- Beranda
- Stories from the Heart
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
...
TS
tabernacle69
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 0 suara
Siapa tokoh yang paling kamu benci?
Freya
0%
Arang
0%
Burnay
0%
Asbun
0%
Dedew
0%
Diubah oleh tabernacle69 29-11-2020 17:52
makgendhis dan 50 lainnya memberi reputasi
49
49.5K
632
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
tabernacle69
#379
25 — Borneo, gue dan kehidupan yang gokil abis!
Masa masa sekolah menengah pertama Gue dimulai dengan membersihkan rumah baru yang bapak Gue kontrak untuk tempat tinggal kami di kota ikan pesut, Kalimantan Timur.
Selebihnya tentang kota ini, mulai dari pagi harinya sampai malam harinya, seluk beluknya kota ini, rahasia apa yang ad adi kota ini, atau hal hal misterius apa yang tersimpan dalam sejarah kota ini... akan Gue bahas seiring cerita berjalan.
So hari hari Gue dihabiskan dengan menjadi kuli didalam rumah baru, betul, Gue belum kembali memiliki pola untuk menyusun market disini dan bagaimana audiens nya. Di paris van java, betul betul itu baru jadi MALL nya saat Gue berpindah kesini. Gue meninggalkan dua bisnis Gue untuk sementara diurus oleh pihak keluarga.
Dengan begitu revenue masih Gue dapatkan, namun tidak se optimal saat Gue berada disana. Dulu belum jaman online marketplace, jadi Gue masih bermain di ranah IKOYD. Apa itu IKOYD? itu adalah i knock on your doors. Serintilan hal kecil yang Gue lakukan, bahasa umumnya kalau buat salesman adalah Door to Door.
Salesman, jangan salah, kalau produk yang dijualnya memang memiliki efek atrraction yang tinggi. Ya hasilnya adalah profit. Begitupula dengan Gue, target pasar Gue saat itu adalah teman teman sebaya Gue (utamanya yang perempuan) yang Gue jual adalah mobil rakitan atau marmut hias, impor dari luar Indonesia, harganya bervariasi. Produk Gue atrraction rate nya, tinggi. Lebih mudah jual sesuatu yang orang jadi 'gemes' daripada jual sesuatu yang orang hanya, 'ingin'.
There's a desire within this context.
Untuk marmut hias dengan ras tertentu, di lapak Gue, mulai dari 2 juta per ekor sampai 10 juta per ekor. Kecil kecil saja tapi lakunya cepat. Mereka sekali produksi bisa ber ekor ekor. Gue punya parent stock sampai ratusan ekor. Target yang Gue incar adalah teman teman Gue yang uang jajan bulanan nya sekitar 5 sampai 20 juta rupiah.
Kalau sekolah swasta seperti Montessori, Bandung INTL School, sekarang sudah berubah namanya menjadi Bandung Independence School, karena kasus yang terjadi di JIS Jakarta kemarin. Nah, sudah nggak aneh kalau parents allowance untuk anak anak yang disekolahkan di sekolah seperti itu, besar besar nominalnya.
Kalau ditotal total, segini dan segitu, this and that much, Gue rasa annual revenue segitu masih minim, bagi Gue, bukan tidak puas, tapi ya memang ada yang lebih lagi. Buat ukuran anak sekolah menengah pertama, dari marmut white crest itu Gue lanjut ke ranah yang lebih demanding lagi bagi upper class household.
Begini dan begitu, bukan Gue tidak ada advisor, advisor atau counsel pasti ada, but my primary quest is hanya perlu maintenance dan stick to the main rules, then improvise. Selanjutnya Gue taking in parent golden BSH dari ang Maddie yang sudah lebih dahulu terjun ke bisnis ini, around fourty thousand USD. Ini obrolan lama Gue dengan ang Maddie, sudah basi sebetulnya, tapi ya masih relevan kalau mau diaplikasikan.
"Kamu mau nggak minta jajan sama binda mu gak?" tanya ang Maddie kepada Gue.
"Mau." jawab Gue simpel.
"Nih, ambil ini dua ekor. Nanti kalau udah mulai banyak, kasihtau ang Maddie, nanti bisa dijual. Tapi target kamu 100 ekor ya." jelasnya lagi.
Mungkin kalau di jaman sekarang tuh kayak the Verge atau Unboxing Therapy yang ada di Youtube. Kalau versi lokalnya mungkin Nex Carlos. My revenue circles around that much. Jaman dulu kita masih jual jual biasa aja. Belum ada yang namanya Youtuber. Lagian keren banget sih... Youtube itu.
Dari yang ratusan ekor cuma jadi 80 kojut, menjadi yang 1 ekor sekitar 200 kojut. Gue udah nggak bisa kasih banyak komentar soal ang Maddie, the life around us ya berputar di pusaran how to produce pennies after pennies, grand after grand.
Kadang ada bosan nya juga, makanya Gue sering menepi. Jadi buddhist, nge zen sendiri di Natuna, kayak orang tolol, sedangkan ang Maddie lebih memilih untuk asyik dengan hobinya sendiri. Nama hobinya adalah, "Jailin Essa." sekian. Yang jelas expense liburan Gue masih di limit limit gitu. Biasa aja...
.....
Sebelum kembali storytelling, Gue mau bahas ini dulu sedikit. Mungkin sekedar cuit cuitan ringan atau semacamnya.
Gue tahu, orang kalau sudah pandai berbahasa tertentu pasti keren, misalnya ngomong bahasa Belanda.
