- Beranda
- Stories from the Heart
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
...
TS
yanagi92055
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Selamat Datang di Thread Gue
(私のスレッドへようこそ)
(私のスレッドへようこそ)
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR
Spoiler for Season 1 dan Season 2:
Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:
INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH
Spoiler for INDEX SEASON 3:
Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:
Quote:
Quote:
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 83 suara
Perlukah Seri ini dilanjutkan?
Perlu
99%
Tidak Perlu
1%
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:25
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
133
342.8K
4.9K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#1804
Ayo Manggung Lagi
Gue menanggapi Alya? Gue masih sama seperti sebelumnya. Gue tetap menghindari Alya. Mungkin nanti kapan-kapan gue bisa menemui dia. Sementara ada Alya yang begini, Rinda juga menjalin komunikasi aktif lagi dengan gue, dan tentu saja Dwina. Ini momen yang sebenarnya nggak mau gue lewati karena membuat segalanya jadi nggak teratur sama sekali. Sementara gue senang dengan segala sesuatu yang teratur dan rapi.
Jadinya memang gue harus melayani beberapa chat dari mereka. Sekedar chat sederhana yang menanyakan ‘how’s your day’ dan sejenisnya. Nggak ada godaan ini itu. Paling hanya Alya saja yang terlihat sangat agresif menurut gue. namun berdasarkann pengalaman gue, gue yakin bisa mengendalikan orang-orang agresif kayak Alya ini. Hanya gue belum tau apa efek samping yang akan gue terima ketika nanti gue tolak dia secara halus terus menerus.
Seperti yang sudah kejadian sebelumnya, baik mantan seperti Keket dan Dee, kemudian Dewi dan Nindy, semuanya seperti orang gila setelah gue jauhi atau tidak berhubungan dekat lagi dengan gue. Gue juga sempat berpikir apakah dimasa depan Emi akan seperti ini atau tidak.
Berbicara soal Emi secara profesional, saat ini dia sudah sukses membawa band yang belum genap setahun ini banyak bicara di acara komunitas. Bahkan kami sudah mulai manggung diacara luar komunitas alias acara umum, seperti dulu. Walaupun intensitasnya nggak bisa seperti dulu karena kesibukan masing-masing, tapi band ini cukup berkibar dan mulai diperhitungkan namanya.
Pada satu event di bulan ramadhan, band gue sempat manggung di salah satu bilangan Jakarta Selatan yang mana kala itu banyak band-band baru yang belum punya nama ikutan manggung disitu. motivasinya diantaranya adalah, ingin eksis dan dilihat. Kenapa begitu? karena sekarang ini dikomunitas sudah sangat tidak sehat profesionalismenya, jika tidak mau dibilang nggak profesional.
Band-band yang manggung diacara-acara besar hanya itu-itu saja, yang diundang keacara tersebut juga itu-itu saja. Ini juga mengakibatkan dari segmen band sendiri seperti terbagi menjadi beberapa kubu. Tentunya yang berkibar adalah kubu yang sudah lama eksis, alias band-band lama. Lamanya juga sebenarnya nggak selama umur band gue yang dulu, tapi sudah lebih dari 5 tahun bercokol di komunitas.
Hal ini yang membuat gerah beberapa atau banyak sebenarnya, band baru yang mau muncul ke permukaan. Kesempatan mereka untuk tampil jadi sangat kecil karena selalu dikuasai oleh mereka-mereka yang sudah lama eksis dan nggak mau memberikan kesempatan untuk regenerasi. Ditambah lagi, biasanya mereka sudah mengenal beberapa panitia acara yang akhirnya seperti koneksi orang dalam, mereka dapat mulus saja mendapatkan banyak panggungan.
Hikmahnya mungkin yang bisa diambil adalah, bahwa komunikasi dan memperbanyak relasi itu sangat penting. Baik itu untuk urusan band seperti ini, maupun dengan urusan yang lebih besar seperti pekerjaan. Membangun relasi bisnis juga akan memudahkan kita dalam pekerjaan, harusnya, tapi memang tidak semudah itu juga.
