- Beranda
- The Lounge
Kala PERTAMA Mendaki (True STORY)
...
TS
vikron
Kala PERTAMA Mendaki (True STORY)
Kala PERTAMA Mendaki
Berbicara tentang Pendakian, Saya Punya pengalaman kala mendaki di Salah Satu Gunung yang memisahkan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Seperti yang kalian semua kira, ya benar. Gunung Lawu
Langsung saja gansis
Berikut ceritanya
Cekicrot
Eh..
Quote:
Kala itu saya masih SMA kelas XI, kira-kira tahun 2009/2010. dimana saya sedang aktif-aktif nya mengikuti ekstra kuliluler didalam maupun diluar sekolah. Pasti semua orang juga pernah mengalami yang namanya Pramuka ya kan?!. Nah saking senangnya saya dengan Eksul ini saya mendaftarkan diri di Salah satu SAKA. berhubung saya tertarik dengan penerbangan, ikutlah saya di SAKA Dirgantara Madiun (sekolah saya di madiun gansis 😁)
Pasti sudah bertanya-tanya kan, apa hubungannya saka dengan pendakian?
Oke gansis semua, disinilah cerita ini berawal
Oke kita balik ke ceritanya yak
Acara pendakian ini terjadi karena adanya kenaikan tingkat (kalau di Saka ini disebutnya squadron) dari squadron 1 ke squadron 2. Diputuskanlah acara kenaikan itu dengan pendakian di Gunung Lawu. Sekitar 25an calon Squadron 2 yang ikut termasuk saya, dari 25 calon ini dibagi menjadi 5regu, jadi tiap regu berisi 5orang. Setelah diadakan pembagian regu, Well saya berada di regu 3 bersama 3 cewe dan 2 cowo. Mereka yang nantinya akan bersama dalam pendakianku nanti, sebut saja Eka, Cintya, Devi dan Rekan cowok ku satu-satunya Hendrik.
Seminggu telah berlalu dari pembagian regu tersebut, saya sudah prepare lengkap siap berangkat dengan mengantongi izin keluar dari pesantren untuk mengikuti pendakian ini (maklum gansis saya masuk pesantren pas SMA 😅)
***
Ketika semua sudah berkumpul, dimulailah Perjalanan menuju Cemorosewu gerbang masuk via Sarangan Jawa timur, karena kami dari madiun, gerbang itulah yang dipilih (bukan karena dekatnya, tapi karena medannya yang lengkap nge-track nya 🤣, juga karna jalur ini yang lebih cepat dari jalur lainnya, ada 5 pos yang bisa ditempuh dengan medan yang berbeda-beda)
Sampailah dipertengahan jalan
"heh awakmu kok gowo slayer ijo to? (kamu kok bawa slayer hijau si?)"
tanya Eka ke saya yang sedang asik melihat indahnya pemandangan disepanjang jalan.
" lha ngopo to? Opo ora oleh? (memangnya kenapa? Apa tidak boleh?)"
Sahutku.
"nek ape munggah gunung utowo neng alas ojo gowo seng wernone podo karo sng arep tok tekani, ndak salah daden (kalo mau naik gunung atau hutan jangan bawa warna yang mirip dengan yang mau didatangi, ntar jadi masalah)
Jelas Eka.
"krungu seko ndi awakmu?
(denger darimana kamu?)"
Tanyaku yang penasaran (maklum gansis saya pertama kali naik gunung, jadi kala itu saya benar-benar awam)
"kan wingi wes dijelasne karo pak heri, awakmu g mlebu koyone
(kan kemaren dijelasin sama pak heri, kamu ngga masuk kayanya)
Jawab Eka menjelaskan (BTW, pak Heri ini adalah pembina Saka yang bertanggung jawab selama acara ini berlangsung)
Akhirnya slayer itu disita pak heri, padahal niatku ingin berfoto dengan slayer mapala eksulku itu 😥.
Setelah 2jam perjalanan, Tibalah kami di cemorosewu, semua ditatar sesuai dengan regunya, dan satu persatu tiap regu diberangkatkan dengan beda waktu yang lumayan lama, kira-kira 15menit.