Tapi kalau di Indonesia, yang bikin Gue heran, mereka yang sudah jago berbahasa, suka menuntut kita untuk langsung nyemplung seolah kita juga sama fasihnya persis seperti mereka.
Kan tidak begitu dong...
Beda saat sedang berada di Belanda, saat Gue tidak bisa holand spreken pun keluarga Gue yang berdarah full belanda tidak memaksa Gue untuk 'maksain' ngomong Belanda, bahkan ada yang rela ngobrol sama Gue pakai bahasa dan gestur tubuh saja.
Amazing nggak sih, hospitality nya?
Brengsek, amazing banget.
Sedangkan kalau Gue mampir ke balai bahasa Belanda di kota Gue, Gue langsung diusir kalau Gue malah coba komunikasi pakai bahasa Indonesia dulu dengan mereka.
Alasan nya? regulasi. Aturan.
Ha, angkuh sekali. Dasar kudis lepra.
Padahal di Valkenburg pun nggak begitu begitu amat. Gue tersesat di jalan, native disana tidak ada yang insult Gue dengan sebut Gue je ben hek atau semacamnya, seperti Gaijin, saat Gue dengar cerita dari Burnay yang baru saja pulang dari Yokohama, Jepang.
Inilah yang menjadi penghambat bagi para beginner yang mau coba kuasai suatu bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung bisa jadi bikin mereka minder. Ensey, walaupun dia jago ngomong Inggris, dia nggak galak sama Gue soal bahasa. Jangan salah, ini orang jago.
Gue tanya kenapa? ya dia katakan untuk apaaaa. Kalau memang belum lancar ya dibantu. So does the other person in my social sphere, termasuk ang Maddie, terus yang jago tuh siapa lagi ya.
Brother Abe, teteh Malta, jago Hebrew nya, huahahahaha, ang Solo jago ngomong Portuguese.
Lanjut cerita lagi ya. Ngalor ngidul dulu sedikit lah... menulis bebas.
I was more ignorant kalau sudah disuruh bicara apalagi membahas soal sesuatu yang tidak Gue pahami bagaimana bentukan nya, asal usul nya, atau topik topik dengan pendalaman scientific yang bikin kram perut Gue saat memikirkannya.
Tapi kalau sudah bahas soal kucing, anjing, animalia yang lain, atau hal hal yang berbau holistik, kayak kerang laut yang di bakar, atau gimana cara untuk mulai membangun pemondokan di pesisir pantai, dengan kerangka dasar nya yang menggunakan batang kelapa, batang bakau serta dedaunan yang tersebar di sekitarnya.
Gue paham, dan Gue mau, kenapa demikian?
Well, because life is simply a modesty in disguise. Iya. Kehidupan itu secara simpelnya adalah kesederhanaan yang tersamarkan. You could been a harvard graduate, tapi kalau misalnya cintanya anda itu cuma lulusan universitas negeri lokal, universitas gajah terbang, misalnya?
Mau apa anda? ha?
Hahahahahaha.
Ya nggak bisa ngomong apa apa, karena anda mencintai jodoh anda, yang dengan segudang kesederhanaan nya itu, anda begitu menyayangi dia, apa adanya.
Kasus ini terjadi pada teteh Essa a.k.a Laressa, yang kalau oleh ang Maddie sebut dirinya, sebagai tuan putri Laressa. Kisah tentang mereka yang Gue ghostwrite, meski belum tuntas, dapat dibaca di sfth kasakkusuk juga dengan judul, "Diary Seorang Penjahat Kelamin."
Gue paling nggak bisa menerima fakta bahwa seorang yang, kalau dihitung secara reputasi dan matreri nya, punya level yang kayaknya bisa dibilang tinggi. Kayak teteh Essa. Lulusan Harvard gitulho, cantik luar biasa, seksi nggak ada tandingan, punya bisnis keluarga yang kalau kita menengok seisi kota, itu sudah pasti ownernya adalah Laressa and partners, tapi, mau maunya dia, menikah sama manusia bejat kayak si ang Maddie?
Anjing.
Nggak serius serius amat ya, friends, tapi sumpah, anjing, hoki banget memang nasib itu orang.
Hahahahaha.
Lanjut dibawah ya..
Kisah orang orang itu semua happy ending, ang Maddie dengan teteh Laressa, atau ang Solo dengan ateu Malta.
Gue sama sekali tidak, atau mungkin belum. Sad ending Gue cuma datu atau hanya sebiji, tapi bisa membuat Gue jadi bandel dan sama bodohnya kayak kawan kawan Gue yang setiap kali Natal tiba, jingkrak jingkrak kayak setan, ngelaba perempuan kesana kemari.
Jujur, Gue capek sebetulnya... Gue kangen Vinan. Gue kangen inilah alasan kenapa Gue tulis ulang kisah ini, almost the last thirteen (13) years, Gue kesana kemari mencoba mengalihkan kepedihan Gue.
Gue belum pulih... Gue belum, mampu.
.....
Berbelanja sebelum kembali bersekolah.
A day in the life of a Pusamania citizens. Gue sudah mencium bau bau bahwa akan ada banyak perbedaan gaya hidup disini bila dibandingkan dengan ketika gue tinggal di kota yang dingin dahulu itu, yes, di kota Bandung.
Satu perbedaan yang mencolok adalah udara disini. Perbedaan kedua adalah orang orangnya. Jadi, pagi hari itu gue bersama bapak sudah siap, kami berangkat menggunakan angkutan kota yang disini, anehnya, malah disebut TAKSI. Hahaha.
