Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Siapa Pilot Darurat Sipil?
Spoiler for KSAD dan Panglima:


Spoiler for Video:


“Kini ibu sedang lara, Merintih dan berdoa.” Sepertinya penggalan dari lagu Ibu Pertiwi tersebut telah menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Pandemi Covid-19 telah mengubah segala aspek kehidupan rakyat Indonesia. Pembatasan dilakukan di mana-mana dalam rangka menekan penyebaran virus. Hal tersebut terpaksa dilakukan, sebab apabila dibiarkan saja akan banyak korban jiwa di Indonesia, seperti yang terjadi di Italia.

Demi menekan penyebaran Covid-19, Pemerintah mau tidak mau harus mengambil tindakan cepat. Oleh karena itu diberlakukanlah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkannya dan akan dilaksanakan per 10 April 2020.

Melalui PSBB kegiatan warga akan dibatasi. Seperti meliburkan sekolah dan tempat kerja yang tidak esensial, membatasi kegiatan keagamaan, membatasi kegiatan di tempat atau fasilitas umum, membatasi kegiatan sosial dan budaya, membatasi moda transportasi, membatasi kegiatan warga yang terkait pertahanan dan keamanan, melarang kerumunan, serta membatasi ojek online. Apabila kedapatan melanggar akan ada sanksi hukum.

Sumber :  Detik [Yang Harus Diketahui tentang PSBB di Jakarta]

Namun pertanyaannya, apakah rakyat Indonesia mampu menjalankannya? Terlebih lagi segala hal yang dibatasi tersebut sudah menjadi ciri khas atau bagian dari hidup rakyat Indonesia. Tengok saja dari pembatasan kegiatan keagamaan. Pembatasan ini berarti sholat berjamaah di masjid akan ditiadakan. Hal yang tentunya amat sulit untuk dilakukan, terlebih lagi jelang bulan suci Ramadhan di mana banyak umat muslim beribadah ke masjid. Bulan Ramadhan pun menjadi momen bagi banyak rakyat Indonesia untuk melakukan tradisi mudik yang dilakukan beramai-ramai menggunakan transportasi umum.

PSBB pun menyorot hal terkait meliburkan tempat kerja yang tidak esensial. Hal ini masih tertolong dengan kegiatan Work From Home (WFH). Akan tetapi, bagaimana dengan pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk WFH? Tentu pengusaha tidak akan menggaji karyawannya atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja.

Sehingga dalam penerapan PSBB sangat mungkin terjadi civil disobedience alias pembangkangan. Banyak umat muslim akan merasa terkekang karean ibadahnya dibatasi. Selain itu, banyaknya pengangguran yang terjadi akibat PHK pun menambah bibit-bibit civil disobedience tersebut. Belum lagi persoalan Omnibus Law RUU Ciptaker yang dapat mendorong para buruh untuk demo besar-besaran meski dalam kondisi pandemi seperti ini. PSBB pun akhirnya akan sia-sia dan penyebaran virus corona tetap tak dapat ditahan. Civil disobedience pada akhirnya berujung pada kekacauan.

Oleh karena itu pula pada 30 Maret 2020, Presiden Jokowi mengatakan apabila PSBB gagal memutus penyebaran virus corona, maka ia akan mengaktifkan darurat sipil.

Ketentuan mengenai Darurat Sipil tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Keadaan Bahaya itu memiliki tiga tingkatan, mulai dari Darurat Sipil, Darurat Militer, hingga Darurat Perang.

Menurut Pasal 3 Ayat 2 Perppu tersebut, diaturlah susunan kabinet dalam keadaan darurat. Presiden akan dibantu oleh :
1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara.

Kita dapat melihat bersama susunan kabinet saat Keadaan Darurat terdiri atas 3 pihak dari fungsi sipil (Menteri Pertama, Mendagri, Menlu) dan 5 pihak dari fungsi militer (Menhan, KSAD, KSAL, KSAU, dan Kapolri). Sebagai informasi, Menhan masuk ke dalam fungsi militer karena pada era itu jabatan Menhan diisi oleh Pangab (Panglima Angkatan Bersenjata/Panglima TNI). Menhan yang merangkap Pangab, membawahi seluruh intelijen, dan 3 posisi Kepala Staf TNI.