Karna kami regu ketiga, ada selang 30menit dan baru diberangkatkan. dengan mayoritas cewe, akhirnya diputuskan untuk membuat formasi cewe ditengah dan 2 cowo didepan dan dibelakang. Begitulah formasinya, dan tibalah waktu dimana giliran reguku berangkat masuk menuju Puncak Hargo Dumilah (Puncak Gunung Lawu Gansis)
Pemandangan kebun sayur membentang disepanjang mata memandang, hawa dingin-dingin sejuk membuat semua semakin bersemangat melintasi segala medan yang ada.
Tak ada medan yang membuat regu ini gentar, suasana yang sejukpun seolah memberikan energi positif, seperti memberi kekuatan pada kaki kami untuk terus menapaki jalan setapak.
Tak lama dari bersenang-senang dengan pemandangan indah itu.
Langit yang cerah mulai tertutupi awan
Juga
Perkebunan sayurpun berganti menjadi pepohonan rindang, menandakan kami sudah dekat dengan pos 1.
"drik, leren ora ki?"
( istirahat dulu ngga drik? )
tanya devi ke hendrik yang memimpin regu juga yang berada didepan
" ora usah, lanjut ae sampe pos 2 opo ora neng pos 3, mengko neng pos 3 kan ono warung-warung,iso leren karo mangan sek, pilih ndi sak iki?"
(tidak usah, lanjut saja sampe pos 2 atau pos 3, nanti dipos 3 kan ada warung, nanti bisa istirahat sekalian makan, pilih mana?)
jelas hendrik yang sepertinya sudah pernah mendaki gunung tersebut
" yowes sampe pos 3 ae, sek podo kuat to"
(yauda sampai di pos 3 saja, masih pada kuat kan)
cintya menambahkan penjelasan hendrik
"kuat g kuat cah, wes lanjut ae"
(kuat ngga kuat bro, yasudah lanjut saja)" sahutku
Kami memutuskan melanjutkan pendakian sampai di pos 3.
jam menunjukan pukul 17.00, senja sudah nampak merah menandakan matahari akan menghilang berganti gelap. tibalah kita di pos 3, kami makan bekal yang ada sambil membeli minuman diwarung yang agak ramai oleh para pendaki lain untuk persediaan diperjalanan. Karna mengejar waktu, kami lanjutkan perjalanan.
Saya masih dibelakang menjadi tameng terakhir untuk mereka sembari mengawasi bilamana ada yang tumbang, hawa gunung yang dingin mulai semakin terasa, menusuk kulit yang sedari tadi berkeringat, menambah dingin terkena angin yang kita terjang saat melangkah
Lalu
Mata saya tertuju ke sebuah semak-semak
Saya lihat disana ada burung, iya burung yang asing yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Mungkinkah itu adalah burung endemik asli Gunung Lawu ini?
Mungkin saja ya 😅
Saya perhatikan lagi, burung ini sedang mencari makan, menggali-menggali pasir dengan cekernya. lalu terbang kembali mengarah ke atas.
Saya lanjutakan kembali dan mengabaikan burung itu
Setelah berjalan lama, saya dan yang lain mulai kebingungan mencari jalan. Jalan mana yang benar, kami takut tersesat, apalagi hanya hendrik yang sudah pernah punya pengalaman.
Tapi
Burung ini muncul lagi disemak-semak saat semua kebingungan dengan arah yang benar, ia terbang kembali seola-olah membimbing regu ini ke sebuah dahan pohon (burung yang baik ya gansis 😂, kalau ada yang tahu tentang burung endemik ini, silahkan koment ya gansis)
Dan benar saja
Setelah melewati semak-semak itu
Kami menemukan petunjuk arah menuju pos 4
Reguku berjalan lurus tanpa henti, kaki yang mulai terasa kaku, kebas, dan mungkin lecet tak menahan kami untuk terus berjalan.
Dan
Sampailah di pos 4
Saya perhatikan lagi dimana burung itu berada, tapi saya tak menemukan nya. Tak ada tanda-tanda atau jejaknya lagi disekitar pos ini
Entah lah, mungkin itu burung sudah kembali ke sarangnya (positif thinking genks 😅)
Karna sudah tak kuat lagi berjalan,
Kami hanya meluruskan kaki sejenak, dan tak lama dari saya dan kawan-kawan melanjutkan lagi perjalanan menuju pos 5.
Gelapnya suasana hutan dikala malam membuat kami yang tadinya berjalan serampangan dengan jarak yang lumayan renggang jauh, mulai berdekatan berjalan beriringan karna nyali yang mulai teracuni keadaan yang mencekam. Devi yang notabene anak yang tak punya takut berjalan didepan menemani hendrik yang sudah mulai kepayahan.
