Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
sehat.selamat.Avatar border
JabLai cOYAvatar border
al.galauwiAvatar border
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#1905
Terus Berdatangan
“Nah Winda udah tau kan semuanya? Kalau selama ini aku sama kamu itu jadian?” kata gue.

“Iya, Bang Drian yang bilang ke dia.” sahut Emi sembari menuang air panas ke kopi yang sudah siap untuk diseduh.

“Mau Drian kek, mau kamu kek, mau aku juga bilang kek, itu nggak penting. Yang penting aku itu nggak pernah sama sekali mau pacaran atau ngasih harapan apapun. Aku cuma ngobrol sama dia. nggak ada juga menjurus-jurus kearah mau serius, apalagi obrolan mesum kayak gitu. Nggak ada.”

“Iya Zy. Winda udah cerita semua ke gue kok. Tapi gue nggak suka aja kenapa kalau lo ngerasa takut bosan sama gue, malah nyari pelampiasan. Coba kalau lo jadi gue? itu pasti akan tetep dianggap selingkuh.”

“Iya gue tau dan gue memang bersalah atas semuanya ini. Gue itu cuma takut nggak bisa sama lo lebih lama lagi. Gue takut udah nemu titik bosan ketika gue seharusnya bisa memperjuangkan hubungan ini sampai ke jenjang yang lebih serius.”

“Makanya lo harus mikir juga dong. Kan didalam hidup ini, apalagi lo udah memutuskan untuk menjalin hubungan serius sama gue, dunia nggak cuma untuk lo doang. Nggak cuma buat ngebelain lo dan kepentingan lo doang. Ada gue juga disini yang harus lo perhatiin perasaannya. Gue emang orang yang sangat sabar untuk menghadapi lo yang dan segala sifat lo yang ajaib itu. Tapi asal lo tau Zy, gue tetep sayang sama lo. lo tau, untuk nemuin orang yang pas banget dan sefrekuensi sama kita itu nggak gampang.”

“Justru itu Mi. itu yang gue takut. Karena semua kesamaan kita dan semua yang kita lakuin bisa barengan, gue takut malah nanti berakhir sia-sia karena bosan. Kita memang sama dalam banyak hal, tapi nggak benar-benar sama persis semuanya. Ya kan? Gue itu sayangnya cuma sama lo dari awal kita ketemu. Susah buat dapetin sosok lo. Apalagi dulu ada drama-drama nggak penting juga kan. Mungkin kalau dari sisi lo, gue ini cuma cari pembelaan. Tapi emang gitu adanya. Perasaan gue nggak pernah berubah, walaupun ada cewek-cewek lain yang mungkin menurut lo lebih oke dari lo. Pilihan gue tetep nggak pernah berubah Mi. Menurut lo dan mungkin orang-orang, Winda lebih baik dari lo secara fisik. Tapi apa dia memenuhi checklist yang gue kasih? Nggak ada seujung kukunya Mi sama lo. Itu juga sebabnya, mungkin ya, Drian juga ada rasa sama lo. gue tau kok lo sengaja kemarin manas-manasin gue dengan dekat-dekat sama Drian. Tapi asal lo tau, Drian itu seleranya mirip sama gue Mi. dari segi apapun. Gue kenal banget sama dia. dia mau cewek yang sama persis atributnya kayak lo. Tapi gue lebih beruntung dari Drian Mi. lo pikir kenapa dia awet menyendiri? Ya karena nyari cewek yang kriterianya kayak lo itu susah banget. apalagi pemikiran dia itu, dengan atribut dalam seperti yang lo punya, dia mau punya atribut luaran kayak cewek-cewek JKT48 gitu. Ya hampir mustahil lah. Mau nyari puteri Indonesia yang cantik, terlihatnya pintar, dan jadi standar cowok-cowok lokal sini? Ya ngimpi lah dia. dia punya apa emang? Hahaha. Tapi dia mau nyari yang paket lengkap, otak kayak lo, tapi fisik kayak cewek-cewek kinclong itu? Ngarep bener.”

“Kenapa jadi bahas Bang Drian sih Zy? Ya dia punya kriteria sendiri emang kenapa? Kan nggak salah.”

