- Beranda
- Stories from the Heart
(A Thriller, Horror Story) E MINOR
...
TS
dwyzello
(A Thriller, Horror Story) E MINOR
Alert 21+
Cerita ini bermuatan dewasa dan ada unsur kekerasan di dalamnya.
Mohon untuk yang di bawah umur agar tidak diperkenankan membacanya.
Happy reading ya gansist!❤

"Krieeeeeeeet ..."
Pintu bercat warna putih yang hampir memudar itu, terbuka sedikit demi sedikit. Aku pun menyadari akan ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan ini. Segera kusembunyikan tubuhku diantara satu set drum yang terletak di sudut ruangan ini. Tidak boleh ada yang tahu bahwa aku bersembunyi di dalam sini.
Suara derap kaki semakin lantang terdengar ke telingaku, aku segera menyamankan posisi dudukku, agar aku tak membuat suara berisik yang dapat membuyarkan persembunyianku.
Seorang gadis berseragam sekolah dengan postur tubuh sintal, tampak masuk membawa sebuah gitar akustik. Ia terlihat memandangi sekeliling ruangan, lalu memeriksa layar handphonemiliknya. Aku pun berusaha menundukkan kepalaku lebih rendah agar tak terlihat olehnya, lalu melebarkan pandanganku dan menjarahi segala gerak - gerik dan penampilan gadis itu.
"Hmmm, lumayan cantik sih, badannya juga bagus... tapi menurutku tetap akulah yang lebih cantik darinya," gumamku dalam hati.
"Dia kesini mau ngapain sih? Ini kan waktu berduaku dengan Pak Bastian," gerutuku lagi.
Tak lama aku menggerutui si gadis asing itu, sayup - sayup terdengar langkah kaki lain yang berjalan masuk ke dalam ruangan ini.
"Wah, Manda, sudah datang rupanya!" seru sebuah suara yang tak asing sekali di telingaku. Detak jantungku seketika berdenyut keras sekali, lantas kupastikan benar - benar siapa lelaki itu.
Jangan - jangan itu suara Pak Bastian? Semoga ... semoga bukan.
"Ah, saya juga baru datang kok, Pak, hehehe," ujar gadis yang kudengar bernama Manda itu. Wajahnya terlihat merona dan malu - malu.
"Manda, sudah siap les gitarnya? Kita mulai saja ya, takutnya keburu sore."
Les gitar? Berdua saja?
Entah kenapa hatiku terasa ngilu meskipun aku belum memastikan siapa gerangan lelaki itu.
Sosok pria itu pun beringsut di depan sang gadis. Postur tinggi nan atletis, dengan balutan kemeja berwarna merah membuatku semakin yakin bahwa dia adalah Pak Bastian.
Gadis itupun duduk di sebuah kursi kayu dengan memeluk gitar berwarna merah miliknya. Sepertinya gitar itu terlihat masih sangat baru, cara memegangnya pun masih sangat kaku, aku yakin dia sama sepertiku. Sama - sama tak bisa bermain gitar.
Lelaki itu seketika berdiri di belakang gadis itu, dan benar saja ... dia adalah Pak Bastian. Sontak leherku terasa sangat sesak, hatiku pun terasa sakit sekali. Tak kusangka Pak Bastian memiliki incaran gadis lain selain aku.
"Manda, kita mulai belajar dari chord yang gampang dulu ya." Pak Bastian mendekatkan tubuh dan tangannya pada gadis itu. Wajah gadis itu tampak berbunga - bunga, membuat api cemburuku semakin berkobar.
"Coba tekan senar nomor dua dan tiga dari atas, di fret yang kedua!"
"Emm, Manda nggak ngerti, Pak, bisa dicontohin nggak?" ujar gadis itu dengan gaya centil yang terselubung.
Pak Bastian tampak tersenyum, ia memeluk leher gitar itu, sembari meletakkan jemarinya pada dawai gitar sang gadis. Otomatis dada bidangnya memeluk tubuh sintal gadis itu. Emosiku semakin meninggi, ingin rasanya kulempar kepala gadis itu dengan stik drum yang ada di depanku. Tapi, aku harus berusaha bertahan dalam diam, aku masih berharap mereka tak ada hubungan spesial layaknya hubunganku dengan Pak Bastian. Hanya akulah satu - satunya wanita yang layak dimiliki Pak Bastian. Hanya aku!