Siang itu kami berdua makan di Swiss Belhotel lalu check in, setelah itu lanjut ke Mall sekitar, pertama kalinya gue dikenalkan dengan Samarinda Central Plaza, kalau disingkat bacanya dan menyebutnya jadi SCP.
Okay then, jadi gue dan bapak gue mulai berbelanja peralatan bersekolah disana. Yang gue rasakan pertama kali saat memasuki SCP adalah, "Anjir, ada HERO dong?" hahahahahaha, aneh juga bisa lihat HERO supermarket disini.
Pasalnya, di Bandung, HERO sudah punah, sudah tidak ada lago satupun yang tersisa. Terakhir ya di flamboyan itu, di jajaran utama jalan doktor Setiabudi. Dannnnn SCP lumayan lah ya, jelas jauh kalau dibandingkan dengan estetika nya Ciwalk atau Paris Van Java, begitupula beda konsepnya kalau dibandingkan dengan Grand Indonesia, atau kalau mau lebih ekstrim lagi, dibandingkan dengan Harrods atau TMOA.
________
Long story short, gue berbelanja seragam SMP negeri dengan beberapa pasang sepatu. Gue cari cari kemana ya Obermain atau clarks, tapi tidak gue temukan satupun outlet mua, jadilah gue pilih converse dan vans of the wall, ya apa yang tersedia disana saja.
.....
Boat architecture.
One day saat gue masih TK, gue pernah menyaksikan Freya berkelahi dengan konselor kami hanya karena dia ngotot soal 'boat architecture' dan aplikasinya pada bangunan yang minim ruangan. Sejak kecil Freya sudah diajarkan untuk cinta ensiklopedia arsitektur oleh papinya.
Bahkan saat dia sudah bekerja di Skidmore, Owings & Merrill sekalipun, teori boat architecture itu masih dipakainya.
Di dunia arsitektur modern, banyak yang sudah berubah. Everyone had a taste. Tapi Freya pernah bilang sama gue, "Portray a music, i'd like to be Clair De Lune of Architecture." gue tidak mengerti maksudnya apa, sampai gue memperhatikan boat architecture karya Freya.
Kecil, tapi gaungnya mempesona sampai ke setiap inci dari arsitektur yang diolahnya.
.....
Dulu, dari mulai kelas 3 SD Gue sudah punya bakat bakat brengsek that longs for survival. Kalau bahasa Jawa nya mungkin jadi kayak, "Ini kudu piye? itu kudu piye?" beruntung Gue, tumbuh di lingkungan yang mengajarkan Gue untuk melek finansial. Meski beberapa orang menolak untuk bersikap antusias didalam prosesnya.
Tapi Gue percaya, dimanapun lingkungan orang itu bertumbuh, kalau orang itu memang bebakat, dia pasti akan melejit keatas sana. Apanya yang melejit? bisa jadi karir, bisa jadi bisnis, bisa jadi reputasi dan yang lain sebagainya.
Opa Wilangka selalu mengajak Gue setiap hari minggu pagi untuk berkunjung ke Schroder untuk belajar tentang Nasdaq, LQ45, izin ini diberikan bukan melalui mister Azimat Revoelusi, yaitu bapak Gue sendiri, melainkan melalui Nyonya besar Tintjeu Sariasih Prawiraatmadja, karena Gue adalah cucu kesayangan, anak emasnya beliau. Betul, dia adalah amih Ageung.
Di sana Gue diajarkan untuk belajar tentang berbagai macam terminologi pasar. Kalau ang Maddie ikut, Gue ingat bahwa dia selalu membantah, "Bap, ini mah tai kucing, intinya mah dagang." lalu Gue hanya bisa melongo, selanjutnya ketawa. Dari Dipatikertabumi kami berangkat, belajar tentang kehidupan dan lingkungan kami dari Opa Wilangka. You see, i am speechless when it comes to those persons called family.
Well, sometimes they did GOOD.. sometimes they did the otherwise.
Banyak orang bertanya, "How to step up the ladder to a higher society?" Gue bengong.. memperhatikan, lalu pertanyaan itu dijawab oleh ang Maddie dan sobat sobatnya, (nama geng nya dulu kalau nggak salah The Menteng Jackass, sumpah ini norce banget.) di suatu pertemuan orang² ini, salah satunya kayak MT, bukan Mario Teguh ya. Nama agak di inisialkan aja, yang jelas si MT ini kemarin baru main film bareng sama CJ, artis tanah air yang banyak jambangnya.
Mereka berbincang Gue mendengar, mereka bilang ya ada banyak faktor untuk meraih tingkatan sosial dan financial freedom, "Pertama anda born lucky, kedua ya anda born struggle." itulah bahasan mereka.
Lingkungan sudah pasti, dan tentu saja memiliki pengaruh besar dalam hidup kita, tapi di penghujung jalan... semuanya kembali kepada diri kita sendiri. Betul, sih. Berikut ang Maddie patungan dengan Gue untuk memesan 2 ekor white crested guinea pig dari Valkenburg, diamankan oleh ang Kekei, lalu mendarat dengan selamat di Soetta. Dari situ Gue mulai membangun dinasti Gue sendiri.
Hari bersejarah itu sudah lama terlalui, episode selanjutnya adalah Gue yang menawarkan sendiri felis catus yang Gue handle kepada salah satu kerabat yang putrinya sedang-sangat-menginginkan those ugly yet prestigious furball di dalam rumah tangga mereka. Kalau Gue sebut Kiputih Satu, native Sundanese sudah pasti akan paham prestige dari orang orang yang kediaman nya adalah di area itu.
