Kaskus

Story

papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 05-04-2024 04:27
ridom203Avatar border
sampeukAvatar border
bebyzhaAvatar border
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
333.7K
3.1K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#297
Pengalaman kami bag.2




Kita kembali keperjalananku dengan Soleh untuk mencari daun bambu pesanan Abah



Aku berjalan beriringan dengan Soleh. Aku memperhatikan anak muda yang masih berusia belasan tahun ini. Kecil, tingginya hanya sepundaku, berambut gondrong dan sedikit kecoklatan. warna kulitnya sendiri sawo matang.


Soleh malam itu memakai baju Koko dan hanya bercelana komprang saja. Sebuah sarung bekas tadi ia mengaji, ia selempangkan ditubuhnya.


Aku memasukan kedua tanganku kesaku jaketku, ketika angin malam bertiup agak kencang.


"Brrrr...dingin banget Leh, disini," kataku memecah kesunyian.


Soleh menoleh kearahku sekilas, ia lalu menjawab, "iya, a. Namanya juga udara dikampung. Malem lagi. Beda atuh sama angin dikota. Yang meskipun malem tetep aja ngerasa panas. Sumuk."


Aku tertawa, "bener banget Leh. Enakan disini udaranya. Sejuk, dingin," ujarku.


Soleh mengangguk.


Kami berjalan dengan langkah cepat. Aku sesekali hampir jatuh terpeleset karena jalanan yang gelap. Kami berdua lupa tidak membawa senter. Dan hp ku? Aku malah meninggalkannya ditempat Abah.
emoticon-Cape deeehh


bodoh.


"Masih jauh, Leh?" Tanyaku sambil menahan dingin.


"Enggak, a. Sebentar lagi. Nanti kalau udah lewatin sawah-sawah ini, kita sampai dikebun punya Abah," jawab Soleh santai.


Kami terdiam lagi. Hanya suara langkah kaki kami yang terdengar. Sesekali suara binatang-binatang malam terdengar.

Deg!

Aku merinding begitu kakiku sampai didepan kebun Abah.
emoticon-Takut

Soleh kulihat masuk kedalam kebun. Ia menoleh, karena melihatku masih diam ditempat.


"Kenapa, a? Ayo masuk," kata Soleh.


"I...iya," jawabku gugup. 


Begitu kakiku melangkah. Hampir semua buku kudukku berdiri. Kurasakan pori-poriku membesar.


Aku berdiri diam ditempat begitu masuk kekebun Abah. Kaki dan hatiku sangat berat untuk melangkah. Panca indraku kurasakan menyuruhku untuk diam saja ditempat ini. Atau kalau bisa aku harus secepatnya keluar dari kebun ini.


Soleh yang melihatku diam datang memdekat.


Sambil menggoyangkan tanganku, ia berkata.


"Kenapa, a? Ayo kita harus cepat. Bukannya AA butuh daun bambu secepatnya?" Tanya Soleh sambil mengingatkanku akan maksud dan tujuanku datang ketempat ini.


Begitu kaki ini mulai kulangkahkan, terdengar suara yang belum pernah kudengar secara "live", tapi sering kudengarkan di YouTube.


Suara itu adalah suara tawa cekikikan yang sangat khas. Ingin kutolak, tapi suara tawa itu malah semakin menghujam masuk kedalam Indra pendengaran ku.


"Leh...," Desahku sambil menatap Soleh lekat. 


Soleh sendiri kulihat sedikit terkejut. Kulihat itu pada saat mataku menatap matanya. Pupil mata soleh agak membesar. Tapi sedetik kemudian Soleh tersenyum lagi.


Dengan menyentuh pundakku, ia lalu berkata dengan tenang.


"Santai aja, a. Anggap aja itu manusia juga seperti kita. Jadi aa bisa tenang, karena disini bukan hanya kita berdua. Tapi ada manusia lain." Katanya dengan santai.