"awake dewe ki kakean leren cah koyone, wes peteng ngene urung tekan pos 5 jal"
(kita ini kebanyakan istirahat kayanya, sudah gelap begini belum sampai pos 5)
cintya mengeluh efek capek yang mulai terasa
" yowes neh, jenenge ae akeh seng urong pernah"
(yasudahlah, namanya juga banyak yang belum pernah naik gunung) sahut hendrik yang bijak menenangkan yang lain
" podo sadar ora cah?"
(pada sadar ngga gaes) sahut eka
"sadar opo to (sadar apa sih)" tanyaku
"iki ki malem suro lho" (ini malam suro lho) jelas eka
" heh tenane? Mosok to? "
(heh yang bener? Masak si?
tanya cintya yang tak percaya
" danc*k, tenanan ora?"
(danc*k, yang bener?)
tanyaku semakin tidak percaya
" hus cocotmu vik dijogo, iki ora panggon sembarangan!!"
(hus mulutmu vik dijaga, disini bukan tempat sembarangan)
tegur hendrik atas umpatan spontanku yang kasar
" astagfirullahal adim, ngapurane cah, keceplosan, kaget aku cah"
(maaf bro, keceplosan, kaget soalnya)
jawabku yang mulai risau
" halah-halah, arep suro arep ora ndak yo podo ae ora ono bedane, wes lanjut ae neh"
(mau suro mau tidak itu ngga ada bedanya, sudah kita lanjut saja)
jelas devi menutup pembicaraan dan menenangkan yang lain
Setelah percakapan itu, kami lanjutkan perjalanan, hingga tibalah di sebuah pohon tumbang yang sudah berlubang tergerogoti oleh waktu.
Satu persatu regu ini melewati pohon itu
Tapi
Keadaan mulai tak bersahabat, suara-suara hutan seperti terdengar jelas, kami tak bisa membedakan itu suara hewan atau...
Suara lainnya
Hingga akhirnya
Devi menatap pohon itu
Ia melihat
Dibalik pohon itu
"wush.. Wushh"
Angin entah datang darimana
Membuat bulu kuduk ini berdiri
Memancing kegelisahan yang dari tadi mengganggu
"krrrruk kruuk kkuuuu"
suara burung hantu yang entah dimana ia berada terdengar lirih ditelinga kami
Suara-suara alam semakin mendominasi, dari jangkrik, burung-burung, hingga entah suara apalagi, semakin meramaikan keadaan kelam dihutan ini
Dan
Tiba-tiba
"kyaaaaa"
devi menjerit
"astagfirullah hal adim"
"opo to dev?" (ada apa si dev?) cintya bertanya
"kui lho cah tenan ora? (itu lho gaes beneran bukan)
devi menjelaskan yang ia lihat, orang yang seberani dia sampai mundur merapat ke yang lain
" Astaga, beri kami jalan Tuhan"
tiba-tiba Cintya berdoa begitu saja
"vik we delok seng tak delok ora?" (vik kamu lihat apa yang aku lihat ngga?) hendrik menanyaiku
Karna diposisiku yang paling belakang dan dibawah dengan jalan menanjak yang lumayan terjal, saya belum begitu paham apa yang diributkan mereka
Hingga
"ladalah, tenan ora ki drik?"
(ladalah, serius ngga ni drik?)
Poc*ng?!
kui tenan? "
(itu Poc*ng beneran?)
"ya Tuhan, tenan iki vik, wes cah ayo mlaku alon-alon g usah didelok (ya Tuhan, seriusan ini vik, sudah kita jalan saja tidak usah dilihat)
hendrik mencoba menenangkan yang lain
Tapi
Sosok yang memakai kafanputih menutupi tubuh itu, hanya berdiri tak bergerak.
Seketika satu regu mulai merinding,
Mencekam
tanpa sadar
tangan kami berpegangan satu sama lain
Kami yang beda keyakinan mulai merapalkan doa-doa satu sama lain, tak ada yang berani melawan karna takut yang sudah merayap masuk sampai direlung nyali.
Kami mencoba berjalan tanpa menengok apa yang kami lihat.
