Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#1918
Bertemu Lagi
“Kamu itu kok keluyuran terus sih kak? Dulu kamu itu seneng banget diam dirumah, main game, atau tidur, atau main gitar sambil nyanyi. Sekarang kok malah seringan nggak ada dirumah.” Kata Mama.

“Aku kan suka jalan-jalan. Dulu aku itu nggak ada temen buat jalan-jalan. Sekarang udah ada ditemenin sama Emi. makanya aku jadi suka jalan-jalan kemana-mana. Waktu mudik kemarin aja buktinya aku bisa sampai disana berdua sama Emi naik motor. Dan nggak ada masalah buat itu toh? Saudara-saudara kita itu malah pada bilang aku keren bisa nyampe ke Jatim naik motor.” Bela gue.

“Sejak kamu ketemu sama Emi itu kamu kok jadi banyak berubah gini sih kak?”

“Berubah gimana? Aku bukan nggak betah dirumah. Tapi aku mau jalan-jalan. Bertahun-tahun aku dirumah aja kayak gitu. Sekalinya dapat kesempatan dan didukung sama pasangan yang aku pilih seharusnya nggak apa-apa dong. Toh aku juga nggak minta uang kan?”

“Iya emang. Tapi mestinya kamu tuh dirumah gitu.”

“Kenapa begitu? kan udah sering juga ada dirumah. Sesekali aku keluar. Nggak selalu keluar. Jangan cari celah buat nyalahin Emi deh. Dia nggak salah. dia justru yang dukung aku buat bisa jalan-jalan ke tempat baru, nyobain makanan baru, eksplorasi tempat yang baru. Daripada dirumah doang, kuper nanti, pengetahuan juga terbatas, walaupun ada internet Ma.”

“Ya terserah kamu aja kak. Yang jelas itu badan badan kamu sendiri, kalau sakit ya nanti minta diantar sama Emi aja ya?”

“Ya emang. Aku nanti kalo sakit minta diantar aja sama dia. tenang aja, aku nggak akan nyusahin mama, nggak akan minta uang mama, aku juga mau nyelesaiin urusan S2 aku sendiri, nggak perlu mama tau gimana-gimana, taunya nanti Mama dateng aja ke wisuda aku.”

Suasana seperti ini hampir setiap hari harus gue hadapi. Segala yang gue lakukan terlihat salah dimata Mama. Selain itu gue nggak sukanya adalah, Mama seperti selalu mencari celah untuk menyalahkan Emi. padahal Emi sebelumnya juga udah dikenalkan kerumah, pernah main dirumah. Bahkan sempat masak-masak dirumah dan dipuji masakannya enak. Tapi sepertinya kalau hal positif itu mudah dilupakan, sementara yang negatif selalu diingat. Sangat manusiawi bukan? Hahaha. Miris banget.

Hal itu pulalah yang mengakibatkan gue jarang sekali pulang kerumah. Alasan gue menginap dikantor. Padahal gue ada dikostan Emi. ketika Emi pulang kerumahnya pun, kadangkala gue ada dikostannya hanya untuk mencari ketenangan.

--

Gue sedang main kerumahnya Emi pada suatu sabtu malam. Hujan turun dengan derasnya malam ini. Waktupun sudah menunjukkan malam yang semakin larut. Gue nggak ambil pusing karena kalau kemalaman gue bisa menginap dirumah ini. Papanya Emi sudah mengizinkan gue untuk menginap dirumah tersebut.

“Mi, mau tantangan nggak?” kata gue iseng.

“Tantangan apaan Zy?” tanya Emi bingung.

“Ini kan udah hampir tengah malam. Kayaknya Papa Mama kamu udah tidur. Gimana kalau kita main dilantai bawah, disamping kamar Mama Papa kamu? Didepan kamar mandi? hehehehe.”

“Dih, kamu mau cari penyakit? Kalau mereka bangun gimana? Terus kalau uwa bangun mau kekamar mandi gimana?”

“Ya justru itu tantangannya. Quickie aja biar seru. Ningkatin adrenalin juga biar seger Mi, gimana? Hahaha.”

