Kaskus

Story

QueenencisAvatar border
TS
Queenencis
Resolusi Love Part 1
“Aku membenci kantor ini, tapi cinta dengan seluruh isinya.”

Rasanya ingin segera pulang. Kewarasan Tiar bisa kadaluwarsa kalau terus-terusan begini. Baru saja selesai satu pekerjaan, muncul yang lain. Namun, rutinitas ini adalah cita-cita wanita berkulit kuning langsat itu. Duduk di balik meja kerja dengan setelan rapi yang terlihat sebagai wanita mapan.

“Kenapa muka di tekuk begitu?” Maya---rekan kerja Tiar---bertanya ketika melihat Tiar menjatuhkan badan di kursi depan meja kerjanya. Dia partner kerja Tiar selama setahun terakhir.

“May, ini jam berapa?” Tiar menekuk muka dengan malas.

“Jam 5,” jawab Maya seenaknya tanpa melihat jam dinding.

“Pagi apa sore?”

Maya memutar bola matanya. “Lo mulai gila ya? Jelas sorelah.” Sekali lagi Maya menjawab dengan gemas sambil membereskan meja kerjanya.

“Gue tanya, kenapa malah ikut nanya?” Tiar menggerutu tak bersemangat. Karena semangatnya sudah sirna dengan melihat porsi kerjanya yang luar biasa. Energinya terkuras habis akhir-akhir ini.

“Kapan kita bisa pulang menatap matahari, May?” Tiar mulai mengeluh lagi. Rasanya tidak ada yang benar dengan pekerjaannya. Apalagi tentang keberadaannya di kantor ini. Gadis itu melihat penampilannya di cermin. Rambutnya masih rapi seperti pagi tadi, make up juga tidak berantakan meskipun sedikit luntur.

“Lo habis diapain sama Pak Alex?” Maya mengerutkan keningnya. Dia hafal sekali, setiap Tiar keluar dari ruangan Alex, air matanya yang meleleh pasti sudah kering begitu sampai di meja kerjanya. Terlihat dari cermin yang masih menempel di tangan kiri Tiar.

“Sebel gue. Pengajuan gue di tolak ‘Ibu Suri’. Dan itu karena kondisinya tidak sama dengan yang didapat kantor pusat.”

Sebenarnya, Tiar sangat ingin melempar berkas invoice suplier yang dikembalikan padanya. Ibu Suri adalah sebutan untuk ibu komisaris yang galaknya tiada ampun. Iya, karena galaknya, seluruh anak buahnya memberi julukan Ibu Suri. Dan Alex, dia adalah Branch Manajer untuk cabang kami. Atau, jongos elite yang diberi kuasa untuk memerintah kami para jongos kasta sudra. Parah sekali, kan? Untungnya cakep, tinggi, berkulit putih, good looking. Pokoknya idaman sangat buat kaum hawa. Satu lagi, kabarnya dia masih jomblo. Kalau informasinya tidak meleset.

“Eh, sumpah deh. Akhir-akhir ini si bos juga lebih sering ngamuk.” Maya membenarkan gerutu Tiar.
Tiar menunduk meratapi berkas yang ada di atas mejanya. Memang benar sekali, setiap masalah rasanya sudah sepaket dengan korek beserta bensin. Begitu tersulut sedikit, berkobarlah seisi kantor.

Gadis itu sadar, tidak harapan yang dia nantikan di kantor ini. Perbaikan nasib juga rasanya mustahil. Sesuatu yang pasti hanya keadaan emosinya yang semakin memburuk.

“Ini Mbak Rena ke mana sih?” Tiar melihat meja seberangnya kosong. Ruangan itu terisi oleh empat orang, tiga di antaranya adalah Maya, Rena, dan Sinta.

“Katanya sakit. Tadi gue lihat OB ngasih surat ijinnya ke Pak Alex,” jawab Maya.

“Kasihan banget, cuti karena sakit. Gue pikir cuti cari pacar. Biar enggak jomblo terus.” Duh ke-ngenas-an kedua juga bagi Tiar. Meski umur sudah seperempat abad lebih, belum ada satu pun cowok yang digandeng.

“Nggak usah komentar. Boro-boro punya pacar. Kehidupan sosial gue raib di telan kantor ini.” Maya tersenyum masam saat mengucapkan kalimat itu.

“Sama, gue juga May. Apa jangan-jangan kutukan di sini kali, ya?” Kali ini Tiar setuju dengan kata-kata Maya. Berbeda sekali dengan bayangannya saat masih pengangguran dulu. Bekerja itu terlihat asyik, mandiri, pegang duit, bisa jalan-jalan, dan bebas membeli apa pun.