“Nggak salah, tapi ketinggian. Takutnya nggak sampai malah menjomblo seumur-umur entar. Hahaha.”

“Iya juga sih. Tapi yaudahlah, toh dia nggak akan juga ngerebut gue dari lo kan?”

“Ya nggak bakalan. Tapi gue cuma lucu aja dengan keinginan dia yang susah terwujud itu. Haha.”

“Jadinya kita gimana?”

“Ya kita nggak akan pernah putus MI. mau kayak gimanapun juga. gue emang banyak salah sama lo. tapi gue tau yang gue mau ya cuma lo. cewek-cewek itu selalu jadi benchmark gue. kalau ternyata selama ini yang gue cari ya Emi. bukan yang cuma menang fisik tapi punya banyak kemampuan, dan utamanya adalah, otak lo yang diatas rata-rata Mi.”

“Tapi gue capek juga Zy harus ngejalanin kayak gini. Kalau lo terus-terus kayak gitu dibelakang gue.”

“Iya maafin gue Mi. Kayaknya kalau untuk urusan pengalih perhatian biar nggak bosen udah nggak mempan lagi ya.”

“Ya karena itu nggak masuk akal Zy.”

“Iya, gue tau. Tapi emang gitu kenyataanya Mi. Ini gue berani sumpah demi Tuhan deh kalau emang perasaan gue kayak gitu.”

“Terus gue kurang apa kalau sebenernya yang lo mau itu kayak gue?”

“Kurangnya? Gue emang mau diatur sama lo Mi. gue juga setiap saat dan setiap kegiatan ketemu sama lo. tapi please kasih gue ruang untuk berekspresi sendiri Mi. itu aja sih.”

“Jadi selama ini gue dianggep melanggar privasi lo gitu Zy?”

“Kurang lebih begitu Mi.”

Emi diam beberapa saat sebelum dia melanjutkan omongannya. Dahinya berkerut tanda berpikir.

“Gue itu perhatian sama lo Zy. Gue tau lo itu butuh diatur supaya lebih baik lagi kehidupan lo kedepannya. Gue cuma bisa itu aja. sisanya ya lo sendiri yang jalanin. Kalau lo ngerasa keganggu privasinya, gue mohon maaf. Gue cuma nggak mau lo terus-terusan dianggap sepele sama semua orang. Gue tau potensi lo banyak. Lo itu bukan nothing. Gue mau ngedampingin lo saampai lo bener-bener bisa maksimalin semua potensi lo. itu aja Zy.”

“Iya Mi. gue ngerti. Maafin gue kesannya gue jadi nggak tau diri banget. Udah ada lo yang menyediakan semua keperluan dan kebutuhan gue, tapi guenya malah nggak jelas. Emang nggak guna banget gue Mi.”

“Udah deh lo nggak usah ngomong kayak gitu. Baru juga gue bilang lo itu bukan nothing Zy.”

“Gue juga berjuang ngelawan ego gue sendiri dan itu susah banget Mi. Gue takut dengan begini gue malah terus-terusan ngecewain lo Mi. dan terburuknya adalah, gue harus benar-benar kehilangan lo. gue takut banget Mi.”

“Ya makanya kalau nggak mau kehilangan jangan begini terus Zy.”

“Gue bingung Mi harus gimana. Emang yang gue lakukan ini pastilah salah. tapi gue kadang bingung, menjalin hubungan dengan seseorang itu bakal membatasi hubungan kita dengan orang lain banget ya kayaknya?”

“Itu sih pembenaran lo aja Zy. Memang gue ngelarang untuk lo berhubungan dengan siapapun? Kan nggak. Tapi lo dapet aja celah buat kenal dan ngobrol sama cewek Zy.”

“Ya makanya gue tanya apa itu salah? kan gue nggak ngelakuin apapun. Bahkan ngobrol soal urusan yang lebih serius pun nggak. Semua obrolan santai aja.”

“Tapi dengan lo kasih perhatian kayak nanya-nanyain mereka, terus ngasih masukan ini itu, itu bisa bikin mereka suka Zy.”

