- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1978
Bersama Lira
Setelah urusan gue dengan Alya selesai dan kembali ke hubungan yang normal seolah nggak pernah terjadi apa-apa antara gue dengan dia, gue melanjutkan perjalanan hidup gue dengan menjalin komunikasi ke beberapa orang. Lira, Alya, Rinda, dan Wila.
Gue nggak berharap banyak dengan Lira, tapi setidaknya minimal gue bisa lihat seluk beluk Lira, itu udah cukup dan merupakan prestasi buat gue. hehe. Masalah hati, kalau dia mau yaudah, kalau nggak ya nothing to lose aja gue.
Yang mungkin benar-benar baru ya Wila. Ada beberapa bahasan yang bisa nyambung antara gue dengan dia, walaupun selera musik gue berbeda dengan dia. Dia adalah seorang vokalis band juga dan dari situ biasanya obrolan gue dengan dia bermula.
Uniknya, hampir setiap saat ketika memulai percakapan, selalu Wila duluan yang menyapa atau membuka obrolannya. Gue hanya sesekali aja. Bahasannya lebih kepada urusan teknik vokal dan berujung kepada gosip-gosip yang terjadi dikomunitas jepangan di Surabaya sana, bagaimana dia kadang mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan panggungan yang ternyata nasibnya sama dengan band gue, atau banyaknya intrik yang terjadi antara cosplayer dan anak band, dan antar lingkaran bandnya sendiri.
Hampir sama semuanya yang terjadi ditempat gue juga sebenarnya. Mungkin karena gue belum banyak cerita, atau dia yang selalu membuka obrolan dengan cerita seperti itu, jadinya seperti isi orang-orang dikomunitas yang ada di sekitaran Jabodetabek berbeda dengan di Jawa Timur khususnya Surabaya. Padahal pada dasarnya sama aja nggak terlalu banyak perbedaan.
Sementara itu, gue masih memantau dari kejauhan aja ke Emi. Emi banyak sekali memasang status galau di Facebooknya yang bernama asli maupun yang bernama Erika. Disini gue juga semakin melihat pengaruh Emi didunia maya yang sangat besar.
Facebook Emi yang pakai nama asli terlihat sepi-sepi aja, mungkin karena sudah pada pindah ke instagram, lain cerita ketika Emi sebagai Erika Shinobu. Satu kali dia posting, entah itu kalimat panjang, pendek, atau sekedar share berita, quotes, serta gambar, yang like dan balas di comment bisa puluhan bahkan sampai ratusan. Kebanyakan menyemangati Emi agar menjadi orang yang strong, stay healthy, dan selalu ceria.
Sungguh sebuah alter yang mengagumkan dan inilah yang membuat diri Emi berbeda. Ini juga yang membuat gue yang baru seminggu menghilang dari kehidupan Emi sudah membuat gue merindu dengan amat sangat. Ini belum urusan dengan band. Karena dengan adanya band ini, gue setiap saat harus ketemu dengan Emi, secara profesional. Mungkin nanti akan ada momen nggak enaknya, tapi gue yakin bisa dilalui dengan baik.
Permasalahan di band ini nggak berhenti dari konflik antara gue dengan Emi secara personal sebenarnya. Arko yang semakin nggak bisa ditebak pemikirannya karena pengaruh istrinya yang besar sekali membuat situasi menjadi nggak terlalu bagus.
Bisa dikatakan, ketika band ini sudah mulai kembali mendapatkan jalurnya sebagai band penampil utama alias guest star, perjuangan yang sudah dikreasikan Emi dan sukses dieksekusi dengan baik oleh para personil, perlahan jadi luntur lagi karena Arko yang selalu aja bertindak sesuai mau istrinya.
Latihan menjadi diatur jadwalnya sama istrinya, sudah begitu kadangkala, seperti yang sudah-sudah, deal sudah oke dengan pihak panitia acara, satu minggu jelang acara dia bilang kalau nggak bisa manggung. Pada akhirnya memang selalu dapat pengganti, tapi kalau begini terus, lebih baik berjalan sekalian tanpa Arko.