“Hus! Sembarangan. Urusin tuh laporan di meja. Hari gini masih aja percaya mistis.” Maya mengambil selembar kertas untuk mencetak dokumen sembari mengutak-atik komputernya.

“Apa gue resign aja ya?” celetuk Tiar yang di sambut tatapan tajam dari Maya dan Sinta yang dari tadi diam menyimak pembicaraan. Resign itu adalah kata sakral yang tidak boleh diucapkan sembarangan. Salah tempat bisa jadi panjang urusannya.

“Ngapain Mbak Tiar?” Sinta terlihat khawatir, karena dia masih di bawah asuhan Tiar sampai empat bulan ke depan. Alias lepas training. Dan belum banyak ilmu yang diserap oleh Sinta. Sehingga dia terlihat panik saat mendengar Tiar berbicara seperti itu.

“Bilang aja, gue resign biar dapet jodoh,” kata Tiar dan disambut dengan tawa keras dari Sinta dan Maya.

“Siapa yang cari jodoh?”

Bapak Alex yang terhormat tiba-tiba keluar dari ruangannya. Semoga dia tidak mendengar percakapan di ruangan itu, terutama masalah out.

Muka Tiar merah padam ketika Pak Alex meletakkan map beserta tumpukkan kertas di dalamnya lalu keluar tanpa menunggu respons mereka.

Oh, my God. Teriak Tiar tertahan di dalam hati. Betapa map itu sangat mengganggu matanya, juga orang yang menaruhnya.

*************
Bersambung...

Part selanjutnya
https://www.kaskus.co.id/show_post/5...7e93208e3d3970
Diubah oleh Queenencis 05-05-2020 22:33
NadarNadzAvatar border
ButetKerenAvatar border
abellacitraAvatar border
abellacitra dan 31 lainnya memberi reputasi
32
739
13
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
QueenencisAvatar border
TS
Queenencis
#2
Resolusi Love (Part II): Resolusi Sebulan Sekali, It's Ok!
Part sebelumnya https://www.kaskus.co.id/show_post/5...c9911c9a513e42

“Nggak jadi cari jodoh?” celetuk Mbak Rena saat Tiar meletakkan tas di meja kerjanya. Pasalnya, kemarin Mbak Rena cuti saat mereka memperbincangkan masalah jodoh. Lantas, dari mana dia mendapat informasi? Sudah pasti salah satu di antara mereka ada yang membocorkan pada Mbak Rena.

“Ada yang salah?” Tiar menjawab seanggun mungkin setelah meletakkan tas LV cokelatnya di meja. Blazer cokelat terlihat senada dengan roknya membuat penampilannya sedikit lebih menarik.

“Semalam Maya bocor ke gue. Katanya elo kepergok bos mau cari jodoh.” Tiar tidak bisa menahan senyum mendengarnya. Mengingat betapa malunya dia kemarin saat Pak Alex tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Dan sekarang, Tiar hanya tersenyum tidak jelas di depan Mbak Rena.

“Jadi?”

“Apa? Emang kenapa kalo kepergok cari jodoh?” Tiar melotot tajam, menyembunyikan rasa malu yang masih menggelitik hatinya.

“Kapan cuti?” Mbak Rena melanjutkan aksi cecarnya, “buat cari jodoh.”

“Tuh kan. Kumat.” Mbak Rena tak henti merecoki Tiar dengan pertanyaan ajaibnya. Senyum puas tersungging dari mulutnya saat melihat Tiar hanya bisa manyun tanpa bersuara. Sementara tangannya sibuk membetulkan kabel printer yang terhubung dengan komputer.

“Pagi...,” Maya yang baru tiba di kantor, melenggang masuk ruangan dan disusul oleh Sinta.

“Asyik banget ngobrolnya, Mbak,” sapa Sinta.

“Gue cuma mau memastikan. Siapa tahu pas gue menderita di kasur, kalian malah sudah asyik pacaran.”

“Lihatlah, Mbak Rena tidak mau kalah start.” Senyum simpul Tiar tidak bisa disembunyikan saat Mbak Rena mengomel membalasnya. Hari ini masih seperti kemarin untuk Tiar. Meja kerja yang sama, rak, tatanan yang tidak berubah sama sekali. Monoton, seperti hidupnya. Bahkan bolpoin dan pensil pun tetap konsisten pada tempatnya. Menyedihkan sekali pikirnya.

