- Beranda
- Stories from the Heart
Pelet Orang Banten
...
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten

Assalamualaikum wr.wb.
Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.
Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.
Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.
Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi
), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.
Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.
Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini

*
Bismillahirrahmanirrahim
Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.
Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.
Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.
Awalnya aku hendak mengantarnya
tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.
"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.
"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."
Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.
"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"
Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.
"Bukan," jawab istriku.
Aku langsung memandang istriku dengan heran.
"Terus siapa?"
"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."
"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.
Istriku menggelengkan kepalanya.
"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.
Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."
"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.
Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.
Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.
Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati

"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.
Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja

Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol.
Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.
Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.
"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.
Penyebabnya adalah los kompresi
Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku.
Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.
Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.
Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.
"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.
Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.
Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.
"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."
"Atur aja bang," kataku cepat.
Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.
"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.
"Oke,"
Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.
Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.
Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.
Jam menunjukan pukul 12:00 wib.
Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.
"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.
"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.
Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering.
Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.
"Nomer siapa nih," desisku.
Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.
Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.
Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.
Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.
"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.
"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.
"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.
"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.
"Oh, mas Sumarno," kataku.
Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.
"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.
"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.
Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.
Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.
Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."
***
Part 1
Pelet Orang Banten
Quote:
Part 2
Teror Alam Ghaib
Quote:
Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

*
Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya
Diubah oleh papahmuda099 05-04-2024 04:27
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
333.7K
3.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
papahmuda099
#167
Cerita Istriku bag.1
( Maaf agak telat, badan lagi kurang fit
)Cerita ini akan mengambil dari sudut pandang istriku yang aku tanya-tanya kembali. Awalnya istriku menolak untuk mengingat-ingat kejadian waktu itu, tetapi setelah aku desak dan aku bilang bahwa kisah kita ini, bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Dengan mengetahui kisah kita, maka orang lain mudah-mudahan bisa memetik sebuah pelajaran sebelum mereka mengalaminya juga. Dan Alhamdulillah, istriku akhirnya mau juga menceritakan perasaannya malam itu. Inti dari ceritanya sebagian besar sama, tapi aku tambahkan sedikit agar pembaca bisa sedikit merasakan perasaan istriku.
*
Waktu hampir menunjukan jam 11 malam. Diantara keheningan malam yang sesekali diselingi oleh suara serangga dan burung malam, ada 2 jantung yang berdebar-debar. 1 berdebar dengan apa yang akan sipemilik ceritakan, sedangkan 1 lagi berdebar dengan apa yang akan sipemilik dengarkan.
Sebelum aku memulai ceritaku, aku masih sempat melihat kearah laki-laki yang usianya sudah hampir separuh abad. Laki-laki yang sudah aku anggap sebagai pengganti bapakku yang sudah almarhum. Abah, demikian aku biasa memanggilnya, juga sudah menganggapku sebagai anaknya. Abah menyuruhku untuk bercerita dengan jujur. Aku sebenarnya takut, takut untuk menceritakan semua kebenaran ini. Hanya saja, jika aku berbohong sedikit saja, atau berusaha untuk menyembunyikan satu bagian cerita, Abah pasti akan tahu. Dan itu, pasti akan memancing emosi dari laki-laki satunya.
Lalu, dengan mata yang mungkin sudah agak bengkak gara-gara menangis dari tadi siang, aku juga melirik kearah laki-laki satunya.
Seorang laki-laki yang sudah dari 2009 mengisi hari-hariku. Seseorang yang sudah menyempurnakan hidupku dengan memberiku seorang putri kecil pada tahun 2012. Seseorang yang aku sayangi, pun begitu sebaliknya. Tapi, malam itu aku tak melihat kebaikan dan kasih sayang dimata yang bisanya memancarkan ide ide jahil. Tak ada senyum juga tawa dari bibirnya yang agak memerah karena ia bukanlah seorang perokok. Yang ada hanya bibir merah yang terkatup rapat. Benar-benar sosok yang sangat berbeda.
Tapi aku tahu. Ia bisa berbeda seperti itu karena satu hal. Dan itu karena perbuatanku.
Baiklah, setelah mengambil satu nafas panjang, aku mulai membuka sebuah cerita yang menurutku adalah sebuah aib.
"2 Minggu sebelum kejadian tadi siang," aku mulai bercerita, "ada sebuah kejadian yang seumur hidup bara Rara rasakan, bah."
Abah hanya mengangguk.
Aku kembali melanjutkan ceritaku, "kejadian itu suami Rara juga sudah tahu. Abah juga sudah tahu bagaimana kejadiannya. Karena setelah kejadian, Rara langsung memberitahu Abah dan suami."
"Iya, neng. Kan waktu itu juga Abah sudah bilang. Kalau Eneng harusnya langsung kesini malam itu atau keesokan harinya." Ujar Abah.
Aku mengangguk.
"Iya, bah. Rara menyesal banget karena waktu itu enggak menuruti nasehat dari Abah dan suami." Kataku menyesali kebodohanmu waktu itu.
"Mungkin kalau seandainya Rara mau ikut saran suami buat ketempat Abah. Gak akan kejadian seperti ini."
"Yang sudah berlalu biarlah berlalu, neng. Hanya saja itu harus buat pelajaran kedepannya nanti. Kalau Abah sudah bilang kesini, artinya ada sesuatu yang enggak bagus kedepannya buat kehidupan Eneng. Karena Abah itu sayang sama eneng dan si mas. Buat Abah, kalian berdua itu sudah Abah anggap sebagai anak sendiri." Kata Abah dengan suara dan nada seperti menyesali kebodohanmu.
Abah lalu kembali berkata, "ya sudah, sekarang lanjutkan cerita Eneng. Ingat neng. Jangan berbohong, jangan ada yang disembunyikan ataupun ditutup-tutupi. Karena kalau ada yang Eneng coba sembunyikan, Abah pasti tahu. Dan Abah gak akan segan-segan membongkar itu didepan si mas. Dan Abah yakin, si mas akan sangat marah kalau sampai tahu dari mulut orang lain. Jadi, Abah minta neng bicara sejujur-jujurnya."
Terasa ada sesuatu yang bergelora didadaku ini begitu Abah menegaskan kembali perkatan supaya aku berkata jujur. Tapi, memang, aku berencana untuk mengatakan apapun yang aku ingat. Kalau sudah, apapun nantinya keputusan suamiku atas diriku, aku terima dengan berat hati.
Abah menyodorkan segelas air sebelum aku mulai bercerita yang kuterima dan kuminum sambil mengucap bismillah.
Hatiku agak tenang dan tentram.
Dan, aku mulai bercerita.
"2 Minggu sebelumnya, rara waktu itu bekerja seperti biasanya. Rara ingat betul waktu itu jam sudah menunjukan pukul 2 siang. Dipabrik Rara, total ada 6 line. Dan dari ke 6 line itu, hanya 5 line yang beroperasi. Sedangkan 1 line lagi kosong. Kebetulan line yang kosong itu berada paling ujung. Waktu itu, entah kenapa badan Rara agak sedikit kurang fit. Kepala rasanya beraaat sekali. Pandangan juga agak berkunang-kunang. Takut terjadi sesuatu, Rara lalu duduk dikursi line 6. Line yang kosong itu."
Aku menarik nafas sebelum kembali berbicara.
"Setelah duduk, Rara memejamkan mata Rara sedikit. Tapi tiba-tiba saja semuanya terasa hening. Gak ada sedikitpun suara yang Rara dengar. Padahal line 5, line yang paling dekat dengan Rara berjarak tak lebih dari 5 meter. Tapi entah kenapa tak ada satupun suara yang Rara dengar. Baik itu suara anak-anak buah Rara, maupun suara mesin-mesin yang beroperasi."
Membayangkan hal yang akan aku ceritakan, entah kenapa tiba-tiba saja bulu kudukku meremang.