Apalagi sekarang konflik bertambah dengan absennya Emi diband. Band menjadi nggak teratur tanpa arah. Sebenarnya Emi sudah curhat mengenai masalah ini sewaktu kami masih bersama. Emi bilang kalau semua tergantung sama istrinya Arko, baiknya istrinya dia aja yang menjadi manajer band, nggak usah Emi lagi. Karena semua yang sudah dirancang Emi dan disetujui oleh semua personil bisa dibatalkan sepihak oleh Arko dengan alasan klasik, istrinya nggak mengijinkan.
Vino yang saat itu sudah menikah saja sampai geleng-geleng kepala melihat perilaku Arko yang begitu nurut, atau dengan kata lain takut dengan istrinya. Sekarang malah nggak ada Emi buat sementara waktu, jadi makin runyam urusan. Mastermind-nya band ini nggak ada. Jadi gue memutuskan untuk sementara waktu pegang kendali, toh semua mau mendengarkan omongan gue.
Gue memutuskan untuk jalan terus aja tanpa Arko. tapi tidak tanpa Emi. mungkin gue yang harus mengalahkan ego gue dalam masalah ini. Gue harus menghubungi Emi lagi, secara profesional. Tapi mengingat saat ini belum ada panggungan terdekat, gue memutuskan untuk menunda dulu rencana tersebut.
Gue memang sangat kehilangan Emi yang benar-benar mengerti semua mau gue. Bisa mengakomodir semua kebutuhan gue, bahkan sampai urusan profesional band pun bisa dia urus. Daripada gue berlarut-larut dalam pemikiran dan penyesalan ini, lebih baik gue refreshing aja dulu. Dan gue memutuskan untuk mencoba mengajak Lira lagi.
Dia mau diajak beberapa kali untuk jalan. Dan setiap gue jalan dengan dia pun, dia selalu menunjukkan gesture yang sangat touchy, sehingga selalu bisa memunculkan pikiran yang tidak-tidak. tetapi kalau gue coba sentil obrolan yang menjurus, dia selalu menghindar. Hahaha. Sungguh nggak ketebak. Yang jelas, target gue sudah jelas, hanya mau tau fisiknya aja.
Obrolan gue dengan Lira juga sebenarnya nggak nyambung-nyambung banget. nggak senyambung obrolan gue dengan cewek Surabaya bernama Wila itu. Cuma ya namanya pasang target, setidaknya bisa lah dipenuhi dulu. Kalau udah memenuhi rasa penasaran, mungkin gue akan mundur dari kehidupan Lira.
--
Pada satu perjalanan, gue dan Lira sempat mampir ke karaoke. Kami berkaraoke dulu disana, katanya dia langganan nyanyi-nyanyi disana bersama dengan kolega kantornya. Gue tentunya sangat senang karena gue juga hobi menyanyi.
Kami masuk dalam bilik yang nggak terlalu besar dan mulai banyak menyanyi. Ternyata banyak lagu kesukaan gue yang nggak ada didalam daftar lagu karaoke ini. Jadi gue menyanyikan lagu-lagu umum lokal yang diketahui banyak orang aja.
“Suara kamu emang bagus ya mas. Nggak rugi aku ngajak kamu kesini. Hehehe.” Ujar Lira.
“Ya namanya juga sering nyanyi dari jaman kuliah. Hehe.” kata gue.
“Kayaknya kalau kamu ada di kajian aku, kamu bisa tuh menghibur kita dengan nyanyian semacam shalawat gitu.”
“Waduh aku nggak begitu paham kalau nyanyi kayak gitu Lir. Lagian kan itu kamu kajian perempuan semua. Ntar aku ganteng sendiri. Hahahaha.”
“Hahaha iya, makanya itu, kan nggak mungkin tuh. Tapi ya aku bayangin aja, pasti hiburan banget buat jamaah yang datang.”
