Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#2018
Simpang Jalan, Lagi
Gue udah benar-benar nggak mau berurusan lagi dengan Lira karena sikapnya yang nggak lazim seperti itu. Dia sempat juga datang ke kantor gue untuk meminta jaketnya balik. Tapi nggak gue tanggapi sama sekali karena gue sudah malas bertemu dengan Lira dengan segala keanehan dan ketidakkonsistenan sikapnya itu.

Pada satu sisi, gue sempat berpikir, apakah gue sudah benar dalam bersikap? Sebenarnya nggak juga. gue banyak juga melakukan kesalahan kok. salah satunya yang menurut gue besar banget salahnya adalah, meninggalkan Emi.

Dengan gue berhubungan dan menjalin komunikasi beberapa saat dengan cewek-cewek ini, membuat gue sadar dan betapa pentingnya kehadiran Emi dalam melengkapi puzzle kehidupan gue. Emi selalu bisa menyediakan apa yang gue butuhkan, mengakomodir apa yang gue inginkan, dan selalu ada disaat apapun, baik senang maupun susah. Guenya aja yang terlalu bodoh dan menganggap kalau dia terlalu mengekang, padahal dalam hati gue senang-senang aja diatur seperti itu.

Mungkin pada saat kemarin ini gue jenuh dengan kesalahan gue sendiri lalu melemparkan kesalahan ke Emi. Gue yang tidak benar dan tidak tegas dalam bersikap, sehingga berujung kepada keinginan gue untuk sendiri dulu dan lepas dari segala aturan dan peringatan yang selalu Emi kasih. Sebenarnya itu juga gue yang minta, agar kehidupan gue menjadi lebih baik.

Jadi bingung sendiri gue dibuatnya. Gue sangat berkeinginan untuk kembali ke Emi. Tapi Emi bukanlah orang bodoh yang dengan gampangnya untuk diajak balikan begitu aja. Dia pasti akan berpikir dengan segala macam kemungkinan yang dirumuskan dalam sebuah asumsi di otak dia, kenapa tiba-tiba gue berpikir untuk kembali.

Kembali ke urusan Lira, setelah dia pulang setelah sebelumnya menunggu di lobi kantor dilantai 1 (gue berada dilantai 4), gue memanggil bocah kantor (office boy) untuk mengemas jaket Lira dan meminta untuk membuangnya. Gue nggak mau untuk menyisakan apapun dari Lira. Memang aneh kedengarannya, kenapa nggak di titipin kasih jaketnya ke OB lalu disampaikan ke Lira? Hal itu karena Lira mau menemui gue-nya, dengan alasan mau ambil jaket. Jadi ketika nanti itu jaket sudah dititipkan pun, Lira tetap akan menunggu untuk ketemu gue.

--
Perbedaan demi perbedaan antara Arko dan semua personil band gue semakin meruncing. Disana tersisa Vino yang terlihat lebih netral. Tapi gue yakin dalam hatinya dia nggak mendukung Arko untuk bersikap sesukanya seperti itu. Anak-anak lebih mengasihani Emi yang sudah susah payah mengonsep, deal dengan panitia, menyusun jadwal latihan untuk manggung, memilih lagu yang pasti akan diminati banyak orang, tapi kemudian mentah begitu aja setelah Arko seringkali membatalkan sepihak kesepakatan yang dibuat, kemudian berdalih dengan alasan keluarga, ataupun keinginannya untuk memainkan lagu yang dia suka, walaupun nggak banyak apresiasi dari penonton.

Gue dan rekan lainnya di band berpikir, kita sudah meluangkan waktu yang nggak sedikit, biaya yang nggak murah, serta perjuangan lainnya demi mendapatkan panggungan, tapi masa iya kita tetap mau egois untuk memainkan lagu yang kita suka, sementara banyak orang lain yang mau menonton kita membawakan lagu-lagu permintaan mereka?

Prinsip Arko simpel ketika itu, biarin apresiasi dikit, yang penting gue main puas. Sementara kami semua berpikirnya, memuaskan hati penonton adalah reward terbesar kita, selain tentunya ada beberapa ganjaran materi yang jumlahnya juga nggak besar-besar amat kayak jaman dulu. Band ini dibentuk untuk mengatasi kejenuhan dan tidak mengincar materi sama sekali dari awal. Dibayar syukur, nggak ya biarin aja.

Tapi dengan sikap Arko yang begini, dan pada akhirnya menyatakan kalau band ini adalah bandnya Ija dan Emi, dia left group chat band. Apa benar ini band gue dan Emi sementara lainnya additional? Gue menanyakan itu ke teman-teman lainnya, tapi mereka nggak ada yang bilang seperti itu. Justru mereka berterima kasih karena gue dan Emi selalu ada waktu untuk mengurusi band sampai harus merelakan urusan personal kami berdua demi tuntasnya urusan profesional di band. Semua tinggal terima beres.