Band-band baru ini akhirnya seperti membuat aliansi sendiri untuk mengibarkan nama mereka, salah satunya band gue. Memang gue, Drian serta Arko banyak mengenal mereka-mereka yang sudah eksis dari lama tersebut, bahkan sebenarnya band-band besar dikomunitas sekarang itu dulunya adalah junior-junior band gue yang lama, makanya mereka mengenal kami bertiga yang sudah eksis duluan sebelum mereka.
Tapi, Emi selalu menekankan, kita harus meluaskan relasi yang sehat. Jadinya kami memutuskan untuk sedikit menjaga jarak dengan mereka-mereka yang sudah eksis dari lama, dan membuat koneksi baru dengan teman-teman yang baru juga. Nggak masalah bergaul dengan teman-teman yang lebih muda, yang seangkatan dengan Emi, karena mereka kalau urusan musik cukup nyambung ngomongnya.
Pada acara ini, band gue tampil sebagai penutup. Kerennya, mereka-mereka yang datang untuk nonton, rela untuk menunggu sampai habis, walaupun itu sudah malam. Kenapa gue bilang keren? Karena kebiasaan orang-orang atau penonton di komunitas saat ini adalah, sehabis magrib biasanya mereka pulang, jadi yang ‘apes’ kebagian manggung sehabis magrib, siap-siap penontonnya akan sedikit.
Berbeda dengan jaman band gue yang dulu eksis. Semakin malam semakin ramai yang menonton. Penonton sangat rela untuk menunggu band idolanya naik panggung. Tapi itulah jaman yang sudah berubah, kita nggak bisa memaksakan kehendak kita mengikuti masa lalu, ketika dimasa sekarang keadaannya sudah berbeda. Kita yang harus mengikuti arus.
Inilah kelebihan seorang Emi lainnya. Dia bisa mengajak kami-kami yang sudah eksis dari jaman dulu dikomunitas untuk mengikuti arus kemajuan dunia komunitas jaman sekarang. Tentunya dengan pemikiran milenial yang lebih berani daripada milenial generasi awal diangkatan gue.
“Sebentar lagi kita tampil, mari kita berdoa dulu ya.” kata Emi.
Kami saling berangkulan terlebih dahulu, dan seperti biasa, gue yang memimpin doa. Setelahnya, kami pun naik keatas panggung yang ukurannya nggak terlalu besar itu. MC-nya pada saat itu ada seorang cowok dan cewek. Yang ceweknya lumayan cakep juga kalau dilihat-lihat, walaupun entah kenapa gue berpikir cewek ini sedikit bloon. Hahaha.
Saat naik dan mempersiapkan alat-alat, gue yang sekarang gayanya adalah naik panggung bareng personil lainnya (dulu gue naik belakangan), sempat ber-chit chat sejenak dengan para MC ini. Sepertinya mereka memang nggak terbiasa jadi MC, jadinya ya suasananya juga nggak terlalu hidup. Tapi nggak apa-apa lah.
“Namanya siapa kak?” tanya MC cewek.
“Ija.”
“Udah berapa lama kak ngebandnya?” tanya MC Cowok.
“Baru kok, belum juga ada setahun ini band berdirinya. Hehehe.”
“Wah masih baru banget berarti ya. mau bawain apa nih rencananya kak?” MC cowok bertanya lagi.
“Bawain OOR sama the GazettE nih rencananya.”
“Wah lagu-lagunya OOR enak-enak tuh Kak.” Kata MC Cewek.
“Haha. Lo suka OOR nya berapa banyak, Lira?” tanya MC Cowok.
“Nggak banyak kak, beberapa aja, mudah-mudahan bandnya kakak ini bawain yang aku suka ya.” kata MC Cewek lagi.
“Ya kita lihat aja. udah siap belum nih?” tanya MC cowok lagi.
