- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1919
Pikiran Ruwet
“Gimana jadinya kak? Lo bisa bantuin kan buat prewed gue?” tanya Dania ketika gue baru aja sampai dirumah.
“Waduh kalau persiapannya gue kayaknya nggak bisa, gue ada survey ke daerah Banten. Lo mending langsung aja ke Emi. dia itu sangat kreatif anaknya. Ada aja idenya.” Jawab gue, lalu merebahkan diri di sofa.
“Yah, emang dia ngerti soal prewed? Dia aja masih lebih muda dari gue.”
“Ya emang kenapa? Orang kreatif kan nggak liat umur Dan, gimana deh?”
“Iya tapi gue masih ragu aja.”
“Udah, gue tau kemampuan Emi. dia itu sangat kreatif. Jauh lebih kreatif dari gue. jauh lebih pinter dari gue. jadi pasti dijamin oke nanti hasilnya. Biar dia yang konsep. Lo nanti tinggal eksekusi foto-foto dan posenya aja. lo mau di Taman Mini kan?”
“Iya. Gue mau coba di museum-museum gitu kak. Kira-kira bisa nggak ya?”
“Bisa udah. Percaya aja sama Emi. Dia pasti punya ide yang unik dan brilian.”
“Sekalian nanti bisa bantu gue buat skripsian nggak kak? Beda banget caranya kayak waktu gue diluar negeri dulu kak.”
“Gue udah lihat beberapa contoh skripsi yang lo kasih kemarin. Itu banyak yang salah teman lo. tapi ya terserah, gue sama Emi cuma bantu yang sesuai sama standar kampus gue.”
“Nggak usah ribet-ribet kak. Yang penting gue lulus udah cukup. Ini kan sebenarnya buat ngelengkapin CV gue, buat urusan dikantor lah biasa itu.”
“Lo sejak kapan jadi begini modelnya? Haha. Dulu lo kan selalu mau yang terbaik? Sekarang kok jadi asal-asalan juga nggak apa-apa.”
“Yah namanya juga buat ngejar karir gue kak. Jadi yang pendidikan buat pelengkap aja. toh gue juga udah ngerti seluk beluk pekerjaan gue Kak.”
“Tapi berarti ijazah lo yang dari luar negeri nggak terlalu ngaruh ya?”
“Ya ngaruh, tapi entah kenapa gue disuruh sekolah lagi, ngambil kampus lokal.”
“Aneh banget ya kantor lo. harusnya lulusan luar negeri kan ijazahnya udah lebih dari cukup.”
“Makanya itu, ini kan kayak formalitas aja sekolah gue sebenarnya. Haha.”
“Haha. Ya nggak gitu lah. Orang itu banyak yang susah mau dapet tempat kuliah, karena nggak ada biaya. Lo mestinya bersyukur dapet kesempatan lebih dari sekali untuk sekolah.”
“Hmm. Iya bener kak. Hehehe.”
“Yaudah pokoknya ntar lo hubungin Emi langsung aja ya. Lo jelasin ke dia maunya kayak gimana konsepnya, biar nanti dia yang kreasiin semuanya.”
“Oke deh kak.”
Gue selalu mempercayakan kepada Emi kalau ada urusan yang kreatif seperti itu. Gue selalu iri dengan Emi yang memiliki kemampuan otak kanan dan kiri yang sama baiknya. Jarang sekali orang yang seperti itu. Kalau kecerdasan diatas rata-rata, biasanya culun, dan sebaliknya. Tapi Emi adalah contoh langka yang harus dilestarikan. Haha.
--
Perjalanan ke Banten cukup melelahkan karena gue harus berkunjung ke beberapa pabrik besar disana. Sepanjang perjalanan gue ada percakapan dengan teman yang gue kenal dari acara yang sama ketika gue mengenal Lira dan Winda. Cakra adalah nama orang itu. Seorang gitaris dengan kemampuan mumpuni, hanya saja dia datang ke komunitas di waktu yang salah, sehingga dia seperti salah bergaul dan akhirnya nggak muncul ke permukaan.
Drumer bandnya Cakra ini sempat juga membantu band gue ketika Arko berhalangan untuk manggung karena istrinya yang akan melahirkan pada waktu itu. Jika dibandingkan dengan Arko, kemampuan bermusik anak-anak yang seumuran dengan Emi ini sangat bisa diadu dan diandalkan. Termasuk Cakra.