"Kampret," aku mengumpat didalam hati, "mana ada manusia tengah malam gini nangkring diatas pohon," umpatku sambil membayangkan sosok wanita dengan baju gamis muslimah berwarna putih, sedang duduk tenang diatas sebuah dahan.

kaskus-image


Aku menghela nafas dalam.


"Jangan takut, a," kata Soleh, "ingat kata Abah, selalu berdzikir dan perbanyak shalawat. Pasti hati akan tenang."


"Ho'oh, kalau ngomong sih gampang. Ngelakuinnya ituuu," kembali aku mengumpat jengkel didalam hati.

Tapi akhirnya saran Soleh kulakukan juga.
emoticon-Malu


Aku berfikir, kalau ini belum apa-apa. Baru aja masuk, masa aku sudah ketakutan. Lalu bagaimana aku bisa mencari daun bambu itu kalau gini. Aku harus kuat demi istriku, lebih luasnya demi kelanjutan keluargaku. 


"Aku harus bisa mengalahkan sikampret Sukirman itu," yakinku dalam hati sambil mengepalkan kedua tanganku.
emoticon-Gregetan


Setelah menemukan alasan dan motivasi. Perlahan ketakutanku mulai berkurang. Bibit-bibit keberanian mulai tumbuh dihatiku.


Aku mengangguk kepada Soleh. Memberitahukan kepadanya bahwa ketakutanku sudah hilang.


Soleh tersenyum senang. Iapun mengangguk.


"Siap?" Tanyanya.


Aku mengangguk mantap.


"Ayo," kataku.


Dan dengan penuh keyakinan juga percaya diri, aku mulai melangkahkan kakiku untuk mengambil daun pesanan Abah.


Begitu kakiku mulai kuangkat, disertai rasa keberanian tentunya.


Suara tawa itu terdengar lagi.


"Hihihihihi...,"


"Bruk!" 


Kaki yang baru saja kulangkahkan dan baru menapak tanah, langsung lemas. Tubuhku langsung ambruk tak berdaya. Semua keberanian yang sudah tumbuh menguap entah kemana.
emoticon-Cape d...


Tubuhku lemas, takut, merinding, semua menjadi satu.


Jika sewaktu menonton di YouTube aku bisa tertawa-tawa menyaksikan para pencari hantu itu lari terbirit-birit. Aku malah lebih parah, boro-boro lari, menggerakkan kakiku untuk melangkah saja aku sudah tak sanggup. Serasa semua tulang-tulang dikaki ini hilang. 


Soleh buru-buru mendatangiku.


"Aa, kenapa, a?" Tanyanya.


Ia mencoba mengangkat tubuhku. Tapi kemudian ia menyerah, tubuhku lemas bagaikan tak bertulang. Aku sungguh sangat amat ketakutan. 


Baru kali ini, aku secara langsung mendengar suara spesial itu. Aku berfikir, baru suaranya aja udah lemes, apalagi ditampakkan wujudnya. Bisa-bisa pingsan.


Soleh, samar-samar kudengar ia seperti membaca-baca doa. Lalu menitipkannya kearah kepalaku. Ia lalu mengusap-usap tubuhku, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kemudian ia menepuk-nepuk punggungku agak keras.


"Aa harus terus berdzikir. Jangan sampai kosong. Karena kuntilanak itu tadi hampir saja merasuki tubuh aa. Untungnya tubuh aa masih ada perlindungan dari Abah. Jadi dia mental lagi," kata Soleh.


Abah...


Ya, aku langsung teringat akan Abah. 


Aku langsung berfikir. Tak mungkin Abah akan melepaskan lu begitu saja tanpa diawasinya. Buktinya saja barusan. Soleh berkata kuntilanak itu tadi bermaksud merasuki tubuhku, tapi ia gagal karena aku mendapatkan perlindungan dari Abah (atas izin Allah SWT).


Entah dari sugestiku barusan, atau juga berkat bantuan Soleh, aku sanggup untuk berdiri. Meskipun dengan bantuan Soleh.


