Kaskus

Story

abangruliAvatar border
TS
abangruli
[cinta. horror. roman] - The Second
[cinta. horror. roman] - The Second
 “Kamu tidak perlu memilih dia atau aku. 

Pilih dia saja.

Tak perlu kamu khawatirkan aku.

Aku cuma minta satu hal. 


Maukah kamu sebut namaku dalam doa-doamu?” 


***

Chapter 1 – Awal Kisah
 
Pukul 01.34 dini hari. Aku sendirian di kamar. Duduk tegak lurus dengan pandangan penuh ke layar laptop. Jemari kubiarkan menari di keyboard, mengetik setiap detik kisah hidup yang aku alami. Tentu saja nama-namanya aku pilih yang lebih keren, kota tempat kejadian aku geser beberapa ratus kilometer dari aslinya dan penggambaran para tokoh aku percantik dan perganteng sekian persen.  Seolah menjadi kisah fiksi. Padahal tidak. Hanya saja aku tak ingin mereka tahu bahwa itu kisah asli.
 
 Jemariku terus mengetik hingga  mendadak aku merasa dingin. Tercium wangi yang khas.
Aha. Dia sudah datang.

“Hai apa kabar..” tanyaku sambil terus menatap layar. Tak perlu menengok agar aku tak tebuai dalam keindahan yang memabukkan. Tapi dari bayang-bayang yang memantul di layar, bisa terlihat siluetnya yang menarik. Suara lembut menjawab terdengar seolah tepat disampingku, padahal dia masih dibelakang, “kangen kamu..”
 
Tanpa sadar aku tersenyum. Entah dari siapa mahluk itu belajar merayu orang. Teringat beberapa bulan lalu saat dia pertama kali menyapa aku.

***
 
“Hai..” suara lembut seorang wanita dari belakang. Aku kaget dan segera menoleh. Terlihat seorang gadis menatap mataku dengan ceria. Senyumnya mengembang sempurna memamerkan deretan giginya yang rapi. Kulitnya putih, tubuhnya wangi. Rambutnya lurus sepundak khas remaja yang energik, yang tak ingin gerak geriknya terganggu oleh rambut panjang. Poninya yang aduhai, yang bikin aku terpesona sekian detik menatapnya. Aku memang sangat mudah jatuh cinta pada poni yang menghias kening seorang gadis. Membuat ia terlihat lebih feminin. Bajunya pun casual, kaos pink sedikit ketat  dengan celana jeans yang pas di kaki jenjangnya. Sepatu kets warna pink menghiasi ujungnya.

 
 Indah.
 Harusnya moment tersebut menjadi moment yang sangat indah. Sayang, keindahan tersebut agak ternoda dengan waktu dan lokasi pertemuan yang tidak tepat. Aku melihat angka digital pada pergelangan tangan.
Pukul 01.20 di pinggir kompleks.
Komplek perumahan? Sayangnya bukan. Aku sedang berjalan melewati komplek pemakaman. Dengan tergesa-gesa karena tak ingin mengganggu keheningan kompleks tersebut. Ini terjadi karena aku harus lembur, pulang malam, sialnya mobilku mogok kehabisan bensin 1 kilometer dari rumah. Panggil ojek online gak bisa gegara handphone yang mati. Terpaksa jalan toh hanya 1 kilometer. Hanya saja aku memang harus melewati pemakaman untuk mencapai rumah. Ya sudah daripada tidur di mobil aku pun memutuskan untuk jalan. Bertekad setengah berlari saat melewati kuburan.
 
Tapi kini aku dapati bukannya berjalan terburu-buru seperti rencana awal, aku malah sedang mematung memandang seorang gadis. Gadis yang indah tapi di waktu dan background lokasi yang salah.
 
“Kami jin ya?” aku bertanya sambil tertawa. Berharap ia tertawa dan menggeleng.
Tapi ia hanya tertawa. Renyah. Tawa yang bikin lega, karena jauh dari kesan menakutkan. Masa sih kuntilanak ketawanya bikin gemes gitu.
“Kamu tinggal dimana sih, kok jam segini masih disini..” tanyaku. Pertanyaan bodoh  yang seharusnya tak pernah aku lontarkan.
“Aku tinggal disini” jawabnya sambil tersenyum.
Anjay! Aku terdiam, seketika aku bisa merasakan rona hangat dari wajahku seperti terhisap habis dan menyisakan pucat pasi yang luar biasa, “ka.. kamu becanda?”
 