Gue pernah bilang ke Vino dan Drian kalau kemapuannya segitu-gitu aja nggak ada perubahan dan perkembangan, maka akan terlibas oleh anak-anak yang jauh lebih muda. Arko dan Rahman pun gue bilang seperti itu. Bagaimana dengan gue sendiri? Justru karena gue sudah sadar dan mengetahui kemampuan anak-anak milenial yang lebih muda dan lebih berani ambil resiko ini banyak yang diatas gue, gue terus berbenah kemampuan.
Nyatanya, hal ini justru yang membuat kami sering selisih pendapat. Apalagi dengan pemilihan lagu. Gue dan Arko yang paling sering terlibat konfrontasi. Apalagi semenjak anaknya lahir, Arko seperti kebingungan menentukan keputusan, antara keputusan profesional dan personal.
Gue sama anak-anak terutama Emi sebenarnya nggak membebani Arko untuk selalu mengutamakan band, karena keluarga diatas segalanya bagi kami. Walaupun band ini adalah keluarga bagi kami semua. Tapi, seringkali kesepakatan yang sudah dibuat berenam dilanggar oleh Arko sendiri. Seperti misalnya, diawal Emi sudah menanyakan pada tanggal tertentu apakah kosong jadwalnya semua personil, dijawab semua bisa alias kosong nggak ada jadwal. Mulailah Emi melakukan negosiasi untuk manggung pada sebuah acara.
Sayangnya, ketika semua sudah deal, bahkan tinggal H minus seminggu, tiba-tiba Arko membatalkan dengan berbagai macam alasan. Alasan yang paling parah adalah dilarang oleh istri. Bagaimana bisa ketika semuanya ditanyakan dulu dan bilang oke, tiba-tiba H minus seminggu tidak diperbolehkan? Ini yang membuat semua personil, terutama gue dan Drian, kecewa berat. Kami secara profesional sangat kasihan dengan jerih payah Emi yang sudah merancang konsep panggungan, bahkan sudah deal dengan panitia, tiba-tiba buyar semuanya.
Efeknya adalah, kami nggak jadi manggung. Kenapa nggak ganti additional? Gimana bisa, dalam waktu sekitar seminggu, dan dengan kesibukan masing-masing, bisa latihan terus-terusan? Nggak akan mungkin. Jadwal latihan kami hanya satu minggu satu kali, atau dua kali ketika jelang hari H. kalau tiba-tiba diganti, itu nggak akan mungkin.
Don’t change the winning team. Itu adalah jargon yang selalu ada di band ini dari dulu ketika masih bersama Ara. Nyari yang jago banyak, tapi yang punya chemistry kuat, itu yang susah. Dan chemistrya tidak semudah itu bisa dibangun dalam waktu singkat.
Dengan mulai adanya friksi seperti ini, itu pun berimbas kepada hubungan gue dengan Emi. gue dan Emi pun jadi sering selisih paham. Apalagi dengan adanya Cakra yang tiba-tiba muncul dan menanyakan segala sesuatu tentang Emi kepada gue, itu sangat menguras emosi gue. tapi gue nggak memberitahu hubungan gue dengan Emi seperti apa ke Cakra. Yang jelas, Cakra sudah fix menyukai Emi.
Gue memberitahu segala kebiasaan Emi, dan seluk beluk personal Emi. tentunya tanpa ada unsur plus-plusnya. Cakra terlihat sangat antusias dalam mencari tahu tentang sosok dan pribadi Emi. hubungan gue yang sedang tarik ulur kadang renggang kadang erat dengan Emi membuat gue kadang malas meladeni segala macam urusan yang berkaitan dengan Emi. Cakra ini sepertinya pejuang cinta banget, dia selalu berusaha menggali lebih dalam tentang Emi dari gue dan sempat berpikir kalau gue itu adalah sahabat dekat Emi, sedangkan Drian adalah saingannya dalam mendapatkan cinta Emi. haha.
Pada satu sisi, itu lucu. tapi disisi lain kadang gue berpikir, orang-orang tahu dan melihat secara gamblang kedekatan Emi dan Drian, tapi mereka nggak melihat kedekatan gue juga dengan Emi seperti apa. gue dan Emi memang komitmen untuk nggak mengumbar hubungan kami sama sekali. karena menurut kami, itu nggak penting. Tapi kalau ada yang tau juga sebenarnya nggak ada masalah.
Seperti Winda yang tau belakangan, dan juga Lira yang tau hubungan gue dengan Emi, itu nggak jadi masalah buat gue. kalau Yulia, sepertinya dia nggak tau hubungan gue dengan Emi. Tapi Yulia juga mengenal Emi karena pernah bertemu di gathering fans OOR beberapa waktu lalu.