"Karena Rara merasakan ada yang aneh, Rara memutuskan untuk membuka kedua mata ini. Tapi, sebelum mata ini terbuka, sayup-sayup terdengar sebuah suara yang terdengar agak jauh tapi jelas diteling ini. Suara itu memanggil nama Rara. Jauh, tapi terasa dekat. Dan sewaktu Rara membuka mata, deg ! didepan rara, kurang lebih 10 meteran, Rara melihat sesosok makhluk tinggi besar dan hitam. Saking tingginya, makhluk itu bahkan hampir menyentuh atap pabrik dengan rambut-rambut lebatnya. Matanya yang berwarna merah pekat menghias wajah hitamnya. Tapi, salah satu matanya tertutup oleh rambutnya yang menjuntai panjang disatu sisi. Rara tak melihat mulut makhluk hitam itu, tapi Rara bisa melihat lidahnya yang menjulur keluar sampai menyentuh dadanya. Makhluk itu mungkin yang dinamakan genderuwo, tapi kok rambutnya yang panjang membuat rara tak tahu makhluk apa itu."
Aku menghentikan ceritaku sejenak, kualihakan pandanganku kearah suamiku yang duduk bersila tak bergerak. Tapi kedua matanya masih memandang tajam kepadaku.
Setelah menenangkan diriku sejenak, aku kembali bercerita.
"Makhluk hitam tinggi itu berdiri sambil melambaikan tangannya kearahku. Tak berbicara, tapi ada suara yang terus memanggil-manggil namaku. "Rara...Rara...Rara...,"
Aku terdiam takut. Sungguh, aku sangat ketakutan. Karena ini adalah pengalaman pertamaku melihat hal-hal seperti ini. Ditambah lagi tangan makhluk itu yang melambai-lambai seperti memberiku isyarat agar mendekat kearahnya, membuat keringat dingin mulai menetes diwajahku. Menebal. Ya, menebal. Itu yang kurasakan wajahku ketika itu.
Mulustrasi tapi rambutnya kurang panjang nih

Aku ingin berteriak, tapi tak ada suara yang mau keluar dari mulut ini.
"LARI !" suara diotakku terus berputar-putar. Namun, tubuhku tak dapat merespon apa yang otakku perintahkan.
Aku terdiam ketakutan sambil terus memperhatikan sosok hitam itu.
Tiba-tiba kepalaku pusing dan,
"Bruk...," Aku terjatuh lemas. Tapi aku tak pingsan. Karena kedua mataku tak menutup dengan sempurna. Akumasih bisa melihat orang-orang yang berlari menghampiriku. Aku bisa melihat mereka membuka mulut-mulut mereka yang tak bisa kudengar suaranya.
Aku juga merasakan saat tubuhku diangkat beramai-ramai dan digotong menuju ruangan office.
Tiba-tiba kepalaku seperti berdenging dan "slaap !"
Aku bisa mendengar secara normal kembali, tapi tubuhku masih terasa sangat lemas. Ada seseorang yang menahan kepalaku di pangkuannya. Itu adalah rekan kerjaku dan sama-sama sebagai seorang spv dipabrik ini, namanya adalah Rika.
Rika memangku kepalaku sambil mengoles-oles minyak kayu putih dikedua tangan dan hidungku.
Kemudian, datang seseorang dengan membawa sebotol aqua. Dia adalah Sukirman. Salah satu anak buah Rika.
"Bawa apa kamu itu, man ?" Kudengar Rika bertanya.
"Ini air biar Ayuk Rara enakan, Bu." Kata Sukirman saat itu.
Oya, aku disekitaran pabrik dan dipabrik juga tentunya, biasa dipanggil dengan nama Ayuk. Bagi orang Lampung, pasti tahu arti Ayuk. Hanya Rika satu-satunya orang yang memanggilku mbak. Padahal usianya lebih tua dariku. Atau mungkin dia memanggilku mbak karena aku adalah karyawan lama pabrik ini, sedangkan dia baru masuk sekitar 5 bulan yang lalu.
Rika kudengar berkata, "kamu ini ya, mbak Rara ini sudah punya suami. Kamu kok repot-repot banget sih ngurusin istri orang."
Sukirman hanya menjawab, "aku hanya berniat membantu, Bu. Air ini supaya badan Ayuk Rara enakan aja. Lihat tuh, tubuhnya masih agak gemetar."
Rika melihat tubuhku yang memang kurasakan masih agak bergetar, bergetar karena rasa takut yang tak kunjung hilang ini.
"Ya sudah, tapi kamu jangan macam-macam," kata Rika mengizinkan Sukirman.
Sukirman lalu duduk mendekat, diangsurkannya botol Aqua itu kemulutku.
"Diminum, yuk," ujarnya.
Aku lalu meminum air yang Sukirman berikan. Dan entah bagaimana, tubuh serta jiwaku tau-tau menjadi tenang. Kekuatanku juga seperti pulih kembali.
Aku bisa mendudukan tubuhku sendiri. Lalu berdiri.
"Terima kasih ya, man," ucapku kepada Sukirman waktu itu karena ia sudah membantuku.
Dan, hari itu aku lalu dengan bekerja seperti biasanya. Aku mencoba untuk melenyapkan bayangan-bayangan seram itu.
Sorenya, aku pulang kerja. Dan bersih-bersih badan, juga istirahat. Karena tubuhku agak lemas sedikit.
Selepas isya, suamiku pulang kerja. Karena ia sekarang dipindah tugaskan untuk berjaga di mall, maka jam kerjanya jadi masuk siang pulang agak malam.
Aku menunggu suamiku beres-beres dan mandi. Setelah santai, aku lalu menceritakan kejadian tadi siang.
Suamiku lalu berkata sambil kedua tangan dan matanya terus memperhatikan layar HPnya.
"Bunda sudah ngabarin Abah belum ? Coba kabarin, takutnya ada apa-apa sama bunda kedepannya."
"Belum, yah. coba ayah aja deh yang ngehubungin Abah. Ceritain masalah bunda," kataku malas.
Kulihat dengan agak segan, suamiku melepaskan tangan dari hpnya. Dari mode bermain game ke mode chat.
Lalu, tak lama kemudian.
"Kata Abah, kalau bisa malam ini juga kita disuruh kesana, Bun. Soalnya ada sesuatu yang gak beres ditempat kerja bunda," kata suamiku setelah berkirim pesan dengan Abah.
Aku ingin kesana, tapi badanku yang terasa lemas tak mengijinkan ku untuk pergi kesana.
"Bilangin sama Abah, yah. Malam ini gak bisa. Bilang aja hari Minggu depan gitu."
"Oke," jawab suamiku.
Lalu, tak lama kemudian ia kembali sibuk bermain game kesukaannya, Lord Mobile.
Sedih rasanya melihat suami yang cuek seperti itu. Ia lebih perhatian kepada gamenya dari pada kepadaku, istrinya yang tengah tertimpa musibah.
Tapi, aku hanya bisa bersabar melihat sifatnya.
Keesokan harinya, meskipun dengan badan yang agak sedikit lemas. Aku tetap memaksakan diri untuk bekerja. Meskipun suamiku tidak mengizinkanku untuk berangkat. Tapi aku bersikeras.
Dipabrik, sore harinya.
Sekitar jam 5 sore, sudah banyak dari karyawan pabrik yang pulang. Sebagian memang masih ada yang nongkrong-nongkrong disekitaran pabrik.
Saat itu aku tengah berada di ruangan cat. Aku sedang berbincang dengan mang Tatang, membahas masalah stok cat digudang yang sudah menipis. Aku berdiri membelakangi jendela, mang Tatang berdiri menghadap kearah jendela.
Kebetulan, letak gudang cat bersebelahan dengan area parkir pabrik.
Dan, disaat aku sedang berbincang-bincang, tiba-tiba ada asap mengepul yang masuk kedalam ruangan tempat aku dan mang Tatang.
Kutengok, ternyata Sukirman yang barusan menghembuskan asap rokok kedalam ruangan dan mengenai kerudungku.
mulustrasi lagi gan...

Aku agak marah dengan keisengannya.
"Eh, Kirman. Gak sopan banget sih jadi orang. Main sembur-sembur asep rokok sembarangan."
Sukirman hanya tersenyum melihatku.
Mang Tatang dengan sedikit berbisik berkata, "hati-hati mbak, itu pelet barusan."
"Alah, mang Tatang ada-ada aja," kataku tak percaya.
"Iya nih, lu fitnah mulu dah, tang," kata Sukirman pula.
Setelah berkata seperti itu, Sukirman lantas pergi dengan motornya.
Malam itu, suamiku sudah terlelap tidur setelah bermain gamenya.
Aku yang merasa kalau kamar kami agak panas meskipun kipas sudah menyala, memutuskan untuk pergi keruang tamu dengan membawa bantal.
Diruang tamu, aku lalu menyalakan kipas dinding dan mulai rebahan.
Tapi entah kenapa aku kesulitan untuk masuk ke alam mimpi. Padahal besok pagi aku harus miting ke suatu tempat bersama dengan big bos.
Kupaksa memejamkan mata, malah semakin jauh rasa kantukku.
Dan, keanehan mulai terjadi.
Aku, yang tidak pernah kepikiran laki-laki lain selain suami. Kini mulai membayangkan sebuah wajah yang akhir-akhir ini sering datang disetiap lamunanku.
Wajah yang mungkin bisa dibilang biasa-biasa saja, tubuhnya agak pendek serta penampilan yang apa adanya.
Tapi, tak tahu kenapa aku merasakan ada sesuatu yang lain, yang bila setiap ingat dirinya membuat hatiku berdebar-debar. Layaknya anak muda yang tengah dimabuk cinta.
Perhatiannya, suaranya, tatapan matanya, senyumannya, membuatku senang.
Padahal, dulu. Bila ada laki-laki lain yang mencoba merayuku, setampan dan sekaya apapun dia. Pasti aku akan marahi dia sembari menunjukan cincin yang dikenakan dijari manis.
Tapi, entah kalau laki-laki ini. Ia bisa meluluhkan hati dan pikiranku. Namanya semakin hari semakin terukir dibenakku dengan dalam.
sukirman !
next bag.2 insya allah hari kamis
Diubah oleh papahmuda099 31-03-2020 14:52
sampeuk dan 35 lainnya memberi reputasi
36
Tutup