“Bid, bisa kita bicara sebentar,” pinta Ilyas dengan raut muka serius.

Aku mengangguk sembari merapikan beberapa kertas yang berserakan di meja kerjanya. Ilyas duduk di kursi yang berada di depanku.


“Bid, apa benar gosip yang aku bahwa kamu akan menikah dengan Grace?” Ilyas menatapku dengan serius.


Aku terkejut dengan pertanyaan Ilyas tapi aku berusaha tenang.

“Dari siapa gosip itu?“ tanyaku sambil meletakkan tumpukan kertas di sebelah kiri meja sembari menatap Ilyas.


“Teman-teman divisi 1, makanya aku langsung tanya kamu.” terang Ilyas.


“ ......” Aku diam memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan Ilyas.


“Abid, jawab!” desak Ilyas sembari mencondongkan tubuhnya dan terus menatap mataku.

“Mungkin,” jawabku sekenanya.

“Mungkin? Maksud kamu apa Bid?” Ilyas makin penasaran.

“Iya memang Grace berencana menikah denganku, tapi aku masih bingung, memutuskannya,”


“Gila kamu Bid! kamu itu sudah beristri, lantas bagaimana dengan Ranum? Dia tau?” cecar Ilyas sambil menyilangkan kedua tangannya di perut.


Aku hanya mengaguk lemas.


“Apa sih sebenarnya tujuanmu Bid? Apa kamu tidak memikirkan perasaan Ranum? Aku tidak habis fikir. Oke ... aku akui selain cantik Grace juga wanita yang smart, dia memang baik tapi ... “ Ilyas tidak bisa meneruskan kalimatnya sebab emosinya meledak-ledak.
Aku hanya terdiam, kalimat Ilyas seakan menusuk hatiku.

“Aku gak akan tanya lagi alasanmu, sudah jelas buat aku Bid, tapi kamu jangan pernah menyesal kalau Ranum meninggalkanmu,” Kata Ilyas sembari berdiri dan beranjak pergi.

Aku kaget mendengar kata Ilyas. Dengan cepat aku berdiri dan menghentikan Ilyas.

“Ilyas tunggu, maksud kamu apa?” tanyaku.

Ilyas berhenti kemudian berkata” Ranum akan meninggalkanmu, itu yang aku tau,” jawab Ilyas kesal.

“Kamu tahu dari mana Yas?” tanyaku penasaran sembari mendekati Ilyas.

“Sebenarnya aku gak mau ngomong ini. Tapi, aku udah gak tahan dengan sikapmu, Istriku yang cerita, dan Ranum sudah mantap akan meninggalkanmu, tapi jika kamu nanti tahu suatu kebenaran kamu akan menyesal,” Ilyas berbalik arah berjalan meninggalkanku. Berulang kali Ilyas tak menghiraukan panggilanku.


****

Pukul 8 malam, aku sudah sampai didepan pintu. Perlahan kuketuk dan mengucapkan salam memanggil Ranum. Dari dalam rumah terdengar suara Ranum menjawab salamku. Pintu terbuka terlihat Ranum tersenyum seperti biasa menyambutku. Dia mencium punggung tanganku dan mengambil tas punggungku untuk dibawanya masuk.

Aku masuk rumah menuju ke ruang tengah. Di meja sudah tersedia secangkir kopi hangat. Aku menyeruput kopi itu. Kulihat Ranum masih sibuk menyiapkan makan malam untukku.

“Mas, mandi dulu, sudah aku siapkan air hangatnya, di bak” kata Ranum dengan tenang.

“iya Dek,” jawabku.

Bergegas aku menuju kamar mandi dan membasuh badanku dengan air hangat. 15 menitan aku mandi. Handuk basahku sengaja aku taruh di atas ranjang. Biasanya Ranum ngomel jika melihat kebiasaanku yang sering lupa menaruh handuk basah di atas ranjang.

Aku berganti pakaian, Ranum masuk kamar kuirik dari kaca, ia mengambil handuk dan menggantungnya di belakang pintu kamar mandi. Ranum tak mengatakan apapun, aku berharap dia akan ngomel tapi tidak untuk malam ini. Aku merasakan sesuatu yang hilang dan tak biasa dari Ranum. Walaupun terlihat biasa aku tahu dia menyembunyikan sesuatu.


***


“Mas, besok aku mau pulang ke Jawa,” kalimat itu mengagetkanku.

“Lho, kita kan habis dari Jawa Dek?”

“Aku mau tinggal di Jawa bersama Bapak,” kata Ranum sambil berkaca-kaca.

“Maksudnya?” aku bingung dengan kalimat Ranum.

“Aku tidak bisa mendampingimu lagi Mas, maaf, aku belum bisa ikhlas kalo mas menikah lagi, aku memang egois Mas.” Butiran air bening menetes di pipi Ranum, secepatnya ia menghapusnya lagi.


‘Apa yang aku lakukan? Mengapa jadi seperti ini’ batinku.

Lidahku kelu dan tak ada satu katapun yang keluar dari mulutku. Kulihat Ranum melepas cincin pernikahan kami dan meyodorkannya kepadaku.

“Ini aku kembalikan Mas, aku tak sanggup jika harus memakainya atau menyimpannya,” kata Ranum dengan isak tangis.


Malam itu, sungguh aku ingin sekali memeluk istriku, menangis menyesal dan meminta maaf. Tapi, aku hanya mematung tak bereaksi. Berharap semua yang terjadi hanya mimpi. Terlambat, aku sudah di tinggalkan oleh Ranum.


Bersambung

Home