Renggangnya hubungan gue dengan Emi, malah menjadikan gue mencari penghilang bosan dengan berhubungan lebih intens dengan Lira. Apa yang gue cari dari Lira? Nggak ada. Gue cuma butuh penyegaran aja diotak. Sama dengan Yulia. Kalau Yulia pemikirannya ada yang gue suka, kalau Lira ya jelas fisiknya aja yang mengingatkan gue akan Keket dimasa lalu.
Ini jelas sangat tidak dibenarkan dalam sebuah hubungan, nggak sehat sama sekali cara seperti ini. Entah mungkin karena dari dulu seperti ini gaya gue dan adanya trauma dimasa lalu soal percintaan, hal ini jadi menjadi hal lumrah dari sudut pandang gue.
--
Band gue manggung ikutan kompetisi dan berakhir dengan menjadi juara kedua. Juara satu kala itu adalah anak-anak yang seangkatan dengan Emi di komunitas ini, tapi gue jujur aja salut dengan anak-anak ini yang bermain musiknya sangat baik. Bahkan harus diakui skill-nya lebih baik dari band gue.
Disana gue juga bertemu dengan Yulia untuk pertama kali setelah sebelumnya hanya berbincang di chat, setelah perkenalan pertama kali pada saat kumpul fans One Ok Rock. Gue hanya menemuinya selewatan saja karena memang gue nggak ada intensitas untuk berbicara lebih banyak secara langsung. Gue sudah malas dengan perkumpulan fans One Ok Rock yang dia ikuti. Terlalu banyak orang-orang sok elitis yang menganggap musik idola mereka adalah yang terbaik di komunitas saat ini.
Yulia bertinggi badan seukuran Emi, dengan muka sepintas mirip dengan orang yang dulu hampir saja pacaran dengan gue, Cica. Sorot matanya tajam terkesan sinis, dengan tulang pipi cukup menonjol. Pakaiannya syar'i jadi agak sulit untuk gue menebak ukuran depan belakangnya, tapi jika sepintas gue lihat, anak ini memiliki badan yang cukup berisi walaupun tidak bisa dibilang gemuk.

Mulustrasi Yulia, 92,6% mirip cewek ini
Padahal banyak sekali band asal negeri sakura yang juga sama bahkan lebih baik dari OOR. Tapi obrolan toxic fansnya ini yang selalu menjelekkan band lain membuat gue, Emi dan Drian yang pernah berkumpul bareng mereka menjadi malas untuk dekat-dekat. Yulia adalah salah satu yang tertular soal jadi elitis ini. Padahal musikalitas dia aja nggak sehebat Emi, dari sisi fans ya. Emi masih mengetahui seluk beluk teknik bermusik walaupun nggak dalam sebelum ketemu dengan gue, sementara Yulia ini nggak ngerti apapun selain jadi pendengar.
Pada saat gue bertemu dengan Yulia, ada sesuatu yang aneh ketika Yulia melihat Emi. tapi nggak tau juga dia ngeh atau tidak gue dan Emi itu pacaran. Kalau ngeh juga sebenarnya nggak masalah dan bodo amat. Nggak penting amat ngurusin perasaan orang. Kalau Yulia suka gue, ya bagus, berarti kemampuan gue untuk menaklukan cewek masih mumpuni. Kalau nggak, yaudah no problem karena memang gue nggak menargetkan apapun.
Gue sedang mencari makanan dan sempat terpisah sejenak dengan Emi dikeramaian. Ketika gue mencari Emi, gue melihat ada kerumunan sedikit orang yang tertuju pada satu titik fokus perhatian. Ternyata Emi sedang bersitegang dengan seorang cowok. Gue kemudian menerobos kerumunan kecil itu dan berada tepat dibelakang cowok yang mencoba mengganggu Emi ini.
“Sori. Lo siapa?” Gue berbicara dari belakang cowok itu.
“Zy, ini Fandi. Udah yuk kita…” Emi memperkenalkan.
“Fandi? Mantan bangs*t lu itu hah?” gue langsung Emosi.
Kenapa gue langsung emosi mendengar nama ini? Gue memang nggak pernah mendengar dia berselingkuh secara langsung, tapi dia adalah orang yang super overprotective. Bahkan seringkali dia ini menggunakan alasan yang nggak jelas untuk menghambat pergerakan Emi. Sebelum bertemu dengan mantan Emi yang bernama Fani, Emi sempat rusuh juga sikapnya. Terutama cabut kuliah yang disebabkan oleh ajakan orang ini.
Gue sangat nggak setuju dengan dia yang cabut kuliah buat pacaran. Mungkin gue bukan orang yang baik dan benar dalam hidup, tapi untuk urusan pendidikan, hal seperti ini nggak bisa gue tolerir. Gue memang ada beberapa cabut kuliah, tapi ada alasan kuat, seperti bentrok manggung atau latihan band yang sudah disepakati bersama dengan orang-orang lain. Gue nggak pernah mengorbankan waktu gue mendapatkan pendidikan hanya untuk pacaran.
Dia juga yang akhirnya menghambat karir Emi di komunitas ini. Dan Emi seperti biasa, selalu menurut apa kata orang ini. Padahal kalau aja dulu dia nggak dihambat dan dilarang segala macam sama orang ini, Emi sudah punya nama besar sendirian secara individu dikomunitas ini. Bahkan nama Emi sendirian bisa lebih besar daripada band gue yang dulu.
Perawakan orang ini sebenarnya rupawan, mirip artis jepang Takeru Sato sepintas, tapi yang kebanyakan main layangan, jadi agak coklat kulitnya. Tingginya sama dengan gue. tubuhnya lebih kurus dari gue saat itu.
“Maen bangs*t-bangs*tin orang aja bro. Orang berpendidikan kok mulutnya nggak disekolahin begitu sih? Hahaha. Masih mending gue nggak kuliah tapi lebih beradab ya? Kasihan Emi punya cowok yang lebih parah dari gue…” ucapnya sinis.
“JAGA OMONGAN LO!” gue melangkah kedepan dia dan memegang kerah jaketnya sambil berancang-ancang memukul.
“... dan hampir lebih temperamen daripada gue. Ngamuk terus! Kasian tuh cewek lo nggak pernah diakuin sama lo! Soalnya lo terlalu sibuk menjaga perasaan cewek lain sih tapi nggak pernah mikirin perasaan cewek lo sendiri!” ujarnya sembari tersenyum kecil meledek.
“BACOT!” gue mendekatkan muka gue kesamping kanan muka Fandi ini dan kemudian berbisik penuh amarah.
Setelahnya gue mendorong dada Fandi hingga dia terdorong sedikit ke belakang. Gue kemudian menarik tangan Emi dan gue genggam, lalu gue ajak dia pergi meninggalkan lokasi. Gue sangat sadar dengan kelakuan gue tadi sudah sukses menarik perhatian banyak orang. Apalagi gue baru aja manggung, jadi muka gue pastinya familiar dengan beberapa penonton yang ada.
Suasana hati gue sangat nggak karuan kala itu. Karena nggak cuma bertemu dengan Fandi mantan yang membuat Emi jadi nggak muncul ke permukaan dan menjadi terbatas kreatifitasnya dikomunitas, tapi gue sepanjang perjalanan banyak membahas segala sesuatu tentang urusan band dan manggung yang ujung-ujungnya malah membuat gue ribut-ribut lagi dengan Emi.
Ketika sampai dikostan Emi, waktu sudah menunjukkan jelang tengah malam. Saat itu gue nggak lupa untuk mengabari Alya, Yulia dan juga Lira. Gue lupa mengabari Rinda. Tapi nggak masalah, dia nggak akan marah. Sudah dapat chat dari gue aja dia pasti senang.
Gue baru ingat juga, ada tugas yang harus diselesaikan. Gue langsung meminta bantuan Emi menyelesaikan tugas gue ini. Sementara gue mencari informasi dari teman-teman gue, Emi mulai mengerjakan tugas gue. Sesekali gue melihat dan juga mengerjakan tugas gue, tapi lebih banyak Emi yang mengerjakannya.
Hal-hal kecil seperti ini yang membuat gue sangat ketergantungan dengan Emi. tapi disisi lain membuat gue sering ribut dan selalu saja banyak masalah yang sama terulang kembali sehingga menjadi bahasan kami untuk berbeda pendapat.
Gue menghubungi Mila dan diluar dugaan entah kenapa dia sangat tertarik untuk mengobrol dengan gue. Saat Emi mengerjakan tugas gue, gue malah chat aktif dengan tiga orang cewek. Lira, Yulia dan sekarang Mila. Sementara Alya sudah tidur. Gue chat mereka sampai akhirnya ketiduran. Seingat gue, terakhir gue chat dengan Yulia sebelum terlelap.