Kalau di Jakarta mungkin..., seperti di Capital Place.
Speaking about so many other things, Dumara dan Stream adalah dua bocah kesayangan ang Maddie, yang menyentuhnya tidak boleh, yang memandangnya saja dapat kecaman dari kakak Gue yang hampir sinting ini. Mereka pupus saat Martha dilahirkan. Dua brengsek itu sudah bikin dia bisa memesan Ducati Diavel. Makanya, numbers are constructive. Apalagi kalau anda pandai menabung. Hahahahahahaha.
......
Meski pada akhirnya, sudah bukan hal yang lumrah lagi kalau bapak Gue selalu pick a side AGAINST his family, iya, selalu berlawanan, dari mulai soal keuangan, karir, keluarga, cara pandang nya mengenai kehidupan.
Gue bisnis ini, bapak melarang, Gue bisnis itu, bapak melarang. Susah susah Gue menjelaskan nya, nih begini deh, bapak Gue dengan keluarganya itu ibarat LIBERAL melawan KONSERVATIF. Brengsek banget memang mengetahui bahwa kedua pihak kni berlawanan.
Bapak adalah orang yang konservatif, ang Maddie, amih Ageung, oma Moez, opa Irja, opa Wilangka, ateu Djuni, ateu Malta, ang Solo, Burnay, and most of my families are liberalist. Mereka nggak suka menjadi kuno dan tradisionalis, apalagi dalam urusan bisnis keluarga besar kami semua.
manggut manggut saja karena bisnis memang berjalan dengan baik, nggak usah sentil sentil soal anak kesayangan mereka yang dulunya nurut banget, sekarang malah jadi rebel yang senang dengan aliran dan dogma dogma konservatif.
Yes, bro Azimat Revoelusi itu dulunya distributor minuman keras or as we say so, spirited drinks.
Hahahahahahahaha.
Udah ya bahas soal market, economy dan finance section dalam hidup Gue. Capek, ah. Nonetheless, Gue hanyalah krucil kecil diantara mereka semua, yang selalu banyak ambil pelajaran, dan selalu antusias kalau disuruh ikut berlibur bareng sama mereka semua, atau mengikuti kegiatan filantropi ecek ecek demi sedikit pencitraan.
Salah satunya adalah mampir berkunjung ke bala keselamatan bantuan. Total bullshit yang sudah Gue minimalisir, kalau mau bantu, ya bantu saja, jangan untuk cerita pas arisan bahwa kita suka filantropi.
So the other day on my life in Borneo, Gue sedang menyapu halaman beranda rumah baru Gue... yang terletak di pinggir jalan, dan gaduhnya luar biasa, tapi ada peluang dibalik semua itu.. Kok bisa?
Tuh, ada lahan kosong di rumah baru ini, bisa dipakai buat apa ya kira kira... hahahahahahahaha.
Jadi dari rumah singgah yang tidak lama bapak Gue tempati, Gue dan bapak pindah ke sebuah komplek umum yang banyak orang lalu lalang, banyak aktivitas, banyak tempat dan lapak dagangan di komplek itu. Angkutan kota pun gampang didapatkan.
Di rumah kontrakan baru ini, luas bangunan nya sekitar 400 meter persegi, ada garasinya, dan punya empat kamar, dua kamar mandi, kedua duanya ada bath tub nya, tapi jangan salah, jorok! jadi harus Gue bersihkan lagi semuanya.
Dapurnya super besar, jadi banyak ruang yang kosong dan belum digunakan. Dirumah itu Gue memupuk asa, Gue tahu bahwa harapan itu kadang rada berbahaya, tapi ya siapapun boleh berharap.
Seminggu tinggal disana, dirumah kontrakan baru, Gue banyak berjuang, banyak adaptasi. Mulai dari mati lampu yang bisa sampai 8 jam, kemudian debu yang beterbangan almost every hour to wipes that off. Repot BIG TIME, semua itu Gue yang urus, karena bapak sibuk bekerja.
Ribut, sudah pasti... karena didepan jendela rumah ini adalah jalan raya.
Untuk beli makan disini Gue biasa pergi ke pasar, belanja lauk pauk sendiri dan masak sendiri. Jadi ya rutinitas sebelum tahun ajaran baru dan masuk sekolah di saat itu adalah, membereskan rumah, observasi daerah sekitar dan... kenalan sama tetangga.
....
Bapak dan gue sempat membahas lagi soal keputusan akan dimana gue bersekolah, seperti yang sudah dikabarkan dari jauh hari, bahwa tadinya... gue akan dimasukkan ke dalam SMP favorit di kota ini. Namun hasilnya nihil, karena memang pertama tidak ada slot alia kuota nya lagi untuk siswa pindahan dari luar kota.
Keputusan final ada pada bapak, kabarnya, bapak harus memberikan uang lobilobi dulu untuk SMP favorit agar gue bisa dimasukkan kesana, namun bapak menolak. Gue tanya, kenapa pak? padahal kalau masalah uang, gue tinggal cek rekening gue.
Namun bapak bersikukuh untuk menolak, karena dia tidak mau mengajarkan gue untuk terbiasa menyuap orang. Kalau begitu, gue jadi takjub. Ya sudah, akhirnya gue dimasukkan ke dalam SMP yang letaknya tidak jauh dari tempat dimana gue tinggal.