Spoiler for Menhan:



Sebelum Perppu Nomor 23 tahun 1959, yakni antara tahun 1956 - 1959 di mana Indonesia saat itu dihadapi oleh berbagai gelombang separatis, kursi Menhan diduduki oleh Ali Sastroamidjojo (1956 - 1957) dan Ir. Djoeanda kartawidjaya (1957 - 1959). Sedangkan jabatan Panglima TNI pada era itu memiliki nama Gabungan Kepala-Kepala Staf yang dipimpin oleh Jenderal TNI Abdul haris Nasution.

Spoiler for Panglima TNI:



Setelah Perppu Nomor 23 Tahun 1959 dikeluarkan, pada periode 1959 – 1966 posisi Menhan diduduki oleh AH Nasution, sedangkan jabatan Gabungan Kepala-Kepala Staf (1959 – 1961) dijabat Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma. Sedangkan. Namun pada tahun 1962 jabatan Ketua Gabungan Kepala-kepala Staf dihapus dan diganti jabatan Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KASAB). Sejak tahun 1962 pula Menhan AH Nasution merangkap jabatan KASAB (Panglima TNI).

Apabila Presiden Jokowi akan menerapkan Darurat Sipil merujuk pada Perppu Nomor 23 Tahun 1959 maupun regulasi barunya tetap menggunakan porsi yang sama, maka Pemerintahan Darurat Sipil nantinya akan berjalan tanpa adanya komando dari Panglima TNI. Dengan kata lain, saat Darurat Sipil, Panglima TNI yang seharusnya menjadi pucuk pimpinan militer tidak memiliki pengaruh atau kekuasaan apapun. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya persaingan 4 Matra, antara AD, AL, AU, dan Kepolisian.

Tidak adanya jabatan strategis Panglima TNI dalam Kabinet Darurat Sipil akan menyebabkan AD sebagai matra terkuat dan memiliki personel berpotensi merebut pimpinan negara saat Darurat Sipil. Sepertinya, hal ini pula yang mendorong Panglima TNI yang berasal dari AU melakukan mutasi dan promosi terhadap puluhan perwira tinggi (Pati) di lingkungan TNI yang tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/355/III/2020 tanggal 31 Maret 2020. Salah satunya memutasi Wakil KSAD Letjen TNI Tatang Sulaiman ke Pati Mabes TNI AD dalam rangka pensiun. Ia mengangkat Mayjen TNI Mochammad Fachruddin dari Asisten Operasi KSAD menjadi Wakil KSAD yang baru.

Sumber : CNN Indonesia[Panglima TNI Mutasi 27 Perwira, Wakil KSAD Diganti]

Kemungkinan hal ini dilakukan dengan asumsi apabil benar KSAD merebut pimpinan tertinggi saat darurat sipil, maka Wakil KSAD baru yang diangkat oleh Panglima TNI akan memegang selurung pasukan AD. Panglima TNI pun akan menjadi kunci untuk mengkudeta balik apabila ada kesempatan.

Apakah hal ini terlalu mengada-ada? Tidak juga, buktinya dapat terlihat saat Rapat Covid-19 TNI AD tanggal 5 April 2020 yang berlangsung dengan tegang. Dalam rapat tersebut KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa sampai harus mengeluarkan dua jenderal berbintang dua dari ruang rapat untuk mengurus segala hal yang tertunda dalam agenda penanganan Covid-19 oleh TNI AD.

Sumber : VIVA [Rapat COVID-19 TNI AD Tegang, Dua Jenderal Bintang 2 Disuruh Keluar]

Kita dapat menganalisa bahwa KSAD telah melihat gelagat dari Panglima TNI. Oleh karena itu, ia harus merebut kepastian loyalitas seluruh AD, agar tidak dapat disabotase Wakil KSAD yang baru saja diangkat Panglima TNI Hadi Tjahjanto.

Kita semua tidak berharap terjadinya huru-hara yang menyebabkan diberlakukannya Darurat Sipil. Akan tetapi, apabila huru-hara terjadi, maka nasib Indonesia setelah itu akan ditentukan oleh Jokowi dan Panglima TNI kontra Menhan Prabowo yang berasal dari matra AD dan KSAD Andika Perkasa. Kepada siapakah Ibu Pertiwi akan tersenyum?
Diubah oleh NegaraTerbaru 09-04-2020 11:32
4iinch
sebelahblog
infinitesoul
infinitesoul dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1K
10
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84KAnggota
Tampilkan semua post
radigabagusAvatar border
radigabagus
#4
padahal cukup Karantina Wilayah
jzito
jzito memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.