Kaskus

Story

syrmeyAvatar border
TS
syrmey
MISTERI GAUN KEMATIAN
Konten Sensitif
MISTERI GAUN KEMATIAN



Quote:
















PROLOG



Setelah bel sekolah berbunyi seluruh siswa SMK Cendana mulai berhamburan keluar kelas. Begitu juga dengan Rinai, ia dengan cepat membereskan buku-bukunya yang tergeletak di atas meja, lalu berlari tergopoh-gopoh menuju parkiran sekolah. 

Rinai menciutkan matanya menerawang jauh. Di parkiran ia sudah melihat Zeo duduk di atas motor. Ia yakin kalau Zeo pasti sudah keluar dari tadi. Rinai berjalan menuruni setiap anak tangga sampai tiba di lantai dasar. Langsung saja ia berjalan ke arah motor Zeo. Sebuah motor vixion berwarna hitam.

"Lama lo ya! Kayak keong"

"Ya elah ini gue juga udah lari kali dari lantai dua sampai parkiran"

Rinai mengenakan helm berwarna biru yang barusan saja diberikan Zeo padanya. Ingar bingar kendaraan memenuhi jalanan kota. Zeo begitu lihai dalam hal salib menyalib. Begitu juga soal cinta. Zeo dan Rinai baru menjalin hubungan lima bulan lamanya. Masih seumur jagung. Dulu Rinai sedang dekat dengan Fathan, namun  kurang gercep (gerak cepat) untuk mendapatkan Rinai akhirnya Zeo lebih dulu menyatakan perasaannya ke Rinai. Sebenarnya Zeo lebih dulu kenal dengan Rinai ketimbang Fathan, jadi jelas Zeo nggak mau kalah buat ngejar perhatian dan cinta Rinai. Akhirnya, mereka sama-sama saling suka karena kekonyolan mereka masing-masing.

Beberapa saat, motor Zeo berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua dengan desain rumah minimalis. Rinai melepaskan helmnya. Kemudian berjalan lurus tanpa melirik ke kiri atau ke kanan pandangannya hanya lurus ke depan.

"Nai, udah sampek nih, sesuai aplikasi"

Tak ada balasan sahutan dari Rinai. Zeo akhirnya menoleh ke belakang jok motornya namun tidak ada Rinai di belakangnya. Zeo melihat kalau Rinai sudah berjalan masuk ke dalam rumah.

"Buset dah! Yang gue bonceng tadi orang bukan ya? Cepet amat ngilangnya udah jalan ke sana aja dia"

"Hey Nai. Tega lo ninggalin, gue kira kita masuk bareng"

Rinai masuk ke sebuah ruangan mewah di susul oleh Zeo di belakangnya. Matanya berpendar mencari Kak Aleta.

Krreekk..

Suara decitan pintu. Spontan Rinai menoleh ke belakang. Wanita yang dipanggilnya Kak Aleta baru saja melintas tepat di depan. Matanya menatap kosong berjalan ke dapur. Seperti sebuah raga tanpa jiwa tak ada kehidupan.

"Mbak! Ini di sini ada kita loh" kata Zeo menegur wanita itu. "Hey, mbak! Mbak!" tetap tak ada balasan dari teguran Zeo barusan.

Rinai berjalan mengikuti Kak Aleta. Rinai tahu kalau Kak Aleta sedang dalam pengaruh aura jahat pemilik gaun yang ia kenakan di badannya. Siapa sangka di dapur Kak Aleta mencari sebuah pisau. Rinai yang melihatnya langsung panik.

"Hei, siapapun kamu cepat keluar dari badan Kak Aleta!"

Ternyata jiwa pemilik gaun yang sudah menguasai raga Kak Aleta. Aleta mengarahkan kedua tangannya ke lehernya sendiri. Rinai masih terus berusaha mencegah sosok pemegang nyawa gaun berwarna merah itu.

"Heh tau apa kamu anak kecil! Sekarang pergi menjauh. Tubuh ini akan menjadi milikku selanjutnya" ucapnya yang kemudian tertawa terbahak-bahak.

Tangan Kak Aleta menggenggam erat pisau dapur yang tajam. Semua itu di luar kendali Kak Aleta karena tubuhnya sekarang sudah masuk ke dalam kendali Nyai Warsih. Tangan itu melayangkan pisau ke salah satu bagian tubuh Kak Aleta.

"Tidaaakkk! Hentikaannn!" teriak Rinai berharap teriakannya itu bisa mengubah sesuatu tapi sudah terlambat.

Jlep!