Gue kadang bingung dengan Lira ini. Disatu sisi dia menunjukkan sisi religiusnya dengan ikut kajian-kajian dari ustadzah favoritnya. Tapi disisi lain, seperti sekarang, dia duduk mepet banget sama gue, bahkan bersandar dibahu kiri gue sambil bernyanyi dengan suara yang seadanya.
“Aku ngantuk banget Mas. Kemarin malam tetanggaku ada yang meninggal dan aku bantu-bantu disana sampai pagi ini. Aku baru tidur dua jam dan sekarang belum tidur lagi.”
“Yaudah aku nyanyi kamu tiduran aja dulu ya. kan bangkunya panjang ini.”
Tanpa banyak bicara, dia langsung merebahkan dirinya dipaha gue. dia yang memakai kerudung membuat gue sedikit geli. Apalagi kepala dia sangat dekat dengan rocky kan. Untung rocky ini bisa diajak kompromi dan nggak langsung bereaksi menunjukkan ketangguhannya.
Gue melanjutkan nyanyi dengan lagu-lagu yang sudah dipilih dan dijadikan playlist. Sementara itu, dia tidur dengan lelap. Ternyata dibalik sweater atau jaket yang dia pakai, dia hanya memakai tanktop berwarna gelap. Hal ini bisa gue identifikasi ketika dia tidur agak telentang dan tangannya terjuntai kebawah, gunung kembar berukuran diatas rata-rata itu begitu terlihat jelas dibalik ketatnya tanktop, dan jaket yang tersibak sedikit di sisi kanan tubuhnya membuat gue tau kalau memang itu adalah tanktop.
Pikiran gue mulai nggak konsen melihat pemandangan ini. Tapi alih-alih mau macam-macam, gue malah membalikkan tangan kanan Lira yang terjuntai kelantai keatas lagi. Gue menutup jaket tersebut sehingga bagian samping kanan dadanya yang sempat gue lihat jadi ketutup lagi.
Sekitar setengah jam dia anteng tidur dipaha gue. sampai pada posisi dia membalikkan badannya kearah badan gue, yang artinya posisi muka Lira berada persis didepan rocky. Pembatasnya hanya celana jeans gue dan celana dalam aja. sisanya ini bisa tegur sapa langsung.
Lima menit kemudian, Lira akhirnya bangun. Hanya saja dia nggak langsung duduk, melainkan melingkarkan tangan kanannya ke pinggang kiri gue. dia malah mendekatkan badannya ke badan gue. lah ini kan jadi bikin gue makin geli, tapi enak juga sih. Haha.
Pada momen ini lah gue merasa Lira ini makin aneh. Ada dua hal yang kontradiktif banget yang seperti gue bilang tadi, dia pada saat bersama gue sangat touchy bahkan bisa memeluk seperti ini, tapi dilain hari dia bicara masalah agama dan seluk beluk kajian yang dia dapat bersama ulama favoritnya.
Sisi liar Lira sepertinya sedang menguasai dirinya saat ini. Bahkan ketika gue mulai elus lembut bagian atas kepalanya pun dia diam saja nggak ada kata risih sama sekali. dia kembali duduk disebelah gue lalu tersenyum kecil.
“Aku kelamaan ya tidurnya?” tanyanya.
“Ah nggak kok, cuma setengah jam aja, haha.”
“Wah lama itu sih. Maaf ya mas. Hehehe.”
“Haha santai aja. ini minum dulu. Tadi pesenannya udah datang tuh.”
Dia memesan french fries dan jus sementara gue hanya memesan air mineral aja. takutnya kalau makan macam-macam dan berminyak malah membuat tenggorokan gue jadi gatal. Lira tiba-tiba memeluk gue dari samping. Gue nggak bergerak, tapi gue terus bernyanyi.
“Mas kamu itu baik banget sih.”
“Hah? Baik gimana? Aku kan nggak ngapa-ngapain?”
