Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

hmei72481Avatar border
TS
hmei72481
Mengukur Ancaman Ekonomi dari 'Lockdown' Virus Corona
Jakarta, CNN Indonesia -- Penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia terus meluas. Saat ini, setidaknya sudah ada 117 kasus positif di Tanah Air dengan delapan orang sembuh dan lima orang meninggal.

Teranyar, virus sudah sampai ke kalangan pejabat negara. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dinyatakan positif virus corona.

Tak ingin kasus positif terus bertambah, pemerintah daerah hingga pusat pun mulai menerapkan kebijakan beraktivitas dan bekerja di rumah. Kebijakan mulai dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).


"Dengan kondisi ini, saatnya kita bekerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah," ucap Jokowi, akhir pekan lalu.

Lihat juga: Mencermati Saham Perkasa di Tengah Wabah Virus Corona
Aktivitas sekolah hingga acara keagamaan banyak yang mulai dilakukan di rumah. Masyarakat mulai menjaga jarak dengan sesama hingga menjauhi pusat keramaian (self distancing).

Wacana penutupan akses wilayah terdampak virus corona (lockdown) pun muncul agar masyarakat tidak mendekat ke pusaran virus, yaitu Jakarta. Hal itu dinilai perlu dilakukan karena jumlah kasus di ibu kota cukup tinggi dibanding daerah lain.

Kendati begitu, kepala negara mengaku belum terpikir untuk mengambil langkah itu, padahal sejumlah pihak menilai kebijakan tersebut ampuh dalam menghambat penyebaran virus. Keampuhan tersebut mengacu pada apa yang sudah terjadi di Kota Wuhan, sumber virus corona.

Setelah pemerintah China mengambil langkah lockdown, penyebaran wabah mulai bisa dikurangi. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai langkah tersebut bisa membuat laju perekonomian akan semakin berat. Pasalnya, dengan kebijakan self distancing yang kadar pembatasan pergerakan masyarakat akibat virus corona lebih renda saja, tingkat konsumsi masyarakat bisa turun tajam.



"Mungkin yang memang paling berat kalau orang sampai work from home (kerja dari rumah) segala macam kan consumption (konsumsi) ya," ungkapnya melalui unggahan di akun Instagram pribadinya.

Bila tingkat konsumsi berkurang, maka pertumbuhan beberapa indikator penopang ekonomi pun akan mulai berguguran. Maklum saja, perekonomian nasional sangat bergantung pada laju konsumsi masyarakat yang kini jumlahnya 260 juta orang ini.

"Semua tahu begitu consumption turun ke 4 persen, maka turun semua ke kisaran 4 persen, kalau dia turun ke 3 persen, semuanya ikut ke 3 persen," ujarnya.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan kebijakan self distancing memang mau tidak mau sudah harus diterapkan. Sebab, rata-rata penyebaran virus corona di dalam negeri setidaknya mencapai 2,91 persen setiap jam.

Lihat juga: Sri Mulyani Siapkan Skenario Baru Atasi Perlambatan Ekonomi
Indonesia, katanya, tentu tidak ingin seperti Italia dan Iran, yang 'telat' mengantisipasi penyebaran virus corona sampai akhirnya mau tidak mau menerapkan lockdown. Sementara itu, Indonesia bisa belajar dari China, yang merelakan laju perekonomiannya demi memutus mata rantai virus.

"Tapi rasanya tidak perlu lockdown, masih cukup social distancing. Keputusan lockdown sebaiknya tetap mengacu pada jumlah kasus serta kemampuan jaminan sosial dan tenaga medis," kata Fithra kepada CNNIndonesia.com.

Sebab, lockdown akan sangat memukul laju ekonomi Indonesia secara jangka pendek. Hal ini karena kota dengan kasus terbanyak virus corona ialah Jakarta, yang merupakan pusat pemerintahan, bisnis, dan perdagangan Indonesia.

Sementara kota-kota lain yang juga memiliki sejumlah kasus corona, merupakan kota-kota di Pulau Jawa, yang lagi-lagi menjadi penggerak roda ekonomi dalam negeri. Kondisi ini berbeda dengan kebijakan lockdown di China, di mana kota yang ditutup adalah Wuhan.

Lihat juga: Dampak Corona, Buruh Gaji Rp200 Juta per Tahun Bebas Pajak
Sedangkan, pusat bisnis seperti Shanghai dan Beijing tetap bisa berjalan, meski sempat menerapkan kebijakan kerja dari rumah. "Bahkan, pariwisata yang menyebar saja sudah langsung dirasakan penurunannya oleh masing-masing daerah, apalagi bila Jakarta yang harus lockdown, itu pusat ekonomi Indonesia, pasti langsung turun," tuturnya.

Bila daerah akan terpengaruh dari sisi pariwisata dan perhotelan, maka Jakarta akan terpukul dari sisi industri jasa keuangan dan jasa lainnya. Bila itu terjadi, masalah tersebut akan menekan industri pengolahan dan perakitan. Pasalnya kondisi tersebut akan membuat aliran modal tersendat.

"Mungkin Jakarta hanya akan tumbuh sekitar 4 persen dari biasanya selalu di atas ekonomi nasional 5 persen, biasanya Jakarta bisa 6 persen, nanti jatuh," imbuhnya.

Sektor yang juga bisa 'tak selamat' bila self distancing bahkan lockdown diberlakukan adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Khususnya, para pedagang kaki lima.

"Mungkin hanya UMKM yang sudah terhubung platform delivery online yang bisa bertahan, mayoritas di bidang kuliner. Begitu pula dengan e-commerce, itu masih bisa meningkat justru," terangnya.

Lihat juga: JK: Ancaman Corona ke Ekonomi Lebih Hebat dari Perang Dagang
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho mengatakan pemerintah memang sudah harus mengambil kebijakan baru yang lebih berdampak untuk menurunkan tingkat penyebaran virus corona. Saat ini, pemerintah hanya fokus pada penanggulangan dampak corona terhadap ekonomi.

"Sayangnya insentif yang baru diumumkan pemerintah tidak efektif, karena hanya mencoba mengurangi dampak ekonomi dari Covid-19. Padahal insentif harus diarahkan untuk mengatasi inti masalah, yakni penyebaran Covid-19," ungkapnya.

Kendati begitu, langkah lockdown belum perlu dilakukan. Menurutnya, masih cukup social distancing saja. Namun memang, pemerintah dituntut bisa bekerja efektif dengan cara tersebut. Artinya, infrastruktur dan jaringan internet perlu dibuat memadai agar kerja online bisa dilakukan.

"Kementerian Ketenagakerjaan perlu menyusun pola komunikasi digital, sehingga penyebaran Covid-19 dapat dikendalikan dan aktivitas ekonomi segera recover," imbuhnya.

Lihat juga: BI Ramal Ekonomi RI Tertekan ke Level 5,1 Persen pada 2020

SUMBER : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...n-virus-corona
sebelahblog
4iinch
4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
2.2K
43
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.8KAnggota
Tampilkan semua post
bokersAvatar border
bokers
#14
Semuanya berbasis resiko yang belum diketahui masyarakat.
Kalau LD :
1. For sure pasokan logistic termasuk kebutuhan pokok akan distop.
2. Layanan publik juga akan di distop
3. Termasuk di dalamnya kegiatan bisnis juga
Dilemanya :
1. Belum ada yang tau cara ini akan berhasil menurunkan penyebaran corona atau engga.
2. Masyarakat will do panic buy and ga nutup kemungkinan ada chaos.
3. Antara corona isues atau economic isues atau security nation isues, harus pilih satu
Sebenarnya sih gw lebih prefer di LD, dengan catatan masalah logistic tetap diberikan ke setiap KK, yang tugasnya berlapis dari kecamatan, kelurahan, RW dan RT.
Ribet ga ? BANGET !!!!.
Kalau ga mau ribet, mending resign aja jadi PNS. Percuma di sumpah jabatan dlu kalau ga mau ribet
Karena pilihan di sini cuman 2, pentingin keselamatan masyarakat atau pentingin roda ekonomi. Tanpa bermaksud meremehkan impact ini virus, yang sampai saat ini belum ada obatnya, orang kita itu terlalu santai nanggepin hal ginian.
Dan juga harusnya buat hal2 ginian, pemerintah pusat sama pemda bisa kolaborasi buat ngurangin dampak penyebaran corona, bukan buat pusingin berhentinya roda ekonomi kalau terapin LD.



Abc..Z
Abc..Z memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.