Gue mengacungkan jempol tanda teman-teman gue sudah siap untuk memainkan lagu demi lagu. Kami pun manggung membawakan 4 lagu dari OOR dan the GazettE. Benar kata Emi, membawakan OOR saat sekarang itu sangat ampuh untuk menarik massa. Sementara the GazettE agak kurang menarik, atau mungkin karena pilihan lagunya nggak banyak diketahui. Ini Emi juga sedang survey seberapa banyak fans yang masih tahu soal visual kei. Ternyata menurut beberapa kali sampling yang dilakukan ketika kami manggung, sampai dengan sekarang, penonton visual kei sudah nggak sebanyak dulu.
Kebanyakan disini adalah pecinta OOR, dan juga anime, jadi kalau mau cepat punya namanya, bawain OST anime dan OOR adalah cara yang paling jitu. Itu yang sementara ini kami lakukan. Hasilnya? Sangat baik sambutannya. Untuk band-band yang cover OOR sendiri sudah sangat banyak, sekarang tinggal bagaimana cara membawakannya aja, bergantung dari skill dan juga chemistry dari para personil bandnya yang bisa menghasilkan cover lagu yang baik.
Setelah sukses manggung, seperti biasa, kami berbaur dan banyak berkenalan dengan orang-orang baru dilingkaran kami. Dan memang mereka rata-rata seumuran dengan Emi yang baru ingin muncul ke permukaan. Gue banyak bertanya dengan beberapa orang, jawabannya pun hampir seragam. Susah untuk mendapatkan panggungan di acara besar karena terlalu dikuasai oleh anak-anak band yang sudah lebih lama eksisnya.
Gue berkenalan dengaan MC cewek dan cowok yang ada diacara tersebut. Untuk MC cewek yang bernama Lira ini, dia juga meminta akun sosmed gue, dan gue berikan. Nanti katanya mau di-add. Gue mempersilakan dengan senang hati, begitu juga dengan teman-teman baru gue lainnya.
“Halo, nama aku Winda. Salam kenal ya Kak.” Kata seorang cewek ke gue.
“Oh iya salam kenal, gue Ija. Dan ini temen-temen gue.” kata gue, sambil mengenalkan Drian dan Arko.
“Halo kakak-kakak.” Katanya.
Winda ini ternyata yang tadi manggung suaranya fales nggak karuan. Sukses banget gue ledekin berdua bareng Arko tadi. Ada jawaban sedikit mengenai kenapa mereka nggak punya panggungan di acara-acara besar. Ternyata performa hampir semua band disini sangat-sangat standar. Bahkan banyak pula yang nggak nyambung antar personil ketika membawakan sebuah lagu. Jadinya fales, atau main alatnya nggak karuan jadi terkesan sumbang.
Winda ini memiliki tinggi yang cukup semampai, mungkin sekitar 168 cm. kulitnya putih, badannya sedikit berisi. kalau sepintas mukanya mirip dengan artis Tara Basro, hanya saja nggak semontok Tara Basro tentunya.

Mulustrasi Winda, 88% mirip
Pada sisi lain juga harus dilihat, gue sangat yakin mereka seperti ini karena demam panggung. Kenapa demam panggung? Ya karena nggak pernah dikasih kesempatan manggung diacara besar yang banyak penontonnya.
Tapi kalau dilihat secara keseluruhan, mungkin paduan minim pengalaman, skill yang belum terasah dengan baik tapi maksain manggung, atau emang skillnya nggak sampai, serta chemistry antar personil dan penghayatan lagu yang dibawakan kurang, maka jadinya mereka nggak dilirik oleh para panitia, atau jadi wajar ketika performa mereka seperti ini, mereka nggak lolos audisi untuk manggung diacara besar.
“Kak, boleh minta akun sosmednya?” kata Winda.
“Boleh. Cari aja pakai nama gue ya. yang lain nggak mau juga tuh? Hehehe.”
“Haha nanti aja kalau kakak udah approve, aku add yang lainnya.”
