- Beranda
- Stories from the Heart
Aku Masih Cinta Dia
...
TS
laylasyah
Aku Masih Cinta Dia

Gambar : pinterest
Part1
Penantian
Di sini Pulau Gili ini aku menatap jauh ke seberang menatap indahnya senja di sore hari. Tak ada tanda-tanda jika kekasih hati akan datang, sudah dua tahun menunggunya setiap pagi dan sore. Untungnya rumahku memang tak jauh dari pantai Gili Labak. Pemandangan yang indah.
Aku menunggumu dengan penuh harap kapan kamu akan datang menjadi obat rindu di hati ini, Indra?
"Sinta ... ,"
Aku menoleh ada yang memanggil namaku, ternyata Rudi sahabatku datang, dia sudah lebih dari setahun merantau ke kota Jakarta. Mencari suasana baru. Aku tersenyum melihatnya berlari kecil menghampiriku.
"Sin, kamu ngapain di sini?"
Aku menggelengkan kepala dan mengalihakan kata-kata agar dia lupa dengan pertanyaannya.
"Kapan kamu pulang, Rudi?" tanyaku
"Lama di Jakarta makin cakep aja,"
Dia hanya tersenyum mendengar candaan yang aku lontarkan.
"Aku membawa oleh-oleh untukmu," dia merogoh saku dan mengeluarkan isinya. Dia lalu mengangsurkan kotak kecil beludru merah itu ke hadapanku.
"Apa ini?" tanyaku sambil mengerutkan dahi tanda tak mengerti?
"Aku ingin melamarmu, Sinta,"
"Ta-tapi a-aku ... " tergagap dengan apa yang dia katakan barusan. Bagaimana dengan Indra jika aku menerima lamarannya. Tapi sampai dua tahun menunggunya tak mendengar kabar apapun takut jika dia sudah mempunyai wanita lain di sana. Namun itu tak mungkin, kami mengikat janji di pantai ini untuk saling setia dan aku pun berjanji akan menunggunya di sini.
"Aku tak bisa menerima ini Rudi, Indra sudah berjanji akan melamar," jawabku dan mengembalikan kotak kecil itu ketangannya.
"Aku sangat mencintaimu Sinta, apa kamu tak mau memberi kesempatan padaku, selama ini aku bersabar menunggu kamu bisa menerimaku lalu mengapa sekarang kamu masih tak mau menerima?" ucapannya membuat terenyuh dan tak tahu harus menjawab apa. Setiap dia mengatakan cinta padaku selalu di jawab dengan diri ini sudah punya Indra dan hanya akan menikah dengannya.
"Aku akan tetap menunggumu menerimaku, Sinta," teguh dengan apa yang di ucapkannya membuat aku tak tahu harus berkata apa.
Diubah oleh laylasyah 01-04-2020 20:22
nona212 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
4K
155
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
laylasyah
#55
Part3
Setelah seminggu sejak lamaran itu. Semua keluarga menentukan jika pernikahan kami akan dilakukan saat akhir bulan ini. Aku tersenyum getir aku harus ikhlas demi orang tua. Tak mungkin menyakiti hati mereka.
Tibalah saat resepsi pernikahan. Semua badan terasa sakit tapi bukan itu yang membuatku lesu, lemas dan tak berdaya. Pikiran yang kacau membuatku ngedrop hilang arah. Hingga tiba-tiba aku pusing, mata seakan berkunang-kunang dan akhirnya gelap.
Aku mendengar suara demi suara di sekitarku, seperti orang panik. Membuka mata perlahan dan kulihat Rudi berada di sampingku sambil menggenggam tanganku. Reflek tangan segera kutarik dari genggamannya. Aku melihat sekeliling semua orang berkumpul dalam kamarku dan bau minyak kayu putih menyengat.
"Alhamdulillah kamu sudah sadar, Sinta," ucap Rudi. Aku hanya tersenyum.
"Alhamdulillah ya Allah, Sinta kamu bikin Ibu dan semua orang jadi panik."
Semua orang akhirnya keluar satu persatu melihat aku sudah sadar dari pingsanku. Hanya Rudi dan ibu saja yang masih di dalam kamar. Tiba-tiba mbak evi bawa nasi juga segelas air yang diberikan pada ibu.
"Rudi, bantu Sinta makan dulu ya, ini nasinya,"
Ibu menyodorkan sepiring nasi beserta lauk juga segelas air putih ke arah Rudi, dia hanya mengangguk dan ibu pun keluar dari kamar. Menutup pintunya. Aku hanya diam.
"Ayo minum dulu, Sin," tuturnya sambil menyodorkan segelas air ke arahku. Aku mengambil dan langsung meminumnya separuh.