Gue ingat waktu itu, tetangga pertama yang gue kenal adalah mas mas orang Jawa, yang buka counter handphone dirumahnya, dia suka jualan ringtone dan game gitu.. cuma sayang, setelah gue beberapa hari amati, dia orangnya agak cuek gitu. Ya nggak apa apa lah.
Yang jelas, gue mulai membumi di tempat ini.
Selebihnya tentang kota ini, mulai dari pagi harinya sampai malam harinya, seluk beluknya kota ini, rahasia apa yang ad adi kota ini, atau hal hal misterius apa yang tersimpan dalam sejarah kota ini... akan Gue bahas seiring cerita berjalan.
So hari hari Gue dihabiskan dengan menjadi kuli didalam rumah baru, betul, Gue belum kembali memiliki pola untuk menyusun market disini dan bagaimana audiens nya. Di paris van java, betul betul itu baru jadi MALL nya saat Gue berpindah kesini. Gue meninggalkan dua bisnis Gue untuk sementara diurus oleh pihak keluarga.
Dengan begitu revenue masih Gue dapatkan, namun tidak se optimal saat Gue berada disana. Dulu belum jaman online marketplace, jadi Gue masih bermain di ranah IKOYD. Apa itu IKOYD? itu adalah i knock on your doors. Serintilan hal kecil yang Gue lakukan, bahasa umumnya kalau buat salesman adalah Door to Door.
Salesman, jangan salah, kalau produk yang dijualnya memang memiliki efek atrraction yang tinggi. Ya hasilnya adalah profit. Begitupula dengan Gue, target pasar Gue saat itu adalah teman teman sebaya Gue (utamanya yang perempuan) yang Gue jual adalah mobil rakitan atau marmut hias, impor dari luar Indonesia, harganya bervariasi. Produk Gue atrraction rate nya, tinggi. Lebih mudah jual sesuatu yang orang jadi 'gemes' daripada jual sesuatu yang orang hanya, 'ingin'.
There's a desire within this context.
Untuk marmut hias dengan ras tertentu, di lapak Gue, mulai dari 2 juta per ekor sampai 10 juta per ekor. Kecil kecil saja tapi lakunya cepat. Mereka sekali produksi bisa ber ekor ekor. Gue punya parent stock sampai ratusan ekor. Target yang Gue incar adalah teman teman Gue yang uang jajan bulanan nya sekitar 5 sampai 20 juta rupiah.
Kalau sekolah swasta seperti Montessori, Bandung INTL School, sekarang sudah berubah namanya menjadi Bandung Independence School, karena kasus yang terjadi di JIS Jakarta kemarin. Nah, sudah nggak aneh kalau parents allowance untuk anak anak yang disekolahkan di sekolah seperti itu, besar besar nominalnya.
Kalau ditotal total, segini dan segitu, this and that much, Gue rasa annual revenue segitu masih minim, bagi Gue, bukan tidak puas, tapi ya memang ada yang lebih lagi. Buat ukuran anak sekolah menengah pertama, dari marmut white crest itu Gue lanjut ke ranah yang lebih demanding lagi bagi upper class household.
Begini dan begitu, bukan Gue tidak ada advisor, advisor atau counsel pasti ada, but my primary quest is hanya perlu maintenance dan stick to the main rules, then improvise. Selanjutnya Gue taking in parent golden BSH dari ang Maddie yang sudah lebih dahulu terjun ke bisnis ini, around fourty thousand USD. Ini obrolan lama Gue dengan ang Maddie, sudah basi sebetulnya, tapi ya masih relevan kalau mau diaplikasikan.
"Kamu mau nggak minta jajan sama binda mu gak?" tanya ang Maddie kepada Gue.
"Mau." jawab Gue simpel.
"Nih, ambil ini dua ekor. Nanti kalau udah mulai banyak, kasihtau ang Maddie, nanti bisa dijual. Tapi target kamu 100 ekor ya." jelasnya lagi.
Mungkin kalau di jaman sekarang tuh kayak the Verge atau Unboxing Therapy yang ada di Youtube. Kalau versi lokalnya mungkin Nex Carlos. My revenue circles around that much. Jaman dulu kita masih jual jual biasa aja. Belum ada yang namanya Youtuber. Lagian keren banget sih... Youtube itu.
Dari yang ratusan ekor cuma jadi 80 kojut, menjadi yang 1 ekor sekitar 200 kojut. Gue udah nggak bisa kasih banyak komentar soal ang Maddie, the life around us ya berputar di pusaran how to produce pennies after pennies, grand after grand.
Kadang ada bosan nya juga, makanya Gue sering menepi. Jadi buddhist, nge zen sendiri di Natuna, kayak orang tolol, sedangkan ang Maddie lebih memilih untuk asyik dengan hobinya sendiri. Nama hobinya adalah, "Jailin Essa." sekian. Yang jelas expense liburan Gue masih di limit limit gitu. Biasa aja...
.....
Sebelum kembali storytelling, Gue mau bahas ini dulu sedikit. Mungkin sekedar cuit cuitan ringan atau semacamnya.
Gue tahu, orang kalau sudah pandai berbahasa tertentu pasti keren, misalnya ngomong bahasa Belanda.
Tapi kalau di Indonesia, yang bikin Gue heran, mereka yang sudah jago berbahasa, suka menuntut kita untuk langsung nyemplung seolah kita juga sama fasihnya persis seperti mereka.
Kan tidak begitu dong...
Beda saat sedang berada di Belanda, saat Gue tidak bisa holand spreken pun keluarga Gue yang berdarah full belanda tidak memaksa Gue untuk 'maksain' ngomong Belanda, bahkan ada yang rela ngobrol sama Gue pakai bahasa dan gestur tubuh saja.
Amazing nggak sih, hospitality nya?
Brengsek, amazing banget.
Sedangkan kalau Gue mampir ke balai bahasa Belanda di kota Gue, Gue langsung diusir kalau Gue malah coba komunikasi pakai bahasa Indonesia dulu dengan mereka.
Alasan nya? regulasi. Aturan.
Ha, angkuh sekali. Dasar kudis lepra.
Padahal di Valkenburg pun nggak begitu begitu amat. Gue tersesat di jalan, native disana tidak ada yang insult Gue dengan sebut Gue je ben hek atau semacamnya, seperti Gaijin, saat Gue dengar cerita dari Burnay yang baru saja pulang dari Yokohama, Jepang.
Inilah yang menjadi penghambat bagi para beginner yang mau coba kuasai suatu bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung bisa jadi bikin mereka minder. Ensey, walaupun dia jago ngomong Inggris, dia nggak galak sama Gue soal bahasa. Jangan salah, ini orang jago.
Gue tanya kenapa? ya dia katakan untuk apaaaa. Kalau memang belum lancar ya dibantu. So does the other person in my social sphere, termasuk ang Maddie, terus yang jago tuh siapa lagi ya.
Brother Abe, teteh Malta, jago Hebrew nya, huahahahaha, ang Solo jago ngomong Portuguese.
Lanjut cerita lagi ya. Ngalor ngidul dulu sedikit lah... menulis bebas.
I was more ignorant kalau sudah disuruh bicara apalagi membahas soal sesuatu yang tidak Gue pahami bagaimana bentukan nya, asal usul nya, atau topik topik dengan pendalaman scientific yang bikin kram perut Gue saat memikirkannya.
Tapi kalau sudah bahas soal kucing, anjing, animalia yang lain, atau hal hal yang berbau holistik, kayak kerang laut yang di bakar, atau gimana cara untuk mulai membangun pemondokan di pesisir pantai, dengan kerangka dasar nya yang menggunakan batang kelapa, batang bakau serta dedaunan yang tersebar di sekitarnya.
Gue paham, dan Gue mau, kenapa demikian?
Well, because life is simply a modesty in disguise. Iya. Kehidupan itu secara simpelnya adalah kesederhanaan yang tersamarkan. You could been a harvard graduate, tapi kalau misalnya cintanya anda itu cuma lulusan universitas negeri lokal, universitas gajah terbang, misalnya?
Mau apa anda? ha?
Hahahahahaha.
Ya nggak bisa ngomong apa apa, karena anda mencintai jodoh anda, yang dengan segudang kesederhanaan nya itu, anda begitu menyayangi dia, apa adanya.
Kasus ini terjadi pada teteh Essa a.k.a Laressa, yang kalau oleh ang Maddie sebut dirinya, sebagai tuan putri Laressa. Kisah tentang mereka yang Gue ghostwrite, meski belum tuntas, dapat dibaca di sfth kasakkusuk juga dengan judul, "Diary Seorang Penjahat Kelamin."
Gue paling nggak bisa menerima fakta bahwa seorang yang, kalau dihitung secara reputasi dan matreri nya, punya level yang kayaknya bisa dibilang tinggi. Kayak teteh Essa. Lulusan Harvard gitulho, cantik luar biasa, seksi nggak ada tandingan, punya bisnis keluarga yang kalau kita menengok seisi kota, itu sudah pasti ownernya adalah Laressa and partners, tapi, mau maunya dia, menikah sama manusia bejat kayak si ang Maddie?
Anjing.
Nggak serius serius amat ya, friends, tapi sumpah, anjing, hoki banget memang nasib itu orang.
Hahahahaha.
Lanjut dibawah ya..
Kisah orang orang itu semua happy ending, ang Maddie dengan teteh Laressa, atau ang Solo dengan ateu Malta.
Gue sama sekali tidak, atau mungkin belum. Sad ending Gue cuma datu atau hanya sebiji, tapi bisa membuat Gue jadi bandel dan sama bodohnya kayak kawan kawan Gue yang setiap kali Natal tiba, jingkrak jingkrak kayak setan, ngelaba perempuan kesana kemari.
Jujur, Gue capek sebetulnya... Gue kangen Vinan. Gue kangen inilah alasan kenapa Gue tulis ulang kisah ini, almost the last thirteen (13) years, Gue kesana kemari mencoba mengalihkan kepedihan Gue.
Gue belum pulih... Gue belum, mampu.
.....
Berbelanja sebelum kembali bersekolah.
A day in the life of a Pusamania citizens. Gue sudah mencium bau bau bahwa akan ada banyak perbedaan gaya hidup disini bila dibandingkan dengan ketika gue tinggal di kota yang dingin dahulu itu, yes, di kota Bandung.
Satu perbedaan yang mencolok adalah udara disini. Perbedaan kedua adalah orang orangnya. Jadi, pagi hari itu gue bersama bapak sudah siap, kami berangkat menggunakan angkutan kota yang disini, anehnya, malah disebut TAKSI. Hahaha.
Siang itu kami berdua makan di Swiss Belhotel lalu check in, setelah itu lanjut ke Mall sekitar, pertama kalinya gue dikenalkan dengan Samarinda Central Plaza, kalau disingkat bacanya dan menyebutnya jadi SCP.
