepang sehingga ngga sempat ketemu.

Seusai gue jalan-jalan dan berkeliling, serta nggak lupa untuk foto-foto dilingkungan kampus Brawijaya, gue memutuskan untuk jalan-jalan lagi keliling kota Malang, mencicipi beragam kuliner sampai kenyang. Nggak lupa gue juga mengabari Emi serta Mama. Mama begitu senang karena gue menyempatkan diri untuk bertemu dengan saudara Mama disana.

Pada hari pertama kunjungan gue ke Malang, gue juga menyempatkan diri bertemu dengan beberapa teman gue semasa kuliah dulu. Kami janjian ketemu disebuah mall yang ternyata nggak kalah keren dari di ibukota. Malam hari disana juga terasa seperti di ibukota, ramai dan banyak sekali anak gaul disana. Bedanya ya logat tentu saja.

Malamnya, gue menyempatkan diri untuk iseng chat Wila. Tujuannya ya buat godain aja, apakah dia tahan godaan atau nggak. Ini sebenarnya demi keamanan gue, mengingat dia kenal juga dengan Emi. dan gue nggak mau kalau ada urusan fitnah memfitnah seperti dulu yang dilakukan oleh adik kelas Emi dan juga teman kelasnya semasa kuliah.

WILA CHAT

Quote:


Aman. Dia masih bisa menahan diri dan nggak bersikap agresif ke gue. Walaupun gue tau dia sebenarnya kepingin juga mengiyakan ajakan gue. Sekarang jadinya gue lebih tenang. Gue cuma takut kalau dia agresif, nanti dia akan ngomong macam-macam ke Emi, padahal kita nggak ngapa-ngapain sama sekali. Berdasarkan pengalaman, cewek-cewek yang ada didekat gue kebanyakan agresif nggak karuan.

--

Setelah selesai melakukan pekerjaan di dua lokasi pada hari kedua, gue memutuskan untuk istirahat. Tinggal satu lagi lokasi yang belum gue garap. Tapi gue memutuskan untuk besok aja. sebenarnya kan waktu yang dibutuhkan itu lima hari, tapi ini bisa gue selesaikan dalam waktu dua hari. Daripada memaksakan, mending besok aja dilanjut lagi.

Gue mengabari Wila kalau pekerjaan gue sudah selesai dan gue bersiap untuk menjemput dia di Terminal bis. Sebelumnya, gue kembali jalan-jalan sejenak sembari menunggu kedatangan Wila. Gue sempatkan jalan-jalan ke rumah saudara gue, tantenya Mama, di daerah Singosari. Gue kesana juga sekalian mengunjungi lokasi wisata sejarah peninggalan kerajaan Singosari.

Kerajaan ini termasuk kerajaan besar di Jawa Timur pada masanya, sehingga peninggalan peradaban kerajaan ini masih banyak dan tentu aja megah, walaupun nggak semegah candi borobudur atau Prambanan di Jawa Tengah. Yang menarik adalah hubungan cerita kerajaan ini dengan Majapahit di masa lalu yang masih selalu gue gali kebenaran dan fakta-faktanya. Tentunya nggak menggunakan teknologi atau metode para sejarawan atau arkeolog, tapi berdasarkan serat (kitab) yang suka gue baca-baca dengan terjemahan bahasa Indonesia.

Metode seperti ini memang validitasnya perlu dipertanyakan. Tetapi gue mau meyakini apa yang gue temukan, mungkin bisa dibilang juga cocoklogi kali kalau menurut orang banyak. Gue nggak peduli, toh sejarah seperti ini hanya untuk konsumsi gue sendiri dan nggak untuk kepentingan publikasi ilmiah yang memerlukan tahapan-tahapan tertentu.

Setelahnya gue kembali ke arah terminal dan untungnya ternyata bisnya datang nggak lama setelah gue sampai di terminal tersebut. Gue menunggu di dalam mobil sampai akhirnya gue melihat Wila muncul dari dalam terminal menuju kearah tempat parkir. Gue bilang ke dia ciri-ciri mobil yang gue sewa dan nggak lupa dengan pelat nomornya.

“Maaas!! Aduh akhirnya kita ketemu lagi ya.” katanya bersemangat dan tersenyum lebar.

“Iya, hehehe. Gimana kabar kamu, Wil?” tanya gue.

“Alhamdulillah sehat banget. dan aku seneng banget bisa liat kamu lagi secara langsung mas. Hehehe.” Jawabnya bersemangat.

“Yowes, ayo naik. Kita mall dulu buat makan ya. kamu belum makan tho pasti?”

“Hehe iya mas. Tau aja aku lapar belum makan.”

Gue memutuskan untuk ke mall saja mencari makanannya. Wila juga bilang kalau dekat mall situ ada tempat karaoke. Jadinya sekalian aja dekat.

Sesampainya di mall gue menuju ke tempat makanan. Nggak lupa gue bilang sama drivernya supaya menunggu dulu selama gue ada di mall bersama Wila. Wila disini juga sangat terlihat antusias. Terbukti dengan dia yang selalu tersenyum ketika gue ajak bicara. Sepertinya memang dia ada kesukaan tersendiri ya terhadap gue.

“Mas, tapi nggak apa-apa ada Emi?”

“Lah ya nggak apa-apa, kan kita nggak ngapa-ngapain.”

“Ya aku kadang nggak enak aja sama Emi Mas.”

“Hahaha. Iya sih, tapi kan kamu mau ketemu aku, ya sekarang kesempatannya ada, yaudah ketemu. Gini aja, kalau kamu nggak enakan, mending nggak usah banyak interaksi sama dia oke?”

“Hmm. Tapi dia anaknya asyik banget mas.”

“Iya, makanya aku milih dia jadi pacarku. Hehehe.”

Wila terdiam sejenak. Gue tau banget raut wajahnya berubah seketika. Dari yang awalnya senang dan banyak senyum, kemudian berubah menjadi plain tanpa ekspresi. Gue nggak menyalahkan dia. tapi dia harus tau kalau emang gue berhubungan dengan Emi.

Emi selalu seperti itu. Ketika dia udah mulai mengenal orang, lambat laun orang akan nyaman dengan Emi. dari yang nggak kenal sama sekali, sampai orang tersebut berasa sudah sahabatan lama dengan Emi. hanya saja, Emi selalu butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang yang baru dikenalnya.

“Terus ini nanti kita mau jadi karaokean mas?” lanjutnya.

“Yaudah kalau kamu mau. Tapi aku nggak sebagus kamu nyanyinya. Udah gitu suka lupa lirik. Hahaha.” Kata gue.

“Yowes rapopo mas, yang penting nyanyi-nyanyi aja dulu.”

“Okelah berarti ya. aku malu kalo suaranya jelek. Apalagi pronounciation jepang aku nggak sebagus kamu, Wil.”

“Haha aku kan anak sastra jepang mas, jadinya wajar lebih bagus. Kalau kamu kan bukan, Mas. Udah bagus itu kamu bisa ngehafal lirik bahasa jepang.”

“Sama didalemin dulu liriknya Wil, kalo nggak aku nggak bisa dapet feelnya dong. Hehehe.”

“Haha. Oh iya ya mas.”

Gue menghabiskan makanan yang sudah disajikan. Banyak obrolan mengenai teknis bernyanyi yang benar. Gue justru malah banyak dapat ilmu dari Wila ini. Gue selama ini nggak pernah belajar secara teknikal, hanya otodidak.

Bahasan kemudian sampai kepada keadaan band gue yang belakangan udah cukup lama nggak muncul. Gue hanya bercerita bahwa band gue sedang sibuk masing-masing, plus gue yang lagi banyak tugas kuliah dan membagi konsentrasi dengan pekerjaan juga.

Beberapa hari sebelum ke Malang ini, gue sempat berembug bersama dengan teman-teman personil, termasuk Arko. Hal ini terkait dengan komitmen Rahman yang kian hari kian nggak jelas. Padahal Rahman adalah anggota tertua di band yang jaraknya bahkan lima tahun diatas personil lainnya. Seharusnya dia bisa lebih bijak dalam bersikap.

Bukannya lebih dewasa dan mengayomi, ini malah dia menjadi sosok yang harus selalu dikontrol. Karena kalau nggak begitu dia menjadi orang yang selalu banyak alasan. Uang selalu menjadi alasan utama dia. ketiadaan uang selalu menjadi alasan ketidakhadiran dia di beberapa latihan kami yang sudah dijadwalkan.

Band gue sangat fleksibel dalam menetapkan jadwal latihan. Semuanya mengikuti jadwal masing-masing. Sehingga harusnya tidak menjadi alasan untuk membatalkan mendadak. Emi akan melakukan booking studio setelah semuanya sepakat waktu yang ditentukan untuk latihan.