“Terus gue harusnya ngobrolnya kayak gimana? Itu sebenernya biar gue ada mulai pembahasan aja. kalau semua itu salah ya sama aja gue nggak bisa berkomunikasi dengan normal dong sama orang lain. Kalau semua obrolan atau komunikasi gue profesional kayak sama klien kantor, bisa gila gue. gue bukan orang introvert. Memang gue suka menyendiri, gue butuh ketenangan kalau lagi fokus ngerjain sesuatu, tapi gue suka bersosialisasi. Kalau semua itu dibatasi, ya sama juga boong dong?”

“Ya beda lah profesional sama obrolan sehari-hari.”

“Nah coba tunjukin ke gue yang sehari-hari itu kayak gimana yang nggak profesional kalau memulai obrolan sama orang?”

“Hmmm. Iya sih, biasanya nanya dulu lagi apa? sibuk nggak? Kalau ada waktu bisa kan ngobrol-ngobrol bentar.”

“See? Obrolan itu biasanya begitu kan normalnya kalau awal-awal? Dan inget banget ini. Gue cuma ngobrol obrolan ringan. Kayak yang kemarin Winda bilang mau dikenalin ke keluarganya itu sama sekali nggak ada. Bahkan gue nggak bilang iya mau nemenin dia berenang. Gue bilangnya, kalau misalnya gue ada waktu bisa, tapi sayangnya waktu gue sempit. Jadi rada susah. Itu yang fakta. Tapi terserah lo mau percaya atau nggak Mi.”

“Iya gue percaya kok Zy sama lo. memang kalau cewek terkadang misalnya lagi cerita ada aja bumbu penyedap biar seru.”

“Ya itu sih urusan antar cewek. Yang jelas gini deh Mi, gue udah ngaku kalau itu salah. maafin gue ya? Normal lagi ya kita?” pinta gue ke Emi sambil tersenyum.

“Iya Zy.” Kata Emi, ada keraguan dari nada bicaranya. Tapi gue anggap itu sebagai legitimasi hubungan gue dengan dia yang tetap berjalan.

--

Sejak obrolan tersebut, hubungan gue kembali normal. Gue juga mengurangi sedikit intensitas obrolan di chat dengan beberapa cewek itu. Tapi semakin gue jarang chat, semakin agresif mereka mencari gue. sedikit-sedikit mencari gue. nggak dikabari dikit chat berulang kali, bahkan sampai misscall.

Kalau chat mungkin masih aman. Tapi kalau misscall? Akan jadi bahaya ketika gue sedang bersama Emi. seperti ketika gue dan Emi diundang datang ke kampus karena ada acara himpunan. Status gue dan Emi sebagai mantan pengurus himpunan mungkin yang membuat kami diundang. Tapi hebat juga mereka ini yang dikampus, berhasil mengundang banyak alumni dari berbagai angkatan. Angaktan gue termasuk angkatan yang jauh banget usianya dari mereka yang saat ini ada dikampus.

Disana gue dan Emi bertemu beberapa kawan gue, adik-adik kelas Emi yang juga kakak kelas Emi. Beberapa tersenyum senang dan bilang bahagia banget melihat kami masih tetap bersama. Mungkin mereka-mereka ini dulu adalah penikmat drama fitnah yang sempat mampir mewarnai perjalanan hubungan gue dengan Emi. atau hanya basa-basi aja karena nggak enak ada gue yang notabene angkatannya lebih tua dari mereka.

Ketika itu angkatan yang datang cukup banyak, tapi yang termasuk angkatan paling senior adalah angkatan gue. Gue dan Emi bertemu dengan beberapa teman sekelas Emi. Saat itu mereka semua sudah semakin pintar memoles diri. Jadi terlihat lebih kinclong, begitu juga dengan Emi.

“Wah ada Emi. Apa kabar Mi?” tanya cewek bernama Feby.

“Alhamdulillah baik Feb. lo gimana? Yang lain pada nggak ikut?” balas Emi.

Gue diam saja dan nggak banyak melihat kearah mereka. Gue masih agak kurang suka dengan keberadaan teman-teman sekelas Emi yang pastinya dulu ikutan ngomongin gue dengan segala gosip yang tersebar dikampus ini beberapa waktu lalu.

