- Beranda
- Stories from the Heart
HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka
...
TS
princebanditt
HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/12/2657924_202005120128450195.png)
Quote:
Keluarga, menurut gue adalah sekelompok orang yang tinggal bersama, mempunyai struktur peran dan jabatan masing masing, ayah, ibu, kakak dan adik.
mempunyai visi dan misi yang sama, saling ketergantungan, saling mengisi, walau kadang ga semudah yang kita pikirkan.
mempunyai visi dan misi yang sama, saling ketergantungan, saling mengisi, walau kadang ga semudah yang kita pikirkan.
Spoiler for Keluarga Kecil:
Quote:
Berbahagialah kalian yang lahir dari keluarga yang harmonis, dipenuhi kebahagiaan, canda tawa, dan kadang suka duka kalian lalui bersama sama, saling menguatkan satu dengan yang lainnya.
Bersyukurlah kalian, karena belom tentu orang lain mendapatkan sebuah keluarga seperti itu.
Bersyukurlah kalian, karena belom tentu orang lain mendapatkan sebuah keluarga seperti itu.
Keluargaku, Neraka Bagiku
Spoiler for Mulustrasi Bree:
Quote:
”plakkk..”suara tamparan keras malam itu.
“ampun pah, maafin mama, aku bener-bener minta maaf..” terdengar suara ibu memohon. “diam kamu!! plakk..” lagi lagi ayah menampar ibu.
malam itu udah kesekian kalinya gue denger bapak gue mukulin ibu gue, ya itu udh biasa gue denger.
mereka sering bertengkar, mulai dari hal yang sepele hingga hal hal besar lainnya.
makin hari makin benci sama keadaan gue yang seperti ini, “kapan gue bisa punya keluarga kayak si wisnu, bapak ibu nya baik, ga pernah gue denger mereka ribut kayak keluarga gue, keluarga mereka penuh dengan kasih sayang, biarpun wisnu bikin salah, mereka gak pernah ngebentak apa lagi mukul si wisnu, gak kaya keluarga gue, Bngst!” cerocos gue dalem hati.
Ga lama pintu kamar gue kebuka, ibu gue dateng sambil nangis, gue liat matanya bengkak sebelah seperti habis dipukuli, bibirnya terluka dan pipinya nampak memar.
“babang belom tidur?”tanyanya, gue cuma liatin ibu gue.
“maafin mama ya bang, mama salah, mama ga bisa ngurusin babang, sampe babang kayak gini” ga lama dia peluk gue.
sebenarnya hari ini gue habis dari rumah wisnu, dia ajak gue sama adek gue berenang dirumahnya, pakai kolam renang karet yang habis dia dapat dari ibunya sebagai hadiah ulang tahun.
gue udah nolak ajakan wisnu berkali-kali, karna gue tau ibu ngelarang gue dan adek gue bermain keluar rumah.
tapi wisnu dan ibunya terus memaksa kami, adek gue juga memohon agar diizinkan, terlihat dimatanya dia pengen ikut berenang dirumah wisnu.
akhirnya, selesai berenang kamipun harus pasrah ibu memukuli kami dengan gesper hari itu. “ampun ma, iya ma kita ga akan ngulangin lagi..” cuma itu yang bisa gue dan adek gue ucapin berharap agar ibu berhenti memukuli kami.
“samanya lo kayak bapak lo, benci gue liat lo berdua” ucap ibu kepada kami, kata kata itu sering kali gue denger klo ibu lagi mukulin gue ataupun adek gue.
mungkin ibu benci sama ayah, dia dendam atau dia sakit hati sehingga kami harus jadi pelampiasan kemarahan ibu.
ga sengaja bapak liat memar biru luka bekas pukulan gesper tadi sore, lalu bertengkarlah mereka seperti yang terjadi sekarang ini.
gue ga tau harus respon gimana, gue udh sering banget denger ibu minta maaf sama gue, tapi lagi-lagi dia ngulangin perbuatan itu, gue dipukulin lagi dan lagi.
“udah habis air mata gue, ga tau ini rasa sayang apa benci yang ada dihati gue.
gue ga bisa lagi ngerasain sakit ataupun sedih liat ibu gue kaya gini” bisik gue didalem hati.
“babang ga marah kan sama mama? mama sebenernya sayang bang sama kamu” ucapnya lagi.
gue ga jawab pertanyaan ibu, gue coba lepasin pelukan ibu dari badan gue, lalu membalikkan badan dan mencoba untuk tidur malam itu.
mungkin ibu tau klo gue masih marah gara gara kejadian tadi sore, ibupun keluar dari kamar gue.