Tapi semuanya selalu kacau setelah Rahman berulang kali datang terlambat sehingga mengganggu skema latihan yang baik. Biasanya kami latihan selama tiga jam, dan Rahman kalau datang biasanya satu jam terakhir. Sedangkan posisi bass yang kosong lebih sering gue yang isi sambil menyanyi, dan itu menjadikan latihan menjadi tidak maksimal, mengingat gue bukan player yang nyanyi sambil main alat dari awal. Seringkali konsentrasi gue terbagi antara main bass dan menyanyi. Lain dengan musisi yang memang dari awal nyanyi sambil main instrumen, seperti The Beatles, Vokalisnya Metallica, Green Day, Blink, atau Endank Soekamti dan NTRL.

Masih untung juga Rahman masih mengusahakan datang. Dia sering banget mangkir latihan dan membuat waktu, tenaga, dan uang dari empat personil lainnya jadi sia-sia. Ini yang kemudian memicu kemarahan dari kami semua. Termasuk Vino. Seperti yang sudah pernah gue ceritakan, kalau Vino menjadi pihak yang paling dirugikan dalam hal ini. Kalau Arko, dia nggak terlalu tau masalah ini karena dia sedang vakum dari band ini, dan digantikan oleh seorang kawan kami yang bernama Pamuji.

Akhirnya, kami bertemu dirumah gue sebelum berangkat ke Malang. Gue mewakili teman-teman yang lain berbicara mengenai masalah ini. Rahman kami kasih kesempatan untuk menjelaskan. Ternyata memang dia sedang kesulitan keuangan. Itu menjadi salah satu alasan kenapa dia harus diganti. Kemudian ketepatan terhadap janji, yang sering juga dilanggar oleh dia. dan terakhir adalah, skillnya ternyata nggak sesuai dengan ritme permainan empat orang lainnya. Tertinggal dan kasihan sebenarnya di dia. karena Emi selalu menuntut perfect, sedangkan Rahman selalu nggak bisa memenuhi syarat itu.

Sebagai gantinya, gue menawarkan alternatif. Teman gue dari kecil, yaitu Adityo, yang kebetulan juga ternyata satu kampus dengan Drian, coba diajak. Emi sudah menghubunginya dan ternyata dia mau dan coba untuk mengejar kulikan empat lagu yang sudah direncanakan sebelumnya. Dan rencana untuk latihan pun berjalan dengan lancar. Dikasih materi, langsung dikulik dengan baik. Tinggal nanti bagaimana klopnya aja pas di studio, itu akan kelihatan. Semoga aja juga skillnya Tyo ini memenuhi standar band ini.

Kalau menilik pengalaman manggung dia bersama band metalnya, seharusnya skill nggak usah diragukan. Aksi panggung juga mestinya lebih oke dari Rahman yang setiap manggung selalu banyakan diam karena berkonsentrasi di alatnya, sehingga nggak menarik untuk disimak atau ditonton.

Keputusan besar dan berat adalah seperti ini. Karena band ini bukan sekedar main-main tapi juga bagian dari keluarga, maka mengeluarkan personil dan menggantinya dengan yang baru itu menjadi sesuatu yang berat untuk dilakukan. Untungnya kami tetap berhubungan baik dengan Rahman sampai saat ini dan masalah dulu tidak diungkit-ungkit kembali. Rahman sekarang lebih banyak dibelakang layar untuk mengadakan acara, dan selalu ketika dia buat acara, band gue selalu dia kontak paling pertama.

“Gitu ya Mas. Tapi jangan bubar dong mas. Aku kan fans band mu.”

“Fans bandku apa fansnya aku? Hahaha.”

“Ya dua-duanya. Hehehe.”

“Yaudah yuk kita jalan ke tempat karaoke, jadi kan?”

“Iya mas, jadi dong.”

Kami menikmati sore itu dengan bernyanyi bersama. Ternyata suara Wila ini baik sekali. gue nggak pernah benar-benar mendengar secara jelas karena unggahan video manggung dia di Youtube kualitasnya agak kurang baik sehingga kadang kala samar suaranya.

Beberapa lagu jepang kami pilih sebagai awalan nyanyi. Nggak banyak pilihan lagu jepang yang bisa dinyanyikan, kebanyakan malah lagu-lagu mandarin dan Korea. Kami kemudian membuat playlist lagu-lagi lokal saja.

Selama itu pula, Wila seperti selalu mencuri kesempatan untuk duduk berdekatan dengan gue. Dan pada satu momen, mungkin terbawa perasaan yang ada dari lagu, Wila merangkul gue sambil terus bernyanyi. Ketika gue bertatapan mata dengannya, dia menatap penuh arti dan tersenyum. Nyanyinya tetap nggak berhenti.