“Hai Emi. wah makin oke aja nih lo.” Cewek bernama Anggi menyapa Emi juga.

“Eh Anggi. Haha. Lo juga nih. Makin oke aja.”

Gue muak dengan basa basi seperti ini. Entah kenapa gue merasa Emi ini nggak termasuk bergaul dekat dengan beberapa cewek berpenampilan menarik ini. Kalau gue perhatikan sekilas sepertinya mereka dari kalangan keluarga yang berkecukupan, jadi mungkin masuk sini dengan bayar lebih mahal, makanya jadi nggak ada dilingkaran Emi pertemanannya.

Setelah beberapa saat mereka ngobrol dan gue menyingkir agak jauh, gue memutuskan untuk mendekat ke Emi kembali. Gue mengajak dia untuk berkeliling lagi karena gue tau banget anak-anak ini hanya basa-basi dan entah memiliki tujuan apa.

“Bang, kok diam aja daritadi? Hehehe.” Kata Feby tiba-tiba dengan nada bicara yang menggoda.

Gue sempat diam dan melirik Emi, tapi Emi seperti sudah tau kelakuan anak-anak ini. Gue juga sempat diam dan memperhatikan sekilas dari bawah sampai atas yang namanya Feby dan Anggi ini. Keduanya memiliki paras cukup manis, tinggi semampai, tapi lebih tinggi Anggi. Perawakan mereka juga terlihat padat berisi. Pas banget. Tapi anggi lebih berisi, dan terlihat lebih berotot. Mungkin dia senang olahraga. Sedangkan Feby lebih berisi dibagian dadanya. Biar kata sudah memakai pakaian longgar yang lebih syar’I, tetap aja tonjolannya nggak bisa terelakkan. Haha.

“Iya, gue bingung mau ngomong apaan habisnya. Haha.” Kata gue basa basi.

“Eh, Mi. Lo kalo misalnya udahan sama bang Ija bilang ya. kami siap kok nerima bekasan lo. hehehe. Ya nggak bang?” ujar Feby yang memandang penuh pengharapan ke gue dan Emi.

Gue dan Emi saling tengok kemudian melirik satu sama lain. Gue bingung harus jawab apa. Emi juga nggak kalah bingungnya dengan gue. Berani banget ya si Feby ini, dan mungkin sebenarnya Anggi juga, tapi dia nggak ngomong aja. Mereka bicara kayak ke sahabat lama aja gitu dan penuh canda. Tapi gue sangat tau kalau omongan Feby tadi tidaklah becanda. Dia berbicara sesuai dengan kata hati. Gue sempat kegeeran, tapi memang seperti itu keadaanya.

“Hahaha. Nanti ye. Itu lama banget. bahkan mungkin nggak akan kejadian.” Cetus Emi sekenanya dengan tawa yang canggung dan dipaksakan.

“Yah, gue tau kok lo juga pasti bantuin Bang Ija selama dia S2. Tapi nanti kalau abang ini udah lulus, boleh dong kita jadi saingan ya Mi. hehehe.” Kata Anggi akhirnya buka suara.

“Hahaha jangan nanti kalian nggak mampu.” Kata Emi simpel tapi menohok.

“Hahhaa. Udah-udah. Yang kalian omongin itu sedang berdiri didepan kalian loh. Ini gimana sih? Hahaha. Udah yok Mi, kita cabut.” Gue langsung menggandeng Emi dan senyum kecil ke mereka yang juga senyum balik ke gue, tapi lebih ke mengharapkan ‘pacarin gue bang!’. ah gila banget anak-anak sekarang kalau ada mau bisa nekat.

Gue dan Emi mengikuti prosesi acara tapi nggak sampai habis karena sangat membosankan. Apalagi narasumbernya itu-itu aja. kayak nggak ada alumni lainnya. Topik pembicaraannya pun nggak jauh-jauh dari pekerjaan, koneksi dengan alumni dan bullshit-bullshit lainnya seperti yang dulu pernah gue ceritakan di season sebelumnya.

“Gila ini narasumber dia-dia aja. gobl*k banget ya panitia. Nggak mau maju apa emang tol*l ngikutin saran dosen mentah-mentah?” sela gue diantara obrolan gue dan teman-teman seangkatan.