Ayo mengangguklah! Angguklah!
Sayang seribu sayang, bukannya mengangguk ia malah mengegeleng. Sambil terus tersenyum ia berkata “aku gak becanda, aku memang tinggal disini...”
Seolah belum puas melihat kengerianku, ia perjelas dimana ia tinggal, “itu di pohon kamboja sebelah sana”
 
Sungguh ingin rasanya kutempeleng bocah kurang ajar itu, seenaknya bikin air pipisku mendadak ingin keluar. Walaupun cantik tapi kalau bikin aku kencing dicelana harus diberi pelajaran. Tapi jangankan menampar, menggerakkan tangan saja aku gagal, “ini prank ya?”
 
“kalau prank aku pasti pakai kostum pocong atau suster ngesot atau apalah yang serem-serem..” ia terdiam sebentar, seolah sedang berpikir, “atau kamu mau lihat aku berubah pakai kostum itu?”
 
Aku terdiam bagai lumpuh. Lututku lemas, lidahku kelu.
 
“Gak lah, aku gak mau kamu takut. Aku begini karena aku tahu selera kamu. Aku tahu kamu suka cewek berponi, aku tahu kamu suka cewek casual, aku tahu kamu suka cewek yang ceria. Karena itu aku menjadi seperti ini...karena aku...”
 
Terdiam sejenak, “karena aku suka kamu..” jawabnya dengan mata yang luar biasa indah.
 
Aku ternganga. Aku pasti mimpi. Berdiri mematung di pinggir kuburan dengan sesosok mahluk entah apa yang sedang menyatakan cinta padaku. Ini pasti mimpi.
Mimpi romantis yang sayangnya bergenre horror.
Akhirnya aku merasakan kehangatan dipangkal celanaku. Anjay!
 
[bersambung]

INDEX
Chapter 2 - Pingsan
Chapter 3 - Rumah Sakit
Chapter 4 - Namaku Danang
Chapter 5 - Namanya Rhea
Chapter 6 - Maudy dan 'Maudy'
Chapter 7 - The Second
Chapter 8 - Konser
Chapter 9 - Bertemu Wulan
Chapter 10 - Rumah Sakit (Lagi)
Chapter 11 - Aku dan Rhea dan Satunya Lagi
Chapter 12 - Menggapai Dirinya
Chapter 13 - Dinner with Rhea
Chapter 14 - Wulan versus Rhea Featuring Vania
Chapter 15 - ..........................
Chapter 16 - Rindu
Chapter 17 - Semakin Rindu
Chapter 18 - Melepas Rindu
Chapter 19 - Maafkan Aku lah Bang!
Chapter 20 - Menusuk Tepat di Hati
Chapter 21 - Seribu Alasan Satu Jawaban
Chapter 22 - Belajar Mencintai
Chapter 23 - Would You?
Chapter 24 - The Show Must Go On
Chapter 25 - Tragedi
Chapter 26 - Mimpi
Chapter 27 - Arti Cinta
Chapter 28 - Sad Session
Chapter 29 - Stories of My Life
Chapter 30 - Dua Puluh Tahun Lalu
Chapter 31 - Who Are You?
Chapter 32 - Mya dan Temannya
Chapter 33 - Tok Tok Tok!
Chapter 34 - Menjelang Pertemuan
Chapter 35 - Wajah Itu
Chapter 36 - Pending
Chapter 37 - Dinner for Three
Chapter 38 - Bla Bla Bla
Chapter 39 - Little Heart
Chapter 40 - This Will Be a Long Nite
Chapter 41 - Story from My Side
Chapter 42 - Story from Vania's Side
Chapter 43 - Deja Vu
Chapter 44 - Permintaan Terakhir
Chapter 45 - One Last Dance
Bonus - Behind The Story [Road to Final Chapter]
Chapter 46 - Reality
Chapter 47 - No More Mr. Nice Guy
Chapter 48 - Shocking Reality

Session 2 - The Second - The Killing Rain
Klik dimari bro untuk lanjut ke Session 2

Enjoy the stories gaesss..
Jangan lupa cendol, subcribe dan shareee yaaaaa...

Ruli Amirullah
Diubah oleh abangruli 21-07-2024 16:25
arkana074Avatar border
yuri2629Avatar border
pulaukapokAvatar border
pulaukapok dan 89 lainnya memberi reputasi
88
52.4K
945
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
abangruliAvatar border
TS
abangruli
#376
Chapter 48 – Shocking Reality

Mya berlutut di dekat tubuh Rhea, mengamati dengan seksama wajah Rhea.
Setelah beberapa detik memandang Rhea, perlahan wajah Mya mendongak ke arahku. Mataya terlihat basah yang amat. Seolah bendungan yang siap untuk runtuh menumpahkan seluruh airnya.