“Haha oke, bebas deh.”
Gue seperti merasa ada di masa lalu. Banyak sekali teman baru yang mendekat ke gue dan teman-teman gue. Entah memang ingin berteman benar, atau karena penampilan kami yang cukup baik ketika manggung. Karena biasanya, seperti ada kebanggaan tersendiri kalau mempunyai teman yang punya skill bagus, dan diprediksi bisa berbicara banyak dikomunitas atau skala yang lebih besar lagi. Itu yang selalu gue rasakan, pun ternyata Drian dan Arko juga merasakan hal yang sama.
“Bro, kayaknya kita mulai punya nama lagi nih.” Kata Arko.
“Iya, makanya banyak yang mau kenalan sama kita yak. Kaya jaman dulu, cuma bedanya sekarang nggak pada minta foto bareng Drian aja. hahaha.” Kata gue.
“T*i lo Ja. hahaha. Gue kagak jualan fisik doang kali. Skill juga jadi jualan gue kali. Hahaha.” Timpal Drian.
“Kita harus terima kasih banyak sama Emi loh ini.” Sahut Vino yang dari tadi diam saja.
“Bener banget. haha. Bu manajer emang top banget lah. Nggak salah kita jadiin dia sebagai manajer kita ya.” kata Arko.
“Iya dong. Haha. Siapa dulu talent scoutnya.” Ujar gue berbangga hati.
“Hahaha. Rejeki banget lah, tapi ya kayaknya Emi juga nggak bakal bisa nerapin konsepnya kalau skillnya kayak anak-anak ini. Hahaha.” Kata Drian.
“Wah, buset ngeledekin lo Dri. Hahaha.” Kata Vino.
“Tapi kayaknya emang bener deh, kalau skill dan pengalaman plus chemistrynya nggak kayak kita minimal, konsep Emi nggak bakal bisa diterapin dengan baik kok. sama kayak Manchester United atau Liverpool yang skuadnya mumpuni, tapi pelatihnya kurang oke, jadinya nggak maksimal dan nggak bisa-bisa jadi juara kan di Liga Inggris? Bener nggak?” ujar Rahman.
“Hahaha. Iya bener itu analoginya.”
Sepulang dari panggungan tersebut, gue mendapatkan notifikasi facebook, yang mana ada Friend Request dari dua orang cewek dan tujuh orang cowok. Cewek pertama adalah Winda Halimah, dan yang kedua adalah yang bertindak sebagai MC diacara tadi, Lira Iskandar.
Jadinya memang gue harus melayani beberapa chat dari mereka. Sekedar chat sederhana yang menanyakan ‘how’s your day’ dan sejenisnya. Nggak ada godaan ini itu. Paling hanya Alya saja yang terlihat sangat agresif menurut gue. namun berdasarkann pengalaman gue, gue yakin bisa mengendalikan orang-orang agresif kayak Alya ini. Hanya gue belum tau apa efek samping yang akan gue terima ketika nanti gue tolak dia secara halus terus menerus.
Seperti yang sudah kejadian sebelumnya, baik mantan seperti Keket dan Dee, kemudian Dewi dan Nindy, semuanya seperti orang gila setelah gue jauhi atau tidak berhubungan dekat lagi dengan gue. Gue juga sempat berpikir apakah dimasa depan Emi akan seperti ini atau tidak.
Berbicara soal Emi secara profesional, saat ini dia sudah sukses membawa band yang belum genap setahun ini banyak bicara di acara komunitas. Bahkan kami sudah mulai manggung diacara luar komunitas alias acara umum, seperti dulu. Walaupun intensitasnya nggak bisa seperti dulu karena kesibukan masing-masing, tapi band ini cukup berkibar dan mulai diperhitungkan namanya.
Pada satu event di bulan ramadhan, band gue sempat manggung di salah satu bilangan Jakarta Selatan yang mana kala itu banyak band-band baru yang belum punya nama ikutan manggung disitu. motivasinya diantaranya adalah, ingin eksis dan dilihat. Kenapa begitu? karena sekarang ini dikomunitas sudah sangat tidak sehat profesionalismenya, jika tidak mau dibilang nggak profesional.