“Padahal diangkatan kita aja udah ada yang sukses banget loh.” Sahut Adi F.

“Nah itu dia Di. Angkatan kita udah banyak yang kerja settle, dan pemikirannya juga nggak begitu. kaku dan bikin bosen suasana.” Kata gue.

“Terus emang mau siapa Zy? Lo?” ledek Emi.

“Ya nggak usah gue. tapi paling tidak ada beberapa orang yang pengalaman hidupnya jauh lebih mengasyikkan buat dishare disini, daripada dia yang ceritanya dari jaman gue ospek sampe gue udah kerja gini, masih begitu-begitu aja.”

“Emang iya sih Mi, dia begitu kok.” ujar Tanto.

Emi gue kenalkan dengan beberapa teman dekat gue selama dikampus dulu. Mereka semua welcome dengan keberadaan Emi yang notabene adalah adik kelas mereka juga. tapi mereka melihat Emi sebagai pasangan gue, bukan sebagai adik kelas beda enam angkatan dibawah mereka. Ada pula teman gue seperti Ami, yang sempat mengajar dikelas angkatan Emi. Tetapi ketika bertemu diacara ini, mereka memposisikan sebagai teman gue, dan bukan senior atau dosennya Emi. Jadi itu mempermudah Emi untuk berbaur dengan angktan gue.

Disini terlihat sekali perbedaannya. Ketika biasanya angkatan lebih tua susah menerima angkatan yang lebih muda berada diantara mereka, teman-teman gue memilih sikap yang berbeda. Mereka semua santai saja walaupun ada Emi. Sungguh sangat berkebalikan ketika gue datang ke angkatan Emi yang penuh penolakan, drama, sampai kepada fitnah-fitnah yang nggak penting, dan itu datang dari teman-teman terdekat Emi.

Pada beberapa kesempatan ketika gue nggak bersama Emi, gue tetap mengecek HP gue dan banyak sekali notifikasi dari Yulia, Alya, dan juga Lira. Ada beberapa dari Rinda. Gue mulai risih dan merasa terjebak disituasi yang gue buat sendiri ini. Gue jadi kewalahan lagi dengan keberadaan orang-orang ini.

Yulia ini semakin ingin kenal gue. Apalagi sejak mengetahui kalau gue adalah almamater kampus gue yang menurut dia lulusannya adalah orang-orang yang punya kemampuan akademis diatas rata-rata. Gue sempat bilang ke dia, kalau lulusan kampus gue nggak semuanya oke karena banyak juga yang masuknya pakai uang lebih banyak, karena memang sistemnya yang melegalkan hal tersebut.

Obrolan gue dengan Yulia ini lebih ke urusan-urusan ilmu pengetahuan karena kebetulan dia bekerja disebuah laboratorium yang mengurusi hal-hal sains terapan. Hal yang gue dan Emi sukai. Itulah bahasan harian yang gue dan Yulia obrolin.

Dia pernah menanyakan gimana perasaan gue ke dia. tapi gue nggak pernah menjawab dengan spesifik karena memang gue nggak ada rasa apapun dengan dia. gue hanya menemukan teman asyik mengobrol selain Emi. tapi ya obrolannya hanya sebatas itu saja, nggak pernah lebih jauh dari urusan akademik. Paling kalau hobi hanya sebatas ngobrolin soal musiknya One Ok Rock mengingat dia menyukai dan ikutan fans klub band tersebut.

Untuk membahas urusan musik dan band-bandan lebih jauh pernah gue coba, tapi ternyata dia nggak nyambung sama sekali. nggak ada yang pengetahuannya seluas Emi untuk urusan fans klub, band dan musik-musiknya.

Sepulang dari mengantarkan Emi kerumahnya, gue sempat beristirahat dulu di ruang tamu rumahnya. Ketika itu Emi sedang mandi, dan HP gue berbunyi tanda ada notifikasi chat masuk.

“Kak, mau temenin aku refund tiket?” tanya Lira, sebuah ajakan darinya.

namikazeminati
khodzimzz
itkgid
itkgid dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.