"Ini namanya E minor, coba kamu bunyikan gitarmu, Manda."
Gadis itu pun mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu jemari kanannya mengayun merambahi keenam dawai hingga mendengungkan suara merdu gitar miliknya.
Tidak mungkin!
Cara yang Pak Bastian lakukan dengan gadis itu sama persis dengan apa yang Pak Bastian lakukan kepadaku dulu.
Seketika buliran bening membasahi kedua pipiku. Segera kuusap - usap keduanya dengan telapak tanganku, agar tangisku segera berhenti.
Keromantisan mereka semakin menjadi, tatkala Pak Bastian memegang tangan gadis itu, mengarahkan jari - jemarinya ke posisi yang benar, hingga tubuh mereka semakin berdekatan. Aku pun hanya bisa menangis tersedu melihat senyum kemenangan sang gadis yang terlihat sangat menikmati les privatnya itu.
Aku marah, aku kesal, aku benci penghianatan ini. Aku harus segera keluar dari persembunyianku, aku tak terima Pak Bastian memiliki gadis lain selain aku. Bukankah selama ini dia bilang hanya akulah wanita yang paling istimewa dihatinya? Aku kecewa padamu Pak Bastian! Kau memang lelaki brengsek!
Kuambil dua stik drum yang tergeletak di depan bass drum tempatku bersembunyi. Aku pun berdiri, lalu keluar dari persembunyianku. Dua stik drum yang kugenggam, segera kulempar dengan sekuat tenaga ke arah mereka berdua.
"Braaaaaak!" Stik itu terpental mengenai kursi duduk sang gadis, sialnya lemparanku terpeleset. Sontak terdengar suara teriakan sang gadis yang tampak kaget. Sialnya lagi, dengan lancangnya, ia berani - beraninya memeluk Pak Bastianku.
"Pak, kok ada yang melempar stik ini tiba - tiba? Manda takut, Pak!" teriak gadis itu dengan suara bergetar.
Pak Bastian tampak memasang wajah awasnya, sembari memperhatikanku. Tapi, bola matanya seperti tak fokus memandangiku yang sedari tadi tengah berdiri di depannya.
"Dasar lelaki brengsek!" Kumaki dirinya dengan amarah yang tak bisa kutahan lagi. Namun, lagi - lagi tak ada respon dari mereka.
"Tenang, Manda, bisa jadi itu tadi perbuatan tikus. Gudang di ruang musik ini memang sudah lama belum dibersihkan, emm, kalau gitu, kita pulang aja, yuk! Manda pulang sama siapa? Bapak antar mau?" tawar Pak Bastian sembari mengelus punggung gadis itu.
"Bastian brengsek! Kau mengacuhkan aku, hah!" teriakku lagi sembari berlari mendekat ke arah mereka.
Mereka berdua sama sekali tak menghiraukanku, membuatku semakin ingin mengamuk saja. Kuteriaki terus - menerus nama Pak Bastian dengan makian, namun mereka masih saja tak menggubrisku.
Ruangan musik pun terkunci, menyisakan aku yang masih terjebak di dalamnya. Kuintip raga keduanya yang saling bergandeng tangan, saling melempar senyum dan hal itu membuatku semakin geram.
"Aaaarrgh! Tunggu saja pembalasanku, Bastian!"
*****
Bersambung..
Next
Cerita ini bermuatan dewasa dan ada unsur kekerasan di dalamnya.
Mohon untuk yang di bawah umur agar tidak diperkenankan membacanya.
Happy reading ya gansist!❤
Quote:

Part 1
"Krieeeeeeeet ..."
Pintu bercat warna putih yang hampir memudar itu, terbuka sedikit demi sedikit. Aku pun menyadari akan ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan ini. Segera kusembunyikan tubuhku diantara satu set drum yang terletak di sudut ruangan ini. Tidak boleh ada yang tahu bahwa aku bersembunyi di dalam sini.
Suara derap kaki semakin lantang terdengar ke telingaku, aku segera menyamankan posisi dudukku, agar aku tak membuat suara berisik yang dapat membuyarkan persembunyianku.
Seorang gadis berseragam sekolah dengan postur tubuh sintal, tampak masuk membawa sebuah gitar akustik. Ia terlihat memandangi sekeliling ruangan, lalu memeriksa layar handphonemiliknya. Aku pun berusaha menundukkan kepalaku lebih rendah agar tak terlihat olehnya, lalu melebarkan pandanganku dan menjarahi segala gerak - gerik dan penampilan gadis itu.