“Iya aku ngerasa kamu udah baik banget sama aku. Dan sebenernya kamu itu pantesnya emang sama Emi. cocok aja gitu. Sayang banget kalian putus ya.”
“Ya mau gimana lagi, belum rejeki aku.”
“Nggak mau coba buat balikan lagi?”
“Mau sih, tapi kayaknya nggak sekarang-sekarang.”
“Sama kayak nasib aku ini. Nggak jelas banget cowok aku.”
“Yaudah biarin aja dulu. Kan ada aku ini sementara. Hehehe.”
“Kamu mau jadi serep gitu?”
“Ya nggak sih. Cuma ya nggak apa-apa, setidaknya kamu ada temen.”
“Nah ini mas yang aku maksud. Kamu baik banget.”
Dia memeluk erat gue sekarang. Dengan suasana remang-remang khas bilik tempat karaoke yang bagus, dukungan suasana benar-benar menenangkan dan menyenangkan. Tapi rasa penasaran gue dengan Lira ini ya hanya sebatas fisikal saja, sama kayak Alya. Gue mau berusaha untuk mendapatkan cinta, tapi guenya nggak cinta, hanya dalam taraf suka yang sewajarnya aja. tapi kalau bodi, ya emang itu yang bikin penasaran.
Rasa penasaran gue perlahan mulai menemukan jawaban ketika Lira memeluk gue erat. Gue balas pelukannya dan gue merasakan bodi yang proporsional. Nggak terlalu gemuk, tapi nggak kurus banget juga. Tentunya, gunung kembarnya yang sangat terasa di dada bawah jelang ke perut gue ini yang membuat senang.
Kalau dari luar, Lira nggak kelihatan memiliki bodi semok seperti ini. Hal ini karena dia selalu memakai kaos bergambar yang ukurannya agak besar. Kalau umumnya cewek memakai kaos ukuran S atau XS, dia memakai kaos ukuran M. Jadinya ya lekuk tubuhnya nggak keliatan. Apalagi setelah memutuskan memakai kerudung, walaupun masih copot pakai belum konsisten, dia sudah memakai pakaian yang memang ukurannya lebih besar. Bikin gue pusing aja udah ini.
Gue nggak berharap banyak dengan Lira, tapi setidaknya minimal gue bisa lihat seluk beluk Lira, itu udah cukup dan merupakan prestasi buat gue. hehe. Masalah hati, kalau dia mau yaudah, kalau nggak ya nothing to lose aja gue.
Yang mungkin benar-benar baru ya Wila. Ada beberapa bahasan yang bisa nyambung antara gue dengan dia, walaupun selera musik gue berbeda dengan dia. Dia adalah seorang vokalis band juga dan dari situ biasanya obrolan gue dengan dia bermula.
Uniknya, hampir setiap saat ketika memulai percakapan, selalu Wila duluan yang menyapa atau membuka obrolannya. Gue hanya sesekali aja. Bahasannya lebih kepada urusan teknik vokal dan berujung kepada gosip-gosip yang terjadi dikomunitas jepangan di Surabaya sana, bagaimana dia kadang mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan panggungan yang ternyata nasibnya sama dengan band gue, atau banyaknya intrik yang terjadi antara cosplayer dan anak band, dan antar lingkaran bandnya sendiri.
Hampir sama semuanya yang terjadi ditempat gue juga sebenarnya. Mungkin karena gue belum banyak cerita, atau dia yang selalu membuka obrolan dengan cerita seperti itu, jadinya seperti isi orang-orang dikomunitas yang ada di sekitaran Jabodetabek berbeda dengan di Jawa Timur khususnya Surabaya. Padahal pada dasarnya sama aja nggak terlalu banyak perbedaan.
Sementara itu, gue masih memantau dari kejauhan aja ke Emi. Emi banyak sekali memasang status galau di Facebooknya yang bernama asli maupun yang bernama Erika. Disini gue juga semakin melihat pengaruh Emi didunia maya yang sangat besar.