“Aku ingat.. aku ingat apa yang dikatakan para mahluk cahaya itu...”

“Apa yang mereka katakan?” tanyaku penasaran

“Sebenarnya bukan mereka yang memulai, tapi aku duluan yang berkata... tadi aku melihat gerak bibirku saat mereka sudah begitu dekat denganku..”

“Kamu? Kamu bilang apa?”

“Aku bilang kepada mereka, terima kasih sudah kembali mempertemukan aku dengan kamu...”

“Lho.. maksud kamu apa? Kembali mempertemukan kita?” bingung atas jawaban Mya

Mya bangun dan berdiri dihadapanku, “bisa kita kembali dulu ke restoran?” katanya sambil memandang sekeliling. Karena aku sedang bingung, maka dunia sekitarku gelap gak jelas. Bukan malam bukan pula siang. Hanya gelap semata dan suasana ini gak enak untuk bicara serius.

Aku mengangguk dan membuka mata lahirku. Dalam sekejab kami sudah kembali ke restoran. Mya juga sudah membuka matanya. Kami lepas genggaman tangan kami, “Maksud kamu apa?”

“Aku paham semuanya sekarang.. aku ingat semuanya...” jawab Mya, tidak nyambung dengan apa yang aku tanya. Dan bagiku jawaban yang ga nyambung itu mengesalkan sekali.

“Aku yang sekarang gak paham. Ayo jelaskan..“ desakku

“Mas Danang.. mas inget gak, dulu kita pernah ketemu..?”

“Iyalah.. aku inget banget makanya aku jadiin novel kisah kita...” jawabku. Pertanyaan macam apa itu? gak bermutu.

“Bukan... bukan pertemuan itu.. bukan saat aku menyapa mas di kuburan..” geleng Mya dengan cepat

Lha? Pertemuan yang mana lagi? Sepertinya mulai mabuk nih cewek, “lantas, kapan? Aku ga ngerti..”

“Dulu. Jauh sebelum itu. Mas dan aku pernah juga bertemu... bahkan kita adalah..” Mya terdiam sejenak mungkin karena memikirkan kata yang tepat, tapi keheningan ini bagiku seperti Mya dengan sengaja sedang menanam kentang dan menikmati kegelisahanku.

Tapi entah mengapa kali ini aku tak lagi marah. Aku hanya bisa diam seribu bahasa, bahkan mungkin jutaan bahasa. Bingung.

“Kita dulu adalah sepasang kekasih...Kamu dan aku dulu adalah...”

Aku terkejut sekaligus hening. Tak ingin membayangkan lanjutannya, perasaanku mendadak gak enak. Pernah menjadi sepasang kekasih?

“Mas... kita dulu sama-sama energi.. atau jin kalau mas Danang bilang. Mas Danang adalah jin, kekasihku, pasanganku..”

Hah?!!?!
What the ***!
Damn!
Anjriiit!

Aku ternganga, “Gila.. ini gila! Kamu kesurupan ya?!”

Mya tertawa getir, “Beneran mas.. mas inget dulu pernah tanya kenapa aku tergila-gila ama mas? Mas inget dulu aku pun tak pernah mau menjawab dengan gamblang, selalu muter, selalu dengan jawaban diplomatis..”

Aku tak menjawab, tapi aku memang ingat. Dan sepertinya Mya juga tahu kalau aku ingat

“Nah.. itu karena kita pernah menjadi sepasang kekasih. Karena dulu pun kita pernah hidup satu alam.. dulu kita energy yang sama mas.. saya Sekar dan mas..... percaya gak, nama mas saat itu adalah Hamid. Mas telah memilih nama samaran yang sebenarnya adalah nama asli mas Danang. Aku saat itu tak mungkin menjawab jujur apa adanya, aku harus merahasiakan hal itu..”. ujar Mya panjang lebar, “Ajaib ya bagaimana semesta bekerja, Mas Danang memilih nama samaran Hamid.. padahal it;s your real name..”

Speechless.Mendengar penjelasan Mya aku malah makin gak jelas. Aku beneran bingung mau jawab apa, aku kini merasa krisis identitas. Mendapat informasi bahwa dulu aku adalah jin benar-benar menghancurkan seluruh kewarasanku.

Belum sempat aku kembali waras, Mya melanjutkan celotehannya, “Jadi.. aku akan menjawab Iya! Atas lamaran mas Danang, aku akan menjawab iya! Lamarlah aku, aku akan langsung menerima! Kita dulu sepasang kekasih, selama ratusan tahun, maka sekarang aku ingin kembali bersatu. Tak mungkin lah aku menolak lamaran kekasihku sendiri...”

Ebused. Sekarang aku yang merasa tersudutkan. Ini aneh, absurd! Wait.. “tunggu dulu Mya, kita skip dulu masalah lamaran. Sekarang aku masih bingung dengan yang tadi kamu ceritakan. Aku jin??”

Mya terkekeh, kini ia yang mendomasi keadaan, “Hehe.. iya, tapi itu dulu kok mas.. dulu mas adalah jin, sekarang mas adalah manusia. Begitu pula aku, aku dulu adalah energy, jin, dan sekarang aku sudah sama juga dengan mas Danang.. aku manusia. Aku menyusul mas Danang menjadi manusia...”

Ini benar-benar gila pikirku dengan pandangan nanar.

“Kaget ya mas.. ?”

Pertanyaan Mya sama dengan pertanyaan saat melihat orang jatuh dan kita bertanya – jatuh ya mas? -- ,”Iyalah... aku... gak nyangka. Apa semua jin berubah wujud jadi manusia?”

“Gak lah Mas.. bahkan sebelumnya aku belum pernah kenal dengan jin yang berubah wujud jadi manusia. Mati ya mati, selesai. Game over. Baru pada mas Danang aku melihatnya. Awalnya aku juga gak tahu kalau mas Danang adalah kang Hamid. Tapi setelah lama mengamati mas Danang, aku mulai curiga kalau mas Danang itu ya Kang Hamid. Bahkan setelah mas Danang mulai ngajak aku mengarungi mimpi-mimpi mas Danang, aku yakin 100% bahwa memang Mas Danang itu adalah kang Hamid...”

“Kenapa?”

“Kang Hamid dulu pun punya kemampuan seperti itu. Penguasa mimpi, Kreator Ilusi. Aku.. aku belajar menciptakan ilusi dari Kang Hamid...”

Aku pusing mendengarnya, “Lantas kenapa kamu juga bisa jadi manusia?”

“Entahlah aku juga bingung, seingatku para mahluk cahaya itu memang bukan sang pencabut nyawa. Saat itu mereka memberi tahu aku untuk siap-siap, karena sesaat lagi aku akan pindah alam. aku pikir pindah alam itu mati.. tapi sepertinya bukan itu maksud mereka.. aku tidak mati, tapi aku dilahirkan menjadi manusia.. tapi kalau yang itu aku juga masih samar-samar ingat mas. Yaa.. kurang lebihnya seperti itulah..”

“Terus... apa hubunganku dengan Wulan?”

“Owh setan kegatelan itu? Dari dulu dia emang pelakor mas. Haha..mas pikir pelakor Cuma ada di kehidupan manusia? Di jin juga banyak mas.. Wulan itu mau merebut Kang Hamid dari pelukanku. Saat dia tahu aku menemukan kang Hamid yang berubah wujud jadi mas Danang, dia pun mulai mendekati mas lagi. Mau merebut mas lagi.. untung berhasil aku bunuh..”

Macam drama korea saja pikirku. Tapi aku masih pusing dengan semua ini. Fakta aku adalah jin, eh maksudnya pernah hidup sebagai jin, sungguh mengguncang nalar, “aku masih bingung, masih gak percaya..”

“Kenapa mas? Kalau mas percaya aku dulunya adalah Rhea, seorang jin, maka seharusnya mudah juga bagi mas untuk membayangkan bahwa mas pun dulunya jin..”

Anjrit. Menohok sekali argumennya, “Tapi... kenapa aku sama sekali gak inget ya? kalau kamu kan diberi petunjuk melalui mimpi.. kalau aku ga ada sama sekali..”

“Entahlah.. tapi apa itu masih penting mas? Kadang sepertinya kita lebih baik tidak perlalu banyak tahu akan suatu hal. Jalani saja hidup yang ada di hadapan kita. Tak perlu banyak tanya, tak perlu banyak protes..” jawab Mya. Persis Rhea kalau lagi kedatengan bijaknya, “Kadang terlalu banyak tahu justru akan menyiksa kita..”

Aku menghela nafas panjang.

“Mas,,, eh kang, eh mas.. eh enaknya aku panggil siapa ya...” tanya Mya bingung. Aku gak terlalu minat menjawab. Gak penting siapa dia panggil aku, wong aku sekarang masih mumet. Jangankan Mya, aku aja sekarang bingung tentang siapa diriku.

“Terserah kamu aja lah... “ jawabku lesu

“Aku panggil mas Danang aja deh.. biar sama kayak di mimpi-mimpiku..” jawabnya ceria, “dan mas Danang silahkan panggil aku Rhea...”

Tau aja dia aku lebih senang dengan nama Rhea, pikirku dalam hati. Aku masih belum pulih, masih diam terpana.

“Mas... halooo...” tangan Mya melambai-lambai dihadapan muka, “jangan bengong mulu dong... ntar kesamber arwah Wulan lho.. hihi..”

Anjrit. Pake bawa-bawa Wulan segala.

“Udah lah mas.. gak penting siapa mas dulunya, yang penting siapa mas sekarang.. Mas Danang, penulis best seller...” celoteh Mya dengan lucunya, “seorang duda keren yang siap melamar seorang gadis cantik yang beda usianya hingga 20 tahun... hahaha.... bukankah itu suatu kenyataan yang menyenangkan? Kenapa sekarang mas gundah gulana? Harusnya aku yang pusing dapet lamaran dari om-om..”

Nih cewek beneran Rhea, hanya Rhea yang suka usil seperti itu. Mendengar candanya aku tersihir untuk tersenyum, “Rhea... Rhea.. kamu ga berubah ya dari dulu..”

“Udah gak usah ngerayu lagi.. ayo cepet lamar aku! Sebelum tutup ini restoran... “

Buyar sudah lamaran romantisku, “Ini jadi gak romantis lagi...”

“Mas Danang ku... udah gak jaman lagi romantis-romantisan.. inget usia mas udah uzur.. keburu game over ntar.. udahlah keluarin cincinnya, kan udah dapet restu dari kakak Vania...”

Ini anak minta dijitak kayaknya, “enak aja udah mau game over! Gak sopan kamu..”

Mya tergelak, “iya mas aku terima... aku terima lamaran mas..”

“Belum woooy!!!” desisku sebal, aku masih sibuk merogoh saku untuk mengambil cincin dia malah udah kecentilan menerima lamaranku. Sinting emang, “perpindahan dari jin ke manusia sedikit menggoncang otak kamu ya?”

Aku menemukan cincin nikahku dengan Vania. Andai bukan Vania yang meminta, aku mungkin akan meletakkan cincin itu di suatu kotak khusus. Tapi ini permintaan Vania sendiri, “Ehem...ehem..” aku sedikit mengkalibrasi suaraku agar stabil, tangan kiriku meraih jemari gadis dihadapanku, “Rhea... mau kah kamu menikah denganku?”

Mya.. eh,, Rhea terdiam sambil tersenyum manis luar biasa. Matanya terlihat ceria menatapku. Ternyata dia tak langsung menjawab, selama beberapa detik hanya matanya yang berbicara padaku. Mendadak aku melihat perubahan dari pandangannya. Bermula dari usil, ceria kemudian perlahan senang seperti anak kecil dapat mainan baru dan kini mulai berubah menjadi haru. Bola matanya yang bening kini tampak basah. Jemarinya menggenggam erat tanganku. Ah aku jadi ikutan terharu melihatnya

“Kenapa mas? Kenapa aku harus menerima lamaran mas?” tanyanya.

Ini mahluk kadar ceweknya emang 110% kayaknya. Tadi dia yang kecentilan minta buruan dilamar sekarang udah aku lamar malah ngajak muter-muter. Pantaslah tercipta ungkapan jinak-jinak merpati, terpikir kalimat malu-malu kucing. Tapi biarlah, toh aku pecinta merpati, aku pecinta kucing. Jadi aku siap-siap aja meladeni manjanya Rhea, “Karena aku mau kamu jadi ibu dari anak-anakku, aku mau kamu jadi koki buat keluarga kita, aku pengen kamu bersandar di bahuku sambil menikmati matahari terbenam..”

Tumpah sudah derai air mata Rhea mendengar apa yang aku ucapkan. Alasan penolakan yang dulu ia lontarkan untuk jauh dariku kini aku jadikan untuk menyatukan cinta kami. Serangan balik yang cantik sekali.

Rhea mengangguk, “Iya.. iya aku mau.. tapi ini baru diantara kita berdua aja ya.. nanti kamu harus melamar resmi ke orang tuaku...” jawabnya ditengah-tengah tangis yang ia tahan

“Iyalah... pasti. Emangnya aku kucing garong maen boyong kucing betina..” jawabku sambil tertawa,” sini aku masukin cincinnya...”

Rhea pasrah saja saat aku meraih tangan kirinya dan memasukkan cincin ke jari manisnya, “mulai sekarang kamu gak boleh kecentilan lho ama cowok laen..”

Mata Rhea masih basah sambil memandang cincin di jarinya. Ia mengangguk atas apa yang aku utarakan tadi. Aku baru saja hendak mengatakan sesuatu yang lain ketika tiba-tiba kilatan-kilatan cahaya blits menyala dari samping kami. Aku kaget dan menoleh ke kanan. Kudapati sosok Emon sedang mengambil gambar dengan ponselnya.

“Aaaaiiiiiihhh..... gila yeey.... yey ngelamar anak orang?? Ohemjiiii......” jerit Emon sambil bergaya kaget. Tangannya menutup mulutnya yang ternganga. Orang-orang yang hadir kini jadi ikut memandang kami berdua gara-gara Emon.

Anjriiiiit! Ketauan Emon! Aku segera bangkit dan melangkah cepat ke arah Emon, “Wooy! Sini lu.. jangan direkam gila lu ya...!!”

Emon balik badan dan kabur. Ingin rasanya aku lari mengejar. Tapi aku urungkan karena gak mau terlihat aneh. Ntar disangka lagi syuting film komedi. Biarlah urusan Emon nanti saja aku urus. Lagian tiket pulangnya belum aku kasih, nanti aku ancam aja dia gak bakalan pulang ke Indonesia kalau sampe nyebarin berita ini ke publik. Aku kembali ke meja dan duduk. Rhea tampak senang melihat itu semua. Senyumnya sangat sumringah

“Sejak kapan dia ada disana?” tanyaku sambil sedikit terengah-engah. Walaupun tadi gak jadi ngejar Emon tapi tampaknya nafasku memang sudah pendek. Faktor usia kayaknya

“Gak tau mas.. hihi... Emon lucu yaa..”

“Lucu dari Hongkong! Eh Rhea.. jadi gimana.. kamu resmi ya jadi calon istriku..”

“Iya mas Danangku..”jawabnya dengan manis.

Aku juga tersenyum. Ini bakalan jadi cerita yang seru kalo aku tulis, walau bagian aku pernah jadi jin mungkin aku hllangkan. Aku gak mau novel keduaku jadi cerita aneh. Haha..

“Mas Danang...” panggil Rhea

“Iya?” jawabku sambil senyum-senyum gila. Otakku lagi memikirkan novel kedua tentang kembali Rhea setelah mati. Ia menyorongkan kertas kecil. Apa ini?

“Sesuai yang pernah aku tulis di kaca.... “ katanya

Aku membaca tulisannya, sama persis dengan yang pernah ia tulis di hembusan kaca di kamarku sesaat setelah ia berhasil memenangkan taruhan denganku

Aku
Untukmu
Selalu
Selamanya
...
Rhea
The Second


“Ternyata aku memang milikmu ya selamanya... dari dulu, sekarang dan juga nanti...” katanya lagi

Aku tersenyum sekaligus meleleh mendengar rayuannya.
My dream comes true..

Tamat
[End of Session One]

Note from Author:
Yeaaaah.. akhirnya selesai juga session 1. Beneran waktu mulai nulis cerita ini gue gak nyangka bisa jadi sepanjang gini ceritanya. hehe.. udah yaa.. udah gak ada kentang lagi antara kamu dan aku. semua udah gue buka di akhir sesi ini.. makasi yaa udah mau baca dari awal sampe akhir.. kalo boleh tauu. .absen dong siapa-siapa aja sih yang udah hadir di trit ini.. kan gue pengen tau kamu semuaaa... okeeeh.. Once again thank a lot ya gaeees!

Tapiiii.....
bagi yang doyan kentang, boleh deh di intip spoiler dibawah ini.. hihihi...

Spoiler for Cuplikan cerita di Session 2 - WARNING : Ini ada kentang lagi lho! Yakin masih mau kentang??:
diditper
kedubes
namakuve
namakuve dan 28 lainnya memberi reputasi
29
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.