"Hmmm, lumayan cantik sih, badannya juga bagus... tapi menurutku tetap akulah yang lebih cantik darinya," gumamku dalam hati.
"Dia kesini mau ngapain sih? Ini kan waktu berduaku dengan Pak Bastian," gerutuku lagi.
Tak lama aku menggerutui si gadis asing itu, sayup - sayup terdengar langkah kaki lain yang berjalan masuk ke dalam ruangan ini.
"Wah, Manda, sudah datang rupanya!" seru sebuah suara yang tak asing sekali di telingaku. Detak jantungku seketika berdenyut keras sekali, lantas kupastikan benar - benar siapa lelaki itu.
Jangan - jangan itu suara Pak Bastian? Semoga ... semoga bukan.
"Ah, saya juga baru datang kok, Pak, hehehe," ujar gadis yang kudengar bernama Manda itu. Wajahnya terlihat merona dan malu - malu.
"Manda, sudah siap les gitarnya? Kita mulai saja ya, takutnya keburu sore."
Les gitar? Berdua saja?
Entah kenapa hatiku terasa ngilu meskipun aku belum memastikan siapa gerangan lelaki itu.
Sosok pria itu pun beringsut di depan sang gadis. Postur tinggi nan atletis, dengan balutan kemeja berwarna merah membuatku semakin yakin bahwa dia adalah Pak Bastian.
Gadis itupun duduk di sebuah kursi kayu dengan memeluk gitar berwarna merah miliknya. Sepertinya gitar itu terlihat masih sangat baru, cara memegangnya pun masih sangat kaku, aku yakin dia sama sepertiku. Sama - sama tak bisa bermain gitar.
Lelaki itu seketika berdiri di belakang gadis itu, dan benar saja ... dia adalah Pak Bastian. Sontak leherku terasa sangat sesak, hatiku pun terasa sakit sekali. Tak kusangka Pak Bastian memiliki incaran gadis lain selain aku.
"Manda, kita mulai belajar dari chord yang gampang dulu ya." Pak Bastian mendekatkan tubuh dan tangannya pada gadis itu. Wajah gadis itu tampak berbunga - bunga, membuat api cemburuku semakin berkobar.
"Coba tekan senar nomor dua dan tiga dari atas, di fret yang kedua!"
"Emm, Manda nggak ngerti, Pak, bisa dicontohin nggak?" ujar gadis itu dengan gaya centil yang terselubung.
Pak Bastian tampak tersenyum, ia memeluk leher gitar itu, sembari meletakkan jemarinya pada dawai gitar sang gadis. Otomatis dada bidangnya memeluk tubuh sintal gadis itu. Emosiku semakin meninggi, ingin rasanya kulempar kepala gadis itu dengan stik drum yang ada di depanku. Tapi, aku harus berusaha bertahan dalam diam, aku masih berharap mereka tak ada hubungan spesial layaknya hubunganku dengan Pak Bastian. Hanya akulah satu - satunya wanita yang layak dimiliki Pak Bastian. Hanya aku!
"Ini namanya E minor, coba kamu bunyikan gitarmu, Manda."
Gadis itu pun mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu jemari kanannya mengayun merambahi keenam dawai hingga mendengungkan suara merdu gitar miliknya.
Tidak mungkin!
Cara yang Pak Bastian lakukan dengan gadis itu sama persis dengan apa yang Pak Bastian lakukan kepadaku dulu.
Seketika buliran bening membasahi kedua pipiku. Segera kuusap - usap keduanya dengan telapak tanganku, agar tangisku segera berhenti.
Keromantisan mereka semakin menjadi, tatkala Pak Bastian memegang tangan gadis itu, mengarahkan jari - jemarinya ke posisi yang benar, hingga tubuh mereka semakin berdekatan. Aku pun hanya bisa menangis tersedu melihat senyum kemenangan sang gadis yang terlihat sangat menikmati les privatnya itu.
Aku marah, aku kesal, aku benci penghianatan ini. Aku harus segera keluar dari persembunyianku, aku tak terima Pak Bastian memiliki gadis lain selain aku. Bukankah selama ini dia bilang hanya akulah wanita yang paling istimewa dihatinya? Aku kecewa padamu Pak Bastian! Kau memang lelaki brengsek!