“gue benci sama ibu” cuma itu yang keluar dari mulut gue.
esok harinya, bapak gue udh ga ada dirumah, seperti biasa dia berangkat pagi pagi buta dan pulang malam hari kadang menjelang hampir pagi dia baru pulang, maklum bapak kerja di pemerintahan, dan punya tanggung jawab yang menyita banyak waktunya, jadi dia kurang begitu ngasih perhatian ke gue ataupun adek gue.
ibu gue seharian cuma dirumah, ga kerja karna dilarang ayah, jadi kesibukannya hanya mengurus kami dari bangun tidur sampai kami mau tidur kembali.
itupun klo suasana hatinya lagi baik, klo habis dimarahi dan dipukuli ayah, ibu seharian dikamar tidak mengurus kami.
kami juga dilarang main keluar rumah, ga boleh bawa teman main didalam rumah, kami hanya boleh main berdua dirumah, gue dan adik gue saja.
pernah gue coba buat bertanya alasan kami ga diperbolehkan main diluar rumah, ibu cuma menjawab dengan pukulan dan siksaan lainnya.
keluarga ini seperti neraka, selalu dipenuhi siksaan dan ucapan kasar, menjadi pemandangan dan makanan sehari hari gue.
sampe akhirnya kekerasan itu terekam di pikiran gue.
dan gue lampiasin ke adek gue satu-satunya yang gue sayang.
akhirnya hubungan kami semua hambar, cuek, tidak peduli satu dengan lainnya, dipenuhi ketakutan dan trauma yang mendalam..
gue jadi sering bengong sendiri, berpikir dan bermain dengan teman imajinasi gue.
adek gue pun gitu, gue udah ga peduli dengannya dan dia pun sibuk dengan dunianya sendiri.
ga ada lagi perhatian, kasih sayang dan cinta didalam keluarga ini.
sampai pada suatu hari, ketika bapak dan ibu bertengkar hebat, ibu mempunyai ide untuk membawa kami semua pergi meninggalkan bapak.
entah itu ide baik atau tidak, tapi mulai dari sini, rasa benci dan dendam untuk menyakiti adalah hal yang paling gue cintai dan impi-impikan.
“ampun pah, maafin mama, aku bener-bener minta maaf..” terdengar suara ibu memohon. “diam kamu!! plakk..” lagi lagi ayah menampar ibu.
malam itu udah kesekian kalinya gue denger bapak gue mukulin ibu gue, ya itu udh biasa gue denger.
mereka sering bertengkar, mulai dari hal yang sepele hingga hal hal besar lainnya.
makin hari makin benci sama keadaan gue yang seperti ini, “kapan gue bisa punya keluarga kayak si wisnu, bapak ibu nya baik, ga pernah gue denger mereka ribut kayak keluarga gue, keluarga mereka penuh dengan kasih sayang, biarpun wisnu bikin salah, mereka gak pernah ngebentak apa lagi mukul si wisnu, gak kaya keluarga gue, Bngst!” cerocos gue dalem hati.
Ga lama pintu kamar gue kebuka, ibu gue dateng sambil nangis, gue liat matanya bengkak sebelah seperti habis dipukuli, bibirnya terluka dan pipinya nampak memar.
“babang belom tidur?”tanyanya, gue cuma liatin ibu gue.
“maafin mama ya bang, mama salah, mama ga bisa ngurusin babang, sampe babang kayak gini” ga lama dia peluk gue.
sebenarnya hari ini gue habis dari rumah wisnu, dia ajak gue sama adek gue berenang dirumahnya, pakai kolam renang karet yang habis dia dapat dari ibunya sebagai hadiah ulang tahun.
gue udah nolak ajakan wisnu berkali-kali, karna gue tau ibu ngelarang gue dan adek gue bermain keluar rumah.
tapi wisnu dan ibunya terus memaksa kami, adek gue juga memohon agar diizinkan, terlihat dimatanya dia pengen ikut berenang dirumah wisnu.
akhirnya, selesai berenang kamipun harus pasrah ibu memukuli kami dengan gesper hari itu. “ampun ma, iya ma kita ga akan ngulangin lagi..” cuma itu yang bisa gue dan adek gue ucapin berharap agar ibu berhenti memukuli kami.
“samanya lo kayak bapak lo, benci gue liat lo berdua” ucap ibu kepada kami, kata kata itu sering kali gue denger klo ibu lagi mukulin gue ataupun adek gue.
mungkin ibu benci sama ayah, dia dendam atau dia sakit hati sehingga kami harus jadi pelampiasan kemarahan ibu.
ga sengaja bapak liat memar biru luka bekas pukulan gesper tadi sore, lalu bertengkarlah mereka seperti yang terjadi sekarang ini.
gue ga tau harus respon gimana, gue udh sering banget denger ibu minta maaf sama gue, tapi lagi-lagi dia ngulangin perbuatan itu, gue dipukulin lagi dan lagi.
“udah habis air mata gue, ga tau ini rasa sayang apa benci yang ada dihati gue.
gue ga bisa lagi ngerasain sakit ataupun sedih liat ibu gue kaya gini” bisik gue didalem hati.
“babang ga marah kan sama mama? mama sebenernya sayang bang sama kamu” ucapnya lagi.
gue ga jawab pertanyaan ibu, gue coba lepasin pelukan ibu dari badan gue, lalu membalikkan badan dan mencoba untuk tidur malam itu.
mungkin ibu tau klo gue masih marah gara gara kejadian tadi sore, ibupun keluar dari kamar gue.