"Aku tak boleh takut dan kalah. Dia itu makhluk alam lain. Dia gak akan bisa menyakitiku langsung. Manusia adalah manusia paling sempurna. Dan aku punya Allah. Abah juga pasti selalu memantau ku (padahal, dari yang aku dengar dari Abah, Abah boro-boro memantauku. Dia aja sibuk memberikan arahan kepada istriku dipondokan. Abah hanya percaya saja kalau aku dan Soleh pasti bisa melakukan tanggung jawab ini. Hadeh...Abah, Abah)."
emoticon-Ngakak


Setelah berfikir sampai situ. Keberanian ku kembali timbul.


"Lanjut Leh," kataku agak keras. Mencoba untuk menekan rasa takut yang masih tersisa.


Soleh yang paham, segera bergegas berjalan didepan.


"Tungguin, soleeehh..!" Kejarku sambil memegang ujung kain sarung yang melilit tubuhnya.
emoticon-Hammer2


Aku dan Soleh kembali berjalan. Soleh yang sudah paham seluk beluk kebun, berjalan dengan cepat. Aku yang mengikutinya sesekali terpaksa menunduk menghindari dahan-dahan yang menjuntai.


"Itu, a. Pohon-pohon bambu milik Abah," ujar Soleh agak keras sambil menunjuk kesebuah arah.


Aku mengikuti arah telunjuk Soleh. 


Benar apa yang ia katakan. Didepan sana terdapat banyak rumpun bambu yang cukup lebat.

kaskus-image

Sebuah senyuman langsung tergurat diwajahku. Tapi, aku langsung tersadar. Aku dan Soleh harus memilih sebuah daun diantara ribuan daun disana.


"Suwe," keluhku.


Kami berdua segera menuju kerumunan bambu.


Lalu, kami bersepakat agar cepat menemukan daun itu, kami harus berpisah. Aku memutar dari sebelah kanan, Soleh kearah kiri.


"Bismillahirrahmanirrahim," 


Kami lalu segera bergerak. Sebelum berpisah, aku memberi tahu soleh, bahwa daun yang Abah minta itu adalah daun bambu yang bergoyang sendiri. Dan, posisi daun itu sejajar dengan kepala.


Begitu kami berpisah.


"Wusss...," 


Sesuatu seperti terbang diatas kepalaku dan menembus rapatnya rerumpunan bambu didepanku.


"Serrr...," Bulu kuduku kembali berdiri. 


Tapi sudah kepalang tanggung. Ibarat mandi, kakiku ini sudah basah. Basahin aja sekalian seluruh tubuh ini.


Maka, aku seolah tak memperdulikan gangguan barusan. Aku lalu berusaha fokus menemukan daun yang kucari.


Mataku jelalatan, berusaha menemukan sebuah daun yang sedang bergoyang sendirian diantara banyaknya daun lainnya. 


Petunjuk Abah sangat membantuku dalam mencari daun itu. Karena aku hanya fokus menemukan daun bambu yang sejajar dengan kepalaku.


"Deg!" Jantungku seperti berdegup kencang.


"Kepalaku...," Ulangku perlahan-lahan, "kepalaku...!" Ya ampun, aku baru sadar. Tinggiku dan tinggi Soleh berbeda.
emoticon-Cape d...


Soleh tingginya hanya sepundakku. Jadi ia tak akan bisa menemukan daun yang kami cari kalau dia fokus menatap kedepan. Mencari daun yang sejajar dengan kepalanya.


Aku menepuk kepalaku. 
emoticon-Hammer2


Mumpung belum jauh, aku segera membalikkan badan untuk mengejar Soleh. 


Tapi...


Aku segera memutar kembali tubuhku 360°, kembali menghadap posisiku semula.


Kenapa?


Tak lain adalah karena sewaktu aku berbalik, tepat didepanku ada sesosok tubuh tinggi, dengan seluruh tubuhnya dibalut dengan kain berwarna putih kumal.