“Hmmmm. Boleh juga tuh dicoba Zy. Hehe.”

Gue dan Emi pun turun ke lantai bawah dengan mengendap untuk meminimalisir suara yang mungkin dihasilkan. Takutnya malah berisik, ujung-ujungnya malah nggak jadi.

Setelah berada dilantai bawah, tepat disebelah kamar Mama Papa Emi, gue langsung mengarahkan badan Emi ke tembok menghadap kearah kamar Mama Papanya. Posisi kamar mandi ada disamping kanan kami, dan tangga rumah berada disebelah kamar mandi persis. Jadi jika ada pergerakan turun dari atas, yaitu uwanya, bisa langsung terdeteksi.

Tanpa babibu gue langsung menurunkan celana pendek Emi. sudah lama banget gue nggak melihat bagian belakang tubuh Emi yang sekarang semakin berisi. sedikit gue elus dulu bagian pantatnya, lalu gue memasukkan jari gue kedalam lubang surga Emi dari belakang. Emi terlihat mengerang, entah sakit atau malah keeanakan. Tugas gue hanya membantu biar Emi cepat basah, agar peredaran rocky semakin mudah. Haha.

Sekitar kurang lebih lima menitan gue memainkan jari gue dibawah sana, dari mulai satu jari, sampai akhirnya bisa tiga jari dimasukkan. Dari yang awalnya menggeliat biasa, sampai akhirnya menggeliat seperti cacing kepanasan.

“Ahhh. Enak banget Zy. Masukin buruan.” Bisik Emi yang menengok setengah kebelakang.

“Iya dong. Ini aku masukin ya.” balas gue berbisik juga.

Gue akhirnya bisa memasukkan rocky dengan lancar jaya kedalam. Luar biasa sekali permainan malam ini karena kami lakukan disebelah kamar orang tua Emi. haha. Sebanyak kurang lebih 3 ronde kami lakukan dengan lancar dan minim suara, terkadang Emi yang suka nggak tahan untuk teriak terpaksa harus gue bungkam mulutnya dengan tangan gue.

“Aku nggak bisa teriak jadi kurang berasa seru nih.” Canda Emi, masih sambil berbisik.

“Yah, kalo teriak sama aja bunuh diri Mi.” bisik gue ditelinga kanan Emi, sambil terus maju mundur membentuk gerakan mendorong dipinggul.

Gue selalu mengeluarkan diluar, dan akhirnya pada jatuh kelantai. Hanya satu gaya saja yang bisa dilakukan, yaitu doggy berdiri ditambah dengan tersingkapnya kaos Emi sampai keatas dada. Gue sudah bilang ke Emi jangan pakai bra-nya dulu. Haha. Tapi nggak apa-apa, yang penting rasa greget dan cemas ketika bermain kayak gitu udah pernah kami rasakan dan itu jadi pengalaman tersendiri.

Kami naik lagi keatas dan nggak bersuara sama sekali. setidaknya menurut kami. Karena nggak ada pergerakan atau suara lain lagi selain suara langkah kaki kami yang berjinjit sampai berada dilantai atas lagi. Gue dan Emi sedikit berkeringat tapi merasa puas.

“Lo dapet ide darimana sih? Kok tau-tau mau kayak gitu tadi? hahaa.”

“Nggak tau, gue kepikiran aja, sekalian tantangan Mi. hehehe.”

“Gokil. Untung aja ya nggak ketauan.”

“Ya jangan sampai ketauan dong. Gue itu udah observasi dulu kali.”

“Maksudnya observasi gimana?”

“Gue kan sering dateng kesini, jadi lama-lama gue tau kebiasaan orang-orang dirumah ini kan. Dan kenapa gue bilang tadi itu bakal aman, karena gue amatin kalau jam-jam segini itu jam tidurnya orang tua lo Mi, dan juga Om lo itu. Jadi gue nggak khawatir sama sekali mereka bakalan bangun.”

“Emang iya ya? gue aja yang bertahun-tahun ada disini nggak merhatiin sampai gitu banget Zy. Lo teliti bener. hahaha.”

“Ya nggak apa-apa lah neliti begitu kan? Hehe.”