“Enak kali ya, kalau punya cowok. Setiap ada masalah bisa cerita ke doi,” kata Tiar sambil menerawang jauh setelah urusannya dengan kabel selesai. Jangan tanya sampai di mana imajinasinya, yang jelas jauh sekali. Sesuatu yang indah tengah melintas di pikirannya. Mungkin, sisi lain di hatinya memang membutuhkan seseorang yang mampu mengisi ruang yang selama ini kosong. Berharap orang itu mampu memberi warna pada hidupnya. Di usianya yang sudah matang, rasa cemas mulai menghantui. Bagaimana jika sampai rambutnya memutih nanti, tidak ada satu pun kaum adam yang mau bersamanya?

“Memangnya cowok itu tempat buang sial?” Mereka menoleh saat Tomas masuk ruangan tanpa permisi ataupun mengetuk pintu. Suaranya membuyarkan lamunan Tiar.

“Eh, kok tersinggung. Elo cowok ya?” Kalau urusan seperti ini Mbak Rena bisa paling pedas berkomentar. Namun, yang diledek sepertinya tidak menghiraukan sama sekali. Dan dia sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

“Punya kopi?” Tomas sengaja tidak membalas komentar Mbak Rena dan mengaduk-aduk kotak kecil di sebelah dispenser. Dia berharap menemukan apa yang dicarinya. Nyatanya tidak ada sesuatu di dalam kotak putih dengan pelapis hitam di kedua sisinya itu. Tiar melempar sebungkus kopi kemasan padanya.

“Eh, stop!” Tiar menghentikan Tomas saat dia akan mengisi cangkirnya dengan air dari dispenser ruangannya.

“Kenapa?” tanya Tomas bingung.

“Jangan ambil di situ. Kaum hawa nggak ada yang bisa refill galon.” Alih-alih menurut, pura-pura tidak dengar, iya. Dasar Tomcat payah. Nama panggilan Tomas yang diberikan oleh Tiar.

“Pelit amat sih. Ntar gue buat jungkir balik tuh galon. Buat kalian,” katanya mantap.

“Halah gombal doank. Paling-paling juga nyuruh OB,” cecar Maya.

“Pantesan kalian semua nggak ada yang punya pacar. Galak semua gitu.”

“Biarin. Minimal gue pernah pacaran. Emang elo,” kata Tiar sambil menunjuk Tomas dengan menggerakkan dagunya, “Gue doain jadi jomblo abadi baru tau rasa lo.”

“Kalau ngomong hati-hati ya,” Tomas tidak mau mendengar kata-kata Tiar. Sebagai balasannya, dia mulai menggoda Sinta. Anak baru yang tidak akan seberani Tiar dan Mbak Rena untuk memberi komentar pedas kepada Tomas. Melihat itu, Tiar seakan tidak rela. Dia tidak ikhlas jika Sinta jatuh ke dalam rayuan Tomas.

“Sin, lo mau daftar nggak?” Tiar kembali merecoki mereka. Tetapi, Sinta yang dipanggil justru bengong.

“Daftar apa Mbak?” tanyanya bingung.

“Daftar jadi bininya Tomas. Paling pagi sore suruh cuci, jemur, setrika baju,” ledek Tiar sambil tertawa. Apalagi melihat Tomas yang raut wajahnya semakin jelek.

“Mbak Tiar mau?” Sinta bertanya balik kepada Tiar. Dia mulai hafal dengan perdebatan sengit yang terjadi jika Tomas bertemu dengan Tiar.

“Ntar kalau dia udah jadi bos,” sahut Tiar ringan.

“Ooo, jadi selera Lo om om bos sekarang?” candanya sambil tertawa. Tomas seperti mendapat peluru tambahan untuk menyerang gadis yang sibuk mencecarnya.

Karena sebal, Tiar melempar tisu ke mulutnya lalu menekan tombol power komputer di meja kerjanya. Gadis itu mengaduk tas dan mengeluarkan ponselnya. Setangkai sedap malam yang dia beli saat berangkat tadi dia letakkan pada vas di sebelah kiri komputer. Tiar suka aroma sedap malam.

“Alex tuh masih nganggur.” Tomas masih melanjutkan bicara meskipun Tiar sudah memasang muka paling jelek sedunia.

“Beneran Pak Alex masih jomblo, Kak Tom?” Sinta mulai penasaran. Secara pria matang, cakep, dompetnya tebal dan tidak pernah terlihat jalan dengan wanita mana pun.

“Kenapa? Lo mau daftar? Jangan donk, ntar gue patah hati,” balas Tomas yang tidak lucu sama sekali. Memang lidah lelaki itu terlalu licin untuk membuai para wanita, tetapi anehnya, tidak ada satu pun wanita yang berhasil Tomas rayu.