Facebook Emi yang pakai nama asli terlihat sepi-sepi aja, mungkin karena sudah pada pindah ke instagram, lain cerita ketika Emi sebagai Erika Shinobu. Satu kali dia posting, entah itu kalimat panjang, pendek, atau sekedar share berita, quotes, serta gambar, yang like dan balas di comment bisa puluhan bahkan sampai ratusan. Kebanyakan menyemangati Emi agar menjadi orang yang strong, stay healthy, dan selalu ceria.
Sungguh sebuah alter yang mengagumkan dan inilah yang membuat diri Emi berbeda. Ini juga yang membuat gue yang baru seminggu menghilang dari kehidupan Emi sudah membuat gue merindu dengan amat sangat. Ini belum urusan dengan band. Karena dengan adanya band ini, gue setiap saat harus ketemu dengan Emi, secara profesional. Mungkin nanti akan ada momen nggak enaknya, tapi gue yakin bisa dilalui dengan baik.
Permasalahan di band ini nggak berhenti dari konflik antara gue dengan Emi secara personal sebenarnya. Arko yang semakin nggak bisa ditebak pemikirannya karena pengaruh istrinya yang besar sekali membuat situasi menjadi nggak terlalu bagus.
Bisa dikatakan, ketika band ini sudah mulai kembali mendapatkan jalurnya sebagai band penampil utama alias guest star, perjuangan yang sudah dikreasikan Emi dan sukses dieksekusi dengan baik oleh para personil, perlahan jadi luntur lagi karena Arko yang selalu aja bertindak sesuai mau istrinya.
Latihan menjadi diatur jadwalnya sama istrinya, sudah begitu kadangkala, seperti yang sudah-sudah, deal sudah oke dengan pihak panitia acara, satu minggu jelang acara dia bilang kalau nggak bisa manggung. Pada akhirnya memang selalu dapat pengganti, tapi kalau begini terus, lebih baik berjalan sekalian tanpa Arko.
Apalagi sekarang konflik bertambah dengan absennya Emi diband. Band menjadi nggak teratur tanpa arah. Sebenarnya Emi sudah curhat mengenai masalah ini sewaktu kami masih bersama. Emi bilang kalau semua tergantung sama istrinya Arko, baiknya istrinya dia aja yang menjadi manajer band, nggak usah Emi lagi. Karena semua yang sudah dirancang Emi dan disetujui oleh semua personil bisa dibatalkan sepihak oleh Arko dengan alasan klasik, istrinya nggak mengijinkan.
Vino yang saat itu sudah menikah saja sampai geleng-geleng kepala melihat perilaku Arko yang begitu nurut, atau dengan kata lain takut dengan istrinya. Sekarang malah nggak ada Emi buat sementara waktu, jadi makin runyam urusan. Mastermind-nya band ini nggak ada. Jadi gue memutuskan untuk sementara waktu pegang kendali, toh semua mau mendengarkan omongan gue.
Gue memutuskan untuk jalan terus aja tanpa Arko. tapi tidak tanpa Emi. mungkin gue yang harus mengalahkan ego gue dalam masalah ini. Gue harus menghubungi Emi lagi, secara profesional. Tapi mengingat saat ini belum ada panggungan terdekat, gue memutuskan untuk menunda dulu rencana tersebut.
Gue memang sangat kehilangan Emi yang benar-benar mengerti semua mau gue. Bisa mengakomodir semua kebutuhan gue, bahkan sampai urusan profesional band pun bisa dia urus. Daripada gue berlarut-larut dalam pemikiran dan penyesalan ini, lebih baik gue refreshing aja dulu. Dan gue memutuskan untuk mencoba mengajak Lira lagi.
Dia mau diajak beberapa kali untuk jalan. Dan setiap gue jalan dengan dia pun, dia selalu menunjukkan gesture yang sangat touchy, sehingga selalu bisa memunculkan pikiran yang tidak-tidak. tetapi kalau gue coba sentil obrolan yang menjurus, dia selalu menghindar. Hahaha. Sungguh nggak ketebak. Yang jelas, target gue sudah jelas, hanya mau tau fisiknya aja.