Gue berusaha nolak, tapi dianya makin agresif. Akhirnya yaudah daripada berantem dan berakhir nggak enak, gue membiarkan Wila duduk dekat gue. Ketika gue gantian nyanyi dengan lagu pilihan gue, Wila selalu menatap gue dengan penuh arti dan itu membuat gue nggak nyaman, tapi yaudah terserah dia aja. Kan ketemu gue juga jarang-jarang ini.

Setelah selesai dari tempat karaoke, gue memutuskan untuk kembali ke hotel untuk beristirahat. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Kami beberapa kali menambahkan waktu untuk berkaraoke, jadinya nggak sadar kalau udah malam.

“Mas, makasih banyak ya, aku senang banget. Puas banget bisa nyanyi bareng kamu.”

“Haha iya sama-sama Wil. Kesempatan langka tho ini.”

“Iya mas, makanya aku seneng banget.”

“Oh iya, kamu nanti pulang gimana? Udah malem loh ini. Apa mau aku bukain kamar aja biar nginap semalam di hotel dulu?”

“Oh ndak usah repot-repot mas. Aku ada saudara disini. Jadi aku nginap disana aja.”

“Yakin? Kan kalo nginep disini bisa ketemu aku sepanjang malam. Hehehe.” Goda gue lagi, sengaja karena gue mau tau apa memang benar dia suka sama gue.

Wila berpikir cukup lama. Sepertinya dia mempertimbangkan tawaran gue ini.

“Kayaknya ndak deh mas, makasih. Aku pulang ke saudaraku aja.”

“Bener ya, Wil? Hehehe.”

“I..iya…bener mas.” Jawabnya ragu.

“Hahaha. Yaudah kalau gitu, biar tak anterin sekalian, nanti abis itu baru aku pulang ke hotel, ok?”

“Hehe. iya mas. Aduh ngerepotin mas, tapi makasih ya Mas.”

Gue pun mengantarkan pulang Wila ke rumah saudaranya yang ternyata lokasi rumahnya nggak jauh dari hotel gue. Gue menanyakan sekali lagi apa benar dia nggak mau dibukakan kamar hotel, jawabnya nggak. Yaudah, berarti aman gue.

“Makasih banyak ya Mas, aku senang banget. makasih udah nemenin aku disini.” Katanya, lalu secara spontan dia memeluk gue.

Gue langsung bisa merasakan bentuk tubuhnya. Dadanya cukup berisi ternyata untuk ukuran cewek yang kurus. Gue membalas sepintas pelukannya dan gue merasakan anak ini ternyata kurus banget. unik juga kurus tapi dadanya cukup besar. Pinggulnya nggak terlalu lebar juga.

Dia yang kala itu memakai pakaian yang sangat trendi membuatnya kelihatan sangat manis. Padahal sebelumnya ketika pertemuan pertama, karena dia nggak pakai make up, hanya bedak polesan biasa, jadi nggak terlalu wah. Tapi saat ketemu yang sekarang dan dia dandan maksimal, itu membuatnya terlihat berbeda.

kaskus-image
Mulustrasi Wila, 98,3% mirip cewek ini


Gue berpamitan dengan saudaranya sebelum pulang. Dan ketika gue mau pulang, Wila memegang tangan gue erat sekali dan nggak mau dilepas. Ada rona kesedihan di wajahnya dan pada akhirnya dia meneteskan air mata.

“Andai aku bisa sama kamu mas.”

“Hehe. maaf ya Wil, aku kan udah ada Emi. kamu kan juga tau itu.”

“Iya mas. Aku ngerti. Emi emang pantas buat kamu mas. Kamu baik banget. Bikin aku nyaman banget. Dan Emi pun sama. Walaupun nggak pernah ketemu dia secara langsung, aku ngerasain nyamannya berteman dengan dia.”

“Iya Wil. Mudah-mudahan lain waktu aku bisa kenalin Emi ke kamu secara langsung ya.”

Dia menangis lebih kencang dan memeluk gue. badannya yang lebih pendek dari gue membuatnya memeluk dada gue. gue merasakan ketulusan cewek yang suka sama gue. feeling seperti ini sudah sangat bisa gue baca, mengingat pengalaman-pengalaman gue sebelumnya, jadi mudah sekali dibedakan.

Sesampainya di hotel, gue melaju masuk ke arah lift sambil berkonsentrasi dengan HP tanpa melihat kanan kiri lingkungan sekitar, sampai gue mendengar nama gue dipanggil oleh suara yang amat sangat familiar. Sudah lama menghilang dari peredaran dan nggak pernah gue dengar lagi suaranya. Ada rasa kangen melanda ketika gue mendengar suara tersebut.

“Ijaaaa?”
namikazeminati
khodzimzz
itkgid
itkgid dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.