“Waduh kalau persiapannya gue kayaknya nggak bisa, gue ada survey ke daerah Banten. Lo mending langsung aja ke Emi. dia itu sangat kreatif anaknya. Ada aja idenya.” Jawab gue, lalu merebahkan diri di sofa.
“Yah, emang dia ngerti soal prewed? Dia aja masih lebih muda dari gue.”
“Ya emang kenapa? Orang kreatif kan nggak liat umur Dan, gimana deh?”
“Iya tapi gue masih ragu aja.”
“Udah, gue tau kemampuan Emi. dia itu sangat kreatif. Jauh lebih kreatif dari gue. jauh lebih pinter dari gue. jadi pasti dijamin oke nanti hasilnya. Biar dia yang konsep. Lo nanti tinggal eksekusi foto-foto dan posenya aja. lo mau di Taman Mini kan?”
“Iya. Gue mau coba di museum-museum gitu kak. Kira-kira bisa nggak ya?”
“Bisa udah. Percaya aja sama Emi. Dia pasti punya ide yang unik dan brilian.”
“Sekalian nanti bisa bantu gue buat skripsian nggak kak? Beda banget caranya kayak waktu gue diluar negeri dulu kak.”
“Gue udah lihat beberapa contoh skripsi yang lo kasih kemarin. Itu banyak yang salah teman lo. tapi ya terserah, gue sama Emi cuma bantu yang sesuai sama standar kampus gue.”
“Nggak usah ribet-ribet kak. Yang penting gue lulus udah cukup. Ini kan sebenarnya buat ngelengkapin CV gue, buat urusan dikantor lah biasa itu.”
“Lo sejak kapan jadi begini modelnya? Haha. Dulu lo kan selalu mau yang terbaik? Sekarang kok jadi asal-asalan juga nggak apa-apa.”
“Yah namanya juga buat ngejar karir gue kak. Jadi yang pendidikan buat pelengkap aja. toh gue juga udah ngerti seluk beluk pekerjaan gue Kak.”
“Tapi berarti ijazah lo yang dari luar negeri nggak terlalu ngaruh ya?”
“Ya ngaruh, tapi entah kenapa gue disuruh sekolah lagi, ngambil kampus lokal.”
“Aneh banget ya kantor lo. harusnya lulusan luar negeri kan ijazahnya udah lebih dari cukup.”
“Makanya itu, ini kan kayak formalitas aja sekolah gue sebenarnya. Haha.”
“Haha. Ya nggak gitu lah. Orang itu banyak yang susah mau dapet tempat kuliah, karena nggak ada biaya. Lo mestinya bersyukur dapet kesempatan lebih dari sekali untuk sekolah.”
“Hmm. Iya bener kak. Hehehe.”
“Yaudah pokoknya ntar lo hubungin Emi langsung aja ya. Lo jelasin ke dia maunya kayak gimana konsepnya, biar nanti dia yang kreasiin semuanya.”
“Oke deh kak.”
Gue selalu mempercayakan kepada Emi kalau ada urusan yang kreatif seperti itu. Gue selalu iri dengan Emi yang memiliki kemampuan otak kanan dan kiri yang sama baiknya. Jarang sekali orang yang seperti itu. Kalau kecerdasan diatas rata-rata, biasanya culun, dan sebaliknya. Tapi Emi adalah contoh langka yang harus dilestarikan. Haha.
--
Perjalanan ke Banten cukup melelahkan karena gue harus berkunjung ke beberapa pabrik besar disana. Sepanjang perjalanan gue ada percakapan dengan teman yang gue kenal dari acara yang sama ketika gue mengenal Lira dan Winda. Cakra adalah nama orang itu. Seorang gitaris dengan kemampuan mumpuni, hanya saja dia datang ke komunitas di waktu yang salah, sehingga dia seperti salah bergaul dan akhirnya nggak muncul ke permukaan.
Drumer bandnya Cakra ini sempat juga membantu band gue ketika Arko berhalangan untuk manggung karena istrinya yang akan melahirkan pada waktu itu. Jika dibandingkan dengan Arko, kemampuan bermusik anak-anak yang seumuran dengan Emi ini sangat bisa diadu dan diandalkan. Termasuk Cakra.