“Iya bener sih. Eh Zy, adik kamu minta tolong aku bantuin skripsi dia. tapi kan aku juga udah dikasih softcopy skripsi temannya yang udah selesai duluan. Eh masa parah banget, isinya asal-asalan gitu. Haha. Mau aku bilang ini salah, tapi skripsinya udah jadi. Jadi yaudah aku bantuin sebisa aku aja.”

“Mana coba liat?”

Emi membuka laptopnya yang masih baru dan terlihat keren serta kekinian. Disana ternyata dia sedang melihat file yang dikirimkan oleh Dania ke Emi. lalu gue ikutan melihatnya, mempelajarinya dan kemudian menertawakannya bersama dengan Emi.

“Gila ini sih parah banget. haha. Kayaknya adik gue salah milih kampus nih. Kayak ginian lolos yak jadi skripsi? Nggak abis pikir gue. hahaha. Padahal kita aja bukan orang ekonomi, tapi ini gampang banget kita liatnya kalau ini salah banget.”

“Makanya aku coba mau ubah sedikit. Kan adik kamu mau tuh kalau dikoreksi.”

“Yaudah silakan aja. tapi jangan kamu semua yang ngerjain, nanti dia bingung pas sidang. Hahaha.”

“Terus aku juga ada berita nggak enak banget dari kantor Zy.”

“Lah kenapa?”

“Masa kita dikhianatin sama temen kita sendiri.”

“Dikhianatin gimana?”

“Iya awalnya kita semua nih, anak-anak, udah sepakat buat bilang ke Kak Irawan mengenai proses kerja dan kinerja kita. Kita mau dia ada ngubah sedikit kebijakan dikantor biar lebih manusiawi. Lalu kita udah siapin semua jawabannya dan beberapa hal yang harus ditolak kalau Irawan nggak setuju. Tapi ternyata si Ilsa malah ngasih jawaban yang beda, dan dia langsung diangkat sama Irawan jadi SPV kita. Penjilat banget nggak sih?”

“Gila juga si Irawan bisa begitu. kok nggak wise dia main tunjuk kayak gitu cuma gara-gara si Ilsa setuju sama pendapat Irawan? Nggak bisa gitu lah harusnya. Nah ini nih bedanya kalau anak muda yang nggak pernah jadi bawahan sebelumnya, tapi tau-tau bisa mimpin perusahaan. Kalau begitu terus nanti tim terbaik dikantor lo bakalan resign satu persatu. Liat aja nanti.”

“Itu yang gue takutin Zy. Timnya udah mulai solid, tapi gara-gara kemarin ada kejadian kayak gitu bikin kita jadi rada sebel aja sama keadaan kantor. Apalagi si Ilsa bangs*t itu. Kita udah jauhin dan nggak temenin lagi. Biarin aja dia sendirian. Kayaknya toh dia juga nggak butuh kita semua.”

“Yaudah lo sabar aja. orang-orang macam Ilsa didunia kerja itu banyak banget. dikantor gue ada Dondi yang kayak begitu tuh. Sebel banget gue. kalau lagi konfrontasi sama gue ada aja nyari celah buat kesalahannya. Udah gitu dia itu pintar banget ngejilat atasan. Semua orang juga udah tau soal itu dikantor. So, yaudah kita cuma bisa sabar, tunjukin kalo kita lebih superior aja.”

--

Obrolan gue dan Emi yang bisa merambah ke berbagai bahasan kembali mengarahkan gue kearah kebosanan. Kadangkala gue juga bingung kalau cari bahasan walaupun selalu ada aja yang dibahas. Pada akhirnya gue menerima ajakan Lira untuk jalan sama dia mengantarkannya menukarkan tiket kereta api yang tidak jadi digunakan.

“Kita ketemu di Stasiun Tanjung Barat aja ya Kak.” Kata Lira di chat.

“Iya yaudah. Kayaknya juga aku berangkat aja dari rumah.” Balas gue.

Gue mempersiapkan diri dan gue pun berangkat menuju ke stasiun yang sudah ditetapkan sebelumnya. gue agak lupa sebenarnya seperti apa rupa Lira ini. Karena selama ini setelah berkenalan diacara manggung dulu, gue nggak terlalu banyak kontak dengannya.

Setelah pertemuan pertama kali lagi dengannya di stasiun tersebut, jujur aja gue sangat tergiur dengan fisiknya. Bagus banget ini anak badannya. Maju depan mundur belakang. Kayak Keket tapi versi lebih pendek. Mukanya bulat, menggunakan kacamata dan rambutnya tergerai sampai dibawah bahu. Gue tebak tingginya sekitar 162 cm.

kaskus-image
Mulustrasi Lira, 97,4% mirip cewek ini


“Kok perasaan kamu beda ya? haha.” Ucap gue ketika bertemu dengannya.

“Ah kayaknya sama aja kak. Mungkin karena dulu aku pakai kaos yang agak kegedean gitu kali.” Kata Lira.

“Haha iya bener. makanya jadi beda dikit. Rambutnya juga belum sepanjang ini kan ya?”

“Iya bener kak. Nggak sepanjang ini. Hehe.”

“Yaudah yuk naik.” Ajak gue.

Gue dan Lira menaiki KRL menuju ke stasiun kota. Disepanjang jalan gue selalu chat dengan Emi dan juga Yulia. Ada beberapa kali chat dengan Alya tapi nggak jadi prioritas gue.

“Emang kamu nggak apa-apa kak?”

“Nggak apa-apa apanya?”

“Sama Emi.”

“Ya nggak masalah kok.”

“karena nggak ketauan kan kak? Hehehe.”

“Iya makanya. Haha.”

“Tapi aku nggak enak sama Emi kak.”

“Kamu udah kenal Emi ya emangnya sebelum ini?”

“Belum sih. Tapi nggak enak aja. apalagi aku juga udah punya cowok kan.”

“Ya kan kita nggak ngapa-ngapain juga.”

“Hmmm. Iya sih. Hehehe. Yaudah nggak usah dipikirin ya kak. Kita sekarang nikmatin aja ngobrol-ngobrol sama jalannya.”

Ternyata dia sudah tau kalau gue pacaran dengan Emi. tapi yaudah nggak apa-apa juga kan. Toh kami nggak ngapa-ngapain. Perjalanan menjadi nggak berasa sama sekali karena kami ngobrol santai sepanjang perjalanan. Stasiun kota saat itu masih agak sepi karena memang masih siang.

Gue mengikuti dia dan sepertinya dia bingung harus melakukan apa. Hal ini membuat minus penilaian gue, karena seandainya ini adalah Emi, nggak mungkin dia kebingungan seperti itu. Petunjuk jelas, kalau bingung tanya petugas. Tapi ternyata dia nggak melakukan itu semua. Tadinya gue diam saja, sampai akhirnya daripada kelamaan, gue bantu dia untuk refund tiket tersebut.

Setelah selesai, gue pulang dan mengantarkannya sampai diteras kostannya. Kostan khusus cewek tapi nggak terlalu ketat kayak dilingkungan luar kampus gue.

“Kamu kenapa ngekost?” tanya gue.

“Soalnya rada jauh kak rumah aku. Dari kampus kamu, masih terus lagi sekitar 20 menitan lagi kak.”

“Oh rumah kamu itu kearah kampus aku? Gile itu mah jauh banget. dari kampus aku ke stasiun aja itu udah sejam lebih waktu tempuhnya, ini masih 20 menit lagi tanpa macet kan?”

“Iya tanpa macet, kadang kalau kena macet itu bisa sampai 45 menitan. Akunya yang capek kak. Haha.”

“Iya sih bener. bener kamu keputusannya untuk ngekost disini. Nggak terlalu jauh juga kan dari kantor ya.”

“Iya makanya kak, karena deket sama kantor aku kost disini.”

Setelah itu gue pulang dan nggak merasa kalau Lira ini punya keistimewaan lebih. Kalaupun ada yang gue mau, ya gue cuma mau fisiknya aja. Nggak ada kelebihan lainnya yang bisa gue lihat soalnya.


namikazeminati
khodzimzz
itkgid
itkgid dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.