Sosok misterius pemilik gaun telah mengiasai Aleta dengan cepat pisau itu menghujang tubuhnya tepat di jantungnya. Seketika tubuh Aleta ambruk, dengan kondisi mata terbelalak.

"Kak Aleta!" teriak Rinai.

Semua sudah terlambat Rinai tidak berhasil menyelamatkan nyawa wanita itu. Penyesalan itu kian dirasakan Rinai, saat ia tahu semuanya tapi belum mampu mencegahnya. Gaun indah itu sekarang sudah berlumuran darah. Darah anak gadis yang tak bersalah dan hanya menjadi korban Nyai Warsih, si pemegang nyawa gaun kematian. 


~Bersambung... 


Diubah oleh syrmey 13-04-2020 08:51
nona212Avatar border
pulaukapokAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
2.6K
17
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
syrmeyAvatar border
TS
syrmey
#8
MISTERI GAUN KEMATIAM
CHAPTER 3


Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Bu Fhifi dan Rinai masih berdiri menunggu staf rumah sakit mencari data pasien korban kecelakaan bernama Bian Sudarto Wijaya.

"Bian Sudarto Wijaya sekarang sedang dirawat intensif di ruang Anggrek nomor 103"

"Baik, terima kasih Pak"

Keduanya langsung berjalan beringan dengan perasaan harap-harap cemas dengan kondisi sosok kepala keluarga yang kerap disapa Bian itu. Mereka masih berjalan menyusuri koridor rumah sakit mencari-cari ruangan anggrek. Butuh waktu sekitar hampir lima menit baru mereka berhasil menemukan ruangan yang dituju.

Di ruangan itu, Rinai mendapati ayahnya tergolek lemah tak berdaya. Masih belum sadarkan diri. Beberapa alat medis terpasang ditubuhnya. Begitu juga monitor, alat pendeteksi jantung yang masih menyala menampilkan grafik tekanan jantung pasien.

Rinai menangis tersedu sambil memeluk ayahnya. "Ayah cepat sembuh, biar kita bisa jalan bareng ke Bali Yah!" ucapnya sedikit tersendat.

Ibu Fhifi hanya bisa berdoa dan menabahkan putri semata wayangnya yang begitu sedih dan terpukul.

"Sudahlah Nai, sekarang yang ayah perlukan adalah doa dari kita semua supaya ayah segera diberi kesehatan dan bisa berkumpul lagi bersama kita" kata Bu Fhifi sambil mengelus punggung Rinai.

"Iya Ma. Nai janji akan jadi anak baik, selalu mendoakan ayah supaya lekas pulih" nadanya tersendat karena menangis. "Nai juga janji gak akan minta yang aneh-aneh dan ngerecokin orang tua mulu"

Ibu Fhifi menahan senyum mendengar janji yang Rinai ucapkan. "Ayah dengar itu janji anakmu. Hem, dasar ada-ada saja kelakuan putri kita"

Wanita berumur 38 tahun itu menyadari kalau anaknya sudah remaja, sudah sebijaknya juga ia bersikap dewasa diumurnya yang sudah menginjak 17 tahun. Bu Fhifi sebenarnya sangat mengkhawatirkan pergaulan Rinai. Ia berpikir bisa jadi seorang anak bersikap manja dan bertingkah di luar kendali selain datang dari didikan di keluarga juga dari lingkungan sepergaulannya. Tapi Bu Fhifi tidak mau lepas kontrol, ia akan tetap terus memonitor anaknya.

***


Matahari semangkin naik, memancarkan hawa panas ke segala penjuru bumi. Rinai memegang perutnya yang mulai lapar di tambah panas yang cukup terik bisa membuat tubuh dehidrasi.

Rinai pergi meninggalkan ruangan bernomor 108 untuk ke kantin mencari makan dan minuman dingin pelepas dahaga.

Dddrrrtt....

Handphoneyang dipegangnya bergetar ada sebuah pesan dari masuk WhatsApp. Pesan itu dari Zeo. Rinai terus berjalan sambil memainkan handphonenya mencoba membaca isi pesan itu. Namun, belum sempat pesan itu dikirim.

Tak disangka BRUKKK...

Dirinya baru saja bertabrakan dengan seseorang tanpa sengaja. Membuat laki-laki seumuran dengannya itu marah. Bagaimana tidak bubur yang baru dibelinya jatuh terjempas dan berceceran di lantai yang putih.

"Astaga, lo jangan pake mata dong!" maki laki-laki itu sambil melotot.

"Heh! Lo nggak usah ngegas dong! DASAR..... "

Aiko tidak melanjutkan ucapannya. Di saat dirinya marah, ia teringat kembali janji yang diucapkannya di depan tubuh ayahnya yang terbaring lemah.

"DASAR apa? Hah! Mau ngomong kotor lo yah" tekanya.

"Gu-gue minta maaf. Gue yang salah karena udah nabrak lo tadi" kata Rinai berusaha menurunkan egonya.

"Nah, gitu dong! Kalau salah ya ngaku salah aja"

"Iya-iya"

"Jangan iya iya aja lo, ganti nih makanan gue. Ini gue beliin buat makan siang kami"

"Iya gue ganti. Ini juga mau ke kantin. Eh, tapi lo jangan ngegas mulu dong. Pekak tau telinga gue dengernya! Emang lo nggak haus siang-siang gini teriak-teriakan.

"Oke deh. Gue juga maaflah kalau gitu. Sekarang ayok ke kantin" ucapnya dengan nada suara sedikit menurun dari sebelumnya.

"Kantin di sini emang di mana?" tanya Rinai.

"Udah. Ikut gue aja" Rinai membuntuti ke mana pun laki-laki itu pergi demi mengganti makanan yang ia jatuhkan tadi.

Kaki Rinai sudah letih mengikuti langkah cepat laki-laki di depannya. Ia kira tempat makan yang dimaksudnya dekat dari rumah sakit, ternyata lumayan jauh. Mereka berdua berjalan keluar area rumah sakit kemudian menyebrang untuk menuju ke seberang jalan demi mencapai tempat makan itu.

Dalam hati sebenarnya dia menggerutu, dan mengutuk laki-laki tadi. Di tengah terik panas matahari Rinai harus berjalan sekitar 200 meter. Rinai melihat kalau laki-laki itu sudah berbelok ke sebuah tempat makan di pinggir jalan raya.

"Pak bubur ayamnya dua di bungkus ya" terdengar suara itu dari tempat Rinai duduk.

Sembari duduk dan memilih menu makanan sembari juga ia memijit kakinya yang pegal-pegal setelah berjalan jauh.

"Pak pesen ayam bakar ya"

Pria itu kini duduk di samping Rinaindengan muka datar.

"Heh! Lo sebenarnya ngajakin makan apa ngajak gue marathon? Sumpah ini pegel banget kaki gue" Rinai terus mengoceh sembari memijit kakinya.

"Ye, di sini yang enak tau. Emang lo mau makan mahal tapi nggak enak"

Rinai mengeleng-geleng

"Di sini itu udah terkenal enak dan harganya juga terjangkau. Makannya gue ajak lo ke sini"

"Ya kali, jalan jauh amat. Entar pulang gue pake Ojek Online lah"

Pria itu mengeleng-geleng dalam hatinya baru kali ini ia bertemu dengan wanita sebawel ini.

"Ngomong-ngomong itu yang sakit siapa lo?"

"Itu adek gue" jelasnya singkat. "Kalau lo sendiri?"

"Ayah gue kecelakaan semalam, dan sekarang masih belum siuman"

Rinai menatap lamat-lamat muka lelaki di depannya. Ia melihat aura biru meliputi tubuhnya. 'Dia anak baik' pikirnya.

"Mas buburnya sudah siap" suara itu seketika mengaburkan lamunan Rinai yang sedari tadi melihat laki-laki yang belum diketahui namanya.

"Ini Pak, bubur ini yang bayar cewek ini" sambil menunjuk ke arah Rinai.

Rinaintak menjawab hanya memasang senyum yang ditampilkan dengan keterpaksaan.

"Gue balik ya, soalnya nyokap gue sendiri di sana" berusaha memberi pengertian.

"Keluarga lo yang lain?"

"Gue cuman punya abang, dan sekarang dia lagi kerja. Jadi gue lah yang nungguin nyokap"

"Ouh" Rinai mengangguk paham.

Laki-laki itu berjalan meninggalkan Rinai makan sedirian di tempat makan yang terbilang biasa namun cukup membuat nyaman pengunjungnya untuk menikmati makanan, karena penyajiannya yang bersih juga rapi.

Ada satu hal yang Rinai lupa. Lupa menanyakan nama laki-laki yang barusan ditabraknya. Rinai sedikit berdiri kemudian mengangkat tangannya ke udara. "Hei, nama lo siapa?" teriak Rinainkencang sampai semua pengunjung memutar bola matanya melihat ke arah Rinai.

Tidak sia-sia, laki-laki itu berhenti dan melihat ke arah Rinai. "Gue Fathan" setelah itu ia mengancungkan jempol ke atas kemudian berjalan kembali.

Rinai juga membalasnya dengan acungan jempol ke atas. Lalu, duduk kembali melanjutkan makannya.






~Bersambung...
pulaukapok
pulaukapok memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.