“gue benci sama ibu” cuma itu yang keluar dari mulut gue.
esok harinya, bapak gue udh ga ada dirumah, seperti biasa dia berangkat pagi pagi buta dan pulang malam hari kadang menjelang hampir pagi dia baru pulang, maklum bapak kerja di pemerintahan, dan punya tanggung jawab yang menyita banyak waktunya, jadi dia kurang begitu ngasih perhatian ke gue ataupun adek gue.
ibu gue seharian cuma dirumah, ga kerja karna dilarang ayah, jadi kesibukannya hanya mengurus kami dari bangun tidur sampai kami mau tidur kembali.
itupun klo suasana hatinya lagi baik, klo habis dimarahi dan dipukuli ayah, ibu seharian dikamar tidak mengurus kami.
kami juga dilarang main keluar rumah, ga boleh bawa teman main didalam rumah, kami hanya boleh main berdua dirumah, gue dan adik gue saja.
pernah gue coba buat bertanya alasan kami ga diperbolehkan main diluar rumah, ibu cuma menjawab dengan pukulan dan siksaan lainnya.
keluarga ini seperti neraka, selalu dipenuhi siksaan dan ucapan kasar, menjadi pemandangan dan makanan sehari hari gue.
sampe akhirnya kekerasan itu terekam di pikiran gue.
dan gue lampiasin ke adek gue satu-satunya yang gue sayang.
akhirnya hubungan kami semua hambar, cuek, tidak peduli satu dengan lainnya, dipenuhi ketakutan dan trauma yang mendalam..
gue jadi sering bengong sendiri, berpikir dan bermain dengan teman imajinasi gue.
adek gue pun gitu, gue udah ga peduli dengannya dan dia pun sibuk dengan dunianya sendiri.
ga ada lagi perhatian, kasih sayang dan cinta didalam keluarga ini.
sampai pada suatu hari, ketika bapak dan ibu bertengkar hebat, ibu mempunyai ide untuk membawa kami semua pergi meninggalkan bapak.
entah itu ide baik atau tidak, tapi mulai dari sini, rasa benci dan dendam untuk menyakiti adalah hal yang paling gue cintai dan impi-impikan.
Quote:
Spoiler for Mulustrasi Bree:
Karna kekerasan akan menimbulkan trauma dan membangun kekerasan yang lainnya.
Spoiler for Ratenya GanSis:
Selamat Membaca
Penulis : Prince’s 2011-2020@Kaskus
Ilustrasi : Google
Klik disini Gan/Sis Untuk Support dan Donasi
Penulis : Prince’s 2011-2020@Kaskus
Ilustrasi : Google
Klik disini Gan/Sis Untuk Support dan Donasi
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
UPDATE BERJALAN..
BAB 1, BAB 2, BAB 3, BAB 4, BAB 5, BAB 6, BAB 7, BAB 8, BAB 9, BAB 10, BAB 11, BAB 12, BAB 13, BAB 14, BAB 15
Spoiler for Kunjungi Thread Lainnya,:
HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian MerekaHot Thread
HORROR [Real Story] Akhir Dari Persugihan Gunung Hejo
HORROR [Real Story] Pendakian Berujung Kematian Hot Thread
CERPEN [Real Story] Terima Kasih, Cinta!
Lakukan Meditasi agar tidak Menyakiti Orang Lain
[SHARE] Meditasi Basic Normal
HORROR [Real Story] Akhir Dari Persugihan Gunung Hejo
HORROR [Real Story] Pendakian Berujung Kematian Hot Thread
CERPEN [Real Story] Terima Kasih, Cinta!
Lakukan Meditasi agar tidak Menyakiti Orang Lain
[SHARE] Meditasi Basic Normal
Bersambung
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/12/2657924_202005120127520747.png)
Diubah oleh princebanditt 25-01-2021 19:10
itkgid dan 139 lainnya memberi reputasi
138
102K
Kutip
608
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
princebanditt
#84
BAB VII HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka
Quote:
Bulan depan gue dan santri yang lain akan mengikuti ujian.
ga terasa udah 6 tahun gue hidup sendiri disana, semua duka dan kerinduan gue rasain sendiri, cuma dendam yang bikin gue bertahan sampe saat ini.
dengan umur yang begitu muda, gue harus dewasa sebelum waktunya, gue dipaksa buat harus terus berpikir apa dan bagaimana yang bakal terjadi nanti.
gue ga punya tempat buat mengadu setiap permasalahan yang gue hadapi, gue selalu menangis dan menahan semuanya seorang diri.
gue cemburu ketika santri yang lain dikunjungi kedua orang tuanya, gue liat kebahagiaan diwajahnya ketika dia berbicara dan bercanda dengan keluarganya.
ketika itu terjadi gue cuma bisa berlari kemasjid, gue cuma bisa duduk dipinggir masjid sambil menunggu dia yang ga pernah gue temui lagi.
entah kemana dia, anak kecil yang tersenyum dan melambaikan tangan waktu itu. dia hilang!
ditengah kesedihan, penderitaan dan kesepian yang gue rasakan, sekarang harus ditambah lagi dengan ketakutan.
gue ga pernah bisa bedain mana orang beneran dan mana yang bukan.
mereka selalu ada dimana-mana, kadang berkumpul dengan para santri, kadang bentuk mereka aneh, gue pernah ngeliat kakinya sebesar tubuh orang dewasa dan tidak terlihat badan dan wajahnya karena terlalu tinggi.
kadang sosok tinggi besar, sosok bayangan hitam,sosok berbulu, kadang mereka terluka lengkap dengan darah yang mengalir, kadang mereka tidak terlihat, tetapi mengeluarkan suara, seperti menangis, tertawa, menjerit, dan memanggil.
gue cuma bisa simpen semua rasa itu sendirian, lagi lagi gue sendirian, percuma gue cerita ke orang lain, mereka malah akan semakin menganggap gue gila!.
akhirnya gue selalu coba untuk menghindar, mau itu manusia ataupun bukan manusia.
akhirnya gue mulai terbiasa, walau kadang kaget, menangis, menjerit dan berlari juga klo mereka menampakan bentuk yang aneh-aneh.
Tibalah hari ujian,
gue liat semua orang sibuk belajar, mereka mulai berkelompok untuk membahas soal-soal yang akan dihadapi besok.
cuma gue yang ga mendapatkan teman satupun untuk sekedar bertanya tentang pelajaran.
gue coba duduk disamping mereka, seakan mereka risih lalu menjauh pergi dari tempat gue duduk.
kadang hanya Ustad Aulia yang menemani gue, dia bener-bener menjalankan tugasnya sebagai pembimbing tanpa membedakan tiap santrinya.
biasanya setelah ustad menemani gue, anak-anak yang lain mendatangi dan merobek buku yang sudah gue tulis untuk ujian besok, dan mengancam akan memukul jika besok gue belajar sama ustad lagi, karena gue takut esoknya ketika ustad memanggil, gue selalu bilang “saya belajar sendiri aja tad” sambil tersenyum menutupi agar ustad tidak curiga.
Ujian telah berlalu, dan para santri mulai dijemput oleh orang tuanya, satu persatu mereka pulang, semakin hari semakin sepi, sisa gue dan beberapa anak yang belom dijemput oleh orang tua mereka.
Gue juga ga pernah ngeliat Ustad Aulia, semenjak seminggu yang lalu sebelum ujian berakhir.
Setelah seminggu kemudian, semuanya sudah tidak ada, mereka pulang kerumah masing-masing, dan disini tinggal gue sendirian.
gue cuma bisa duduk didepan kamar gue, sambil perhatiin keadaan pesantren yang semakin sepi. dari kejauhan gue liat Ustad Aulia datang.
“yoo, ngapain ngelamun begitu.? maaf ya ustad pulang ga sempet bilang sama kamu” sapanya sambil duduk disamping gue.
“iya tad gpp kok, aku udah biasa sendirian” jawab gue dingin.
“kamu belom ada yang jemput ya?” tanya ustad.
gue cuma menggelengkan kepala, ga tau kenapa rasanya pengen nangis waktu ustad nanya begitu.
“kamu mau ngelanjutin sekolah dipesantren yo?” tanyanya.
“aku ga tau tad, nanti yang bayar sekolah siapa?” tanya gue.
“sebenernya yang selama ini bayarin sekolah kamu, keluarga kamu” jelas ustad.
“tapi emang dia pesen ke ustad jangan dikasih tau kamu, biar kamu ga keganggu sekolahnya” jelasnya lagi
“maksud ustad? ibu yang bilang begitu” tanya gue mulai menangis.
“bukan ibu kamu, dia bilang kakaknya ibu kamu yo.”
Lalu ustad menjelaskan semuanya,
pantesan selama ini cuma ustad yang selalu perhatian ke gue, kadang ajak gue jajan, dan membelikan semua kebutuhan gue dipesantren, kadang dia juga menemani gue belajar, dan lain sebagainya, jadi selama ini untuk biaya sekolah dan kebutuhan gue diberikan oleh kakaknya ibu, dia juga bilang nanti akan berkunjung kepesantren gue.
“kamu yang sabar ya, jangan pernah kamu dendam, apalagi sama ibu kamu sendiri yo, ustad tau ga gampang tinggal sendirian disini, apalagi beberapa temen kamu pada jahil, tapi ustad tau kok kamu ini anak baik dan pintar lagi, jadi jangan sampe kamu ngerusak hidup kamu sendiri karena dendam ya, kamu harus terus berbakti sama ibu kamu, udah anak laki-laki ga boleh nangis” ucapnya, lalu dia mengusap rambut gue memberikan semangat, lalu dia berlalu masuk kekamarnya.
“Jadi selama ini kakaknya ibu yang biayain gue? ibu kemana? apa ibu meninggal? semoga aja ibu beneran mati jadi gue ga perlu liat dan mikirin dia lagi” ucap gue dalem hati.
udah beberapa hari berlalu, dan ga kunjung datang kakaknya ibu, udahlah mungkin itu cuma janji, seperti ibu berjanji akan berkunjung kesini, tapi sampe hari ini ibu ga pernah nepatin janjinya!.
sambil terus mengutuk ibu, pandangan gue terhenti kepada seseorang di ujung lapangan, gue liat ada kakek-kakak berdiri menatap kearah gue.
“itu siapa ya?” jawab gue dalem hati.
udah beberapa hari ini gue liat itu orang, kadang lewat depan kamar, kadang dia diseberang masjid, dan malem ini diujung lapangan, mukanya keliatan serem, dan dia terus menatap gue, biasanya sehabis bertemu dia, gue langsung menghindar dan menjauh dari dia, kali ini gue putusin buat masuk ke kamar dan tidur cepat malam ini.
malem ini rasanya gerah banget, gue coba tidur, tapi ga bisa-bisa rasanya kaya orang lagi gelisah, semakin gue coba untuk merem, semakin gue ga rasain ngantuk sama sekali.
akhirnya gue bangun dan duduk diujung kasur gue, sambil nyari buku yang bisa dipakai untuk mengipas, pandangan gue menyapu seluruh ruangan mencari sebuah buku.