Obrolan gue dengan Lira juga sebenarnya nggak nyambung-nyambung banget. nggak senyambung obrolan gue dengan cewek Surabaya bernama Wila itu. Cuma ya namanya pasang target, setidaknya bisa lah dipenuhi dulu. Kalau udah memenuhi rasa penasaran, mungkin gue akan mundur dari kehidupan Lira.
--
Pada satu perjalanan, gue dan Lira sempat mampir ke karaoke. Kami berkaraoke dulu disana, katanya dia langganan nyanyi-nyanyi disana bersama dengan kolega kantornya. Gue tentunya sangat senang karena gue juga hobi menyanyi.
Kami masuk dalam bilik yang nggak terlalu besar dan mulai banyak menyanyi. Ternyata banyak lagu kesukaan gue yang nggak ada didalam daftar lagu karaoke ini. Jadi gue menyanyikan lagu-lagu umum lokal yang diketahui banyak orang aja.
“Suara kamu emang bagus ya mas. Nggak rugi aku ngajak kamu kesini. Hehehe.” Ujar Lira.
“Ya namanya juga sering nyanyi dari jaman kuliah. Hehe.” kata gue.
“Kayaknya kalau kamu ada di kajian aku, kamu bisa tuh menghibur kita dengan nyanyian semacam shalawat gitu.”
“Waduh aku nggak begitu paham kalau nyanyi kayak gitu Lir. Lagian kan itu kamu kajian perempuan semua. Ntar aku ganteng sendiri. Hahahaha.”
“Hahaha iya, makanya itu, kan nggak mungkin tuh. Tapi ya aku bayangin aja, pasti hiburan banget buat jamaah yang datang.”
Gue kadang bingung dengan Lira ini. Disatu sisi dia menunjukkan sisi religiusnya dengan ikut kajian-kajian dari ustadzah favoritnya. Tapi disisi lain, seperti sekarang, dia duduk mepet banget sama gue, bahkan bersandar dibahu kiri gue sambil bernyanyi dengan suara yang seadanya.
“Aku ngantuk banget Mas. Kemarin malam tetanggaku ada yang meninggal dan aku bantu-bantu disana sampai pagi ini. Aku baru tidur dua jam dan sekarang belum tidur lagi.”
“Yaudah aku nyanyi kamu tiduran aja dulu ya. kan bangkunya panjang ini.”
Tanpa banyak bicara, dia langsung merebahkan dirinya dipaha gue. dia yang memakai kerudung membuat gue sedikit geli. Apalagi kepala dia sangat dekat dengan rocky kan. Untung rocky ini bisa diajak kompromi dan nggak langsung bereaksi menunjukkan ketangguhannya.
Gue melanjutkan nyanyi dengan lagu-lagu yang sudah dipilih dan dijadikan playlist. Sementara itu, dia tidur dengan lelap. Ternyata dibalik sweater atau jaket yang dia pakai, dia hanya memakai tanktop berwarna gelap. Hal ini bisa gue identifikasi ketika dia tidur agak telentang dan tangannya terjuntai kebawah, gunung kembar berukuran diatas rata-rata itu begitu terlihat jelas dibalik ketatnya tanktop, dan jaket yang tersibak sedikit di sisi kanan tubuhnya membuat gue tau kalau memang itu adalah tanktop.
Pikiran gue mulai nggak konsen melihat pemandangan ini. Tapi alih-alih mau macam-macam, gue malah membalikkan tangan kanan Lira yang terjuntai kelantai keatas lagi. Gue menutup jaket tersebut sehingga bagian samping kanan dadanya yang sempat gue lihat jadi ketutup lagi.
Sekitar setengah jam dia anteng tidur dipaha gue. sampai pada posisi dia membalikkan badannya kearah badan gue, yang artinya posisi muka Lira berada persis didepan rocky. Pembatasnya hanya celana jeans gue dan celana dalam aja. sisanya ini bisa tegur sapa langsung.