“Jangan!” bisik Tiar yang dapat di dengar Sinta. Sinta mengerutkan keningnya mendengar itu. “Sayang banget Sintanya dapet elo.” Tiar melanjutkan kalimatnya yang terputus dan membuat semua orang menoleh padanya. Mbak Rena dan Maya tertawa mendengar bisikan Tiar. Suaranya mampu didengar mereka walaupun pelan.

Meskipun penuh dengan keributan, pada dasarnya mereka saling menyayangi satu sama lain. Salah satu alasan yang membuat Tiar bertahan di kantor ini adalah pertemanan mereka.

“Nggaklah, Kak. Takut gue sama Pak Alex. Ganteng iya, tapi galaknya nggak ketulungan,” ucap Sinta menanggapi Tomas.

“Pantes pada nggak berani jadi ceweknya.” Tiar bergumam sendiri menarik kesimpulan dari kalimat Sinta. Padahal itu hanya ucapan spontan. Tanpa berpikir dan tidak bermaksud apa pun.

“Emang setua apa Tom?” tanya Tiar kepada Tomas.

“Ya kira-kira tiga puluhan lebih dikitlah.” Tomas menjawab sambil meminum kopi buatannya sendiri.

“Lebih sembilan setengah? Bujang lapuk itu mah.” Tiar menanggapi jawaban Tomas.

“Uzur.” Maya ikut meramaikan aksi hujat mereka. Mbak Rena hanya bisa membekap mulutnya karena tiba-tiba Pak Alex keluar dari ruangannya.

“Morning all,” sapanya.

“Morning, Sir,” sahut mereka kompak.

“Tumben Tomas di sini?”

“Minta kopi, Pak,” jawab Tiar.

“Buat kopi, Pak,” kata Tomas meralat jawaban Tiar sambil mengangkat gelasnya. Karena Tomas tahu, kata yang keluar dari mulut temannya adalah sumber musibah baginya. Beruntung yang diajak bicara hanya mengangguk kemudian berlalu dari ruangan itu dan melontarkan senyum singkat sebelum meninggalkan mereka.

“Gila, kalo lagi waras keren habis.” Maya hampir berteriak.

“Lo mau? Bungkus May,” cibir Tiar.

“Halah. Paling kalau di tembak dia, elo juga klepek-klepek.” Maya tidak mau kalah dan Tiar hanya menggidikkan bahu.

“Telinga gue geli banget nih denger omongan elo,” komentar Tiar sambil duduk di kursi kerjanya setelah memasukkan beberapa map di filling cabinet. “Udah diem semua. Lo tau, yang di sini semua jomblo. Kita taruhan aja, siapa yang paling cepat dapat pacar, gue traktir deh,” kata Tiar sedikit songong.

“Gue setuju. Dan senangis-nangisnya kita di sini, belum boleh mengundurkan diri sebelum dapat pacar,” tambah Mbak Rena.

"Gue nggak setuju.” Semua melotot ke arah Tomas. “Kalian tidak boleh keluar kerja sebelum kita komplit dapat pacar semua,” lanjutnya tanpa dosa dan tetap optimis akan mendapat pacar paling cepat. Dasar Tomas, padahal kesaktiannya mendekati cewek tidak semulus playboy kampung. Dia masih kalah jauh.

“Wah itu kejam, Bro.” Tiar tidak terima. Cita-cita Tiar adalah secepatnya angkat kaki dari sini. Dia berharap nasib baik berpihak kepadanya. Di terima di perusahaan BUMN misalnya.

“Siapa yang setuju usul Gue?” Tomas mencari masa.

“Gue setuju.” Maya langsung mengacungkan jempol ke muka Tomas.

“Gue juga setuju.” Mbak Rena mengikuti jejak Tomas.

“Lo di pihak siapa?” Tiar bertanya kepada Sinta.

“Dua lawan tiga tetap kalah,” kata Sinta sambil menggidikkan bahu.

“Ok. Nggak usah lama-lama. Akhir bulan nanti kita semua udah dapat pacar. Kalau perlu si Bos kita cariin pacar,” ucap Tiar yang terdengar sinis mengaminkan usul Tomas. Resolusi sebulan sekali juga enggak akan membuat miskin. Hanya resolusi gila yang muncul dalam obrolan mereka.

“Siapa yang mau nyariin saya pacar?”
Wajah Tiar memerah. Dia tidak berani menoleh barang sedikit pun. Lagi-lagi suara Pak Alex menggema dari belakang.

Oh my God. Jemputlah saya sekarang juga.


Part selanjutnya https://www.kaskus.co.id/show_post/5...b3cb6e9a5259af
Diubah oleh Queenencis 05-05-2020 22:36
riwidy
riwidy memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.