Band-band yang manggung diacara-acara besar hanya itu-itu saja, yang diundang keacara tersebut juga itu-itu saja. Ini juga mengakibatkan dari segmen band sendiri seperti terbagi menjadi beberapa kubu. Tentunya yang berkibar adalah kubu yang sudah lama eksis, alias band-band lama. Lamanya juga sebenarnya nggak selama umur band gue yang dulu, tapi sudah lebih dari 5 tahun bercokol di komunitas.
Hal ini yang membuat gerah beberapa atau banyak sebenarnya, band baru yang mau muncul ke permukaan. Kesempatan mereka untuk tampil jadi sangat kecil karena selalu dikuasai oleh mereka-mereka yang sudah lama eksis dan nggak mau memberikan kesempatan untuk regenerasi. Ditambah lagi, biasanya mereka sudah mengenal beberapa panitia acara yang akhirnya seperti koneksi orang dalam, mereka dapat mulus saja mendapatkan banyak panggungan.
Hikmahnya mungkin yang bisa diambil adalah, bahwa komunikasi dan memperbanyak relasi itu sangat penting. Baik itu untuk urusan band seperti ini, maupun dengan urusan yang lebih besar seperti pekerjaan. Membangun relasi bisnis juga akan memudahkan kita dalam pekerjaan, harusnya, tapi memang tidak semudah itu juga.
Band-band baru ini akhirnya seperti membuat aliansi sendiri untuk mengibarkan nama mereka, salah satunya band gue. Memang gue, Drian serta Arko banyak mengenal mereka-mereka yang sudah eksis dari lama tersebut, bahkan sebenarnya band-band besar dikomunitas sekarang itu dulunya adalah junior-junior band gue yang lama, makanya mereka mengenal kami bertiga yang sudah eksis duluan sebelum mereka.
Tapi, Emi selalu menekankan, kita harus meluaskan relasi yang sehat. Jadinya kami memutuskan untuk sedikit menjaga jarak dengan mereka-mereka yang sudah eksis dari lama, dan membuat koneksi baru dengan teman-teman yang baru juga. Nggak masalah bergaul dengan teman-teman yang lebih muda, yang seangkatan dengan Emi, karena mereka kalau urusan musik cukup nyambung ngomongnya.
Pada acara ini, band gue tampil sebagai penutup. Kerennya, mereka-mereka yang datang untuk nonton, rela untuk menunggu sampai habis, walaupun itu sudah malam. Kenapa gue bilang keren? Karena kebiasaan orang-orang atau penonton di komunitas saat ini adalah, sehabis magrib biasanya mereka pulang, jadi yang ‘apes’ kebagian manggung sehabis magrib, siap-siap penontonnya akan sedikit.
Berbeda dengan jaman band gue yang dulu eksis. Semakin malam semakin ramai yang menonton. Penonton sangat rela untuk menunggu band idolanya naik panggung. Tapi itulah jaman yang sudah berubah, kita nggak bisa memaksakan kehendak kita mengikuti masa lalu, ketika dimasa sekarang keadaannya sudah berbeda. Kita yang harus mengikuti arus.
Inilah kelebihan seorang Emi lainnya. Dia bisa mengajak kami-kami yang sudah eksis dari jaman dulu dikomunitas untuk mengikuti arus kemajuan dunia komunitas jaman sekarang. Tentunya dengan pemikiran milenial yang lebih berani daripada milenial generasi awal diangkatan gue.
“Sebentar lagi kita tampil, mari kita berdoa dulu ya.” kata Emi.
Kami saling berangkulan terlebih dahulu, dan seperti biasa, gue yang memimpin doa. Setelahnya, kami pun naik keatas panggung yang ukurannya nggak terlalu besar itu. MC-nya pada saat itu ada seorang cowok dan cewek. Yang ceweknya lumayan cakep juga kalau dilihat-lihat, walaupun entah kenapa gue berpikir cewek ini sedikit bloon. Hahaha.
Saat naik dan mempersiapkan alat-alat, gue yang sekarang gayanya adalah naik panggung bareng personil lainnya (dulu gue naik belakangan), sempat ber-chit chat sejenak dengan para MC ini. Sepertinya mereka memang nggak terbiasa jadi MC, jadinya ya suasananya juga nggak terlalu hidup. Tapi nggak apa-apa lah.
“Namanya siapa kak?” tanya MC cewek.
“Ija.”
“Udah berapa lama kak ngebandnya?” tanya MC Cowok.
“Baru kok, belum juga ada setahun ini band berdirinya. Hehehe.”
“Wah masih baru banget berarti ya. mau bawain apa nih rencananya kak?” MC cowok bertanya lagi.
“Bawain OOR sama the GazettE nih rencananya.”
“Wah lagu-lagunya OOR enak-enak tuh Kak.” Kata MC Cewek.
“Haha. Lo suka OOR nya berapa banyak, Lira?” tanya MC Cowok.
“Nggak banyak kak, beberapa aja, mudah-mudahan bandnya kakak ini bawain yang aku suka ya.” kata MC Cewek lagi.
“Ya kita lihat aja. udah siap belum nih?” tanya MC cowok lagi.
Gue mengacungkan jempol tanda teman-teman gue sudah siap untuk memainkan lagu demi lagu. Kami pun manggung membawakan 4 lagu dari OOR dan the GazettE. Benar kata Emi, membawakan OOR saat sekarang itu sangat ampuh untuk menarik massa. Sementara the GazettE agak kurang menarik, atau mungkin karena pilihan lagunya nggak banyak diketahui. Ini Emi juga sedang survey seberapa banyak fans yang masih tahu soal visual kei. Ternyata menurut beberapa kali sampling yang dilakukan ketika kami manggung, sampai dengan sekarang, penonton visual kei sudah nggak sebanyak dulu.
Kebanyakan disini adalah pecinta OOR, dan juga anime, jadi kalau mau cepat punya namanya, bawain OST anime dan OOR adalah cara yang paling jitu. Itu yang sementara ini kami lakukan. Hasilnya? Sangat baik sambutannya. Untuk band-band yang cover OOR sendiri sudah sangat banyak, sekarang tinggal bagaimana cara membawakannya aja, bergantung dari skill dan juga chemistry dari para personil bandnya yang bisa menghasilkan cover lagu yang baik.
Setelah sukses manggung, seperti biasa, kami berbaur dan banyak berkenalan dengan orang-orang baru dilingkaran kami. Dan memang mereka rata-rata seumuran dengan Emi yang baru ingin muncul ke permukaan. Gue banyak bertanya dengan beberapa orang, jawabannya pun hampir seragam. Susah untuk mendapatkan panggungan di acara besar karena terlalu dikuasai oleh anak-anak band yang sudah lebih lama eksisnya.
Gue berkenalan dengaan MC cewek dan cowok yang ada diacara tersebut. Untuk MC cewek yang bernama Lira ini, dia juga meminta akun sosmed gue, dan gue berikan. Nanti katanya mau di-add. Gue mempersilakan dengan senang hati, begitu juga dengan teman-teman baru gue lainnya.
“Halo, nama aku Winda. Salam kenal ya Kak.” Kata seorang cewek ke gue.
“Oh iya salam kenal, gue Ija. Dan ini temen-temen gue.” kata gue, sambil mengenalkan Drian dan Arko.
“Halo kakak-kakak.” Katanya.
Winda ini ternyata yang tadi manggung suaranya fales nggak karuan. Sukses banget gue ledekin berdua bareng Arko tadi. Ada jawaban sedikit mengenai kenapa mereka nggak punya panggungan di acara-acara besar. Ternyata performa hampir semua band disini sangat-sangat standar. Bahkan banyak pula yang nggak nyambung antar personil ketika membawakan sebuah lagu. Jadinya fales, atau main alatnya nggak karuan jadi terkesan sumbang.
Winda ini memiliki tinggi yang cukup semampai, mungkin sekitar 168 cm. kulitnya putih, badannya sedikit berisi. kalau sepintas mukanya mirip dengan artis Tara Basro, hanya saja nggak semontok Tara Basro tentunya.

Mulustrasi Winda, 88% mirip
Pada sisi lain juga harus dilihat, gue sangat yakin mereka seperti ini karena demam panggung. Kenapa demam panggung? Ya karena nggak pernah dikasih kesempatan manggung diacara besar yang banyak penontonnya.
Tapi kalau dilihat secara keseluruhan, mungkin paduan minim pengalaman, skill yang belum terasah dengan baik tapi maksain manggung, atau emang skillnya nggak sampai, serta chemistry antar personil dan penghayatan lagu yang dibawakan kurang, maka jadinya mereka nggak dilirik oleh para panitia, atau jadi wajar ketika performa mereka seperti ini, mereka nggak lolos audisi untuk manggung diacara besar.
“Kak, boleh minta akun sosmednya?” kata Winda.
“Boleh. Cari aja pakai nama gue ya. yang lain nggak mau juga tuh? Hehehe.”
“Haha nanti aja kalau kakak udah approve, aku add yang lainnya.”
“Haha oke, bebas deh.”
Gue seperti merasa ada di masa lalu. Banyak sekali teman baru yang mendekat ke gue dan teman-teman gue. Entah memang ingin berteman benar, atau karena penampilan kami yang cukup baik ketika manggung. Karena biasanya, seperti ada kebanggaan tersendiri kalau mempunyai teman yang punya skill bagus, dan diprediksi bisa berbicara banyak dikomunitas atau skala yang lebih besar lagi. Itu yang selalu gue rasakan, pun ternyata Drian dan Arko juga merasakan hal yang sama.
“Bro, kayaknya kita mulai punya nama lagi nih.” Kata Arko.
“Iya, makanya banyak yang mau kenalan sama kita yak. Kaya jaman dulu, cuma bedanya sekarang nggak pada minta foto bareng Drian aja. hahaha.” Kata gue.
“T*i lo Ja. hahaha. Gue kagak jualan fisik doang kali. Skill juga jadi jualan gue kali. Hahaha.” Timpal Drian.
“Kita harus terima kasih banyak sama Emi loh ini.” Sahut Vino yang dari tadi diam saja.
“Bener banget. haha. Bu manajer emang top banget lah. Nggak salah kita jadiin dia sebagai manajer kita ya.” kata Arko.
“Iya dong. Haha. Siapa dulu talent scoutnya.” Ujar gue berbangga hati.
“Hahaha. Rejeki banget lah, tapi ya kayaknya Emi juga nggak bakal bisa nerapin konsepnya kalau skillnya kayak anak-anak ini. Hahaha.” Kata Drian.
“Wah, buset ngeledekin lo Dri. Hahaha.” Kata Vino.
“Tapi kayaknya emang bener deh, kalau skill dan pengalaman plus chemistrynya nggak kayak kita minimal, konsep Emi nggak bakal bisa diterapin dengan baik kok. sama kayak Manchester United atau Liverpool yang skuadnya mumpuni, tapi pelatihnya kurang oke, jadinya nggak maksimal dan nggak bisa-bisa jadi juara kan di Liga Inggris? Bener nggak?” ujar Rahman.
“Hahaha. Iya bener itu analoginya.”
Sepulang dari panggungan tersebut, gue mendapatkan notifikasi facebook, yang mana ada Friend Request dari dua orang cewek dan tujuh orang cowok. Cewek pertama adalah Winda Halimah, dan yang kedua adalah yang bertindak sebagai MC diacara tadi, Lira Iskandar.
itkgid dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup