- Beranda
- Stories from the Heart
Pelet Orang Banten
...
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten

Assalamualaikum wr.wb.
Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.
Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.
Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.
Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi
), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.
Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.
Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini

*
Bismillahirrahmanirrahim
Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.
Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.
Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.
Awalnya aku hendak mengantarnya
tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.
"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.
"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."
Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.
"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"
Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.
"Bukan," jawab istriku.
Aku langsung memandang istriku dengan heran.
"Terus siapa?"
"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."
"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.
Istriku menggelengkan kepalanya.
"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.
Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."
"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.
Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.
Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.
Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati

"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.
Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja

Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol.
Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.
Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.
"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.
Penyebabnya adalah los kompresi
Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku.
Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.
Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.
Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.
"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.
Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.
Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.
"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."
"Atur aja bang," kataku cepat.
Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.
"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.
"Oke,"
Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.
Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.
Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.
Jam menunjukan pukul 12:00 wib.
Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.
"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.
"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.
Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering.
Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.
"Nomer siapa nih," desisku.
Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.
Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.
Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.
Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.
"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.
"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.
"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.
"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.
"Oh, mas Sumarno," kataku.
Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.
"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.
"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.
Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.
Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.
Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."
***
Part 1
Pelet Orang Banten
Quote:
Part 2
Teror Alam Ghaib
Quote:
Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

*
Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya
Diubah oleh papahmuda099 05-04-2024 04:27
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
333.7K
3.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
papahmuda099
#34
Cerita Mas Marno
"jadi gini mas, jujur ya, kalau untuk tau persisnya itu istri saya. Yang secara kebetulan melihat dan langsung menghubungi saya," mas Marno mulai bercerita.
Aku mendengarkan cerita itu dengan cermat. Tak lupa disertai hati yang berdebar-debar. Takut apabila hal yang aku takutkan telah terjadi. Tapi segera kusingkirkan prasangka buruk itu jauh-jauh. Karena jujur, disudut lain hatiku seolah-olah berkata bahwa ada sesuatu yang aneh yang telah terjadi dan menimpa istriku. Karena bila menilik sifat istriku dan bentuk rupa si anjing Sukirman ini yang, maaf, levelnya masih berada di bawahku. Baik dari segi fisik, penghasilan dan lain sebagainya. Karena sungguh, semua yang ada ditubuh Sukirman itu betul-betul bukan tipe istriku.
Lanjut dengan cerita mas Marno.
"Siang hari sekitar pukul 12 kurang sedikit, istriku keluar rumah untuk membeli makanan, karena istriku itu enggak masak. Sedangkan aku sebentar lagi akan pulang dan istirahat dirumah. Selesai membeli makanan, istriku pulang untuk menyiapkan makan siang."
FYI, mas Marno dan istrinya juga tinggal dikontrakkan panjang ini. Hanya selang 2 pintu saja dari kontrakanku.
"Nah, sewaktu istriku pulang. Ia melihat mbak Rara ini sedang ngobrol sama Sukirman ini," kata mas Marno.
"Iya, a. Itu saya baru dateng dari pabrik," ujar Sukirman pula.
Aku diam saja tak mengindahkannya. Tapi kudengarkan juga kata-katanya itu.
Setelah diam sejenak, Mae Marno bercerita lagi, "melihat ada mbak rara didepan rumah, istriku menyapa mbak rara seperti biasanya. Tapi ada yang aneh, mas. Karena mbak Rara ini seperti tak mendengar sapaan istriku."
Aku menghela nafas panjang.
"Ya sudah, istriku langsung balik kerumah saja tanpa berpikiran yang macam-macam. Saat istriku sedang menyiapkan makan siang dipiring, ndilalah ada yang kelupaan diwarung nasi tempat istriku belanja tadi. Akhirnya mau gak mau istriku keluar lagi untuk pergi membeli lauk yang kelupaan itu. Tapi...," mas Mano menghentikan ceritanya sambil melirik kearah Sukirman.
Aku yang sedari tadi fokus kewajah mas Marno, ikutan melirik ke wajah Sukirman itu.
Dan,
Anjingnya, tak ada perubahan apapun diwajahnya. Masih tenang dan senyum tipis yang selalu terukir diwajahnya itu juga tak menghilang.
Geram, Emosi, kecewa, kesal, semua menumpuk dan menggumpal menjadi satu kesatuan yang sangat sulit untuk kupisahkan.
Tapi, ketika aku hampir kehilangan pengamatan diri, mataku terbentur kesebuah benda yang secara langsung bisa memecahkan semua perasaan marah yang tadi bersatu. Bahkan perlahan-lahan mulai menghilang.
Benda istimewa itu adalah sebuah bingkai foto agak kecil, yang kutempelkan didinding kontrakan. Disana, terpampang foto putri kecilku, Icha.
Ya, foto Icha yang tengah berpose lucu dengan senyum mengembang diwajahnya. Sebuah senyum bersih dan suci. Senyum yang berbeda, dari senyum si muka anjing disampingku ini.
Aku kembali menghela nafas panjang dan berat. Mencoba mengenyahkan emosi yang tadi sempat menguasaiku.
Lalu kudengar mas Marno mulai lagi dengan ceritanya.
"Disaat istriku keluar lagi, mbak Rara dan Sukirman ini sudah tidak ada diluar. Tapi sudah masuk kedalam. Tapi pintu masih terbuka. Dan, ketika istriku melewati depan pintu kontrakan si mas, istriku melihat Sukirman ini menutup pintu kontrakan dengan perlahan. Dan untuk sekilas, istriku melihat mbak Rara duduk didekat kulkas didekat jendela rumah."
Oya, ini contoh letak dan posisi ruang dalam kontrakanku.

( Kontrakanku dari depan )

( Ruang tamu kontrakanku. Ket. Nomer 1 adalah posisi istriku saat aku datang, nomer 2 adalah posisi dimana sukirman duduk )
NB : tolong diingat baik-baik, karena nanti, posisi ini juga akan aku sebut kembali.
"Nah, saat melihat hal itu. Istriku lalu memutuskan untuk balik lagi kerumah dan menelfonku dipabrik. Mendengar kabar itu, aku yang waktu itu memang akan pulang kerumah sesegera mungkin pulang."
FYI, pabrik mas Marno letaknya tak terlalu jauh dari kontrakan kami. Paling hanya butuh waktu 3-5 menit berjalan kaki.
"Sesampainya dirumah, aku langsung menemui istriku. Setelah mendengar langsung, aku lalu segera datang ke kontrakan mas ini. Memang pintu ditutup. Aku langsung mengetuk pintu ini. Sepi, tak ada jawaban apapun. Sekali lagi aku mengetuk dengan agak keras. Dan itu yang membuat orang-orang yang sedang istirahat diwarung ikut berdatangan."
Sambil mendengarkan cerita mas Marno, aku sesekali melirik kearah istriku yang masih menunduk itu. Dan, sebuah rasa sakit tiba-tiba menusuk tajam dihati ini.
Aku benar-benar tak bisa membayangkan apa yang sedang diperbuat oleh istriku didalam kontrakan dengan si Sukirman ini.
Mas Marno kudengar mulai berbicara lagi.
"Setelah aku ketuk-ketuk dan masih tidak ada reaksi, aku lalu menelpon mas tadi. Dan, tak lama setelah kita selesai telfon, pintu dibuka oleh mbak Rara."
Dibawah ini adalah percakapan antara istriku dengan mas Marno sesaat setelah istriku membuka pintu.
Mas Marno melihat raut wajah istriku yang agak pucat. Dan, diruang tamu itu ternyata tidak ada siapa-siapa. Tapi, mas Marno tidak segera mempercayai penglihatannya.
"Mbak, kata istriku ada laki-laki ya didalam kontrakan ?" tanya mas Marno.
Dengan agak gugup, istriku menjawab, "e..enggak ada siapa-siapa kok, mas."
"Masa ?"
"Beneran, mas."
"Kalau gitu, boleh aku cek kedalam, mbak ?" tanya mas Marno mendesak.
Istriku diam.
Tanpa menunggu jawaban dari istriku, mas Marno masuk kedalam kontrakan disertai oleh beberapa laki-laki. Diantaranya adalah bang Boim, satpam pabrik istriku yang juga ikut datang karena melihat ada kerumunan orang.
Dan, ternyata laki-laki itu, Sukirman, diketemukan bersembunyi didalam kamar mandi.
Sukirman lantas digiring keluar dan disuruh duduk diruang tamu.
"Hampir saja warga dan pemuda-pemuda yang berada diluar masuk kedalam kontrakan dan menarik kedua tersangka ini. Tapi untungnya, aku dan bang Boim, juga orang-orang yang tadi ikut masuk bisa menahan mereka semua. Sehingga hal-hal buruk pun masih bisa dicegah. Aku, dan bang Boim sudah berusaha bertanya kenapa kejadian seperti ini bisa terjadi kepada mereka berdua," kata mas Marno sambil menunjuk istriku dan sukirman. "Tapi, istri mas hanya bisa menangis dan hanya bisa berkata, "aku juga gak tau kenapa bisa begini, mas." Dan kami juga tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mencegah warga untuk tidak masuk kedalam. Kami lalu memutuskan menunggu simas datang. Dan yah, mas datang dan seperti inilah kelanjutannya." Tutup mas Marno mengakhiri ceritanya.
Aku mengangguk-angguk mendengar cerita itu.
"Terima kasih kepada mas marno, dan juga bang Boim, tak lupa kepada seluruh warga yang sudah perduli sama keluargaku. Sekarang, saya sudah bisa mengambil satu keputusan. Keputusan yang saya ambil setelah mendengarkan cerita barusan. Mudah-mudahan keputusan saya ini benar." Kataku.
Aku lalu menoleh kepada Sukirman. Laki-laki dengan brewok tipis itu juga ternyata tengah melihatku.
"Sampeyan sebaiknya segera pergi dari sini. Sebelum hal-hal yang buruk terjadi. Tapi, saya pernah dengar dari perempuan brengsek ini," sambil ku tunjuk istriku, "kalau sampeyan sudah berkeluarga. Apa benar ?"
Sukirman mengangguk.
"Iya, A. Sudah,"
"Nah, kalau memang sampeyan ini sudah punya keluarga. Pasti sampeyan mengerti perasaan aku saat ini. Gini aja deh, gimana perasaanmu kalau suatu saat nanti, ada seorang laki-laki berduaan dengan istrimu disaat kamu gak ada dirumah ? Gimana ?"
"Ya, aku akan marah, A," jawab Sukirman sambil agak menunduk.
"Nah itu kamu mengerti. Lalu kenapa kamu coba-coba untuk berselingkuh sedangkan kamu sendiri gak mau diselingkuhi," kataku tajam.
Sukirman hanya manggut-manggut mendengar ucapanku.
Ia lalu berkata, "maafin saya , A."
Ia lalu menjulurkan kedua tangannya untuk bersalaman denganku. Tapi aku tak menggubrisnya.
"Ngomong maaf itu gampang. Tapi percuma saya bilang maaf kalau hati saya belum memaafkan sampeyan," ujarku sambil memandangnya.
Ia tampak menarik kembali tangannya. Lalu ia berkata yang ditujukan untuk istriku.
"Teh, maafin Kirman ya. Kirman gak tau kalau akan seperti ini kejadiannya."
Dan entah ada setan apa yang merasuki tubuh istriku. Ia tiba-tiba saja berteriak kearah Sukirman.
"PUAS KAMU SEKARANG, HAH ! PUAS KAMU SUDAH MEMPERMALUKANKU DIDEPAN ORANG BANYAK ! PERGILAH KAMU DARI SINI. AKU TAK MAU MELIHAT MUKAMU LAGI !"
Kami semua yang ada didalam ruangan terkejut melihat reaksi ini.
Setelah berkata keras, istriku segera berdiri dan masuk kedalam kamar. Disana, kudengar serba sedikit suaranya yang terisak-isak.
Sedih juga hatiku melihat keadaan istriku saat ini. Ia, yang biasanya kuat dan tegar. Tampak sangat tak berdaya hari ini.
Tapi, aku menepis perasaan ibaku ini. Kucoba untuk mengingat perbuatannya hati ini, sehingga rasa iba itu perlahan menghilang.
"Kamu dengar kata-kata istriku tadi ? Sebaiknya kamu pergi sekarang," kataku memecah kesunyian yang tadi datang.
"Tapi, A. Saya mau minta maaf dulu sama aa dan sama teteh. Sumpah, A. Kalau saya dan teteh tadi itu enggak macem-macem," kata Sukirman mencoba untuk meyakinkanku.
"Heh...kalau kamu gak mac-macem, ngapain juga tutupan pintu, baik !" Emosiku mulai tumbuh lagi mendengar kata-katanya barusan.
"Sabar, mas, sabar," kata mas Marno sambil duduknya bergeser mendekati tubuhku. Sedangkan bang Boim tampak diam saja, tapi entah kenapa, aku merasakan kalau dia juga tengah waspada sepenuhnya.
Aku lalu kembali berkata, "urusanku denganmu mungkin sudah selesai didunia. Tapi, urusanku denganmu akan aku tagih diakhirat. Sekarang, cepat pergi dari sini sebelum saya ambil golok dibelakang. CEPAT !"
Sukirman tampak ragu untuk pergi. Tapi bang Boim segera berdiri dan menariknya agak segera keluar dari rumah ini.
Tak lama kemudian, mas Marno juga pamit untuk kembali bekerja.
Kini, aku hanya tinggal berdua dengan istriku yang masih terisak-isak.
Aku lalu melihat jam tanganku. Waktu hampir menunjukan setengah tiga sore. Aku lalu berdiri, dan....
*
sampeuk dan 29 lainnya memberi reputasi
28