Tiba-tiba pandangan gue terhenti kearah jendela kamar, gue liat ada kakek-kakek itu, yang tadi gue liat dilapangan.
gue perhatiin dia cuma diam menatap gue, sama sekali ga bergerak ataupun berbicara, dia cuma diam mematung.
Mukanya begitu seram dan lama-lama gue gemeteran ketakutan karna ditatap terus sama kakek itu.
“jangan takut nak” terdengar suara itu seperti berbicara sama gue.
gue perhatiin lagi sekitar kamar gue, ga ada siapa-siapa, gue liat juga kakek tersebut, dia cuma diam ga berbicara, “jadi itu suara siapa? tanya gue dalem hati.
“ini kakek yang bicara” kata suara itu lagi.
gue coba tutup telinga gue, coba hindari suara yang berbicara sama gue, sambil gue terus perhatikan kakek diluar jendela itu, gue liat dia ga ngomong sama sekali.
“percuma kamu tutup telinga kamu nak, kamu denger suara kakek bukan dari telinga, kamu denger dari hati kamu, karena kakek berbicara lewat hati kamu” jelasnya.
“ga mungkin, ga mungkin kakek ngomong lewat hati gue, kayanya bener kata yang lain, gue mulai gila” jawab gue dalem hati sambil memejamkan kedua mata gue, malem itu gue ketakutan karena denger suara aneh itu.
“yoo..?? aryoo..?? kamu kenapa..??” tanya ustad aulia memegang tangan gue.
“pergiiii.. pergiii sana.. jangan didalem hatii gue” jawab gue
“heyy buka matanya, ini ustad yoo, kamu kenapa? siapa didalem hati kamu sih??” ustad menggerakan badan gue agak kencang, gue pun membuka mata akhirnya, gue liat ustad aulia udh duduk disamping gue, dan gue liat kejendela kakek itu udah ga ada.
“kamu kenapa yoo?” tanya ustad penasaran.
“hehe gpp tad, hmm ustad tidur disini kan? tanya gue agak ketakutan.
“iya nih, oh iya nih buat kamu, ustad tau pasti kamu belom makan kan??” jawabnya sambil memberikan nasi goreng yang masih hangat buat gue.
“makasi ya tad..” jawab gue.
akhirnya gue makan, dan berhubung udah ada ustad, gue jadi agak berani buat makan, ga lupa gue perhatiin dijendela tempat kakek itu muncul.
Esok harinya seperti biasa gue cuma duduk aja didepan kamar, pindah kelapangan, pindah kemasjid, terus balik lagi kekamar gue. cuma itu aja kegiatan gue selama liburan ini.
setiap gue mikirin kakek dan ayah gue, ga lama kakek itu muncul entah dari mana, habis itu gue lari pindah ketempat yang jauh dari kakek itu.
“yo, itu ada yang nyariin kamu” sapa ustad ke gue.
“siapa tad?” jawab gue bingung.
“tuh dibawah pohon sebelah sana orangnya” jawab ustad aulia sambil menunjuk.
gue menengok dan melihat kearah pohon tersebut, ada seorang ibu dan anak laki-laki yang sedang melambaikan tangan kearah gue, “sini aryoo..” suara mereka itu memanggil.
“itu kakaknya ibu kamu yo” jelas ustad sambil membawa gue mendatangi ibu itu.
“udah gede banget ya kamu yoo” kata ibu tersebut sambil mengusap kepala dan berjongkok dihadapan gue.
“gimana kabar kamu disini?” tanyanya lagi, gue cuma diem ngeliat dia.
lalu dia berdiri kembali, “ustad makasi ya udah jaga aryo” ujarnya.
“iya bu, alhamdulillah aryo baik-baik aja disini, cuma kadang dia suka nangis klo inget keluarganya bu, yaudah saya tinggal ya bu, yoo jangan nakal ya” pesan ustad lalu meninggalkan kami.
“sini sayang ngobrol di sana aja” jawabnya mengajak gue dan anak laki-lakinya duduk dibangku taman.
setelah duduk, kamipun mengobrol sedikit tentang keadaan dan kegiatan sehari-hari gue dipesantren, gue cuma mengangguk ketika ditanya tanpa memberikan sedikit jawaban.
akhirnya gue beranikan diri bertanya, “trus ibu dimana wa? kok ga pernah kesini?
suasana langsung hening, uwa gue yang tadinya sering tersenyum sama gue, sekarang gue liat dia diam tidak terlihat senyumnya yang dari tadi dia berikan.
“sini sayang, kamu kangen ya sama ibu” tanyanya sambil menarik gue mendekat.
“aku ga kangen ibu..” jawab gue pelan, ga lama air mata gue mulai membasahi pipi gue.
ngeliat gue nangis, uwa gue langsung peluk gue.
“kamu ga boleh gitu yoo, ibu kangen juga loh sama kamu” jawabnya.
“aku nanya, ibu dimana wa” jawab gue mengulang pertanyaan tadi dengan nada bergetar menahan tangis.
“ibu kamu udah punya ayah lagi yo, dan ibu dilarang sama ayahnya buat jenguk kamu” uwa gue menjelaskan.