Memang dalam beberapa waktu Drian dan Arko seperti sudah mencium gelagat nggak baik dihubungan gue dengan Emi. cirinya mudah, Emi yang biasanya selalu nongol memberikan komando di grup chat tersebut, mendadak menghilang dan nggak muncul sama sekali. Kebanyakan yang berbicara dan memberikan komando untuk rembug, minta pendapat dan segala macam itu gue.

Urusan di band juga belum kelar, saat ini pula Mama semakin sering chat gue. kadang dalam sehari itu bisa berulang kali yang intinya memastikan kalau Emi itu akan membantu persiapan lamaran adik gue. Gue selalu menjawab kalau Emi sibuk dan nggak bisa diganggu.

Saat gue pulang pun selalu terjadi percakapan yang intinya sebenarnya sama.

“Kita itu sekarang kan nggak pake WO, Kak. Kamu ingetin Emi dong.” Kata Mama.

“Kan udah aku bilang berulang kali, kalau dia itu sibuk dan nggak bisa diganggu. Kantor dia itu kantor baru yang lagi merintis. Jadi karyawannya belum banyak dan dia punya peran sentral dikantor itu, Ma. Jadi konsentrasinya nggak banyak bisa dibagi sekarang.” Gue berkilah.

“Iya tapi dipastiin aja dia bisa bantu buat acaranya.”

“Aku kan udah bilang, udah disampaikan. Tapi dianya lagi sibuk. Nanti kalau udah nggak sibuk juga pasti dia bantu ngurusin kok. perasaan udah diulang berapa kali buat ngingetin ini. Kesannya aku nggak bisa dipercaya banget buat nyampein masalah kayak ginian. Lagian kenapa ribet banget sih?”

“Soalnya dia kan kreatif tuh, waktu prewedding aja dia ngonsepnya bagus dan unik. Jadinya nanti pas disini rapat sama teman-teman Mama, dia bisa kasih ide atau masukan gitu. Kan enak jadinya lamarannya bisa makin meriah dengan konsep yang beda.”

“Iya, tapi kalau orangnya sibuk mau gimana? Masa maksa dia untuk dateng kesini? Ya kan nggak begitu caranya. Giliran dibutuhin aja, pada minta Emi dateng. Giliran aku lagi dalam posisi nggak bener menurut keluarga, Emi disalahin.”

Mama sempat terdiam dengan celetukan gue ini.

“Yaudah, yang penting pastiin ya nanti Emi datang.”

“Gampang nanti aku atur.”

Kebiasaan Mama dan Dania ini seperti susah hilang. Sudah panik dari awal. Padahal segalanya bisa diatur seiring berjalannya waktu. Dulu waktu mengurus pemakaman Papa pun sama. Ribetnya nggak ketulungan. Ini kadangkala membuat gue menjadi kesulitan untuk berpikir jernih dalam membuat keputusan. Mungkin maksud mereka memastikan semua berjalan dengan baik. Tapi dengan sikap seperti ini adanya malah memperburuk keadaan yang seharusnya bisa berjalan lancar-lancar aja.

Mereka juga kan nggak tau situasi apa yang sedang gue hadapi sekarang terkait dengan Emi. Takutnya Emi berpikir rencana gue untuk bertemu dan kembali lagi ke dia itu adalah sebuah rencana pemanfaatan tepat guna otaknya dia lagi, karena gue mau balik saat gue dan keluarga gue butuh dia untuk membantu mengonsep acara lamaran adik gue.

Berurusan dengan Emi memang nggak mudah. Dia dibekali otak yang luar biasa sekali, plus juga perasaan yang rentan sekali terusik menjadi sebuah kesedihan. Kalau bahasa sekarangnya mungkin jadi mudah baper.

Gue sangat yakin dengan kejadian seperti kemarin gue menolak Lira dikantor itu, dia pasti menghubungi Emi. Ketebak kan pastinya reaksi Emi? dia akan baper parah. Lira itu sikapnya mudah sekali terbaca dan ketebak. Makanya gue yakin aja Emi akan baper setelah dihubungi Lira.

Ini pula yang jadi menyulitkan gue untuk meyakinkan Emi, apakah dia mau kembali dengan gue atau tidak? gue tau kok sebenarnya Emi masih sangat sayang dengan gue. tapi gue juga tau kalau selama ini gue banyak menyakiti dia. kebodohan dan kesalahan gue bersikap serta mengambil keputusan malah jadi merugikan hubungan yang menurut gue sangat berharga ini, dibandingkan hubungan-hubungan gue sebelumnya.

Tapi namanya gue berniat baik untuk kembali mengejar cinta Emi, jadinya ya gue harus siap dengan segala konsekuensi. Gue pernah merasakan ditolak, dan itu memang nggak enak. Itu juga yang sedang gue persiapkan seandainya skenario terburuk menimpa gue ketika meminta Emi kembali ke sisi gue.
namikazeminati
khodzimzz
itkgid
itkgid dan 21 lainnya memberi reputasi
20
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.