Lima menit kemudian, Lira akhirnya bangun. Hanya saja dia nggak langsung duduk, melainkan melingkarkan tangan kanannya ke pinggang kiri gue. dia malah mendekatkan badannya ke badan gue. lah ini kan jadi bikin gue makin geli, tapi enak juga sih. Haha.
Pada momen ini lah gue merasa Lira ini makin aneh. Ada dua hal yang kontradiktif banget yang seperti gue bilang tadi, dia pada saat bersama gue sangat touchy bahkan bisa memeluk seperti ini, tapi dilain hari dia bicara masalah agama dan seluk beluk kajian yang dia dapat bersama ulama favoritnya.
Sisi liar Lira sepertinya sedang menguasai dirinya saat ini. Bahkan ketika gue mulai elus lembut bagian atas kepalanya pun dia diam saja nggak ada kata risih sama sekali. dia kembali duduk disebelah gue lalu tersenyum kecil.
“Aku kelamaan ya tidurnya?” tanyanya.
“Ah nggak kok, cuma setengah jam aja, haha.”
“Wah lama itu sih. Maaf ya mas. Hehehe.”
“Haha santai aja. ini minum dulu. Tadi pesenannya udah datang tuh.”
Dia memesan french fries dan jus sementara gue hanya memesan air mineral aja. takutnya kalau makan macam-macam dan berminyak malah membuat tenggorokan gue jadi gatal. Lira tiba-tiba memeluk gue dari samping. Gue nggak bergerak, tapi gue terus bernyanyi.
“Mas kamu itu baik banget sih.”
“Hah? Baik gimana? Aku kan nggak ngapa-ngapain?”
“Iya aku ngerasa kamu udah baik banget sama aku. Dan sebenernya kamu itu pantesnya emang sama Emi. cocok aja gitu. Sayang banget kalian putus ya.”
“Ya mau gimana lagi, belum rejeki aku.”
“Nggak mau coba buat balikan lagi?”
“Mau sih, tapi kayaknya nggak sekarang-sekarang.”
“Sama kayak nasib aku ini. Nggak jelas banget cowok aku.”
“Yaudah biarin aja dulu. Kan ada aku ini sementara. Hehehe.”
“Kamu mau jadi serep gitu?”
“Ya nggak sih. Cuma ya nggak apa-apa, setidaknya kamu ada temen.”
“Nah ini mas yang aku maksud. Kamu baik banget.”
Dia memeluk erat gue sekarang. Dengan suasana remang-remang khas bilik tempat karaoke yang bagus, dukungan suasana benar-benar menenangkan dan menyenangkan. Tapi rasa penasaran gue dengan Lira ini ya hanya sebatas fisikal saja, sama kayak Alya. Gue mau berusaha untuk mendapatkan cinta, tapi guenya nggak cinta, hanya dalam taraf suka yang sewajarnya aja. tapi kalau bodi, ya emang itu yang bikin penasaran.
Rasa penasaran gue perlahan mulai menemukan jawaban ketika Lira memeluk gue erat. Gue balas pelukannya dan gue merasakan bodi yang proporsional. Nggak terlalu gemuk, tapi nggak kurus banget juga. Tentunya, gunung kembarnya yang sangat terasa di dada bawah jelang ke perut gue ini yang membuat senang.
Kalau dari luar, Lira nggak kelihatan memiliki bodi semok seperti ini. Hal ini karena dia selalu memakai kaos bergambar yang ukurannya agak besar. Kalau umumnya cewek memakai kaos ukuran S atau XS, dia memakai kaos ukuran M. Jadinya ya lekuk tubuhnya nggak keliatan. Apalagi setelah memutuskan memakai kerudung, walaupun masih copot pakai belum konsisten, dia sudah memakai pakaian yang memang ukurannya lebih besar. Bikin gue pusing aja udah ini.
itkgid dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup