Kaskus

Story

papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 05-04-2024 04:27
ridom203Avatar border
sampeukAvatar border
bebyzhaAvatar border
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
333.7K
3.1K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread1Anggota
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#98
Dirumah abah




Aku lalu berdiri dan pergi kekamar mandi. Kulewati istriku yang tengah duduk ditepi ranjang. Kubiarkan saja. Saat ini, yang sedang aku pikirkan adalah, aku belum solat Dzuhur.


Sampai dikamar mandi, aku lalu mulai mengambil wudhu. Dengan mengucap basmallah, kusapukan air itu kewajahku. Terasa dingin dan sangat menyejukkan. Tak hanya wajah, tapi juga hatiku.


Semua perasaan kesal, emosi, dan marah, ikut luntur dengan air wudhu yang jatuh kelantai kamar mandiku.


Entah kenapa - DEMI ALLAH - hati dan pikiranku menjadi sangat tenang. 


Beres wudhu, aku segera keluar dan mengambil sajadah dikamar. Meskipun hatiku mulai tenang, tapi aku masih membiarkan istriku larut dalam kesedihannya. Kubiarkan ia menikmati air mata itu sepuasnya. Karena ada akibat dari sebuah sebab.


Aku lalu melaksanakan ibadah solat dzhuru diruang tamu.


Skip.


Jam tiga sore, aku telah siap berangkat kekantor lagi. Tak enak rasanya izin pulang terlalu lama. Oya, kantorku tutup operasional jam lima sore. 


Sebelum aku berangkat, aku masih sempat berpamitan kepada istriku. Tapi ya...pamitan sambil berlalu aja sih 🤭.


Dijalan Alhamdulillah tak ada kejadian yang aneh-aneh sampai aku dikantor.


Setelah ditanya-tanya serba sedikit oleh pak Vincent, aku mulai bekerja kembali.


Disaat bekerja, sesekali aku memikirkan kembali peristiwa tadi. Jujur, meskipun sakit dan kecewa, tapi aku merasakan ada sesuatu yang tidak wajar telah terjadi kepada istriku.


Aku tidak mempunyai ilmu atau kekuatan apapun. Sungguh. 


Padahal, sudah sering istriku mengingatkanku. Bahwa ditanah ini, Banten, adalah wajar bila seorang laki-laki memiliki setidaknya ilmu atau pegangan. Apalagi jika melihat riwayat dari kehidupan keluarga istriku yang bisa dibilang sering ( kalau kubandingkan dengan keluarga normal lainnya ) berhubungan dengan kejadian-kejadian diluar nalar, apalagi kejadian yang pernah menimpa adik iparku ( yang mungkin akan aku ceritakan setelah kisahku ini selesai ).


Kucoba melihat lagi sifat-sifat istriku, bagaimana ia bersikap selama 10 tahun kami mengenal. Mantan-mantan pacarnya. Dan sekali lagi maaf, Sukirman BUKAN type istriku sama sekali.


Lalu ada satu kesimpulan yang membuat hatiku berdebar.


Istriku bukanlah seorang yang bodoh. Kalau seandainya, ya seandainya istriku itu berniat untuk selingkuh. Tak mungkin ia lakukan didalam kontrakan kami. Apalagi posisi pabrik sedang jam istirahat. Dan pasti akan ada banyak anak-anak nongkrong dan duduk didekat kontrakan, karena disamping dan depan adalah warung nasi. Jadi otomatis, akan ada banyak saksi mata.


Aku lalu mencoba memposisikan diriku sebagai istriku. Dengan gaji yang besar, jika aku ingin berselingkuh, aku pasti akan melakukannya diluar. BUKAN DIKONTRAKAN dan disiang hari pula. Itu sama saja dengan menggali kuburanku sendiri !


Setelah yakin dengan pemikiranku, dengan hati yang berdebar-debar akan penemuanku yang entah benar entah salah. Aku lalu menghubungi guruku dan istriku.


FYI, sebenarnya bukan guruku sih, tapi guru spiritual dari istriku. Berhubung aku selalu mengantarnya untuk silaturahmi, maka secara tidak langsung aku juga belajar tentang agama kepada beliau. Guru kami ini tinggal disebuah desa diwilayah Rangkas. Pokoknya bendungan Pamarayan lewatlah 😆. Kami mengenal beliau sudah sejak 2018. Dikenalkan oleh salah seorang anak buah istriku dipabriknya, bernama putra. Anak muda asal Lampung juga, sama seperti istriku. Saat itu, istriku sedang "diserang" secara goib oleh orang yang tak suka dengan istriku. Apalagi dengan usia yang masih muda tapi sudah menjabat diposisi yang tinggi. Dan putra ini adalah seorang anak muda yang "bisa" merasakan hal-hal tersebut. Lalu, dikarenakan sebagai sesama orang perantauan, putra berkeinginan untuk membantu istriku yang saat itu sedang lemas. Seperti itulah singkat cerita kami berkenalan dengan guru kami yang kami panggil Abah itu.


Kembali ke cerita utama.


Aku lalu menghubungi Abah.


"Assalamualaikum, bah," sapaku ketika terdengar suara jawaban disana.


"Wa'alaikum salam, mas," jawab Abah.


Aku lalu menceritakan tentang kejadian tadi siang secara singkat. Dan kalian tahu, sebelum aku selesai bercerita, Abah langsung memotong.


"Udah, mas. Abah sudah tahu. Pokoknya hari ini, atau malam ini juga. Bawa si Eneng kemari. Apapun alasannya. Pokoknya harus. Soalnya udah gawat ini," perintah Abah.


Aku lalu meng-iyakan perintah Abah.


Kami lalu memutuskan sambungan telpon.


Aku segera chat kepada istriku.


"Malam ini kita kerumah abah. Jangan kemana-mana. Tungga saya pulang."


Setelah itu kutekan tanda kirim.


Tak lama,


"PING !"


Terdengar pesan masuk. Kubuka dan kulihat istriku membalas.


"Iya ayah."


Waktu kurasakan berjalan sangatlah lambat. Ditambah lagi dengan perasaan yang terus berkecamuk dihati ini. Membuat kerjaanku terganggu. 


Tapi, waktu memang berputar sesuai dengan kodrat sang maha pencipta. Siang dan malam silih berganti sesuai dengan yang digariskan. Gelap akan menggantikan terang, bulan akan menggantikan matahari. Dan begitupun orang bekerja. Ada berangkat, ada juga pulangnya. 


Kini, selepas Maghrib berkumandang. Aku segera memacu motorku kerumah. Setelah terhadang dengan segala kemacetan dan lain sebagainya, aku sampai juga dirumah jam 7 malam tepat.


Aku segera mengetuk pintu.


Istriku membuka pintu dengan dandanan yang kukira siap untuk berangkat dari rumah kami ke rangkas.


Meskipun rasa marah sudah hilang, tapi kekecewaanku masihlah ada. 


Aku tak mengindahkan tangannya yang telah terjulur untuk salim. Aku bergegas masuk untuk menunaikan ibadah solat Maghrib yang sudah mepet ini. Selesai solat, tanpa berganti baju. Aku langsung memberikan isyarat agar istriku segera naik ke motor.


Tak lupa, sebelum berangkat ke rangkas. Aku chat Abah terlebih dahulu. Memberitahukan bahwa kami baru akan berangkat sekarang. 


"Iya, mas. Hati-hati jalannya." Begitulah jawaban Abah.


Setelah mengunci pintu kontrakan, kami berdua segera meluncur ke rangkas. Ketempat guru kami yang sudah bersiap menunggu.
emoticon-Ngacir


Disepanjang perjalanan, kami berdua membisu. Tak ada sepatah katapun yang kami ucapkan. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, istriku pun juga sama.


Jadi, selama hampir 2 jam perjalanan ini. Semaua terasa hening. Tak ada candaan-candaan yang biasa kami ucapkan. Ataupun cubitan-cibitan ketubuhku pada saat aku secara sengaja memainkan kecepatan motor, ataupun menikung ala-ala Rossi ditikungan-tikungan yang kutemukan sepanjang jalan. Sepi, hening, sibuk dengan alam pikiran masing-masing.
emoticon-Cool


Jam 9 malam lewat sedikit. Senin malam atau malam Selasa. Sama aja ya gan 😆. Kami sampai dirumah Abah. 


Rumah Abah masih semi permanen. Karena masih dalam proses pembangunan. Baru selesai 70% tapi terhenti karena tak ada biaya ( maaf Abah, kami gak bisa bantu emoticon-Sorry). Didepan rumah Abah ini, ada sebuah pondok kecil dengan ukuran 5x5 dan berlantai 2, dengan papan-papan kayu sebagai bahannya. Dipondok inilah biasanya Abah menerima kunjungan dari tamu-tamu yang berkunjung.


Dibagian belakang rumah, ada 2 pondok khusus untuk tempat murid-murid Abah yang belajar mengaji dan belajar hal-hal lainnya. Kalau aku tidak salah, maka pondok kecil itu namanya kobongan atau apa gitu. Lupa gan 🤭.


Oke lanjut.


Sesampainya kami ditempat Abah, aku melihat dipondok depan rumah, ada beberapa orang sedang khusuk melakukan wirid dipimpin oleh Abah sendiri.


Saat kami turun dari motor, Abah yang melihat kedatangan kami hanya mengangguk dan kembali tenggelam dalam wiridannya.


Istri Abah, yang kami panggil ibu, datang menyambut kami. Dan membawa kami masuk kedalam rumah.


Setelah berbasa basi sebentar, aku meminta maaf kepada ibu, karena tak membawa bawaan apapun kemari. Karena semuanya serba mendadak. Si ibu hanya tersenyum ramah dan bilang tak usah minta maaf segala. 


"Masa sama orang tua sendiri sampai harus repot-repot segala, mas," begitulah kalimat ibu yang kuingat malam itu.


Kami berdua, oleh Abah dan ibu memang dianggap berbeda dari tamu-tamu Abah lainnya. Kami berdua sudah dianggap sebagai anak oleh mereka. Sebagaimana putra, anak buah istriku yang saat kejadian sudah tak bekerja lagi dipabrik yang sama. Putra sudah bekerja di pabrik N*****S.


Boleh percaya boleh juga tidak, tapi menurut penglihatan Abah saat kali pertama kami datang, didalam istriku ini masih ada titisan Ibu ratu nyi Roro kidul. Entah titisannya langsung, ataupun dari barang-barang pusaka milik beliau. Karena titisan yang Abah maksud bukanlah titisan darah ataupun roh. Tapi, intinya, masih ada sangkut pautnyalah dengan ibu ratu.


Oya, ada yang terlupakan, mungkin aku lupa untuk bilang, bahwa meskipun kelahiran Lampung, tetapi ibu dan bapak istriku adalah asli orang Banten. Jadi, setelah mertuaku itu menikah, tak lama mereka langsung transmigrasi ke Lampung dan menetap disana. Didaerah baru itu, dengan cepat bapak mertuaku bisa menjadi salah satu, bahkan bisa dibilang orang yang paling kaya didaerah baru itu. Orang sana, baik penduduk pribumi maupun sesama pendatang menyebut bapak mertuaku sebagai Jawara Banten.


Disaat kami tengah berbincang, tiba-tiba datang salah satu santri Abah. Ia berkata bahwa aku dan istriku dipanggil ke pondokan.


Aku dan istriku segera pergi kepondokan dimana Abah sudah menanti kedatangan kami.


Setelah mengucapkan salam, kami lalu naik ke pondokan dan bersalaman dengan Abah.


Aku berbasa basi sebentar dengan Abah. Aku mengucapkan maaf, karena tak sempat membawa apapun kemari. Sedangkan istriku masih saja terdiam.


Abah hanya tersenyum.


Abah lalu mengajak kami untuk naik ke lantai 2 pondokannya. 


Setelah kami bertiga naik, Abah duduk menghadap kearah aku dan istriku.


Abah mengambil sebotol Aqua dengan ukuran 1,5 L. Beliau lalu menuangkan air didalam botol itu kesebuah gelas.


Aku dan istriku disuruhnya minum bergantian dengan tak lupa mengucap bismillah.


Diam sejenak. Hening. Aku melirik kearah jam tanganku. Sudah pukul 10 malam lewat.


Abah kemudian berkata kepadaku.


"Nah, mas. Sekarang coba mas ceritakan lagi kejadian tadi siang. Biar Abah juga bisa lebih jelas mendengarnya."


Aku mengangguk. 


Aku lalu menceritakan kejadian itu dengan sejelas-jelasnya. Sesuai dengan yang kuketahui.


"Jadi seperti itu, bah," ujarku setelah ceritaku berakhir. "Saya sangat kecewa dengannya, bah. Dia yang hampir setiap waktu menuduh saya caper dengan wanita-wanita lain, berselingkuh lah, godain merekalah, tapi malah pada kenyataannya. Dialah yang ternyata berselingkuh !"
emoticon-Marah


Istriku kudengar mulai menangis tertahan. Dalam keremangan lampu bohlam kecil satu-satunya yang ada dilantai 2 pondokan itu, aku melihat ada air mata yang mengalir diantara kedua pipinya.
emoticon-Sorry


Jujur, diantara kemarahanku dan kekecewaanku. Ada terselip sebuah perasaan puas. Puas dan bangga. Karena apa ?


Karena akhirnya aku bisa melihat istriku yang dalam kesehariannya terlihat sangat angkuh dan yang memiliki harga diri tinggi itu, menangis dihadapan ku dan tampak lemah tak berdaya.
emoticon-Cool


Setelah menarik nafas panjang, Abah lalu gantian bertanya kepada istriku.


"Betul gak, neng, Apa yang si mas tadi katakan ?"


Istriku menggeleng, "enggak, Abah. Rara enggak seperti itu."


Panas hatiku mendengar jawaban itu.


"Udahlah, gak usah sok suci lagi. Gak usah bohong. Kedok kamu itu sudah ketahuan. Banyak saksi mata yang bisa aku panggil kemari. Dasar tukang selingkuh." Kataku kasar.


Istriku lantas mulai menangis tertahan demi mendengar ucapanku itu.


Abah segera mendekatiku, dan menepuk-nepuk pahaku.


"Sabar, mas...sabar. istighfar, jangan sampai mas terbawa emosi. Mas percayakan sama Abah, insya Allah Abah bisa bantu. Mas percayakan sama Abah ?" Kata Abah berusaha menenangkanku yang mulai emosi lagi.
emoticon-Salaman


Mendengar perkataan Abah, aku berusaha menahan diri dan mengucapkan kalimat istighfar berulang kali.


Setelah agak tenang, aku berkata kepada Abah.


"Abah, maaf sebelumnya. Tujuan saya kesini sama perempuan brengsek ini, agar saya diberikan petunjuk agar keputusan yang sempat saya ambil tadi siang, bisa saya katakan disini," kataku, "dan saya juga tahu, kalau Abah diberikan kepercayaan oleh Allah, untuk bisa melihat masa lalu dan masa depan orang lain yang Abah inginkan. Jadi, sebelum perempuan busuk itu bercerita dan berusaha untuk menutup-nutupi ceritanya, dia tahu kalau didepan Abah, dia gak mungkin bisa bohong. Karena kalau dia bohong, Abah pasti sudah tahu. Dan saya minta, nanti dia mau bercerita sejujur-jujurnya."


Abah mengangguk-angguk tanda mengerti.


Abah lalu seperti memukul dengkul istriku sambil berkata, "nah, sekarang Abah pengen denger cerita dari Eneng. Abah harap Eneng mau bercerita yang jujur, karena Abah akan tahu kalau Eneng bohong. Nah sekarang, silahkan neng mulai dengan cerita Eneng."


Aku mulai merasakan ketegangan lagi. Tegang, menunggu apa yang akan istriku ucapkan. Apakah sebuah kebenaran dari prasangkaku, ataukah sesuatu yang diluar dugaanku ?






*
jenggalasunyi
redrices
sampeuk
sampeuk dan 45 lainnya memberi reputasi
46
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.