“ibu udah punya ayah lagi, wa? jawab gue gemeteran menahan menahan tangisan gue.
uwa gue ga jawab, dia cuma memeluk gue dengan kencang.
“mama, kenapa nangis?” tanya anak laki-lakinya ke uwa gue.
“mama ga nangis kok sayang, mama sedih liat aryo nangis” jawabnya.
“lepasin wa” pinta gue sambil menangis kesal mencoba melepaskan pelukan uwa gue
“kamu yang sabar ya, kamu harus kuat yo, udah sekarang ga usah mikirin ibu yah, ada uwa kok, kamu boleh panggil uwa mama juga, mama sayang sama kamu yo” jawab uwa gue sambil memeluk gue lebih erat.
“lepasin wa, aryo gpp kok, aryo ga butuh ibu juga, aryo ga sayang sama ibu” jawab gue sambil berontak dari pelukan uwa gue.
“ga boleh gitu, kamu punya mama sekarang, mama janji bakal sayang sama kamu, mama ga bakal pukul kamu kaya ibu kamu, mama janji”ucapnya, ga berasa airmatanya mulai membasahi baju gue.
akhirnya gue cuma bisa diam dan nangis sambil terus mengepalkan tangan gue, rasa benci yang gue rasain sungguh semakin membesar terhadap ibu, semakin gue inget wajah dan perlakuan ibu ke gue, semakin gue benci sama dia, “gue ga pernah berharap punya ibu kaya dia.” ucap gue dalam hati.
ga terasa udah 6 tahun gue hidup sendiri disana, semua duka dan kerinduan gue rasain sendiri, cuma dendam yang bikin gue bertahan sampe saat ini.
dengan umur yang begitu muda, gue harus dewasa sebelum waktunya, gue dipaksa buat harus terus berpikir apa dan bagaimana yang bakal terjadi nanti.
gue ga punya tempat buat mengadu setiap permasalahan yang gue hadapi, gue selalu menangis dan menahan semuanya seorang diri.
gue cemburu ketika santri yang lain dikunjungi kedua orang tuanya, gue liat kebahagiaan diwajahnya ketika dia berbicara dan bercanda dengan keluarganya.
ketika itu terjadi gue cuma bisa berlari kemasjid, gue cuma bisa duduk dipinggir masjid sambil menunggu dia yang ga pernah gue temui lagi.
entah kemana dia, anak kecil yang tersenyum dan melambaikan tangan waktu itu. dia hilang!
ditengah kesedihan, penderitaan dan kesepian yang gue rasakan, sekarang harus ditambah lagi dengan ketakutan.
gue ga pernah bisa bedain mana orang beneran dan mana yang bukan.
mereka selalu ada dimana-mana, kadang berkumpul dengan para santri, kadang bentuk mereka aneh, gue pernah ngeliat kakinya sebesar tubuh orang dewasa dan tidak terlihat badan dan wajahnya karena terlalu tinggi.
kadang sosok tinggi besar, sosok bayangan hitam,sosok berbulu, kadang mereka terluka lengkap dengan darah yang mengalir, kadang mereka tidak terlihat, tetapi mengeluarkan suara, seperti menangis, tertawa, menjerit, dan memanggil.
gue cuma bisa simpen semua rasa itu sendirian, lagi lagi gue sendirian, percuma gue cerita ke orang lain, mereka malah akan semakin menganggap gue gila!.
akhirnya gue selalu coba untuk menghindar, mau itu manusia ataupun bukan manusia.
akhirnya gue mulai terbiasa, walau kadang kaget, menangis, menjerit dan berlari juga klo mereka menampakan bentuk yang aneh-aneh.
Tibalah hari ujian,
gue liat semua orang sibuk belajar, mereka mulai berkelompok untuk membahas soal-soal yang akan dihadapi besok.
cuma gue yang ga mendapatkan teman satupun untuk sekedar bertanya tentang pelajaran.
gue coba duduk disamping mereka, seakan mereka risih lalu menjauh pergi dari tempat gue duduk.
kadang hanya Ustad Aulia yang menemani gue, dia bener-bener menjalankan tugasnya sebagai pembimbing tanpa membedakan tiap santrinya.
biasanya setelah ustad menemani gue, anak-anak yang lain mendatangi dan merobek buku yang sudah gue tulis untuk ujian besok, dan mengancam akan memukul jika besok gue belajar sama ustad lagi, karena gue takut esoknya ketika ustad memanggil, gue selalu bilang “saya belajar sendiri aja tad” sambil tersenyum menutupi agar ustad tidak curiga.
Ujian telah berlalu, dan para santri mulai dijemput oleh orang tuanya, satu persatu mereka pulang, semakin hari semakin sepi, sisa gue dan beberapa anak yang belom dijemput oleh orang tua mereka.
Gue juga ga pernah ngeliat Ustad Aulia, semenjak seminggu yang lalu sebelum ujian berakhir.
Setelah seminggu kemudian, semuanya sudah tidak ada, mereka pulang kerumah masing-masing, dan disini tinggal gue sendirian.
gue cuma bisa duduk didepan kamar gue, sambil perhatiin keadaan pesantren yang semakin sepi. dari kejauhan gue liat Ustad Aulia datang.
“yoo, ngapain ngelamun begitu.? maaf ya ustad pulang ga sempet bilang sama kamu” sapanya sambil duduk disamping gue.
“iya tad gpp kok, aku udah biasa sendirian” jawab gue dingin.
“kamu belom ada yang jemput ya?” tanya ustad.
gue cuma menggelengkan kepala, ga tau kenapa rasanya pengen nangis waktu ustad nanya begitu.
“kamu mau ngelanjutin sekolah dipesantren yo?” tanyanya.
“aku ga tau tad, nanti yang bayar sekolah siapa?” tanya gue.
“sebenernya yang selama ini bayarin sekolah kamu, keluarga kamu” jelas ustad.
“tapi emang dia pesen ke ustad jangan dikasih tau kamu, biar kamu ga keganggu sekolahnya” jelasnya lagi
“maksud ustad? ibu yang bilang begitu” tanya gue mulai menangis.
“bukan ibu kamu, dia bilang kakaknya ibu kamu yo.”
Lalu ustad menjelaskan semuanya,
pantesan selama ini cuma ustad yang selalu perhatian ke gue, kadang ajak gue jajan, dan membelikan semua kebutuhan gue dipesantren, kadang dia juga menemani gue belajar, dan lain sebagainya, jadi selama ini untuk biaya sekolah dan kebutuhan gue diberikan oleh kakaknya ibu, dia juga bilang nanti akan berkunjung kepesantren gue.
“kamu yang sabar ya, jangan pernah kamu dendam, apalagi sama ibu kamu sendiri yo, ustad tau ga gampang tinggal sendirian disini, apalagi beberapa temen kamu pada jahil, tapi ustad tau kok kamu ini anak baik dan pintar lagi, jadi jangan sampe kamu ngerusak hidup kamu sendiri karena dendam ya, kamu harus terus berbakti sama ibu kamu, udah anak laki-laki ga boleh nangis” ucapnya, lalu dia mengusap rambut gue memberikan semangat, lalu dia berlalu masuk kekamarnya.
“Jadi selama ini kakaknya ibu yang biayain gue? ibu kemana? apa ibu meninggal? semoga aja ibu beneran mati jadi gue ga perlu liat dan mikirin dia lagi” ucap gue dalem hati.
udah beberapa hari berlalu, dan ga kunjung datang kakaknya ibu, udahlah mungkin itu cuma janji, seperti ibu berjanji akan berkunjung kesini, tapi sampe hari ini ibu ga pernah nepatin janjinya!.
sambil terus mengutuk ibu, pandangan gue terhenti kepada seseorang di ujung lapangan, gue liat ada kakek-kakak berdiri menatap kearah gue.
“itu siapa ya?” jawab gue dalem hati.
udah beberapa hari ini gue liat itu orang, kadang lewat depan kamar, kadang dia diseberang masjid, dan malem ini diujung lapangan, mukanya keliatan serem, dan dia terus menatap gue, biasanya sehabis bertemu dia, gue langsung menghindar dan menjauh dari dia, kali ini gue putusin buat masuk ke kamar dan tidur cepat malam ini.
malem ini rasanya gerah banget, gue coba tidur, tapi ga bisa-bisa rasanya kaya orang lagi gelisah, semakin gue coba untuk merem, semakin gue ga rasain ngantuk sama sekali.
akhirnya gue bangun dan duduk diujung kasur gue, sambil nyari buku yang bisa dipakai untuk mengipas, pandangan gue menyapu seluruh ruangan mencari sebuah buku.
Tiba-tiba pandangan gue terhenti kearah jendela kamar, gue liat ada kakek-kakek itu, yang tadi gue liat dilapangan.
gue perhatiin dia cuma diam menatap gue, sama sekali ga bergerak ataupun berbicara, dia cuma diam mematung.
Mukanya begitu seram dan lama-lama gue gemeteran ketakutan karna ditatap terus sama kakek itu.
“jangan takut nak” terdengar suara itu seperti berbicara sama gue.
gue perhatiin lagi sekitar kamar gue, ga ada siapa-siapa, gue liat juga kakek tersebut, dia cuma diam ga berbicara, “jadi itu suara siapa? tanya gue dalem hati.
“ini kakek yang bicara” kata suara itu lagi.
gue coba tutup telinga gue, coba hindari suara yang berbicara sama gue, sambil gue terus perhatikan kakek diluar jendela itu, gue liat dia ga ngomong sama sekali.
“percuma kamu tutup telinga kamu nak, kamu denger suara kakek bukan dari telinga, kamu denger dari hati kamu, karena kakek berbicara lewat hati kamu” jelasnya.
“ga mungkin, ga mungkin kakek ngomong lewat hati gue, kayanya bener kata yang lain, gue mulai gila” jawab gue dalem hati sambil memejamkan kedua mata gue, malem itu gue ketakutan karena denger suara aneh itu.
“yoo..?? aryoo..?? kamu kenapa..??” tanya ustad aulia memegang tangan gue.
“pergiiii.. pergiii sana.. jangan didalem hatii gue” jawab gue
“heyy buka matanya, ini ustad yoo, kamu kenapa? siapa didalem hati kamu sih??” ustad menggerakan badan gue agak kencang, gue pun membuka mata akhirnya, gue liat ustad aulia udh duduk disamping gue, dan gue liat kejendela kakek itu udah ga ada.