Gue pernah bilang ke Vino dan Drian kalau kemapuannya segitu-gitu aja nggak ada perubahan dan perkembangan, maka akan terlibas oleh anak-anak yang jauh lebih muda. Arko dan Rahman pun gue bilang seperti itu. Bagaimana dengan gue sendiri? Justru karena gue sudah sadar dan mengetahui kemampuan anak-anak milenial yang lebih muda dan lebih berani ambil resiko ini banyak yang diatas gue, gue terus berbenah kemampuan.
Nyatanya, hal ini justru yang membuat kami sering selisih pendapat. Apalagi dengan pemilihan lagu. Gue dan Arko yang paling sering terlibat konfrontasi. Apalagi semenjak anaknya lahir, Arko seperti kebingungan menentukan keputusan, antara keputusan profesional dan personal.
Gue sama anak-anak terutama Emi sebenarnya nggak membebani Arko untuk selalu mengutamakan band, karena keluarga diatas segalanya bagi kami. Walaupun band ini adalah keluarga bagi kami semua. Tapi, seringkali kesepakatan yang sudah dibuat berenam dilanggar oleh Arko sendiri. Seperti misalnya, diawal Emi sudah menanyakan pada tanggal tertentu apakah kosong jadwalnya semua personil, dijawab semua bisa alias kosong nggak ada jadwal. Mulailah Emi melakukan negosiasi untuk manggung pada sebuah acara.
Sayangnya, ketika semua sudah deal, bahkan tinggal H minus seminggu, tiba-tiba Arko membatalkan dengan berbagai macam alasan. Alasan yang paling parah adalah dilarang oleh istri. Bagaimana bisa ketika semuanya ditanyakan dulu dan bilang oke, tiba-tiba H minus seminggu tidak diperbolehkan? Ini yang membuat semua personil, terutama gue dan Drian, kecewa berat. Kami secara profesional sangat kasihan dengan jerih payah Emi yang sudah merancang konsep panggungan, bahkan sudah deal dengan panitia, tiba-tiba buyar semuanya.
Efeknya adalah, kami nggak jadi manggung. Kenapa nggak ganti additional? Gimana bisa, dalam waktu sekitar seminggu, dan dengan kesibukan masing-masing, bisa latihan terus-terusan? Nggak akan mungkin. Jadwal latihan kami hanya satu minggu satu kali, atau dua kali ketika jelang hari H. kalau tiba-tiba diganti, itu nggak akan mungkin.
Don’t change the winning team. Itu adalah jargon yang selalu ada di band ini dari dulu ketika masih bersama Ara. Nyari yang jago banyak, tapi yang punya chemistry kuat, itu yang susah. Dan chemistrya tidak semudah itu bisa dibangun dalam waktu singkat.
Dengan mulai adanya friksi seperti ini, itu pun berimbas kepada hubungan gue dengan Emi. gue dan Emi pun jadi sering selisih paham. Apalagi dengan adanya Cakra yang tiba-tiba muncul dan menanyakan segala sesuatu tentang Emi kepada gue, itu sangat menguras emosi gue. tapi gue nggak memberitahu hubungan gue dengan Emi seperti apa ke Cakra. Yang jelas, Cakra sudah fix menyukai Emi.
Gue memberitahu segala kebiasaan Emi, dan seluk beluk personal Emi. tentunya tanpa ada unsur plus-plusnya. Cakra terlihat sangat antusias dalam mencari tahu tentang sosok dan pribadi Emi. hubungan gue yang sedang tarik ulur kadang renggang kadang erat dengan Emi membuat gue kadang malas meladeni segala macam urusan yang berkaitan dengan Emi. Cakra ini sepertinya pejuang cinta banget, dia selalu berusaha menggali lebih dalam tentang Emi dari gue dan sempat berpikir kalau gue itu adalah sahabat dekat Emi, sedangkan Drian adalah saingannya dalam mendapatkan cinta Emi. haha.
Pada satu sisi, itu lucu. tapi disisi lain kadang gue berpikir, orang-orang tahu dan melihat secara gamblang kedekatan Emi dan Drian, tapi mereka nggak melihat kedekatan gue juga dengan Emi seperti apa. gue dan Emi memang komitmen untuk nggak mengumbar hubungan kami sama sekali. karena menurut kami, itu nggak penting. Tapi kalau ada yang tau juga sebenarnya nggak ada masalah.
Seperti Winda yang tau belakangan, dan juga Lira yang tau hubungan gue dengan Emi, itu nggak jadi masalah buat gue. kalau Yulia, sepertinya dia nggak tau hubungan gue dengan Emi. Tapi Yulia juga mengenal Emi karena pernah bertemu di gathering fans OOR beberapa waktu lalu.
Renggangnya hubungan gue dengan Emi, malah menjadikan gue mencari penghilang bosan dengan berhubungan lebih intens dengan Lira. Apa yang gue cari dari Lira? Nggak ada. Gue cuma butuh penyegaran aja diotak. Sama dengan Yulia. Kalau Yulia pemikirannya ada yang gue suka, kalau Lira ya jelas fisiknya aja yang mengingatkan gue akan Keket dimasa lalu.
Ini jelas sangat tidak dibenarkan dalam sebuah hubungan, nggak sehat sama sekali cara seperti ini. Entah mungkin karena dari dulu seperti ini gaya gue dan adanya trauma dimasa lalu soal percintaan, hal ini jadi menjadi hal lumrah dari sudut pandang gue.
--
Band gue manggung ikutan kompetisi dan berakhir dengan menjadi juara kedua. Juara satu kala itu adalah anak-anak yang seangkatan dengan Emi di komunitas ini, tapi gue jujur aja salut dengan anak-anak ini yang bermain musiknya sangat baik. Bahkan harus diakui skill-nya lebih baik dari band gue.
Disana gue juga bertemu dengan Yulia untuk pertama kali setelah sebelumnya hanya berbincang di chat, setelah perkenalan pertama kali pada saat kumpul fans One Ok Rock. Gue hanya menemuinya selewatan saja karena memang gue nggak ada intensitas untuk berbicara lebih banyak secara langsung. Gue sudah malas dengan perkumpulan fans One Ok Rock yang dia ikuti. Terlalu banyak orang-orang sok elitis yang menganggap musik idola mereka adalah yang terbaik di komunitas saat ini.
Yulia bertinggi badan seukuran Emi, dengan muka sepintas mirip dengan orang yang dulu hampir saja pacaran dengan gue, Cica. Sorot matanya tajam terkesan sinis, dengan tulang pipi cukup menonjol. Pakaiannya syar'i jadi agak sulit untuk gue menebak ukuran depan belakangnya, tapi jika sepintas gue lihat, anak ini memiliki badan yang cukup berisi walaupun tidak bisa dibilang gemuk.

Mulustrasi Yulia, 92,6% mirip cewek ini
Padahal banyak sekali band asal negeri sakura yang juga sama bahkan lebih baik dari OOR. Tapi obrolan toxic fansnya ini yang selalu menjelekkan band lain membuat gue, Emi dan Drian yang pernah berkumpul bareng mereka menjadi malas untuk dekat-dekat. Yulia adalah salah satu yang tertular soal jadi elitis ini. Padahal musikalitas dia aja nggak sehebat Emi, dari sisi fans ya. Emi masih mengetahui seluk beluk teknik bermusik walaupun nggak dalam sebelum ketemu dengan gue, sementara Yulia ini nggak ngerti apapun selain jadi pendengar.
Pada saat gue bertemu dengan Yulia, ada sesuatu yang aneh ketika Yulia melihat Emi. tapi nggak tau juga dia ngeh atau tidak gue dan Emi itu pacaran. Kalau ngeh juga sebenarnya nggak masalah dan bodo amat. Nggak penting amat ngurusin perasaan orang. Kalau Yulia suka gue, ya bagus, berarti kemampuan gue untuk menaklukan cewek masih mumpuni. Kalau nggak, yaudah no problem karena memang gue nggak menargetkan apapun.
Gue sedang mencari makanan dan sempat terpisah sejenak dengan Emi dikeramaian. Ketika gue mencari Emi, gue melihat ada kerumunan sedikit orang yang tertuju pada satu titik fokus perhatian. Ternyata Emi sedang bersitegang dengan seorang cowok. Gue kemudian menerobos kerumunan kecil itu dan berada tepat dibelakang cowok yang mencoba mengganggu Emi ini.
“Sori. Lo siapa?” Gue berbicara dari belakang cowok itu.
“Zy, ini Fandi. Udah yuk kita…” Emi memperkenalkan.
“Fandi? Mantan bangs*t lu itu hah?” gue langsung Emosi.
Kenapa gue langsung emosi mendengar nama ini? Gue memang nggak pernah mendengar dia berselingkuh secara langsung, tapi dia adalah orang yang super overprotective. Bahkan seringkali dia ini menggunakan alasan yang nggak jelas untuk menghambat pergerakan Emi. Sebelum bertemu dengan mantan Emi yang bernama Fani, Emi sempat rusuh juga sikapnya. Terutama cabut kuliah yang disebabkan oleh ajakan orang ini.