"Makan ya, kamu tadi pingsan karena tadi pagi tak sempat sarapan. Kata dokter mag kamu kambuh."
"Aku makan sendiri," ketusku. Rudi hanya diam tak membantah. Lalu aku memakan nasi itu hingga tandas tapi tiba-tiba perutku sakit dan aku tak tahan langsung memuntahkan apa yang barusan aku makan di kamar mandi.
Setelah aku memuntahkan semua makanan rasanya kepalaku sedikit mendingan. Lalu Rudi mengangsurkan air juga obat agar aku segera meminumnya. Aku menggeleng. Segera menyelimuti tubuh dengan selimut dan memejamkan mata. Tak seperti cerita teman-teman jika malam pertama adalah momen yang di tunggu pasangan yang sudah menikah tapi tidak untukku sakit kepala dan perutku ini tak seberapa dibanding sakit hatiku.
Tak mendengar, Rudi menggangguku saat tidur, mungkin dia sudah paham jika masih belum siap dengan semua ini. Terdengar dia juga tidur di sebelahku dan tak ada suara lagi. Aku menarik napas dan menghembuskannya dengan keeas berusaha membuang beban ini.
Satu ranjang dengan seorang lelaki yang sudah sah menjadi suamiku membuatku takut jika dia nekat bangun dan melampiaskan amarahnya karena aku acuh selama ini. Perlahan mataku berat dan mulai terpejam.
Setelah seminggu sejak lamaran itu. Semua keluarga menentukan jika pernikahan kami akan dilakukan saat akhir bulan ini. Aku tersenyum getir aku harus ikhlas demi orang tua. Tak mungkin menyakiti hati mereka.
Tibalah saat resepsi pernikahan. Semua badan terasa sakit tapi bukan itu yang membuatku lesu, lemas dan tak berdaya. Pikiran yang kacau membuatku ngedrop hilang arah. Hingga tiba-tiba aku pusing, mata seakan berkunang-kunang dan akhirnya gelap.
Aku mendengar suara demi suara di sekitarku, seperti orang panik. Membuka mata perlahan dan kulihat Rudi berada di sampingku sambil menggenggam tanganku. Reflek tangan segera kutarik dari genggamannya. Aku melihat sekeliling semua orang berkumpul dalam kamarku dan bau minyak kayu putih menyengat.
"Alhamdulillah kamu sudah sadar, Sinta," ucap Rudi. Aku hanya tersenyum.
"Alhamdulillah ya Allah, Sinta kamu bikin Ibu dan semua orang jadi panik."
Semua orang akhirnya keluar satu persatu melihat aku sudah sadar dari pingsanku. Hanya Rudi dan ibu saja yang masih di dalam kamar. Tiba-tiba mbak evi bawa nasi juga segelas air yang diberikan pada ibu.
"Rudi, bantu Sinta makan dulu ya, ini nasinya,"
Ibu menyodorkan sepiring nasi beserta lauk juga segelas air putih ke arah Rudi, dia hanya mengangguk dan ibu pun keluar dari kamar. Menutup pintunya. Aku hanya diam.
"Ayo minum dulu, Sin," tuturnya sambil menyodorkan segelas air ke arahku. Aku mengambil dan langsung meminumnya separuh.
"Makan ya, kamu tadi pingsan karena tadi pagi tak sempat sarapan. Kata dokter mag kamu kambuh."
"Aku makan sendiri," ketusku. Rudi hanya diam tak membantah. Lalu aku memakan nasi itu hingga tandas tapi tiba-tiba perutku sakit dan aku tak tahan langsung memuntahkan apa yang barusan aku makan di kamar mandi.
Setelah aku memuntahkan semua makanan rasanya kepalaku sedikit mendingan. Lalu Rudi mengangsurkan air juga obat agar aku segera meminumnya. Aku menggeleng. Segera menyelimuti tubuh dengan selimut dan memejamkan mata. Tak seperti cerita teman-teman jika malam pertama adalah momen yang di tunggu pasangan yang sudah menikah tapi tidak untukku sakit kepala dan perutku ini tak seberapa dibanding sakit hatiku.
Tak mendengar, Rudi menggangguku saat tidur, mungkin dia sudah paham jika masih belum siap dengan semua ini. Terdengar dia juga tidur di sebelahku dan tak ada suara lagi. Aku menarik napas dan menghembuskannya dengan keeas berusaha membuang beban ini.
Satu ranjang dengan seorang lelaki yang sudah sah menjadi suamiku membuatku takut jika dia nekat bangun dan melampiaskan amarahnya karena aku acuh selama ini. Perlahan mataku berat dan mulai terpejam.
Jomes747 dan 2 lainnya memberi reputasi
3