“kamu kenapa yoo?” tanya ustad penasaran.
“hehe gpp tad, hmm ustad tidur disini kan? tanya gue agak ketakutan.
“iya nih, oh iya nih buat kamu, ustad tau pasti kamu belom makan kan??” jawabnya sambil memberikan nasi goreng yang masih hangat buat gue.
“makasi ya tad..” jawab gue.
akhirnya gue makan, dan berhubung udah ada ustad, gue jadi agak berani buat makan, ga lupa gue perhatiin dijendela tempat kakek itu muncul.
Esok harinya seperti biasa gue cuma duduk aja didepan kamar, pindah kelapangan, pindah kemasjid, terus balik lagi kekamar gue. cuma itu aja kegiatan gue selama liburan ini.
setiap gue mikirin kakek dan ayah gue, ga lama kakek itu muncul entah dari mana, habis itu gue lari pindah ketempat yang jauh dari kakek itu.
“yo, itu ada yang nyariin kamu” sapa ustad ke gue.
“siapa tad?” jawab gue bingung.
“tuh dibawah pohon sebelah sana orangnya” jawab ustad aulia sambil menunjuk.
gue menengok dan melihat kearah pohon tersebut, ada seorang ibu dan anak laki-laki yang sedang melambaikan tangan kearah gue, “sini aryoo..” suara mereka itu memanggil.
Spoiler for Ilustrasi:

Hati yang Terluka
“itu kakaknya ibu kamu yo” jelas ustad sambil membawa gue mendatangi ibu itu.
“udah gede banget ya kamu yoo” kata ibu tersebut sambil mengusap kepala dan berjongkok dihadapan gue.
“gimana kabar kamu disini?” tanyanya lagi, gue cuma diem ngeliat dia.
lalu dia berdiri kembali, “ustad makasi ya udah jaga aryo” ujarnya.
“iya bu, alhamdulillah aryo baik-baik aja disini, cuma kadang dia suka nangis klo inget keluarganya bu, yaudah saya tinggal ya bu, yoo jangan nakal ya” pesan ustad lalu meninggalkan kami.
“sini sayang ngobrol di sana aja” jawabnya mengajak gue dan anak laki-lakinya duduk dibangku taman.
setelah duduk, kamipun mengobrol sedikit tentang keadaan dan kegiatan sehari-hari gue dipesantren, gue cuma mengangguk ketika ditanya tanpa memberikan sedikit jawaban.
akhirnya gue beranikan diri bertanya, “trus ibu dimana wa? kok ga pernah kesini?
suasana langsung hening, uwa gue yang tadinya sering tersenyum sama gue, sekarang gue liat dia diam tidak terlihat senyumnya yang dari tadi dia berikan.
“sini sayang, kamu kangen ya sama ibu” tanyanya sambil menarik gue mendekat.
“aku ga kangen ibu..” jawab gue pelan, ga lama air mata gue mulai membasahi pipi gue.
ngeliat gue nangis, uwa gue langsung peluk gue.
“kamu ga boleh gitu yoo, ibu kangen juga loh sama kamu” jawabnya.
“aku nanya, ibu dimana wa” jawab gue mengulang pertanyaan tadi dengan nada bergetar menahan tangis.
“ibu kamu udah punya ayah lagi yo, dan ibu dilarang sama ayahnya buat jenguk kamu” uwa gue menjelaskan.
“ibu udah punya ayah lagi, wa? jawab gue gemeteran menahan menahan tangisan gue.
uwa gue ga jawab, dia cuma memeluk gue dengan kencang.
“mama, kenapa nangis?” tanya anak laki-lakinya ke uwa gue.
“mama ga nangis kok sayang, mama sedih liat aryo nangis” jawabnya.
“lepasin wa” pinta gue sambil menangis kesal mencoba melepaskan pelukan uwa gue
“kamu yang sabar ya, kamu harus kuat yo, udah sekarang ga usah mikirin ibu yah, ada uwa kok, kamu boleh panggil uwa mama juga, mama sayang sama kamu yo” jawab uwa gue sambil memeluk gue lebih erat.
“lepasin wa, aryo gpp kok, aryo ga butuh ibu juga, aryo ga sayang sama ibu” jawab gue sambil berontak dari pelukan uwa gue.
“ga boleh gitu, kamu punya mama sekarang, mama janji bakal sayang sama kamu, mama ga bakal pukul kamu kaya ibu kamu, mama janji”ucapnya, ga berasa airmatanya mulai membasahi baju gue.
akhirnya gue cuma bisa diam dan nangis sambil terus mengepalkan tangan gue, rasa benci yang gue rasain sungguh semakin membesar terhadap ibu, semakin gue inget wajah dan perlakuan ibu ke gue, semakin gue benci sama dia, “gue ga pernah berharap punya ibu kaya dia.” ucap gue dalam hati.
Bersambung..

Diubah oleh princebanditt 25-05-2020 01:24
itkgid dan 36 lainnya memberi reputasi
37
Kutip
Balas
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/11/2657924_202005111152490556.png)
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/12/2657924_202005121201040685.png)
![HORROR [Real Story] Ketika Tangisan Ibuku, Menjadi Kematian Mereka](https://s.kaskus.id/images/2020/05/12/2657924_202005120130320424.png)