Berjalan perlahan lahan
Menatap lurus kedepan
Pelan
Amat pelan
Sambil bergandengan tangan seolah-olah takut akan ada yang Hilang
Saat regu ini melewatinya
Sosok itu
Mulai bertambah
Satu persatu Muncul
Tak terhitung lagi berapa jumlahnya
Penuh Banyak
Membuat pertahanan mental kami buyar seketika, deru jantung serasa terdengar ditelinga, keringat dingin terus keluar tanpa henti, denyut nadi teman yang bergandengan terasa jelas saking takut yang sudah tak terbendung lagi.
POC*NG itu
Semakin memenuhi area itu
Sosok itu seolah-olah memperbanyak diri seperti kagebunshin Naruto yang mengitari kami melingkar ditiap sudut pepohonan.
Wush.. Wush.. Wush
Angin itu datang lagi entah darimana
kami putuskan untuk menghiraukan sosok itu, dengan tetap berpegangan tangan terus lurus kedepan. Semua perasaan yang bercampur menjadi satu yang tak bisa dijelaskan lagi. Entah apa yang akan terjadi setelah ini
Tak lama dari kami melangkah jauh meninggalkan segerombolan Poc*ng ini
Sosok itu
hilang
Segerombolan penuh yang mengitari kami seolah-seolah sedang menonton kami itu, benar-benar tak lagi terlihat
Selang beberapa menit
Kami menemukan titik cerah
"alhamdulillah"
Akhirnya bisa bernafas lega karna sampai di pos 5 dengan tetap bergandengan tangan.
Ketakutan yang sedari tadi menyerang kami semua mulai mereda. Dan seketika semua duduk lemas berbarengan.
Pos 5 itu hanya berdiri satu tempat untuk berteduh yang diisi oleh para pendaki yang juga sedang beristirahat, ada juga yang mendirikan tenda. Benar-benar melegakan,
Iya
Legaaaa rasanyaa
karna masi bisa melihat pendaki lain bukan Makhluk Lain.
Dan kami putuskan juga untuk beristirahat.
Kami meminum air juga mengganyang gula jawa untuk menghilangkan ketegangan, iya ketegangan, bukan karna lapar ataupun haus. Setakut itu kami saat itu hingga apa saja yang ada kami lahap habis, sebelum akhirnya regu ini melanjutkan kembali perjalanan.
Saya dan yang lain kembali melangkah maju, terus menerjang semak dan rumput-rumput liar yang menghadang kami menuju puncak, dengan semangat yang mulai habis tergerus oleh kejadian tadi, kami terus lurus maju tanpa henti. Takut jika didepan bakal ketemu yang Aneh-aneh lagi.
Sampailah kami dipuncak,
Rasa senang benar-benar nampak diwajah teman seperjuanganku, juga saya sendiri yang masih merasa tak percaya bisa sampai dititik ini.
Nampak sumringah, ada yang berpelukan, berteriak dan dengan ekspresi nyleneh lain yang saya sendiri juga tak bisa menjelaskannya saking senangnya kami semua, seolah habis bertarung dan menang yang akhirnya mendapatkan penghargaan yang tak bisa dibayangkan.
Ada yang ke warung Mbok yem (BTW ini warung sangat melengenda seantero pecinta alam dan pendaki lho gansis, bikos warung ini adalah warung satu-satunya dipuncak gunung lawu atau mungkin didunia yang masih bertahan dan eksis sampai detik ini. Sampai bergelar Warung diatas langit anjay 🤣), ada yang asik berfoto-foto padahal sudah malam, sudah tak tahu lagilah saya dengan kelakuan mereka, dan ada yang ngaso duduk selonjoran sambil nyemil. Contohnya, ya saya(maklum gansis sudah cape banget itu 😅)
banyak pendaki yang ternyata juga sudah sampai duluan, entah kenapa malam itu amat sangat banyak pendaki yang datang, mereka sibuk mendirikan tenda, ada juga yang ngaso beli makan di Warung mbok yem. dan ada satu hal yang menarik perhatian saya, ada pendaki yang dari bawah membawa kambing muda. buat apa ya bawa kambing muda diatas gunung?