Okay then, jadi gue dan bapak gue mulai berbelanja peralatan bersekolah disana. Yang gue rasakan pertama kali saat memasuki SCP adalah, "Anjir, ada HERO dong?" hahahahahaha, aneh juga bisa lihat HERO supermarket disini.
Pasalnya, di Bandung, HERO sudah punah, sudah tidak ada lago satupun yang tersisa. Terakhir ya di flamboyan itu, di jajaran utama jalan doktor Setiabudi. Dannnnn SCP lumayan lah ya, jelas jauh kalau dibandingkan dengan estetika nya Ciwalk atau Paris Van Java, begitupula beda konsepnya kalau dibandingkan dengan Grand Indonesia, atau kalau mau lebih ekstrim lagi, dibandingkan dengan Harrods atau TMOA.
________
Long story short, gue berbelanja seragam SMP negeri dengan beberapa pasang sepatu. Gue cari cari kemana ya Obermain atau clarks, tapi tidak gue temukan satupun outlet mua, jadilah gue pilih converse dan vans of the wall, ya apa yang tersedia disana saja.
.....
Boat architecture.
One day saat gue masih TK, gue pernah menyaksikan Freya berkelahi dengan konselor kami hanya karena dia ngotot soal 'boat architecture' dan aplikasinya pada bangunan yang minim ruangan. Sejak kecil Freya sudah diajarkan untuk cinta ensiklopedia arsitektur oleh papinya.
Bahkan saat dia sudah bekerja di Skidmore, Owings & Merrill sekalipun, teori boat architecture itu masih dipakainya.
Di dunia arsitektur modern, banyak yang sudah berubah. Everyone had a taste. Tapi Freya pernah bilang sama gue, "Portray a music, i'd like to be Clair De Lune of Architecture." gue tidak mengerti maksudnya apa, sampai gue memperhatikan boat architecture karya Freya.
Kecil, tapi gaungnya mempesona sampai ke setiap inci dari arsitektur yang diolahnya.
.....
Dulu, dari mulai kelas 3 SD Gue sudah punya bakat bakat brengsek that longs for survival. Kalau bahasa Jawa nya mungkin jadi kayak, "Ini kudu piye? itu kudu piye?" beruntung Gue, tumbuh di lingkungan yang mengajarkan Gue untuk melek finansial. Meski beberapa orang menolak untuk bersikap antusias didalam prosesnya.
Tapi Gue percaya, dimanapun lingkungan orang itu bertumbuh, kalau orang itu memang bebakat, dia pasti akan melejit keatas sana. Apanya yang melejit? bisa jadi karir, bisa jadi bisnis, bisa jadi reputasi dan yang lain sebagainya.
Opa Wilangka selalu mengajak Gue setiap hari minggu pagi untuk berkunjung ke Schroder untuk belajar tentang Nasdaq, LQ45, izin ini diberikan bukan melalui mister Azimat Revoelusi, yaitu bapak Gue sendiri, melainkan melalui Nyonya besar Tintjeu Sariasih Prawiraatmadja, karena Gue adalah cucu kesayangan, anak emasnya beliau. Betul, dia adalah amih Ageung.
Di sana Gue diajarkan untuk belajar tentang berbagai macam terminologi pasar. Kalau ang Maddie ikut, Gue ingat bahwa dia selalu membantah, "Bap, ini mah tai kucing, intinya mah dagang." lalu Gue hanya bisa melongo, selanjutnya ketawa. Dari Dipatikertabumi kami berangkat, belajar tentang kehidupan dan lingkungan kami dari Opa Wilangka. You see, i am speechless when it comes to those persons called family.
Well, sometimes they did GOOD.. sometimes they did the otherwise.
Banyak orang bertanya, "How to step up the ladder to a higher society?" Gue bengong.. memperhatikan, lalu pertanyaan itu dijawab oleh ang Maddie dan sobat sobatnya, (nama geng nya dulu kalau nggak salah The Menteng Jackass, sumpah ini norce banget.) di suatu pertemuan orang² ini, salah satunya kayak MT, bukan Mario Teguh ya. Nama agak di inisialkan aja, yang jelas si MT ini kemarin baru main film bareng sama CJ, artis tanah air yang banyak jambangnya.
Mereka berbincang Gue mendengar, mereka bilang ya ada banyak faktor untuk meraih tingkatan sosial dan financial freedom, "Pertama anda born lucky, kedua ya anda born struggle." itulah bahasan mereka.
Lingkungan sudah pasti, dan tentu saja memiliki pengaruh besar dalam hidup kita, tapi di penghujung jalan... semuanya kembali kepada diri kita sendiri. Betul, sih. Berikut ang Maddie patungan dengan Gue untuk memesan 2 ekor white crested guinea pig dari Valkenburg, diamankan oleh ang Kekei, lalu mendarat dengan selamat di Soetta. Dari situ Gue mulai membangun dinasti Gue sendiri.
Hari bersejarah itu sudah lama terlalui, episode selanjutnya adalah Gue yang menawarkan sendiri felis catus yang Gue handle kepada salah satu kerabat yang putrinya sedang-sangat-menginginkan those ugly yet prestigious furball di dalam rumah tangga mereka. Kalau Gue sebut Kiputih Satu, native Sundanese sudah pasti akan paham prestige dari orang orang yang kediaman nya adalah di area itu.
Kalau di Jakarta mungkin..., seperti di Capital Place.
Speaking about so many other things, Dumara dan Stream adalah dua bocah kesayangan ang Maddie, yang menyentuhnya tidak boleh, yang memandangnya saja dapat kecaman dari kakak Gue yang hampir sinting ini. Mereka pupus saat Martha dilahirkan. Dua brengsek itu sudah bikin dia bisa memesan Ducati Diavel. Makanya, numbers are constructive. Apalagi kalau anda pandai menabung. Hahahahahahaha.
......
Meski pada akhirnya, sudah bukan hal yang lumrah lagi kalau bapak Gue selalu pick a side AGAINST his family, iya, selalu berlawanan, dari mulai soal keuangan, karir, keluarga, cara pandang nya mengenai kehidupan.
Gue bisnis ini, bapak melarang, Gue bisnis itu, bapak melarang. Susah susah Gue menjelaskan nya, nih begini deh, bapak Gue dengan keluarganya itu ibarat LIBERAL melawan KONSERVATIF. Brengsek banget memang mengetahui bahwa kedua pihak kni berlawanan.
Bapak adalah orang yang konservatif, ang Maddie, amih Ageung, oma Moez, opa Irja, opa Wilangka, ateu Djuni, ateu Malta, ang Solo, Burnay, and most of my families are liberalist. Mereka nggak suka menjadi kuno dan tradisionalis, apalagi dalam urusan bisnis keluarga besar kami semua.
manggut manggut saja karena bisnis memang berjalan dengan baik, nggak usah sentil sentil soal anak kesayangan mereka yang dulunya nurut banget, sekarang malah jadi rebel yang senang dengan aliran dan dogma dogma konservatif.
Yes, bro Azimat Revoelusi itu dulunya distributor minuman keras or as we say so, spirited drinks.
Hahahahahahahaha.
Udah ya bahas soal market, economy dan finance section dalam hidup Gue. Capek, ah. Nonetheless, Gue hanyalah krucil kecil diantara mereka semua, yang selalu banyak ambil pelajaran, dan selalu antusias kalau disuruh ikut berlibur bareng sama mereka semua, atau mengikuti kegiatan filantropi ecek ecek demi sedikit pencitraan.
Salah satunya adalah mampir berkunjung ke bala keselamatan bantuan. Total bullshit yang sudah Gue minimalisir, kalau mau bantu, ya bantu saja, jangan untuk cerita pas arisan bahwa kita suka filantropi.
So the other day on my life in Borneo, Gue sedang menyapu halaman beranda rumah baru Gue... yang terletak di pinggir jalan, dan gaduhnya luar biasa, tapi ada peluang dibalik semua itu.. Kok bisa?
Tuh, ada lahan kosong di rumah baru ini, bisa dipakai buat apa ya kira kira... hahahahahahahaha.
Jadi dari rumah singgah yang tidak lama bapak Gue tempati, Gue dan bapak pindah ke sebuah komplek umum yang banyak orang lalu lalang, banyak aktivitas, banyak tempat dan lapak dagangan di komplek itu. Angkutan kota pun gampang didapatkan.
Di rumah kontrakan baru ini, luas bangunan nya sekitar 400 meter persegi, ada garasinya, dan punya empat kamar, dua kamar mandi, kedua duanya ada bath tub nya, tapi jangan salah, jorok! jadi harus Gue bersihkan lagi semuanya.
Dapurnya super besar, jadi banyak ruang yang kosong dan belum digunakan. Dirumah itu Gue memupuk asa, Gue tahu bahwa harapan itu kadang rada berbahaya, tapi ya siapapun boleh berharap.
Seminggu tinggal disana, dirumah kontrakan baru, Gue banyak berjuang, banyak adaptasi. Mulai dari mati lampu yang bisa sampai 8 jam, kemudian debu yang beterbangan almost every hour to wipes that off. Repot BIG TIME, semua itu Gue yang urus, karena bapak sibuk bekerja.
Ribut, sudah pasti... karena didepan jendela rumah ini adalah jalan raya.
Untuk beli makan disini Gue biasa pergi ke pasar, belanja lauk pauk sendiri dan masak sendiri. Jadi ya rutinitas sebelum tahun ajaran baru dan masuk sekolah di saat itu adalah, membereskan rumah, observasi daerah sekitar dan... kenalan sama tetangga.
....
Bapak dan gue sempat membahas lagi soal keputusan akan dimana gue bersekolah, seperti yang sudah dikabarkan dari jauh hari, bahwa tadinya... gue akan dimasukkan ke dalam SMP favorit di kota ini. Namun hasilnya nihil, karena memang pertama tidak ada slot alia kuota nya lagi untuk siswa pindahan dari luar kota.
Keputusan final ada pada bapak, kabarnya, bapak harus memberikan uang lobilobi dulu untuk SMP favorit agar gue bisa dimasukkan kesana, namun bapak menolak. Gue tanya, kenapa pak? padahal kalau masalah uang, gue tinggal cek rekening gue.
Namun bapak bersikukuh untuk menolak, karena dia tidak mau mengajarkan gue untuk terbiasa menyuap orang. Kalau begitu, gue jadi takjub. Ya sudah, akhirnya gue dimasukkan ke dalam SMP yang letaknya tidak jauh dari tempat dimana gue tinggal.
Gue ingat waktu itu, tetangga pertama yang gue kenal adalah mas mas orang Jawa, yang buka counter handphone dirumahnya, dia suka jualan ringtone dan game gitu.. cuma sayang, setelah gue beberapa hari amati, dia orangnya agak cuek gitu. Ya nggak apa apa lah.
Yang jelas, gue mulai membumi di tempat ini.
Diubah oleh tabernacle69 07-04-2020 03:53
i4munited memberi reputasi
1