Meskipun sekilas, tapi aku bisa dengan jelas melihat wajahnya yang hitam legam. Mata melotot tajam, hidungnya gak ada. Rata. Hanya ada dua buah lubang yang juga hitam. Untuk bibir, aku tak begitu melihat jelas. Jadi aku tak begitu bisa mendeskripsikannya.


Yang pasti, itu adalah jenis hantu yang paling aku takuti. Bodo amat dengan hantu yang lain, tapi tidak dengan jenis ini.


Pocong!


kaskus-image


Ya, itulah sebutan umum bagi jenis hantu yang kini ada dibelakang tubuhku.


Tubuhku membeku. Tak bisa kugerakan.


Mungkin, bila kuingat-ingat. Waktu itu aku sempat berfikir, kenapa aku tak pingsan saja. Terus Soleh bisa menemukan daun itu. Lalu Soleh mengusir poci itu. Membangunkan ku, lalu kami berdua kembali kepondokan Abah. Dan semua selamat.


Tapi aku tak bisa pingsan. Bahkan sampai usiaku 30 tahun saat ini. Belum pernah sekalipun aku ini pingsan.


Kembali ke cerita.


Aku terdiam. Jangankan untuk berteriak meminta pertolongan kepada soleh, berdoa meminta pertolongan kepada yang maha esa saja aku tak bisa. Yang bisa kulakukan saat itu adalah hanya berdiri diam. Mataku juga tak bisa kukedipkan. Apalagi kupejamkan! Bagiaman kalau si poci itu melompat dan hup! Beliau berdiri tepat didepanku?


Aku tak mau membayangkannya.


Aku hanya bisa pasrah...dan takut.


Mungkin kalian disini mengejekku. Begitu takutnya aku sampai-sampai aku tak memikirkan lagi keselamatan istriku disana.


Woy, bos. Ini bukan cerita khayalan yang tiba-tiba datang sebuah keajaiban dan membantuku menyelamatkan diri. Ini adalah cerita nyata yang kualami, dan memang terjadi sebuah keajaiban.


Soleh tiba-tiba datang dari arah yang berlawanan.


Ia terheran-heran dengan keadaanku yang diam membeku ditempat itu. Plus dengan mata melotot tak berkedip. Hanya bibirku saja yang bergerak-gerak. Bukan bergerak-gerak karena sedang baca doa. Tapi karena ketakutan.


Soleh segera mendatangiku. Ia lalu menepuk tanganku dan mengguncangkan ya dengan keras.


"A, aa!" Serunya.


Aku seketika kembali bisa bergerak. Bibirku langsung terkatup. Mataku bisa kembali kugerak-gerakan.


"Soleh," desisku pelan.


Soleh mengangguk.


"Iya, a. Ada apa? Kenapa aa diam wae," katanya.


Aku tak menceritakan tentang si poci tadi. Karena aku yakin, poci ini sudah tidak ada di belakangku. Karena nyatanya Soleh sendiri tak ketakutan atau menunjukan gejala ia melihat hantu itu dibelakangku.


"Gak papa, Leh. Gimana, kamu bisa nemuinnya?" Tanyaku.


Soleh mengangguk.


"Daun ini enggak persisi didepan mataku sih, a. Tapi agak diatas. Jadi aku harus sedikit mendongak sewaktu mengambilnya," katanya sambil menunjukan sebuah daun bambu ditangan kanannya.

kaskus-image

"Alhamdulillah," ujarku bersyukur.

"gak sia-sia bocil ini kuajak," kataku dalam hati sambil tersenyum. Aku langsung berjanji untuk memberinya hadiah suatu saat nanti.


"Ya udah, sekarang kita kembali kepondokan Abah yuk," kata Soleh.


Aku langsung mengangguk.


Dengan sedikit was-was, aku berbalik badan.


Dan...






***
jenggalasunyi
sulkhan1981
sampeuk
sampeuk dan 46 lainnya memberi reputasi
47
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.