Setelah semua selesai dengan kegiatan dan aksi ketakjupan itu,
semua bergegas mendirikan tenda dan istirahat untuk esok, teman-temanku mulai tidur satu persatu. Sayapun juga akhirnya memutuskan untuk memejamkan mata. Hendrik berjaga sampai nanti saya bangun bergantian begadang. (jangan mikir yang aneh-aneh ya gansis, tenda cowo sama cewe itu beda tempat, kami ngga kumpul kebo ya 🤣👍)
Tengah malam tiba, saya terbangun
Terdengar jelas suara ramai-ramai diluar tenda. Hendrik pun juga sudah mulai tidur tanpa membangunkanku untuk gantian berjaga.
Dan benar saja banyak ramai orang-orang melakukan ritual yang saya juga tidak paham itu apa, dan yang membuat saya semakin tak percaya adalah, kambing tadi dijadikan kambing guling, hmm mungkin untuk pesta makan mereka?atau untuk yang lain? Who knows 😅
karna saya tidak begitu tertarik dengan kegiatan mereka, saya putuskan kembali berjaga didalam tenda.
Selang beberapa jam
Orang-orang yang tadinya sedang melakukan ritual itu sudah mulai masuk tenda, keadaan mulai sepi, sunyi, hingga hanya menyisakan suara malam yang mendominasi
Tapi
Saya terganggu kembali
Suara berisik
Ramai sekali
Seolah-olah sedang ditengah pasar
Ada apa gerangan? Apa ritual itu dimulai kembali?
Karna penasaran saya keluar
Saya melihat-lihat sekitar
Tak ada seorangpun yang terlihat
Benar-benar sepi
Tapi
Keramaian itu masih terdengar
Saya turun mengikuti suara itu
Hingga
Tibalah saya dipadang rumput luas
Wus..wus..wuss
Suara itu hilang tergantikan hembusan angin
Dinginnya angin malam, apalagi dipuncak gunung begini, membuat merinding wal menggigil sekujur tubuhku, dingin yang amat sangat dingin sampai terasa kebas berganti hangat dan dingin kembali silih berganti. Labil banget ini hawa 😅
Tak lama
Percaya atau tidak
Ini benar-benar nyata
Saya sampai terkaget kaku melongo dengan apa yang saya lihat
Sosok itu
Membuatku tak bisa berkutik, ketakutan yang mencekam yang tak terhindarkan menyerang saat ku melihat sosok itu
Bukan satu
Tapi
Ribuan
Sosok yang tak bisa kujelaskan
mereka
banyak
memenuhi padang rumput itu,
berbaju compang camping dengan kepala terbakar menyala.
(yang tahu ini makhluk atau lelembut jenis apa, monggo dikoment ya 😅)
Tak bergerak
Penuh
Takut kembali mencekikku, kaku sekujur tubuh, panas dingin serasa tak beraturan, saya tak bisa berkata-kata
Dan
saya langsung berputar balik, berputar arah seolah-olah tidak melihat apa-apa pergi begitu saja menuju warung mbok yem.
Mulanya saya berjalan perlahan-lahan, menyusuri jalan setapak yang agak menanjak, pelan tapi pasti
Langkah ini kupercepat
Lepas dari jalan setapak
Saya lompat melewati bebatuan
Nafas mulai terengah-engah, begitu sesak rasanya, adrenalin terpacu begitu kencang, saya mulai berlari secepat yang saya bisa
Saya terjang semak-semak
Sudah tak menghiraukan lagi jalan yang ada, sampai-sampai entah itu jalan atau bukan saya terus terjang begitu saja
Saya terus berlari
Hingga
Saya temukan warung itu
Satu-satunya warung diatas awan
Saya masuk, pesan teh, saya cari-cari perapian didapur.
Dan
Tanpa dosa, saya menyeruput teh, secepat mungkin menghabiskan teh panas itu dan kembali ke tenda dan mencoba memejamkan mata kembali.
Satu hal yang terlintas dalam fikiranku
Semoga pagi cepat datang
Begitulah pengalaman saya gansis, setelah itu saya belum berani untuk ke Lawu lagi. semoga menghibur agan sista semua
Salam telo dari saya, karna telo selalu enak saat hangat dan mengenyangkan pula, seperti salam telo ini, salam hangat dan bersahabat
Diubah oleh vikron 11-10-2019 04:01
argonz dan 12 lainnya memberi reputasi
13
2.2K
Kutip
12
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
922.8KThread•82.3KAnggota
Tampilkan semua post
argonz
#11
mungkin korban kebakaran mas, akeh sing kobong neng kono
sc5 memberi reputasi
1
Kutip
Balas
Tutup