Kuambil dua stik drum yang tergeletak di depan bass drum tempatku bersembunyi. Aku pun berdiri, lalu keluar dari persembunyianku. Dua stik drum yang kugenggam, segera kulempar dengan sekuat tenaga ke arah mereka berdua.
"Braaaaaak!" Stik itu terpental mengenai kursi duduk sang gadis, sialnya lemparanku terpeleset. Sontak terdengar suara teriakan sang gadis yang tampak kaget. Sialnya lagi, dengan lancangnya, ia berani - beraninya memeluk Pak Bastianku.
"Pak, kok ada yang melempar stik ini tiba - tiba? Manda takut, Pak!" teriak gadis itu dengan suara bergetar.
Pak Bastian tampak memasang wajah awasnya, sembari memperhatikanku. Tapi, bola matanya seperti tak fokus memandangiku yang sedari tadi tengah berdiri di depannya.
"Dasar lelaki brengsek!" Kumaki dirinya dengan amarah yang tak bisa kutahan lagi. Namun, lagi - lagi tak ada respon dari mereka.
"Tenang, Manda, bisa jadi itu tadi perbuatan tikus. Gudang di ruang musik ini memang sudah lama belum dibersihkan, emm, kalau gitu, kita pulang aja, yuk! Manda pulang sama siapa? Bapak antar mau?" tawar Pak Bastian sembari mengelus punggung gadis itu.
"Bastian brengsek! Kau mengacuhkan aku, hah!" teriakku lagi sembari berlari mendekat ke arah mereka.
Mereka berdua sama sekali tak menghiraukanku, membuatku semakin ingin mengamuk saja. Kuteriaki terus - menerus nama Pak Bastian dengan makian, namun mereka masih saja tak menggubrisku.
Ruangan musik pun terkunci, menyisakan aku yang masih terjebak di dalamnya. Kuintip raga keduanya yang saling bergandeng tangan, saling melempar senyum dan hal itu membuatku semakin geram.
"Aaaarrgh! Tunggu saja pembalasanku, Bastian!"
*****
Bersambung..
Next
Diubah oleh dwyzello 03-07-2020 22:33
nunuahmad dan 64 lainnya memberi reputasi
63
5.1K
166
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dwyzello
#13
Part 4

Source : pinterest
*****
"Kamu seksi ..." gumamnya lirih dengan tatapan yang semakin tajam.
"Apa? Pak?"
Apa? Aku seksi? Jangan - jangan aku yang salah dengar! Arrgh, sepertinya telingaku perlu diperiksakan ke THT.
Jantungku pun semakin menabuh genderangnya, entah kenapa mata Pak Bastian tak berkedip memandangiku. Bahkan, jemariku pun masih tergenggam erat di tangannya. Aku pun ikut - ikutan membisu tanpa bersuara. Selain karena bingung harus berkata apa, rasa grogi membuatku tak bisa berkutik.
"Lena, badanmu sebagus ini karena keturunan ya?" bisiknya diantara suara hujan yang semakin menderas.
"Ma ... maksudnya apa ya, Pak?" tanyaku kebingungan.
Sontak mata Pak Bastian berpaling, dalam sekejap, ia melepaskan genggaman tangannya.
"Sudah, lupakan saja, jarimu masih sakit?" ujarnya mengalihkan pembicaraan.
"Eng, Enggak apa - apa kok, Pak. Hanya luka kecil, di kasih plester juga lama - lama sembuh, hehehe, " jawabku memecah kecanggungan.
"Bagus lah," pungkasnya singkat seraya memalingkan pandangan wajahnya ke arah yang lain.
"Anu, maaf Pak, senar gitarnya terkena darah saya, akan saya bersihkan segera." Dengan sigap, kuambil tisyu dari dalam tas selempangku, untuk membersihkan bekas darah yang tak sengaja berbekas di gitar itu.
"Hentikan!" teriak Pak Bastian tiba - tiba.
Betapa kagetnya aku saat mendengar larangannya itu. Lantas, tangan Pak Bastian menepis tanganku yang hendak membersihkan dawai gitarnya. Aku hanya bisa terperangah lalu melepaskan dua lembar tisyu itu dari genggamanku.
"Maaf, Lena, bukan maksudku mengagetkanmu. Kamu tak perlu repot - repot membersihkannya, kasihan jarimu pasti masih sakit," tuturnya dengan nafas yang terlihat sedikit tersengal.
"A ... ooo, iya Pak, maaf. Emm anu, ngomong - ngomong Bapak sepertinya suka sama warna merah ya?" tanyaku berbasa - basi diantara rasa bingungku atas perilaku Pak Bastian yang terlihat aneh hari ini.
Ia pun kembali menatap kedua netraku, lekat sekali. Lalu kedua tangannya menyangga gagang kursi tempat dimana aku duduk, dan membungkukkan badannya tepat di depanku. Lagi - lagi aku tak kuat dengan pesonanya.
"Kamu itu peka ya? Aku memang suka dengan warna merah, bahkan sangat suka." Ia menyunggingkan senyum simetris di bibirnya, dan semakin memajukan badannya ke arahku.
"Kamu tahu? Aku juga tertarik padamu, Lena," gumamnya meledakkan bom atom di dalam jantungku.
"Pak, jantungku ... jantungku mau copot," ungkapku jujur dengan nada bergetar. Sontak suara tawa renyah hadir dalam senyum Pak Bastian.
"Hahahahaha, kalau begitu jujurlah Lena, kenapa di setiap pelajaranku kamu terlihat selalu melamun? Hmm."
"OMG ... OMG! Benar - benar Pak Bastian sedang menguji nyaliku! Dia kenapa sih, suka banget bikin aku kelimpungan begini," gerutuku dalam hati.
"Emm, itu ... anu ... aku ... aku ..."
"Kamu bikin aku semakin gemas denganmu, Lena! Jujurlah, biar aku paham apa yang membuatmu tak bisa fokus dalam pelajaranku, kamu nggak mau nilai senimu jelek kan?" tanyanya dengan wajah maskulin yang kian mempesona.
"Bapak ganteng soalnya, huhhh," jelasku dengan rasa malu yang tak terkira, segera kututup wajahku dengan kedua telapak tanganku, seraya menunduk menghindari tatapan mematikan dari Pak Bastian.
Kedua pinggangku tiba - tiba terasa hangat karena ada dua telapak tangan yang menyentuhnya. Tremor badanku semakin tak terkendali.
"Buka wajahmu, Lena, kamu cantik sekali dengan kaos merah itu," pintanya seraya mengambil kedua tanganku.
"Pak? Hentikan, aku nggak kuat!" ujarku sejujur - jujurnya. Lantas ia pun tertawa kembali, kemanisan senyumnya sungguh tak tertandingi.
"Lena, bagaimana kalau kita sering bertemu? Nggak apa - apa kan, kalau kamu les gitar denganku setiap hari di jam yang sama?"
"Mau ... mau!" seruku secara spontan nan bersemangat. "Ah, dasar aku! Jangan bikin malu bisa nggak sih, Lena?" ungkap bathinku yang sedari tadi sedang simpang siur.
"Tapi, boleh aku minta perjanjian denganmu?"
"Apa itu, Pak?" tanyaku penasaran.
"Jangan sampai ada yang tahu pertemuan kita di sini ya, cukup aku dan kamu saja yang tahu. Lalu? Pakailah baju merah, warna itu cocok sekali denganmu, Lena."
Baju warna merah? Oke, aku punya beberapa di rumah. Lalu? Tak boleh ada yang tahu? Ah, entahlah aku bingung.
"Eng ... kalau ada yang curiga gimana Pak? Atau misalnya aku keceplosan gitu?"
Seketika sentuhan halus terasa mendebarkan di sela - sela urai rambutku. Lalu sentuhan halus kembali menjalar dalam jari - jemariku, hingga kecupan lembut ia benamkan pada jariku yang terluka.
"Kamu akan dapat hukuman," pungkasnya misterius.
Aku hanya tertegun dengan perangainya hari ini, tapi, aku tak peduli dengan itu semua. Hatiku hanya bisa beriak mengatakan bahwa aku benar - benar sangat beruntung.
"Cup ..."
Sebuah kecupan lembut dibenamkan di pipi kananku, sungguh hangat dan mendebarkan.
"Sampai bertemu besok, Lena!"
*****
Bersambung..
Next
Diubah oleh dwyzello 14-05-2020 02:21
nunuahmad dan 10 lainnya memberi reputasi
11