Gue sangat nggak setuju dengan dia yang cabut kuliah buat pacaran. Mungkin gue bukan orang yang baik dan benar dalam hidup, tapi untuk urusan pendidikan, hal seperti ini nggak bisa gue tolerir. Gue memang ada beberapa cabut kuliah, tapi ada alasan kuat, seperti bentrok manggung atau latihan band yang sudah disepakati bersama dengan orang-orang lain. Gue nggak pernah mengorbankan waktu gue mendapatkan pendidikan hanya untuk pacaran.
Dia juga yang akhirnya menghambat karir Emi di komunitas ini. Dan Emi seperti biasa, selalu menurut apa kata orang ini. Padahal kalau aja dulu dia nggak dihambat dan dilarang segala macam sama orang ini, Emi sudah punya nama besar sendirian secara individu dikomunitas ini. Bahkan nama Emi sendirian bisa lebih besar daripada band gue yang dulu.
Perawakan orang ini sebenarnya rupawan, mirip artis jepang Takeru Sato sepintas, tapi yang kebanyakan main layangan, jadi agak coklat kulitnya. Tingginya sama dengan gue. tubuhnya lebih kurus dari gue saat itu.
“Maen bangs*t-bangs*tin orang aja bro. Orang berpendidikan kok mulutnya nggak disekolahin begitu sih? Hahaha. Masih mending gue nggak kuliah tapi lebih beradab ya? Kasihan Emi punya cowok yang lebih parah dari gue…” ucapnya sinis.
“JAGA OMONGAN LO!” gue melangkah kedepan dia dan memegang kerah jaketnya sambil berancang-ancang memukul.
“... dan hampir lebih temperamen daripada gue. Ngamuk terus! Kasian tuh cewek lo nggak pernah diakuin sama lo! Soalnya lo terlalu sibuk menjaga perasaan cewek lain sih tapi nggak pernah mikirin perasaan cewek lo sendiri!” ujarnya sembari tersenyum kecil meledek.
“BACOT!” gue mendekatkan muka gue kesamping kanan muka Fandi ini dan kemudian berbisik penuh amarah.
Setelahnya gue mendorong dada Fandi hingga dia terdorong sedikit ke belakang. Gue kemudian menarik tangan Emi dan gue genggam, lalu gue ajak dia pergi meninggalkan lokasi. Gue sangat sadar dengan kelakuan gue tadi sudah sukses menarik perhatian banyak orang. Apalagi gue baru aja manggung, jadi muka gue pastinya familiar dengan beberapa penonton yang ada.
Suasana hati gue sangat nggak karuan kala itu. Karena nggak cuma bertemu dengan Fandi mantan yang membuat Emi jadi nggak muncul ke permukaan dan menjadi terbatas kreatifitasnya dikomunitas, tapi gue sepanjang perjalanan banyak membahas segala sesuatu tentang urusan band dan manggung yang ujung-ujungnya malah membuat gue ribut-ribut lagi dengan Emi.
Ketika sampai dikostan Emi, waktu sudah menunjukkan jelang tengah malam. Saat itu gue nggak lupa untuk mengabari Alya, Yulia dan juga Lira. Gue lupa mengabari Rinda. Tapi nggak masalah, dia nggak akan marah. Sudah dapat chat dari gue aja dia pasti senang.
Gue baru ingat juga, ada tugas yang harus diselesaikan. Gue langsung meminta bantuan Emi menyelesaikan tugas gue ini. Sementara gue mencari informasi dari teman-teman gue, Emi mulai mengerjakan tugas gue. Sesekali gue melihat dan juga mengerjakan tugas gue, tapi lebih banyak Emi yang mengerjakannya.
Hal-hal kecil seperti ini yang membuat gue sangat ketergantungan dengan Emi. tapi disisi lain membuat gue sering ribut dan selalu saja banyak masalah yang sama terulang kembali sehingga menjadi bahasan kami untuk berbeda pendapat.
Gue menghubungi Mila dan diluar dugaan entah kenapa dia sangat tertarik untuk mengobrol dengan gue. Saat Emi mengerjakan tugas gue, gue malah chat aktif dengan tiga orang cewek. Lira, Yulia dan sekarang Mila. Sementara Alya sudah tidur. Gue chat mereka sampai akhirnya ketiduran. Seingat gue, terakhir gue chat dengan Yulia sebelum terlelap.
itkgid dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup